A/N: Hello semuanya! Saya sudah melakukan upgrade di beberapa chapter untuk fanfic pertama saya ini. Semoga para pembaca bisa lebih nyaman membaca fanfic saya ini. Amin. Selamat membaca minna!


-69-

The Truth Behind the Mask

.

.

Presents by

Hiname Titania

Pairings

SasuHina, SasoHina

Warnings

AU, OOC, typo, mature contents, etc.

The story is based from my imagination

Don't Like Don't Read

Disclaimer

Naruto always belongs to Masashi Kishimoto.

.

.

Chapter 1

Fake Face

.

-69-

Info Characters:

Hinata : 22 tahun

Sasuke : 22 tahun

Sasori : 24 tahun

Konan : 23 tahun

Deidara : 24 tahun

Yahiko : 24 tahun

Sakura : 22 tahun

-69-


Hyuuga Hinata adalah seorang gadis yang hobi membaca buku-buku tebal, tongkrongan favoritnya apalagi kalau bukan perpustakaan. Rambut biru kobaltnya yang di kepang dua, mata amethyst-nya yang di hiasi kacamata ber-frame tebal, bajunya yang selalu rapi dan tak bernoda, siapa yang tak kenal dengan Hyuuga Hinata? Gadis culun nomor satu di Universitas Konoha!

"Hinata-chan!"

Hinata yang sedang menyimpan buku-buku tebalnya ke dalam loker menoleh untuk melihat orang yang baru saja memanggilnya tersebut. Ternyata seorang wanita dengan rambut pink khasnya-lah yang telah memanggilnya.

"Um... a-ada apa Sakura-san?" tanya gadis berkacamata tebal itu setelah wanita yang dipanggilnya Sakura itu berdiri di sampingnya.

"Hinata-chan bisakah kau menggantikanku membersihkan ruang laboraturium nanti siang?" ujarnya tanpa basa-basi. "Hari ini ibuku akan ke luar kota menjenguk temannya yang sedang sakit parah. Jadi… aku harus segera pulang untuk menjaga dan menemani adik-adikku. Kumohon Hinata-chan hanya kau yang bisa menolongku," tutur Sakura dengan wajahnya yang memelas membuat Hinata jadi tak tega menolak permintaan wanita berambut pink itu.

"Hmm… b-baiklah Sakura-san. A-Aku akan melakukannya u-untukmu," jawab Hinata polos dengan senyuman lembutnya.

Mendengar jawaban tersebut, senyuman lebar langsung menghiasi wajah Sakura, dia segera memeluk Hinata erat sekali sehingga membuat Hinata cukup kesulitan untuk bernafas. "Terima kasih Hinata-chan! Kau teman terbaik yang pernah ku miliki! Sekali lagi terima kasih banyak!"

"Iya, sama-sama," balas Hinata sambil tersenyum ramah padanya.

Setelah itu Sakura segera melepaskan pelukannya dan pergi meninggalkan Hinata yang tengah menatapnya penuh arti.

-69-


BRAK!

Hinata membanting pintu kamarnya dengan keras, wajahnya memerah karena amarah.

'Dia pikir dia siapa menyuruhku seenak jidatnya!' pikir Hinata seraya membantingkan tasnya ke tempat tidur.

"AHH! Damn, I hate that ugly girl! Dia selalu saja memanfaatkanku! Menyuruhku!" teriak Hinata kesal.

"Aku sudah tidak tahan lagi! Aku benci rambut ini!" Hinata segera melepaskan ikatan-ikatan di rambutnya, membiarkan rambut panjangnya tergerai dengan bebas.

"Jauh lebih baik jika ini tergerai," tuturnya sambil menghadap sebuah kaca yang cukup besar untuk memperlihatkan seluruh pantulan dirinya.

"Aku benci dengan kacamata ini!." Dia lalu melepaskan kacamata tebalnya dan melemparnya entah kemana.

"Aku jauh lebih cantik begini," pujinya pada diri sendiri.

"Dan ugh ..." Hinata memandang jijik baju yang sedang dikenakannya.

"Baju butut ini lebih baik dilepas dan digantikan dengan baju-baju modis yang tersedia di lemariku," ujarnya lagi.

Kemudian, Hinata melepaskan baju bututnya itu dari tubuhnya dan melemparkan baju yang baru saja di kenakannya itu ke dalam keranjang untuk pakaian-pakaian yang sudah kotor. Hanya dengan menggenakan pakaian daleman saja dia berjalan santai menuju lemarinya, lalu mengeluarkan sebuah kaos putih yang terdapat gambar tengkorak di tengah-tengahnya dan celana hot-pants berwarna ungu. Setelah itu, dia segera memakainya.

Beberapa detik kemudian, dia sudah kembali berdiri di depan cermin yang memperlihatkan pantulan dirinya yang sangat jauh berbeda dari pantulan dirinya sebelum ini. Di pantulan cerminnya yang sekarang adalah sosoknya yang asli, bukan lagi Hinata yang tidak memiliki fashion, Hinata yang berkacamata tebal, Hinata yang culun dan bukan Hinata yang selama ini orang-orang tau.

Her fake face.

Hinata tersenyum puas melihat pantulannya sendiri dan berputar kesana kemari bangga akan tubuhnya yang bisa membuat para lelaki terpesona dan tentu saja tergoda.

"Tinggal satu tahun lagi dan semuanya akan berakhir… semuanya akan kembali seperti semula. Berjuanglah Hinata!" ucapnya menyemangati dirinya sendiri, kemudian ia berjalan keluar dari kamarnya menuju dapur apartemennya untuk mengambil rokok kesayangannya.

-69-


Ruang bersantai di apartemen Hinata cukup luas, ada satu set sofa berbahan kulit terletak di tengah-tengah ruangan serba putih itu. Sebuah Plasma TV tersimpan cantik dia atas meja etalase. Sebuah asbak dan beberapa cemilan tersimpan tak rapi di atas meja di hadapan sofa yang sedang di dudukinya sekarang. Sesekali Hinata meletakan puntungan rokok di tangannya ke asbak di atas meja itu, lalu dia mengambilnya kembali untuk menghisapnya lagi. Mata amethyst-nya menatap bosan ke layar TV di hadapannya. Sebuah acara komedi sedang di tontonnya, tetapi acara tersebut tak berhasil membuatnya tertawa semenjak beberapa menit lalu di tontonnya.

Deringan suara handphone-nya, mengalihkan perhatiannya dari layar TV ke handphone-nya yang tergeletak di samping sofa yang sedang di dudukinya. Dia segera mengangkat panggilan telpon tersebut.

"Halo?"

"Hinata sekarang kau ada dimana?"

"Aku di apartemenku, Konan."

"Apa? memangnya kau tidak akan ikut kumpul-kumpul bersama kita, seperti biasa?"

"Bukannya kita selalu berkumpul setiap malam minggu ya?" Alisnya berkedut karena bingung.

"Ya ampuun, Hinata! Memangnya tidak ada kalender di apartemenmu? Hari ini itu, hari Sabtu Hina-hime." Di balik telpon genggamnya Hinata bisa mendengar decakan kecil Konan, sahabatnya.

Hinata segera melihat kalender yang terletak di sebuah meja mini bulat di pinggir sofa. "Kau benar Konan. Sebentar lagi aku kesana, tunggu aku!" Senyuman menghiasi bibirnya begitu membayangkan akan segera bertemu dengan sahabatnya itu.

"Baiklah. Kita semua menunggumu. Jaa!"

"Jaa!"

Hinata mematikan televisinya, kemudian pergi untuk bersiap-siap.

-69-


Hinata memasuki sebuah pub tempat dimana ia biasa berkumpul dengan teman-temannya. Malam ini, dia menggenakan dress cantik di atas lutut bewarna silver. Dress tak berlengan itu memperlihatkan pundaknya dan juga memamerkan klavikula seksinya. Sepasang high heels yang bewarna senada dengan dress-nya di pilihnya sebagai penyempurna penampilannya malam ini. Sedangkan rambut panjangnya ia biarkan tergerai dengan indah. Penampilannya yang mempesona itu telah berhasil menjadikannya sorotan para pengunjung lain, tetapi dia tak menghiraukan beberapa lelaki yang berusaha mendekatinya. Matanya fokus mencari-cari temannya ke kanan dan ke kiri sehingga tanpa sengaja tubuhnya menabrak seseorang atau tepatnya seorang pria. Untung saja tabrakan kecil itu tidak membuatnya terjatuh, dia hanya sedikit tersungkur ke belakang. Lalu, dia menatap tajam orang yang telah menabraknya atau lebih tepatnya di tabrak olehnya itu, tanpa meminta maaf dia segera pergi meninggalkan pria yang tak kalah tajam menatapnya itu.

"Hey guys!" sapanya setelah menemukan meja tempat teman-temannya berkumpul.

"Hey, kemarilah Hinata!" sahut Konan riang dan segera menyuruh Hinata duduk di sebelahnya.

Setelah duduk di sebelah Konan, dia mulai mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Jantungnya langsung berdetak hebat kala menyadari Sasori orang yang duduk di sebelahnya yang lain. Dia berusaha untuk tetap tenang dengan memainkan gelang-gelang yang dikenakannya, tetapi hal itu tak bisa menghilangkan perasaan gugupnya apalagi dia bisa merasakan perhatian Sasori yang tertuju padanya.

"Sasori, jangan melihatku terus," ujarnya ketus berharap Sasori tak menyadari kegugupan yang sedang di rasakannya itu.

"Kenapa?" tanya Sasori penasaran sambil menghisap sebatang rokok yang di gengam tangan kanannya dengan tenang.

"Aku tidak suka," jawab Hinata dengan sinis.

Sasori tersenyum kecil lalu dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Hinata dan berbisik. "Tapi aku suka, Hina-hime."

"Tch, terserah kau sajalah," dalihnya lalu dia segera berdiri berusaha menyembunyikan rona merah dari kedua pipinya. Sasori yang melihatnya hanya terkekeuh pelan

"Mau kemana?" tanya Konan yang sedari tadi asyik mengobrol dengan Yahiko, kekasihnya.

"Aku mau memesan minuman. Kau mau ikut Konan?" ajak Hinata.

"Tidak. Aku sudah punya sake … " ujarnya, matanya menunjuk sebotol sake yang terletak di atas meja dekat dengan mereka. Hinata menggangguk kecil tanda mengerti.

"Jangan kelamaan ya, Hinata," tutur Konan kemudian melanjutkan obrolannya kembali dengan Yahiko.

"Mau ku temani, Hime?" ujar Sasori tiba-tiba sambil tersenyum menggoda kepadanya.

"Tak perlu," jawab Hinata dingin kemudian pergi meninggalkannya menuju tempat pemesanan minuman.

Setelah memesan minuman kepada bartender yang tersenyum ramah padanya, pikirannya melayang mengingat sosok Sasori, sahabatnya yang sangat senang menggodanya itu. Meskipun dia terlihat tak suka dengan perlakuan Sasori yang seperti itu padanya, sebenarnya di dalam hatinya yang paling dalam dia sedikit senang, bukan tetapi sangat senang. Jujur saja, dia memang sudah lama menyukai Sasori, tetapi dia tidak pernah menunjukan perasaanya itu karena takut akan menjadi korban Sasori yang senang bermain-main dengan perasaan wanita alias playboy. Sasori tidak pernah serius dalam berhubungan jadi dia selalu memendamnya. Padahal, dia sudah beribu kali berusaha untuk menyingkirkan perasaannya tersebut, tapi tetap saja perasaan itu tak mau lenyap.

'Damn that baby face!' pikir Hinata kesal.

"Hey." Sebuah suara berat khas suara seorang pria telah membuyarkan lamunannya.

Hinata langsung menoleh ke sumber suara tersebut. Kedua mata amethyst-nya langsung terbelelak kaget ketika dia berhadapan dengan mata paling hitam yang pernah di lihatnya. Bagaimana mungkin dia tidak terkejut? Jika sekarang, di sebelahnya sedang duduk dengan manis seorang Uchiha Sasuke, pria idola di Universitasnya–tempat ia menyamar dan parahnya lagi dia duduk sangat dekat dengannya–hal itu berarti masalah besar bagi Hyuuga Hinata!

Bagaimana jika penyamarannya ini terbongkar? Bagaimana jika Sasuke menyadari kalau dia adalah 'Si Gadis Culun' itu. Hancur sudah penyamarannya ini, penyamaran yang membutuhkan usaha keras dan kesabaran ekstra. Membayangkannya saja sudah cukup membuat seluruh tubuhnya menjadi lemas tak berdaya.

Hinata segera mengambil nafas panjang berusaha menenangkan hatinya yang tak tenang, tetapi… bukankah dia yang sekarang berbeda? Maksudnya, dari cara berpakaiannya saja sudah jauh berbeda. Mana mungkin Sasuke akan mengenalinya, kan? Apalagi dia dan Sasuke tidak akrab, bukan tidak akrab lagi, malah tidak pernah berbicara satu sama lain sekali pun. Kemungkinan mengenalinya pun hanya 0,000001%! Dia jadi ingin tertawa sendiri akan ketakutannya yang berlebihan itu.

"Sepertinya... aku pernah melihatmu," ujar Sasuke tiba-tiba.

DEG!

Detik itu juga, keinginannya untuk tertawa di ralat menjadi ingin pingsan!

.

.

To be continued…

-69-


A/N: Weh..weh..weh... gimana ya nasib Hinata? Apa penyamarannya itu akan terbongkar? Hehe… Selamat membaca chapter berikutnya!

Edited: 24.06.2014