Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: AU, gaje, OOC, typo(s)

A/N: Ini chapter terakhir yang saya buat, jadi jumlah katanya agak lebih banyak. Kurang lebih 8000-an *edan*

Enjoy!


Chapter 4: Hey… Kamu! Aku Rindu…


Eight years ago...

Sepi. Malam ini sangat tenang.
Langit menawarkan pemandangan menakjubkan dengan hamparan Bima Sakti yang amat jelas. .

Di Hokkaido, bintang kelihatan jelas bertaburan kilaunya. Mungkin karena polusi di pulau ini tidak separah ibukota.
Kalau malam tiba. Selalu terlihat dua orang sahabat bersantai di ayunan taman belakang sambil memandangi ciptaan tuhan

Seperti halnya malam ini. Bintang-bintang seakan mendengar semua percakapan kedua orang yang membicarakannya.

"Wah banyak sekali bintangnya!" Kushina terlihat gembira melihat keindahan langit malam itu.
"Bintang itu terlihat paling terang ya, Minato.."
Kushina menunjuk salah satu bintang.

Minato tersenyum halus seraya mengadahkan kepalanya ke langit.
"Hmm.. mungkin itu Dhruva.."

"Dhruva..?"

Kepalanya mengangguk.
"Iya. kata kakekku, di India ada bintang yang nggak pernah berpindah tempat. Namanya Dhruva. Katanya, bintang itu lambang keinginan yang kuat."

Minato kelihatan sangat cerdas saat bercerita. "Ayo sebutin keinginan kamu.."

Gadis kecil itu menerawang. Pikirannya dipenuhi segala macam-macam impian konyol anak kecil.
"Hmm.. aku pengen bersenang ria sama pangeran tampanku di antara bukit-bukit perkebunan teh sampai jauuhhh sekali.."

Minato menatap Kushina dengan pandangan aneh
"Mmh? Pangeran..? Kayaknya keinginanmu kurang masuk akal"

"Itu masuk akal tau!" Kushina berkacak pinggang. "Atau.."

"Atau apa..?"

"Aku pengen ke bintang" ucap Kushina sambil mengadah ke langit.

"Mppff.. hi.. hi.."

"Kamu kok ketawa seh, Minato!" Kushina melotot melihat sahabatnya menahan tertawa.

"Habisnya, keinginan kamu konyol semua.. huahaha.."

"Ugh.. mending aku enggak usah ngomong!" Kushina mengerucutkan bibirnya.

Melihat gadis itu cemberut Minato makin tertawa terpingkal-pingkal.
Tapi sesaat kemudian ia terdiam, ia melihat gadis itu sedang menghela nafas panjang sambil memerhatikan Dhruva dengan lembutnya.

"Sebetulnya bukan itu seh, keinginanku sebenarnya.."

"Terus apa?"

Kushina memandang skesptis pada Minato. "Memangnya penting kukasih tahu?

Minato tertawa mendengarnya, ia juga ikut terpaku memandangi Dhruva. "Kalau begitu, kayaknya aku juga punya keinginan terpendam.."

Kushina memandang penuh tanya pada sahabatnya itu.

"Tapi sebelum aku berharap akan hal itu.." Minato melirik penuh arti ke wajah Kushina. "Aku ingin mengatakan suatu hal padamu"

Kushina memiringkan kepalanya "Hmm, apa?"

"Umm, kamu pernah berpikir gak, kalau setelah ini kita akan susah bertemu la-.."

"Kenapa kau bicara begitu.."

Minato memainkan jarinya dengan bingung.
"Ma-maksudnya, perjalanan hidup kita masih panjang. Dan lagi, kita kan enggak mungkin selalu bersama terus, jadi-.."

"Ya sudah sini kelingkingmu.."

"Eh.."

"Sekarang terserah kau mengucapkan hal apa tentang perjanjian kita"

Minato terbata-bata "E-ehh, janji..?"

"Itu yang kau maksud kan?"

Minato terperangah heran, ia tidak percaya Kushina bisa menebak tepat maksud ucapannya.
Dengan pelan kepalanya terangguk.

"Hmm, oke.. begini.. gimana ya.." Minato mencari-cari kalimat yang tepat, kelingking mereka saling terkait satu sama lain.

"Intinya, jika kita bertemu lagi suatu saat, aku harap kita bisa saling akrab kembali.."

"Itu pasti-dattebane!"

"Dan satu lagi.." Minato menekankan setiap kalimat yang ia ucapkan. "Apapun yang terjadi dengan kita, dimanapun ia berada..

Jangan pernah melupakan sahabatmu yak.."

Kushina tertegun dengan perkataan Minato.

"Janji?"

"Janji..!"

Dengan janji ini .. aku bisa mengungkapkan keinginanku padamu, Dhruva..


One Day

.: Last Chapter :.


Semua menoleh..

...

Semua orang di kelas itu melirik ke arah pemuda, yang entah ada apa, jatuh tiba-tiba dari kursinya. Suara tertawa kecil pun ikut terdengar. Tak ada yang tidak heboh..
Kecuali dua orang di depan kelas yang masih sibuk dengan apa yang mereka urus.

Coba lihat seseorang yang tersungkur di bawah meja, pemuda pirang itu terduduk di lantai dengan tidak bagusnya.
Ekspresinya pucat. Dia membengkap mulutnya sendiri seperti melihat hantu.

Tapi di saat itu pula dia menyadari suatu hal..

Apa yang terjadi..?

"Hah!" Minato tersadar, dia baru saja terjatuh dari bangkunya.

Ah... Pasti semua orang sudah menatapinya dengan heran.
Ia mengacak-acak rambutnya dengan kikuk.

Shikaku melongo, Inoichi mengeleng, Fugaku hanya menoleh sekilas, Chouza tertidur.

Tapi, yang paling dicemaskannya adalah reaksi gadis di depan kelas itu. Ia mengintip dari balik meja.

Eh? ekspresi gadis itu datar saja.. Dia hanya memasang sikap biasa seolah tidak ada yang terjadi.

'Dia tidak melihatnya?'

Tanpa memperdulikan suara-suara yang lain, Minato kembali duduk, menyilangkan tangannya di meja dan menyandarkan lagi dagunya disana.

Pun... Ujung-ujungnya dia juga menatap kembali gadis itu.

Ekspresinya aneh. Dia masih saja memandangi gadis itu dengan tatapan tidak percaya.
Wajahnya yang memerah membuat segalanya jadi complicated.

Tapi hanya sebentar.
Tidak lama kemudian, seringai kecil mulai terukir dari mulutnya.

Perlahan-lahan seringai itu makin membesar.

Mungkinkah dia sedang dalam perasaan gembira?

Sayang.. Pandangannya jadi terganggu oleh seseorang yang menatapinya dengan mulut menganga.

Siapa dia..? yaitu Shikaku.

Kening cowok itu berkerut. Sejak daritadi, ia menoleh ke belakang menatapi Minato yang jatuh dalam wajah terkaget.
Dan sekarang ia melihat cowok kuning itu malah jadi menyengir tidak jelas. Ada apa ini?

Tak mau membiarkan temannya menggila, Ia pun bersuara.
"Kau ini kenapa seh? Mina-..."

"Ssst!"
Minato men-deathglarekan Shikaku yang bersuara terlalu keras. Safirnya jadi melotot kearahnya.

Shikaku makin dibuat bingung, kedua matanya pun menyipit.

Dia menengok ke depan menangkap objek yang berdiri di samping meja dosen.

Shikaku berasumsi "Tadi ia bilang namanya Kushina kan? Kayaknya aku pernah kenal.."

Dia kembali melirik ke belakang, dimana pria kuning itu masih menatapinya dengan malas-malasan.

"Apa..?"

"Hmm.." dagunya dielus.

Terdiam sejenak, dia melirik ke Inoichi yang memanggilnya dengan isyarat, sejak awal orang ini sudah mengamati tingkah Minato dari belakang.

Dia memberi tanda kepada Shika dengan menelunjuki Minato, menggosok dahinya, dan menggunakan jarinya itu lagi untuk menunjuk ke depan kelas.

Shika melirik sekilas ke depan sampai akhirnya ia tertawa kecil.

"Oh! Kau jadi aneh begini, gara-gara gadis di depan itu yak! Haha."
Hanya itu saja. Shika kembali membelakanginya. Minato bertatap heran.

Dia menoleh ke belakang, disitulah Yamanaka membalasnya dengan senyuman.
Buru-buru dia membalikkan kepalanya lagi.
Tidak penting..

Tuk kesekian kali.. Kepalanya dibenamkan di silangan tangan hingga menyisakan mata.
Sekarang dia bingung harus memikirkan apa. Pikirannya kosong.

Alhasil, matanya terpaku lagi ke wajah Kushina.

Tatapannya terlihat tenang, tapi dibalik itu rona merah menghiasi pipinya.

'Kushina, Kushina' nama itu diulang terus dalam batin.
betapa ingin dirinya berteriak sekarang juga memanggil nama itu.

Tapi, untuk sekarang..
Hanya senyum yang dapat mewakili perasaannya saat ini.

...

Klik.

Suara mouse laptop, mengiringi dosen yang menjelaskan situasi masalah yang dihadapinya.

"Maaf.. Memang ada kesalahan, namamu tertukar dengan Kushito. Ya, Kushina Uzumaki. Disini absennya sudah diperbaharui. Tapi untuk urusan yang tertulis, kamu harus memperbaikinya di ruang administrasi di gedung pusat. Ini ada salinan absennya, boleh kau pegang.
Sekarang kamu boleh duduk kembali" dia menyerahkan secarik kertas kepada Kushina.

"Terima kasih pak," dan gadis itupun bergegas kembali ke tempat duduknya.

Kushina berjalan sambil mengamati kertas absen yang ia pegang.

Beberapa saat kemudian..

GUBRAKK!
Tak ada angin tak ada hujan, cewek itu terjatuh sendiri!

Tak ada yang tertawa.. Semua mata refleks teralih ke seorang yang jatuh dengan buruknya di depan.

Minato menoleh kaget.
Dosen sedikit tersentak
"Hei, kau kenapa?"

Kushina berdiri kembali "A-ah, m-maaf pak. Aku hanya sedikit pusing"

"Ya, sudah.. Hati-hatilah kalau berjalan," dosen membalas.

Kushina hanya mengangguk, dengan tergesa-gesa segera ia kembali ke tempat bangkunya dan duduk dengan pandangan pucat.

Minato mengerjapkan matanya berkali-kali. ada apa dengan dia?

Sama herannya dengan orang sekitar, Mikoto meninju pelan pundak Kushina.
"Kau ini kenapa seh? Kushi-.."

"Ssst!" Kushina mendeathglare-kan Mikoto yang bersuara terlalu keras.

Mikoto memelankan suara.. "Kenapa?"

Tanpa menoleh, Kushina mengasih lembaran kertas yang ia pegang. Dan cepat-cepat menidurkan wajahnya di meja.

Mikoto mengangkat sebelah alisnya, ia memandangi kertas itu.
Dan tak perlu lama, huruf O pun keluar dari mulutnya.

"Ada apa?" Tanya Midori.

"Lihat, absen nomor 25,"
Mikoto memamerkan senyum usilnya sambil menyerahkan kertas itu kepada Midori.

Tidak ada O yang keluar dari mulut Midori, melainkan hanya tertawa kecil saja.

Dia menatapi Kushina dengan senyum.
"Katanya udah enggak peduli lagi sama dia, kok tingkahmu berlebihan gitu?"

Kushina tidak bisa bersuara, ini bakal jadi hari terberat baginya, sekarang apa yang harus ia perbuat?

Tiba-tiba dosen berdiri dari mejanya. Ia keluar sebentar untuk mengambil beberapa keperluan. Dan setelah dia pergi, suasana kelas jadi makin berisik oleh suara obrolan.

Kushina tidak berubah dari posisinya, ia mulai menegang.

Apakah cowok itu sedang mengawasinya saat ini?
Bagaimana jika ia menghampirinya?
Apa yang harus ia katakan?
Kushina tidak berani bergerak.

Di sisi lain, Mikoto memutar bola matanya sambil merapatkan bibir seraya berpikir, disitulah ide jahil terdapati pikirannya.

Ia berbisik usil ke telinga Kushina
"Mau, kubantuin cari enggak?"

Kushina hanya terkaku, ia mengabaikan segala bentuk suara terhadapnya. Ia berusaha untuk tertidur agar sesegera mungkin bisa menghabiskan waktu pelajaran ini.

Tapi senyum Mikoto makin mengambang. "Aku anggap itu setuju."

"Apa yang mau kau lakukan?"

Melihat Midori mengernyitkan dahi, dia cuma tersenyum sambil mengedipkan matanya dengan nakal. "Lihat saja sendiri.."

Aksinya dimulai, dia menghirup nafas dalam-dalam.
Terdiam sejenak, suaranya mulai keluar..

"Satu.."

"Dua.."

Kushina mengintip..

"Tiga..!

YANG NAMANYA 'MINATO NAMIKAZE' DI KELAS INI, ANGKAT TANGAN DONG!"

BLUSHHH!
Kushina tersentak kaget..
Pun orang-orang dikelas itu.

Ia mendongakkan kepalanya dengan wajah yang memerah sangat. "A-apa yang K-kau.."

"Ssst, diam sebentar.." sebuah senyum Mikoto memotong ucapan Kushina.

Ia menoleh ke belakang, suara-suara ledekan pun terdengar tapi Mikoto tidak memperdulikannya. Mata hitamnya menyipit, mengamati bangku-bangku di sekelilingnya.
Dimanakah 'dia'..

Matanya terkejut ketika melihat seorang mahasiswa mengangkat tangan kanannya ke atas.

Sosok itu memakai jaket hitam tidak tertutupi kupluk, sehingga wajah dan rambut kuningnya kelihatan jelas. Pipinya terlihat merah, tangan kiri pemuda itu terbaring di meja menopangi dagunya dengan tatapan lurus terpaku ke depan.

Terlamun sebentar.. Mikoto tersenyum puas.
Akhirnya ia bisa memastikan keberadaan cowok itu. Dia kembali menghadap ke depan.

Kushina bersuara kecil, wajahnya masih tersembunyi di silangan lengannya.
"Bagaimana?"

"Mmh, dia ada.." jawabnya singkat.

Kushina termenung..
Bibirnya bergetar, entah mengapa badannya kaku tidak bisa digerakkan.

Huussh..
Semilir angin berhembus perlahan mengisi kekosongan di otaknya..

Minato..
Kushina..

Apa yang sedang mereka pikirkan?

Tatapan mereka hanya terpaku lurus ke meja. memandang sesuatu yang sama sekali tidak ada bagusnya untuk dipandang.

Pikiran mereka kosong. Mereka mencari sesuatu hal yang bisa mereka ingat, tapi apa? Pikiran mereka justru hanya berputar-putar tidak jelas.

Angin jendela berhembus kembali, udara dingin mengguyur sekujur tubuh mereka.
Menyisakan tatapan semu dan pikiran mereka yang terus berputar-putar.

Perasaan mereka masih tersembunyi.
Tinggal waktu yang akan menunjukkannya.

...

Waktu berjalan terus..

Sampai pada akhirnya kelas itu bubar dan seorang gadis berambut merah sangat antusias menyambut hal itu.

Dia berdiri dari bangkunya memegangi tasnya dan menarik kedua orang disampingnya dengan paksa.
"Ayo, kita pergi.."

"E-eh, emangnya ada apa buru-buru gini,"
Mikoto kesakitan, Kushina terlalu keras menarik kerah bajunya.

"Enggak ada apa-apa, ayo Midori temani aku juga."
Kushina menarik paksa kedua gadis itu.
Tujuannya cuma satu: keluar dari kelas ini secepat-cepatnya.

Minato berdiri. Baru saja ia ingin menghampiri gadis itu, tapi dia sudah keburu menghilang.

Sekarang ia cuma bisa terdiam di pijakannya..

Kepalanya perlahan tertunduk ke bawah.
Tangannya mengepal seperti ingin memukul sesuatu.
Mata safirnya teralih memandangi jendela.

"Kau mau berdiam disini terus," Fuga menatapnya bingung.
Cowok itu berada sekitar tiga meter dari tempat ia berdiri, tas selempang hijau menggantung dibahunya.

"Hmm.."
Minato hanya menggumam. Pandangannya terpaku lurus ke jendela, dimana tampak halaman gedung mulai dipadati orang.
Matanya terdiam lagi.

Fuga memiringkan kepala "Hei.. apa yang kau pikirkan?"

Minato menoleh. Kelas mulai tampak lompong, temannya-temannya sudah menunggu di luar.
Dia hanya menggeleng pelan.
"Tidak ada-ada apa, ayo pergi.."

...

...

...


Esok harinya..

Sesosok lelaki dengan gaya ikat rambut mirip nanas berdiri di hadapan pemuda pirang dengan tatapan shock.
Matanya terbelalak, mulutnya menganga.
Dia langsung memegang erat kedua lengan pemuda itu.
Sontak orang yang disentuhnya sedikit kaget.

"Serius Minato? Kau tidak marah?"

"Yah.. kau sudah terlanjur mendaftarkannya, apa boleh buat."

"Waaahh! makasih Minato..!"
Shika langsung memeluknya erat, Kontan saja cowok itu langsung memukulinya.

"E-eh, jangan memelukku! lepaskan!"

Pakk!
Benjol di kepalanya pun tidak terelakkan, Shikaku mengaduh kesakitan.

Minato paling enggak suka dipeluk pria..

"Katanya udah enggak mau ikut turnamen resmi lagi, bukannya itu hanya merepotkanmu saja."
ucap seorang Inoichi Yamanaka yang bersandar di kap mobilnya.

Ternyata Minato baru saja menyetujui dirinya untuk ikut dalam kualifikasi turnamen futsal antar kampus.

"Yah, lama-lama aku jadi rindu juga.. Seru aja bisa mencoba peruntungan di negri ini."

Inoichi tersenyum tipis, disamping itu Fuga memandang kosong ke arahnya, juga Chouza yang menatapinya dengan suara kunyahan keripik.

Mereka berada di halaman parkir barat fakultas, lagi kebetulan saja Minato diantar oleh orang yang dipukulnya barusan.

"Ayo, jalan.."

Kaki mereka bergerak meninggalkan kerumunan mobil di belakangnya.

...

...

"Apa ini..?"
sebuah kaus berwarna hijau cerah, berada dalam genggaman Minato.

"Ini kaus buat main kita, boleh pinjam dari senior sebelah. Kalau untuk turnamen nanti tar saja kita bahas soal jerseynya."
terang Shikaku sambil membagikan kaus tersebut kepada rekan-rekannya

Minato tertawa sedikit
"Semangat banget kau, inikan cuma pertandingan biasa.."

Shika yang tidak setuju langsung memarahinya
"Jangan pernah menganggap segala hal biasa! Ini sangat penting buat kemajuan tim.
Lawan kita adalah senior yang sudah malang melintang pengalamannya, tidak bisa dianggap remeh..!" ucapnya dengan mata berkilat

Minato hanya tersenyum bingung dengan temannya satu ini.
"Hee.. baiklah,"

Sedang asyik-asyiknya mereka berganti baju, salah seorang pemain lawan menghampiri mereka.
"Oke semuanya sudah siap, ayo main..!"

...

...

Peluit panjang dibunyikan oleh salah satu pengurus GOR yang diangkat jadi wasit dadakan.
Pertandingan selesai, semuanya kembali ke benchnya untuk istirahat.

"Hn, ini tidak ada apa-apanya."

"Seperti main playstation yak.."

Mereka tersenyum puas.
Tak disangka-sangka mereka bisa menang mudah dengan seniornya, skor akhir pun menunjukkan angka belasan.
Tim lawan tidak menunjukkan perlawanan berarti, bisa jadi karena pertahanan mereka yang bagus atau sang lawan yang tidak niat main.

"UWA..! UWAA!"
teriakan penonton bergemuruh keras di pinggir lapangan..

Chouza melihat ke belakang, ternyata bangku penonton sudah dijejali oleh berbagai kalangan.
"Eh, sejak kapan tribun ini penuh..?"

"Wah.. bakalan bagus neh, antusias buat tim kita sudah kelihatan."
Suara kebanggaan tinggi muncul dari mulut Shikaku.

Minato cuma tersenyum singkat ke arah mereka berdua, mulutnya meneguk minuman kembali.

Di tribun lain sekumpulan mahasiswi terdengar asik membicarakan seseorang.
"Hei siapa cowok kuning itu.."
"Siapa namanya?"
"Wajahnya tampan yak.."
"Jago banget giring bolanya..!"

Fuga yang sedang rileks menyandarkan kakinya, secara sungkan bersuara..
"Hei, yellow man. sepertinya banyak yang membicarakanmu tuh.."

"Hah? yellow man," tanya Inochi.

"Anoo, mereka menyebut nama itu terus."
Chouza menunjuk ke salah satu tribun menyusul terganggunya dia oleh suara teriakan mereka.

"Yellow man siapa namamu.."
"Anak jurusan mana dia.."
"Kau tidak lihat apa, main bolanya bagus banget..!"
"Kalah sama yang lain.."

Shika tidak terima..
langsung saja ia berdiri dan menggeram kepada mereka semua
"Aku kan juga main bagus, bahkan aku juga bisa cetal 5 gol..!
Kenapa tidak ada yang membicarakanku sih!"

Matanya melotot. Chouza memegangi Shika yang hendak menghampiri mereka semua
"Hei-hei, tenang Shika. jangan over gitu."

Inoichi hanya bisa menghela nafas melihatnya.
"Ini semua kan berkat Minato, kalo bukan karena dia, kau bakal kesulitan sendiri.
Bahkan sampai rajinnya dia beri assist, dia sendiri cuma cetak 1 gol.
Memang kreator handal, ya kan minato!"

Minato terlamun, matanya terfokus ke tribun lain..

"Hei, Minato..!"

dia menoleh..
"Hah, ada apa..?"

"Enggak jadi, udah basi.." Inoichi menyingkirkan pandangannya.

Chouza yang kebetulan sedang melihati bangku penonton, tiba-tiba merasa dipanggil.

"Hei cowok..
orang disampingmu itu siapa seh namanya, kasih tau dong"

Chouza menunjuk ke arah Minato yang sedang terlamun memandang tempat lain.

"Yang ini..?"

"Iya..!"

"Namanya Minato, panggil aja dia.."

"Minato! Minato!"
Sontak saja mereka langsung berteriak dengan kerasnya.
Walau namanya dipanggil-panggil, cowok itu tetap tidak bergeming.

Kedua safirnya terlihat serius memandang ke suatu tempat.
Matanya menyipit, ia merasa seperti melihat Kushina di salah satu kerumunan.

"Oi Minato.. Kau itu daritadi diomongin terus, tapi gak ada responnya seh.."
Inoichi menyahutinya, tapi tetap saja dia terpaku diam.

Fuga menyamakan arah matanya dengan apa yang ditatap Minato
"Hei.. kau melihat apa?"

"Ah, aku permisi sebentar,"

Cowok itu bergerak, meninggalkan mereka semua kesekian kalinya dengan tatapan heran.
"Hah, kenapa dia..?"

Ia segera pergi ke arah tempat yang sejak tadi dipandanginya terus.
yaitu, pintu masuk gelanggang yang berhubungan langsung dengan gedung.

"Eh, dia mendekat" bisik salah satu gadis di sana.
beberapa kerumunan cewek berkumpul tepat di depan pintu itu

"A-ah, permisi.. aku mau lewat.."

"Hei, namamu minato.. kan?"
salah seorang gadis menghalanginya.

"i-iya.."
Minato mengangguk cepat.
Ia mencoba menerobosinya tapi lagi-lagi terhadang oleh mereka yang menutupi jalan.

"Minato kau anak program apa?"
"Kelasmu dimana?"
Layaknya wartawan, berbagai pertanyaan pun langsung dilontarkan mereka.

Minato yang tidak ingin kehilangan objek incarannya mencoba pamit.
"M-maaf, aku lagi dipanggil.. tar saja yak! permisi,"
dengan cepat ia melengos melewati pintu itu.

Kakinya bergerak cepat, kepalanya menoleh kemana-mana.
Sampai pada akhirnya ia harus memberhentikan langkahnya untuk mengatur nafas.

"Hosh hosh, dimana dia?"

Minato segera berlari lagi diantara koridor gedung itu, tapi tetap saja disekelilingnya hanya orang-orang yang tidak dia kenal.

'Uh, tak terlihat lagi..'

...

...

Dihari itu pula dia duduk dikelasnya..
Terdiam, berpangku tangan, melamun dengan pulpen yang diketukkan terus ke wajahnya.

Ekspresinya masam, matanya mematung ke arah meja yang tidak berpenghuni disamping dua gadis berambut pink dan hitam panjang.

'Kenapa dia tidak masuk, kemana dia..'

Dia membenarkan tatapannya.
Hari-harinya kosong menatapi dosen yang terus sibuk menjelaskan materi.

...

...

...


Keesokannya..

'Dia tidak ada lagi..'

Di sudut kelas samping jendela, seorang cowok berambut kuning masih terdiam semu.
Hampir sama dengan apa yang dilakukannya di kelas kemarin.

Secara tidak sadar, tatapan itu membawanya ke akhir pelajaran.

Dosen pamit.
Semua orang berdiri membawa tasnya masing-masing untuk meninggalkan aktivitas ini.

Minato terdiam di pijakannya ketika melihat seorang gadis berambut hitam panjang juga berdiri dari bangkunya.

'Hmm..' batin dia, hatinya agak bimbang untuk menanyai keadaan Kushina ke gadis itu.

'Tanya sajalah,' dengan mantap, segera kakinya melangkah mendekati gadis tersebut..

"Ehm.. Mikoto" Minato memanggilinya dari belakang.

Dia menoleh.
Tatapannya terkaku ketika melihat seorang cowok dengan cambang pirang sebahu, sedang menatapinya sambil menggandeng tas coklat.
Dia terus terdiam.. agak terkejut mungkin.

Minato tertunduk, sepertinya memang harus ia duluan yang memulai pembicaraan.
"Ngg.. aku mau tanya, kau lihat Kushina tidak? daritadi aku tidak melihatnya,"
Sebetulnya dia sendiri agak ragu bicara langsung ke inti topik.. Tapi tak masalah karena dia sendiri sudah kenal Mikoto, tapi apakah wanita ini masih mengingatnya?

Dia tersenyum tipis. "Hmm.. jadi kau yang namanya Minato kan?"

"Huh, jangan pura-pura tidak kenal.. Kalau gitu, kau sama saja kayak Kushina."
Minato mendengus sebal, agak kesal dia dengan orang-orang melupakannya.

Melihat mimik cowok itu berubah cemberut, Mikoto pun jadi tertawa.
"Ya ampun, Minato. Becanda kok, aku masih ingat kau. Fuga juga sering ceritain kau te..-rus"

Ucapannya terputus, ternyata orang yang dimaksud sedang melewati mereka.
Fuga menabrak sedikit pundak Minato, mata onyx-nya mendelik tajam ke arah yellow man.

"Eh, ada apa..?"

"Tidak.." cowok itu berjalan lagi ke pintu kelas pura-pura tidak ada yang terjadi.

"Gak usah sok jaim deh.." ucap Mikoto sedikit jengkel, sedangkan orang yang dimaksud hanya menatap dingin ke arah lain.
Ia menyandarkan punggungnya di depan pintu seraya bersilang tangan. Mungkin ingin mengawasi mereka.

Tipikal orang cemburu..

"Huh, dia emang suka begitu.. Fuga tuh terlalu over kalo melihat aku bicara dengan cowok lain."
ucap Mikoto sedikit curhat, hal itu membuat Minato memandang sipit ke mereka berdua.

"A-ah, maksudnya! dia cuma disuruh buat ngejagain aku oleh ayahnya.
keluarga kami emang berhubungan dekat kok!
Eh, tadi kau tanya soal kushina kan?"

Wajahnya kembali ke Mikoto, ia tersenyum kecil.
"Umm, iya.. Aku cuma ingin bertemu dengannya saja.
Tapi, entah kenapa kok kesannya dia menghindar gitu yak. Apa dia sudah tau, kalau aku ada sini?"
Tanya Minato, kedua safirnya menangkap mata hitam Mikoto sedang menatap tempat lain.

"Hmm.. Kau tahu kenapa dia sampai terjatuh waktu itu?"

Minato menggeleng.

"Mungkin karena ia melihat namamu tercantum dalam daftar absen.."

"Eh.." dia sedikit kaget, mengapa begitu..
apakah dirinya yang sekarang cukup menakutkan bagi Kushina?

"Sepertinya dia cuma malu samamu.
Kau tahu sajakan, dia sudah lama tidak melihat wajahmu lagi.
Mungkin saja dia kaget melihat wajahmu sudah berubah begini." Lanjut Mikoto.

"Hm.. Maksudmu, aku jelek dimatanya?"

"Ah, bukan begitu.. gimana yak bilangnya.." gadis itu memutar-mutar pergelangan tangannya, mungkin dia harus sedikit bicara jujur.

"Mmh, menurutku seh.. Kau itu lumayan tampan,"

Blush..
Minato memerah mendengar pengakuan Mikoto yang begitu jujur. Tidak ada tipu muslihat maupun gombal di dalamnya, dia mengatakannya dengan santai seolah-olah itu sudah menjadi hal wajar.
Dan baru kali ini, ada seorang wanita yang mengatakan langsung kepadanya.
Tidak sadar bibirnya sekarang jadi terkatup-katup.

Minato mulai salah tingkah.

"Hatchii..!"
suara bersin seorang cowok membuat kedua orang itu sedikit tersentak. (sepertinya dibuat-buat)

Krik. Tidak ada yang bicara, mereka berdua sweatdrop menatapi uchiha yang satu ini.

"Hei, aku cuma bersin doang kenapa pada menatapku seperti itu seh.. Tch"
Fugaku melemparkan lagi pandangannya ke tempat lain.

Minato menggeleng lemah.
"Kau itu kenapa seh, Fuga.. kenapa kau belum keluar?"

"Dobe, kau dengar sendiri kan? Aku disuruh untuk menjaganya..
Kalau dia kenapa-kenapa gimana?"

"Kau bicara begitu, seolah-olah aku baru mengenalmu tadi malam.
Pikiranmu terlalu jauh teme,"

"Hei, sudahlah.. kalian ini ngeributin hal yang gak penting."
Mikoto menghentikan percakapan tidak bermutu mereka.
Dia kembali lagi ke topik

"Minato.. sebetulnya tadi Kushina ada, tapi dia tidak masuk kelas ini. sepertinya sedang mengurus masalah namanya yang tertukar"

Cowok itu mengangguk paham.
"Hmm, terus.. Dia tinggal dimana? Sepertinya aku harus menghampiri-.."

"Kalo itu kayaknya tidak bisa," gadis itu menghentikan ucapannya, Minato mengernyit.

"Ngg, tidak masalah juga seh.. Cuma aku tidak tahu reaksi dia nanti apa.
Lebih baik, kau bicara dulu dengannya" lanjut Mikoto

"Tapi.. kalo dia tidak mau mengenalku lagi gimana?"

"..." Tidak ada yang bersuara. Ucapan itu membuat Mikoto sedikit terdiam. Matanya menatapi raut Minato yang terlihat cemas, dia pasti juga tidak menginginkan hal itu terjadi.

Perlahan senyum manis mulai terukir dimulutnya. Ia menepuki bahu Minato.

"Tidak mungkinlah dia begitu, kau kan sahabatnya."

"Ng.."
Minato terpaku..

...

Mikoto benar, Kushina kan sahabatnya.. Tidak ada kata untuk malu bertemu, dia harus bicara dengan Kushina secepat mungkin.
Senyum menghiasi dirinya sekarang.

"Makasih Mikoto, memang aku harus cepat-cepat bicara dengannya.
Baiklah aku permisi.."

"Hei, Minato tunggu.."

Minato membalikkan badan..

"Kau sudah punya pacar belum?"

Minato terkejut, hal itu membuat cowok di belakangnya menatapnya tajam.
Kenapa Mikoto menanyakan hal semacam itu.

"E-eh belum, memangnya kenapa.."

"Dia juga belum punya lho.. sepertinya kesempatan bagus untukmu"

BLUSH!
kata-kata itu cukup bagus membuat Minato merah padam seketika..

"A-ahh.. i-itu terlalu jauh, s-statusku cuma sahabatnya doang kok..!"

"Tapi untuk lain waktu masih mungkin kan?"

Minato salah tingkah, buru-buru dia pamit pada kedua orang itu.
"E-eh, aku permisi dulu.." dengan cepat, ia kembali berjalan keluar.
Tapi kakinya tiba-tiba terhenti oleh seseorang di samping pintu.

Kesempatan bagus untuk membalas.

"Oh ya, sepertinya kalian memang sudah berhubungan. Baik-baiklah dengan suamimu ini yak..! Dia memang sedikit posesif."
Minato menyikut sedikit pundak Fugaku seraya tersenyum usil ke wajah Mikoto.

"Apaan seh!"
Kedua uchiha itupun serempak memerah.

Cengiran khas Minato meninggalkan mereka berdua yang hanya bisa merah menggerutu..

...

...

BRARR!
Langit bergemuruh oleh suara amukannya.
Hujan lebat turun diseluruh pelataran kota.

Angin bertiup kencang, awan-awan bergemuruh keras.
Minato yang biasanya hanya berjalan kaki, sampai harus meminjam mobil Jiraiya untuk berangkat kuliah.

Walaupun begitu.. Suasana inilah yang ia suka.
Untuk pertama kalinya dia melihat langsung jalanan kota New York basah oleh hujan.
Hari ini pasti akan sangat menyenangkan.

...

Ia melewati gerbang barat.
FISIP ICN terlihat bagus jika dilihat dari gerbang itu karena dilatari oleh rumput-rumput hijau yang luas.

Roda camrynya mulai memasuki jajaran kendaraan.

Minato memarkir mobil.
Untung gedungnya tidak terlalu jauh jika ia melewati gerbang tadi, parkirannya juga dekat.

Suara berisik atap dari gemercik hujan terdengar jelas.
Setelah melewati gedung penghubung, dia mulai melangkah masuk gedung dapartemennya

Tekk..
Lokernya terbuka, ia mengambil beberapa buku yang ditaruhnya disana.
Suara ribut menyengati kupingnya ketika ia mulai menaiki anak tangga.

"Bla-bla.. Uwa-uwa.."

Minato terdiam..
Kakinya terhenti memandangi koridor di hadapannya.

Lorong lantai dua ramai oleh suara hiruk pikuk obrolan.
Bukan hanya itu, jalanan jadi penuh oleh kerumunan lalu lalang manusia yang berdatangan dari segala penjuru.
Entah hanya yang sekedar lewat, berlari-lari atau memojok di dinding.

Minato cukup terperangah melihat suasana gedung ini. Ada acara apa..

Ia mengenakan sweater polos berwarna hitam dengan kaus putih berlogo yang terlihat dibalik kancingnya.
Di bahu kanannya tersampir tas hitam berselempang.
Dan juga sebuah jam tangan menghiasi tangan kirinya yang memainkan kunci mobil.

Kakinya melangkah kembali..

Minato menyibak kerumunan itu sampai langkahnya terhenti ketika suara riang seseorang terdengar memanggilnya dari belakang.

Dia menoleh,
Empat orang gadis terlihat tersenyum manis menghadapnya.

"Minato kan?"

"Iya, ada apa?"

"Ah tidak, kami cuma ingin menyapamu saja,"

Minato bertingkah bingung, salah satu gadis bertanya kembali
"Minato kau punya alamat email gak?"

"Email? ngg.. ada, kenapa?"

"Tukaran yuk sama kita."

Fuhh.. Minato mengangguk pasrah.
Alhasil ia pun terpaksa meladeni mereka yang mengajakinya bertukar email.

Ketika semuanya selesai, dia hanya tersenyum bingung sambil mengusap keningnya yang berkeringat.
Terpikir juga dibenaknya kenapa dia bisa banyak dikenal cuma gara-gara pertandingan kemarin.

Tetes hujan beradu cepat oleh gemuruh langit.
Suasana dingin makin menyelimuti kulit Minato.

Dia melangkahkan kakinya ke dalam kelas dimana lampu ruangan itu menyala terang di latari jendela yang menampakkan langit hitam.

Bangku-bangku masih terlihat lengang.
Yang paling menarik perhatian, seorang pemuda berambut pirang panjang dengan ikat kudanya, tampak kaku menatap layar notebook.
Biasanya cowok gondrong ini langsung menyapanya jika ia datang,

Minato berdiri persis di kanan seorang Inoichi Yamanaka yang duduk dengan posisi bete.

"Halo.." Minato melambaikan tangan kepadanya, tapi dia tidak bergeming.

"Dimana yang lain?"

"Di kantin," suaranya pelan sekali sampai Minato hanya bisa menangkap ucapannya lewat gerakan mulut.

Dia bertanya kembali "Sedang apa?"

"Lihat saja sendiri.."

Minato membungkukkan badannya mengamati apa yang ditatap oleh cowok itu.
Layar kaca menunjukkan tanda ia sedang sibuk berchatting ria dengan seseorang.

Minato menegakkan kepalanya kembali,
sepertinya tidak bisa diganggu.

Tidak banyak kata, ia mengeluarkan sebuah novel dari dalam tasnya dan membiarkan bag itu tergeletak dimeja.

"Ah, ya sudah.. Aku keluar sebentar yak.."
percuma juga bicara seperti itu, matanya tetap tak bergerak. Apakah dia marah karena telah mencuekinya kemarin.

Minato menghela nafas. Kakinya berjalan keluar.

Sebetulnya ia ingin membaca buku di kelas saja, tapi ia malah jadi sungkan oleh cowok yang duduk di belakang mejanya itu.

Hujan berguyur makin lebat, langit masih tak ingin memberhentikan tangisannya.

Masih ada dua jam sebelum pelajaran dimulai, nuansa seperti ini harus dimaksimalkan sebaik mungkin untuk bersantai.

Bla-bla.
Koridor masih penuh oleh suara berisik, Minato melangkahkan kakinya dengan cepat berusaha menghindar dari seseorang yang bisa saja menghalanginya lagi.

Tempat yang ditujunya sudah bisa tertebak,
Atap lantai 4..

Memang di sanalah tempat yang bagus untuk bersantai.

Tempat tersebut memiliki halaman cukup luas, tidak beratap dan dicount block bata putih.
Jika cuacanya cerah, cukup bagus untuk melihat pemandangan gedung dari atas sambil diselimuti oleh hembusan angin langit.

Di tengah halaman itu, ruangan kosong sebesar aula dipagari dinding setengah, cukup nyaman untuk diduduki.
Lantainya berwarna merah, tiang-tiang kayu tebal yang menyanggai atapnya juga bagus sebagai tempat sandaran istirahat.

Di tengah ruangan terdapat tangga turun sebagai akses jalur menuju tempat ini.

Minato tepat persis berdiri disamping tangga.
Mata safirnya menatapi lokasi itu yang masih cukup lengang terisi sedikit orang.

Ada yang tertidur, mengobrol, termenung atau memainkan laptopnya.

Tidak banyak sikap, segera dia menyandarkan punggungnya ke salah satu tiang di tengah ruangan itu.
Kakinya diluruskan..

Suara hujan berdecis-decis, dari sini langit sangat jelas terlihat muram, suara guruh masih terdengar walau tidak terlihat adanya kilat.

Angin hujanpun menyisir tubuhnya perlahan.

Dia mengalihkan matanya kembali ke benda yang ia pegang.
Novel karangan Sidney Sheldon itu mulai terbuka oleh pemiliknya. Minato sendiri cukup suka dengan cerita-cerita karangan dia.

Perlahan demi perlahan, tiap halaman selesai dibaca.

Matanya bergerak mengikuti baris kalimat, rautnya terlihat sangat tenang. Jika diamati baik-baik wajah itu jadi terlihat anggun.

Beberapa gadis dari jauh juga memandanginya sambil tersenyum sendiri.

...

"Mmh, aku masih belum bisa masuk kelas.
Masih ada urusan soal namaku yang belum selesai.."

Safir Minato teralih dari bukunya, dia seperti mendengarkan suara seseorang yang dia kenal.

"Gimana kalo besok, rabu kan kita libur..?
...

"Oke, aku tunggu yak!"
...

Minato termenung..
Suaranya terdengar dari balik tiang ini, tapi tadikan tidak ada orang disana.

"Hah, ada yang mencariku? Siapa..?"

...

Benar.. Suara ini benar-benar dikenalnya.
Dia menolehkan kepala, jangan-jangan orang dibelakang tiang ini adalah..

Kushina!
Mata safirnya, berhasil menatap kembali gadis itu..

Dia sedang menempelkan handphone ke telinganya dengan tas tersampir di bahu dan beberapa buku tergenggam di tangan.

Senyum cerah menghiasi mulut Minato, ia ingin menyapanya tapi dia masih terdengar berbicara..

"Hah, siapa..?"
...

"D-dia mencariku..?"
...

Minato kembali ke posisi semula.
Kepalanya mendongak ke atas, mendengarkan suaranya dari balik tiang..

"Ah, bukan begitu. a-aku.."
...

"Aku cuma.."
...

Minato mengernyitkan dahi, kenapa suaranya terdengar grogi..

"Umm, mungkin aku cuma sedikit gugup, tapi..
Aku tidak ingin bertemu dengannya dulu sementara ini..
...

Aku cuma tidak sanggup."
...

Minato tersemu..
Dia membicarakan siapa, dirinyakah?

Ia masih terdiam di tempat menunggu suara itu muncul lagi, tapi sudah beberapa detik berlalu suara itu tetap menghilang..

Minato mengangkat alisnya.
Ketika dia menoleh ke belakang, Kushina sudah tidak ada di sana..

Dia benar-benar terlihat terkejut. dengan refleks, cepat-cepat tubuhnya segera berdiri mengamati kanan kirinya.

Tidak ada..
Dimana dia?

Kedua safirnya menatap ke arah tangga.

dia, Kushina..
sudah berjalan turun ke bawah.

Sial! Tidak banyak waktu.. gadis itu mulai lenyap dari tatapannya.

Tapi, dirinya malah tersadar kalau bukunya tidak ia bawa.

Ia tidak menyia-nyiakan sedikit pun detik untuk berhenti sejenak.
Kakinya berlari kembali mengambil benda itu dan dibawanya lagi menuruni anak tangga.

Minato menggunakan hampir semua panca inderanya, untuk mencari Kushina.
Tapi sampai ia turun di depan tangga, sosok cewek itu sudah lenyap diantara kerumunan arus manusia.

Dia sudah tidak terlihat lagi..

Kedua matanya terpaku lebar sebelum akhirnya terpejam dengan dingin.
Dia tampak kecewa.

Kepalanya tertunduk sebentar sampai waktu memaksa kedua kakinya untuk bergerak meninggalkan tempat ini.

Minato membalikkan badan.
Hanya dalam persekian detik, tubuhnya menyenggol salah seorang gadis yang sedang berjalan kearahnya.

BRUG!
Tubuh mereka bergesekkan seketika, sontak barang bawaan gadis itupun jadi terjatuh

"Ahh, maaf..!
Mereka berdua sama-sama jongkok, kedua tangannya membantu menyusun buku-buku yang berserakkan.

"Biar kubantu,"

"Tidak apa, aku bisa membereskannya sen-.."

Kedua insan itu saling bertatapan..

Mereka berdua terbelalak, wajah mereka saling terperangah, suara merekapun saling tercekat
Tak disangka gadis berambut merah terang di depannya ini ialah..
Kushina Uzumaki!

Mereka berdua tetap terpaku..

"Kushina"

"M-Mina.. to"

Perlahan mulut pria itu terbuka, kedua matanya berbinar-binar, Minato mulai tersenyum lebar ke arahnya, ia begitu gembira.

Ini dia! Wajah Kushina merah padam, ia menggigit bibir bawahnya.
Untuk pertama kalinya selama delapan tahun, Minato memperlihatkan cengirannya kembali!

Tapi bukan untuk itu alasan Minato tersenyum, ia sontak girang karena gadis itu menyebut namanya lagi!

"Hei, kau masih ingat aku!"

Minato menatapnya dalam-dalam.
Gertakan gigi Kushina makin kencang, seluruh tubuhnya terasa panas, hatinya berdebar-debar.
Ia tidak sanggup memandang lama-lama wajah itu. Kalau dibiarkan terus, lama-lama dia bisa terenyuh oleh pandangannya.

Dengan gugup atau grogi, ia buru-buru membereskan semua barang-barang yang terjatuh, termasuk mengambil paksa barang yang dipegang Minato.
"A-ah.. Gak kenal, gak kenal, gak kenal.."

Merekapun serempak berdiri.
Kushina ingin segera menghindar tapi dengan gesit Minato memegangi pundaknya.

"Apanya yang gak kenal?"

Jantung Kushina berdetak lebih cepat. Tidak-tidak! Dia masih belum sanggup menatap wajahnya sekarang.
Kushina segera menepis kedua tangan Minato.

"Ahhh... gak kenal! gak kenaall..!"
Diapun langsung lari terbirit-birit sebelum cowok itu akan menariknya kembali.

Minato berteriak memanggilnya tapi Kushina sama sekali tidak memberi balasan.
Ia tidak menoleh, tidak bimbang, tidak memelankan langkah, gadis itu sudah meninggalkannya dengan tatapan bingung.

Dia hanya bisa mengela nafas melihatnya
'Baka.. Kau sebut namaku, itu sama saja kenal, tahu..'

Mulutnya tak berhenti tersenyum.
Entah mengapa, sudah bisa menatap wajah gadis itu lagi sudah cukup membuatnya lega.

Hmm? Keningnya berkerut ketika kedua tangannya memegang suatu yang hampa.
Ia sadar buku novelnya juga ikutan lenyap oleh gadis itu.

Fuhh.. ia menggaruk rambutnya.
Setidaknya ada alasan untuk menemuinya kembali.

Safirnya menatap dingin orang-orang sekitar, tanpa memperdulikan hal lain ia membawa wujudnya ikut memudar diantara langkah-langkah kaki manusia.

...

...

...


05.15 AM

Pagi hari, hujan sudah berhenti menurunkan tetesannya.
Walaupun begitu hembusan angin makin menusuk tajam siapa saja yang tidak memakai pakaian tebal.

Angin berhembus halus, orang-orang mulai membuka kembali lembaran kerja mereka.
Suasana masih tampak sepi, warna kegelapan di langit masih belum memudar.

Di saat itu, pemuda pirang-runcing dengan cambang yang menutupi sisi wajahnya berjalan suntuk mengelusi tangannya.
'Hsh.. ternyata lebih dingin dari yang ku kira"

Entah ada maksud apa, dia memutuskan dirinya untuk berjalan-jalan di hari libur ini tepatnya diwaktu yang masih terlalu pagi.

Tujuan utamanya tentu fakultasnya sendiri. Asal tahu saja, fakultasnya itu sudah lebih besar dari ukuran universitas umumnya. Tapi kenapa harus pagi-pagi? Jawaban itu muncul, karena dia tidur terlalu cepat, dia juga tidak ingin menghabiskan waktunya seorang diri di kamar terus.

Minato mengenakan mantel serta sarung tangan yang serba hitam.
Dia bergerak meninggalkan komplek apartemen.

Suasana kota terlihat basah dan sunyi.
Entah karena masih pagi, atau memang karena hari ini libur nasional.

Lajur trotoar yang biasanya sering dilintasi oleh berbagai orang, jarang ada yang lewat.
Toko-toko yang menjual aneka kebutuhan di pinggir jalan masih tertutup.
Jalan raya juga masih sepi kendaraan.
Bahkan truk pembersih yang biasa bergerak lambat di bahu jalan pun juga tidak terlihat.

Yang ada cuma suara decitan burung dan lampu-lampu jalan yang masih tampak menyala di berbagai sudut.

Kreeeek!
Dari jauh terdengar suara gesekan nyaring salah satu pintu kios yang kelihatannya sudah berkarat.

Sesaat kemudian, terlihat seorang pria tua gagah, berjalan masuk membuka pintu toko itu dan mengambil sesuatu di dalamnya.

Ia keluar kembali dengan membawa sebuah sapu lidi seraya merapikan rambut dan kumisnya yang sudah beruban, lalu ia membungkukkan badan dan mulai menyapu-nyapu teras toko tersebut sambil bersenandung.

Sreeek-sreeek!
Suara gesekan sapu terdengar dengan berisik,
Minato memandangi kakek itu dengan terlamun.

Merasa diawasi, kakek itupun menengok ke belakang dan mendapati seorang lelaki pirang sedang tersenyum lebar padanya.

Iapun ikut tersenyum

"Good morning, Asian kid!"

"Morning...,"
Minato mengangguk. Kakek itu melanjutkan aktivitasnya kembali.

"Jadi, apa yang membuatmu kemari pagi-pagi begini?"

Minato mengangkat bahu
"Tidak ada yang penting, paling menatapimu saja,"

Kakek itu terkekeh. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya

Dilihat dari fisiknya, pria tua tersebut masih terlihat segar di usianya yang sudah setengah abad lebih. Tubuhnya masih tegap.

Orang ini ternyata adalah penjual buku-buku baru dan antik yang menjadi langganan Minato beberapa hari ini.

Biasanya setiap dua hari sekali, dia menghampiri toko tersebut mencari beberapa buku karangan politik, majalah musik atau hanya sekedar karya fiksi untuk menyibukkan pikirannya dengan wawasan.

Sebetulnya jumlah kunjungan dia ke tempat ini masih bisa dihitung dengan jari. Tapi kepintarannya dalam berbicara, membuat dia jadi akrab dengan pemilik toko tersebut.

"Kakek nggak jaga toko?"

"Sebentar lagi. Saya mau nyapu-nyapu dulu. Habis kalo enggak disapuin sekarang, nanti enggak bakalan sempat. Keburu ramai."

Minato mengangguk-anggukan kepalanya, sesudah itu dia mengamati keadaan di sekeliling sambil terus tersenyum.

"Kenapa kau tak berbelanja saja nak, tokonya sudah buka kok.." ucap orang itu membuyarkan tatapan Minato.

Dia memutarkan bola matanya seraya tersenyum miring.
"Hmm.. Sebetulnya aku ingin menjelajahi tokomu lagi, tapi belum selesai aku membaca habis novelku, benda itu sudah terbawa orang.."

"Siapa orang itu..?" tanya pria tersebut.

Minato hanya terlamun lurus. "Orang yang sudah lama tidak bertemu denganku lagi."

"Apakah orang itu perempuan?"

"Iya.."

Dia berhenti menyapu, kepalanya mengangguk-angguk tanda paham.
"Umm.. Pasti orang yang kau maksud adalah, sahabat yang meninggalkanmu bertahun-tahun dan kau temuinya kembali di kampusmu itu kan?"

Minato tercengang, orang itu berhasil menebak tepat semua yang dikatakannya.
"Hah, kakek kok bisa tahu..?"

"Kau kan sudah pernah menceritakannya bodoh.."

Oh.. Minato menggaruk kepalanya.
Dia mengangguk lagi.

"Hmm..
Memang dia orangnya,"

Kakek itupun kembali menyapu terasnya seperti biasa.
"Sepertinya kau punya masalah dengan dia"

"Ya, kau benar.."
Orang tua itu terus menyapu sambil memikirkan sesuatu.

"Mmh.. Kalo gitu, aku cuma bisa berkata semoga hubungan kalian bisa akrab kembali.."
ujarnya santai.

Minato cukup tersentuh oleh ucapan kakek tersebut.
Diapun tersenyum halus ke arahnya
"Hmm, makasih kek.."

"Hei, jangan salah paham dulu," kakek itu menggelengkan kepala

"Aku cuma bicara begitu, supaya novelmu kembali dan kau dapat dapat membeli buku-bukuku lagi disini, hahaha.."

Senyuman Minato jadi lenyap oleh suara tawa garing orang di depannya.
Dia cuma bisa memandang sipit ke pria tua tersebut.

...

Setelah berapa saat.
Tubuhnya dibawa lagi mengelilingi permukiman kota.

Sisa-sisa tetesan air hujan dari atap gedung terdengar bergantian.
Telapak sepatunya basah oleh pijakan jalan yang lembap.
Kedua tangannya ditaruh disaku mantel.

Matanya tidak henti-henti mengamati sekeliling.
Sampai safirnya menatap suatu tempat yang hanya beberapa langkah lagi dibelokinya.

Diapun melangkah masuk ke jalan lebar yang di marmer lantai putih, sebuah kawasan khusus pejalan kaki.
Jika melewati tempat ini, pikirannya selalu teringat dimana ia bertemu lagi dengan Kushina.

Bayangan akan peristiwa yang terjadi belakangan ini terus-menerus berputar dalam kepala, memenuhi dirinya dengan perasaan gelisah.

Bukan. Bukan karena ia sulit beradaptasi dikampusnya, bukan karena desas-desus cerita 'MPA' yang tertunda atau persiapan turnamen futsal nanti yang bakalan sangat menguras tenaganya.
Tidak sekali lagi bukan karena itu.
Ini semua hanya karena seorang 'gadis'

'Oh, Tuhan.. kenapa dia tidak mau bicara denganku seh'

Ah, Tidak-tidak! Dia tidak mau memikirkan hal itu lebih jauh. Yang diinginkannya sekarang hanya bersantai.
Dirinya terus berjalan tanpa menghentikan langkah

Kriiit... Greeeek!
Suara nyaring kerai pintu toko terdengar berkali-kali, menandakan aktivitas pagi sudah mulai berjalan.
Orang-orang dalam jumlah sedikit mulai menampakkan diri.

Setelah berapa meter, kakinya melangkah lagi ke trotoar pinggir jalan. Menara fakultasnya kelihatan jelas di balik gedung-gedung yang dilatari langit fajar yang masih tampak kebirutuaan.

Minato menyeberang ke lajur kanan, sekarang gerbang besar itu sudah terlihat sangat jelas oleh terang lampunya, sekitar 50 meter dari pijakan.

Ada beberapa orang yang berdiri di dekat gerbang itu. Tidak terlalu jelas siapa, karena jalanan gerbang itu menurun.

Minato terus berjalan sambil memperhatikan orang tersebut.
Selang beberapa meter, dia terperangah ketika orang yang membelakanginya itu sudah tak asing lagi di kedua safirnya.

Itu Kushina Uzumaki!

Hmm? Sedang apa dia pagi-pagi datang kesini, apakah itu teman-temannya, tapi kenapa mereka semua memasang wajah marah?

Minato menghentikan langkah, dia mengamatinya dari jauh.
Wanita tersebut sedang berhadapan dengan keempat orang cewek yang juga pernah dilihatnya di suatu tempat, kalo tidak salah mereka yang mengajakinya bertukar email kemarin.

Dia mulai mencium gelagat tidak menyenangkan, matanya mengawasi gerak-gerik orang-orang tersebut..

...

"Jangan berlagak bodoh, deh! Kau yang mulai duluan!"
salah satu dari mereka berteriak sambil mendorong wanita di depannya.

Lantas, gadis merah itu membalas kembali dorongan tersebut.
Ia menampakkan urat kesal, kepalan tangannya makin mengerat, giginya tertekan keras.
Dia ikut berteriak.

"Kau yang menjatuhkanku duluan, kenapa malah kau yang marah seh..!"

Salah satu gadis pirang disana menyolotinya kembali
"Eh-eh.. Udah salah, masih aja bentak, keras kepala banget seh neh anak"

"Cerewet! Apa susahnya seh minta maaf saja, dasar bodoh..!" bentak Kushina.

"Hei, kau yang bodoh!
Jangan mentang-mentang kau anak luar, kau bisa banyak berlagak disini.
Ini tempat kita, dasar!"

Nada suara Kushina makin meninggi, tidak peduli orang-orang lain memperhatikan mereka di jalanan.
"Aku enggak peduli mau tempat ini pernah dijajah oleh nenek moyangmu. Aku cuma minta kalian minta maaf atau pergi dari hadapanku, itu saja!"

"Justru kau yang minta maaf, sudah menyoloti kita oleh ucapan-ucapan kotormu itu," Mereka makin memanas.

Kushina sudah diambang batasnya, rambut merahnya terangkat sembilan bagian.
"Arrggh.. Mau kalian apa seh..!
DASAR GURITA!"

Mereka terkejut "Hah? Apa kau bilang!"

Ejekkan itu membuat emosi cewek-cewek itu makin menjadi, mereka menyudutkan Kushina.
"Berani sekali dia.."
"Dasar, kau memang harus diberi pelajaran..!"

Kushina ingin melawan mereka, tapi apa daya dirinya justru tersudutkan oleh jumlah mereka yang lebih banyak.
Dia tidak bisa berbuat apa-apa, Ia cuma bisa pasrah menerimanya.

Kushina memejamkan mata, ia tidak terlalu jelas melihat kejadian-kejadian terakhir itu.
Kalo tidak salah, seseorang dari mereka mengepalkan tangannya dan mengarahkan pada dia.

Tapi..
Kok, sampai saat ini, rasa sakit pukulan itu tidak terasa.

Hm.. Ada apa?
Apakah orang-orang laknat itu tersadar, Apakah ada dosen yang melihat,
Apakah ada yang menghalanginya.
Kenapa mereka berhenti..?

Setelah dirasa semuanya normal kembali, Kushina membuka kedua matanya secara perlahan. Cuma terbuka sedikit, ia hanya sanggup menatap tipis dari balik kelopaknya.

Seseorang..
Ada seseorang yang memegangi pergelangan tangan gadis itu.
Ia mengerjapkan matanya. Siapakah dia?

"Eh, ada apa ini? kenapa kalian ribut?"

Suara ini.. Apakah dia.. Kedua matanya dibuka lebar-lebar.
Kushina terbelalak. Violetnya tercengang.

Entah mimpi apa dia semalam, ia melihat sosok yang mengalangi mereka itu adalah Minato.

Minato?
Iya itu Minato..! Pria itulah yang menahan pukulan tersebut.

Kushina menoleh keempat cewek di depannya. Gadis-gadis itu tidak marah, mereka malah terlihat panik.
Raut mereka tampak memerah, gugup, gemetar, bahkan kelihatan megap-megap.

"A-aaahh.. Mi-minato!"
Mereka menjerit kaget.

Tidak ada sikap, cowok tersebut mengalihkan pandangannya ke Kushina.
"Hei.. daritadi aku cari-cari kamu, ternyata ada disini!
ujarnya seraya tersenyum.

Kushina terpaku. Bukan mimpi atau khayalan, itu benar-benar Minato.
Dia yang menyelamatkan dirinya dari tindakan jahat orang-orang tersebut.
Gadis merah itu masih tampak tidak percaya, dia nyaris menampar wajahnya sendiri.

"Hm? Kenapa ekspresimu pucat?"

"A-ah.. A-ah.."
Mulut kushina ikutan megap-megap. Ah, tidak! Sifat salah tingkahnya muncul kembali.

Minato mengernyit, irisnya menatap tajam sesuatu yang digenggamnya seolah-olah sedang memahami hal apa yang dilakukan gadis itu.

"Tangan ini..?"

Ia memandangi pelakunya dengan tatapan tidak suka.
"Hei, kalian tidak bermaksud melukai dia kan..?"

"A-aah.. Tidak sama sekali kok, tadi kami cuma ingin menepuk pundaknya saja, karena ingin meminta maaf, i-iya kan? haha.."

Minato berpikir sejenak, sebetulnya dia hanya berpura-pura lugu di depan orang-orang itu.
Padahal dia sendiri menyaksikan apa yang mereka lakukan, mereka ingin menyakiti Kushina.
Jika hal itu terjadi, ia tidak akan segan untuk membalas perbuatan mereka.
Tapi untuk saat ini Minato tetap bersikap tenang.

"Benarkah?"
Minato bertanya pada Kushina.

Kushina sendiri masih tidak mengerti apa yang terjadi, ia cuma mengangguk bingung.

"Oh.. Ya sudah, kalo gitu silakan kalian minta maaf padanya.."

Dengan patuh, mereka langsung meminta maaf pada Kushina.
"Ahhh.. Maafkan kami sudah menjatuhkanmu tadi.."

"Oke, sekarang kalian janji jangan pernah ganggu dia lagi yak.."
Minato sengaja tidak menyebut nama Kushina melainkan hanya kata 'dia' supaya orang-orang itu tidak mengenalinya lagi.

"Iya.. Ja-janji"

"Nah, kalian sudah boleh pergi.." ucap Minato sambil menyandarkan tangannya di bahu Kushina.
Cewek itu masih terlihat bingung, selain karena kemunculan pria ini yang tiba-tiba, kenapa mereka-mereka semua bisa dibuat gugup oleh Minato?

Hal itu juga sama dengan yang dipikirkan wanita-wanita di depannya ini.
Mereka masih bingung kenapa Minato bisa akrab dengan gadis itu, apalagi sekarang cowok tersebut sedang merangkulnya.

"Ngg.. Ada satu pertanyaan dulu Minato.."

"Hm.. Apa?"

"S-sebenarnya, apa hubungan kalian berdua?"

"Aku?"

Mereka semua mengangguk.

Minato berpikir sejenak, ia mendelik sekilas ke arah Kushina yang memasang raut cemas. Cengiran khasnya pun mulai keluar.

Zlep! Tanpa izin, kedua tangan Minato memeluki leher Kushina dari belakang.

"Aku ini pacarnya tauk!"

JEGERR!
Mereka melongo. Kushina bergetar hebat.

"A-ah.. E-eh"

"Makanya kalian jangan pernah ganggu dia lagi, karena aku bakalan marah kalo sampai dia tersakiti.."
Minato tersenyum seraya menempelkan wajahnya di pipi Kushina.
Hei sadarlah! gadis disebelahmu ini sudah tidak beraturan lagi detak jantungnya.

"Hah.. A-aduuh-.."

Minato mengernyit melihat cewek-cewek tersebut memasang tampang kecewa.
"Kenapa, kalian cemburu?"

"E-ehh..! Ya sudah kami pergi dulu, se-selamat tinggal.."

"Dadaahh"
Minato melambaikan tangan ke arah mereka dengan wajah ceria.

Mereka bergerak keluar gerbang dengan cepat dan menyisakan mereka yang terus terpaku di tengah jalan.

"Huh, merepotkan saja yak.."
Dia menggumam pelan, kepalanya tetap tersandar di bahu Kushina.

Sriiikkssshh...
Suara berisik pepohonan terdengar mengiringi mereka berdua yang tetap terdiam lurus.

Mata mereka melirik satu sama lain.

Minato menatap lembut ke wajahnya, Kushina juga memandanginya dengan halus.

Tatapan mereka seperti mengisyaratkan sesuatu.
Rahang mereka tergerak perlahan..

Perlahan.. Safir dan violet mereka terlihat jelas.

Perlahan.. Nafas mereka mulai saling menerpa.

Dan Perlahan..

Pluk.. Hidung mereka bersentuhan.

"Ah..
Haloo..!"

PLAAKK! BUGG!
Harapan paling tak diinginkannya muncul menimpa Minato.

Cowok itu memegangi hidungnya yang mungkin sebentar lagi akan mengeluarkan darah.
"Ughh.. Aku heran, kenapa kau tidak memberi mereka pukulan seperti itu"

"APA-APAAN KAU, SEENAKNYA MENGANGGAP AKU INI PACARMU..! AKU BARU SAJA INGIN MENGHABISI MEREKA, TAPI KAU LAGI-LAGI MUNCUL MENGGANGGU..
BERHENTILAH MENGIKUTIKU TERUS!"

Hosh-hosh, Kushina memegangi dadanya yang sesak.
Sebetulnya bukan karena ucapannya terlalu keras, dia hanya terlalu gugup jika terlalu dekat cowok itu.

Minato tersenyum kecut. "Hei-hei, kau bicara seperti itu seolah-olah tidak mengenalku saja,"

"MEMANG AKU TIDAK KENAL KAU..!"
dengan kesal, Kushina segera pergi seraya membenarkan penampilannya yang kusut.

Tinggallah Minato panik "Woii, Woii, kok kamu ninggalin aku seh?"

Pria itu segera berdiri dan menyamai langkah Kushina.
"Eiits.. tunggu.. tunggu.." Minato berusaha mencegah menariki tangan Kushina.
Tapi gadis itu menepisnya dengan kasar.
Minato terkejut melihat ulahnya itu, ia tetap berjalan cepat memasuki gerbang.

"Kau marah sama aku?" Tanya Minato, gadis itu tetap berjalan cepat tanpa berpaling. "Kalo aku pernah berbuat salah tolong kasih tahu, jangan diam begini,"

Sebanyak apapun dia bicara, Kushina tetap tidak memperdulikannya. Dia sendiri tidak tahu kenapa tubuhnya melakukan hal ini.

Minato tetap mendekatinya dari belakang, jarak mereka terpisah sekitar dua meter.
"Hei, tolong dengarkan aku, setidak-tidaknya bicaralah.."

Kushina tetap membelakangi Minato

"Bicaralah Kushina.."
"..."

"Kushina.."
"..."

"Aku bicara denganmu Kushina!"

Kushina berhenti dengan kaget.

Kedua matanya terbuka lebar, baru pertama kali ia mendengar Minato membentakinya seperti ini, bahkan ia sendiri tidak ingat kapan terakhir kali cowok itu berteriak marah.

Tubuhnya bergetar, tidak sepatah kata pun teralun dari bibirnya. Ucapan Minato masih terasa menusukinya saat ini.

Semilir angin berhembus halus kearah pepohonan.. Tidak ada yang bersuara, Kushina memaksakan dirinya untuk menatapi Minato.

Kushina terkejut, bibirnya bergetar.
Wajah cowok itu sudah memperlihatkan tatapan ketidak-sukaannya.

"Kau pikir aku senang dipermainkan begini, Kushina"

Kushina menggigit bibirnya dengan gelisah, dia tidak tahu harus menjawab apa, mulutnya lagi-lagi mencoba mengelak dari perkataan Minato.

"A-aa.. Aku bukan Kushina,"

"Oh ya..?" secara tiba-tiba Minato mendekati wajah Kushina.
Ia agak terkejut, jarak antar mereka hanya terpaut satu jengkal.

"Lalu, siapa namamu?"

"A-ah.. Riri, Kurumi, Ci-Cindy.."
belum selesai mencari nama yang tepat, ia sudah mendapati Minato tertawa sambil menutupi mulutnya.

"Mppffahaha.. kau tidak pandai berbohong yak, Kushina"
Secara perlahan, jemari Minato menyisir halus pipinya. Ini membuat gadis itu jadi merinding.

"Jangan bohongi aku..

Wajah dan warna matamu ini sudah cukup untuk menyiratkanku pada seseorang, yaitu kau Kushina.."
Minato menatap lembut ke violetnya.

Rona merah di pipi Kushina makin tampak jelas..
Dia tidak tahu, harus berapa lama lagi tubuhnya menahan rasa debaran ini.
Tapi sikap egoisnya sudah terlanjur membentang luas, tidak disangka-sangka ucapannya malah bertindak lain dari hati.
Ia tetap berusaha untuk mengelak.

"Sudah kubilang!
Akui ini bukan Kushina dan aku sama sekali tidak kenal kau! Tolong menjauhkan dariku dan jangan pernah.."

Ucapan Kushina terputus, ia mendelik ke Minato yang perlahan menjauhinya dengan tatapan kesal.
Kepalanya tertunduk, dia mengusap keningnya perlahan sampai tak lama kemudian suara tawa kecil terdengar dari balik mulutnya.

"Pffft.. Aneh ya, sudah lama aku tidak bertemu denganmu aku pikir kau bakalan gembira, tapi nyatanya reaksimu cuma begini.."

Kushina terpaku diam. Tidak sepatah kata pun teralun dari bibirnya.

Minato melihatnya dengan helaan nafas kecewa, ia menolehkan kepalanya ke belakang menatapi kerumunan manusia yang mulai menampakkan dirinya di pinggir jalan.
Dia memandangi Kushina lagi dengan senyum lembut, seolah-olah senyum itulah yang terakhir ia perlihatkan kepadanya.

"Ya sudah, cuma itu yang ingin kutahu, aku tidak ingin memaksakannya. Tidak apa jika kau tidak ingin mengenalku lagi."

Dengan sorot mantap ia menatap Kushina penuh dengan rasa sedih.
"Urusin saja kehidupan kita masing-masing.."
Tanpa senyum, dia membalikkan badan dan segera melangkah pergi menjauhinya.

Kushina terpaku lemas, bibirnya terkatup-katup.

'A-apa yang ku-'
Kushina mengutuk dirinya sudah mengatakan hal-hal yang aneh. Ia sudah salah bicara.
Perlahan keringat dingin membasahinya, kakinya terasa lumpuh seketika.
Ia panik, cowok itu terus meninggalkannya dan membuat jarak antar mereka semakin menjauh.

Minato terus berjalan dengan wajah tertunduk, ketika sampai di pintu gerbang tiba-tiba langkahnya terhenti.

Dia meremas rambutnya sendiri dengan raut bingung dan secara perlahan, ia membalikkan badan.

"Huhh.. Ayolah Kushina, aku tidak bisa berakting seperti i-.."

Hug. Suaranya terputus, tubuh Kushina sudah mendekapnya dengan erat.

Safir Minato terbuka selebar-lebarnya.
Ini bukan lamunan.. Kushina benar-benar memeluknya dengan kuat, bahkan dirinya sampai tidak bisa bergerak.

Semburat merah menghias wajah Minato. Ia sendiri terkejut dengan apa yang dilakukan Kushina.
Tangannya bergerak bingung
"E-eh, Kushina kau.."

"Baka, jangan pernah tinggalkan aku lagi.. Hiks-hiks.."
Tetesan air mata mulai membasahi bahu Minato, Kushina menangis di pelukannya.

'Kushina..'
sekarang dia tidak tahu harus bersikap apa, di bibirnya mulai terukir sebuah senyuman manis.

Pelan-pelan Minato balas melingkarkan tangannya di pinggang Kushina.
Matanya terpejam, ia ikut mengeratkan pelukan di antara mereka dan berusaha untuk menumpahkan segala rasa senangnya di tubuh Kushina. Ia juga bisa mendengarkan detak jantung di antara mereka saling beradu.

Dan satu hal yang pasti.. Nyaman sekali pelukannya.

"Aku tidak akan pernah meninggalkan kau Kushina, mau kau jadi seperti apapun aku tidak akan melupakanmu, aku sudah janjikan?"

"-Hiks.. -Hiks"

Minato membelai rambut Kushina dengan lembut. "Jangan menangis lagi Kushina.
Tadi itu aku hanya berpura-pura saja, jangan pusingkan kata-kataku sebelumnya..
Aku senang kita bisa bertemu lagi."

"Maafkan aku Minato,
aku.. aku hanya terlalu gugup berhadapan denganmu lagi"

"Aku tidak memikirkan hal itu, yang penting kita sudah bersama lagi sekarang."

"M-maafkan aku.."

"Sstt.. Jangan bersuara lagi, aku sedang gembira hari ini."
Minato mendaratkan bibirnya di kening gadis itu.

"Hiks.. Dasar bodoh-ttebane,"

Minato tertawa mendengar gerutuannya. Sudah lama dia tidak mendengar kata tersebut.
Diacaknya rambut Kushina dengan pelan.

"Hihihi, kurasa kau memang benar-benar Kushina yak.."

"..."
Kushina terus terdiam di pundaknya, lama-lama Minato agak gelisah jika terus berlama-lama seperti ini.

"Kushina.."

"Hmm..?"

"Kalo begini terus, kayaknya aku bisa gugup juga sepertimu"

"Ahh, Maaf..!"
Kushina refleks melepaskan pelukan, rona merah masing-masing menghiasi pipi kedua orang tersebut.

"He.. Tidak apa. Sebetulnya aku senang dipeluk seperti itu. Umm, bukan dalam arti lain lho.."
Ujar Minato sambil menggaruk rambutnya.

Kushina tersenyum miring, mereka masih agak ragu untuk saling menatap, apalagi warna merah di pipi mereka berdua masih belum menghilang.

Cukup lama terdiam, kening Minato berkerut melihat baju lengan panjang Kushina robek di bagian sikunya.

"Hm, lenganmu terluka. Apakah itu bekas jatuh tadi.."

"Ah ini.."

"Lututmu juga. Huh, orang-orang itu sudah bersikap keterlaluan.." sambung Minato.

"Ini cuma luka-"

"Sstt.. Jangan banyak bergerak, kau harus segera kubawa ke UKS."

"Tapi-.."

"Diam sebentar yak.."

Minato merunduk membelakangi Kushina dan hanya dengan satu gerakan, tangan Minato berhasil membawa gadis itu ke punggungnya.

"Hup. Dengan begini, kau tidak perlu repot-repot berjalan.."

"Minato, ini cuma-.."

"Anggap saja ini balas jasaku karena telah bicara yang menyakitkan tadi.." ia mengusap rambut Kushina dengan lembut.

"Kita bersahabat lagi kan Kushina..?"
Minato mengarahkan kelingkingnya ke dia, dan dengan pelan-pelan jari mereka saling terkait dengan erat.

"Hihi.. Akhirnya aku bisa menggodamu terus setiap hari"
Minato menyeringai usil pada Kushina, membuat gadis itu selalu tersenyum tipis jika melihatnya.

"Nah ratuku, kita berangkat.."

"Ah, Minato.." Kushina menyela gerakannya.

"Ya..?"

"Ngg, Setelah ini.." Kushina berbicara ragu. "Apakah kau.. Mau menemaniku ke kafe di-.."

"Tentu saja aku mau!" belum selesai ia bicara, Minato sudah berteriak penuh semangat
"Wah! ini bakal menjadi pagi yang menyenangkan bagiku! Tidak sia-sia aku tidur cepat," Kata Minato seraya tersenyum lebar.

Ia berjalan kembali sambil menggandengi kedua tangan Kushina yang memeluk erat lehernya.

Waktu sudah menunjukkan angka enam.

Udara hangat mulai menerpa kulit mengusir angin malam yang terasa beku.
Gemerisik dedaunan dan iringan kicau burung mewarnai pagi yang indah ini.

Di ujung langit timur, matahari mulai kelihatan 'mengintip' menggantikan peran bulan dan bintang dalam mengawasi kehidupan bumi di sisi lain.

Langit sudah berwarna biru muda persis seperti warna mata Minato.

Sekelompok anak kecil terlihat sangat antusias memanfaatkan libur sekolah mereka dengan bermain-main di taman fakultas, suara-suara dan senyuman penuh semangat selalu menghiasi wajah mereka yang berkeliaran tidak berarah.

Tak terkecuali Minato yang terus berjalan tanpa menghentikan senyumannya itu.

Kushina memandang halus ke wajahnya.
Entah kenapa jika melihat dia tersenyum, pikirannya selalu terasa terhanyut oleh pandangan tersebut.

Violetnya mulai mengantuk. Dia meletakkan dagunya di bahu bidang Minato.
'Hangat.. Aku bisa merasakan suhu tubuhnya yang hangat..'

Perlahan tapi pasti, jantung Kushina berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.
'Apakah perasaan ini hanya sekedar rasa rindu pada sahabat..'

...

...

...

FIN


Catatan enggak penting dari Author:

Cerita ini sebetulnya ingin saya lanjutkan, tapi karena lama tidak terurus akhirnya jadi DC

Saya hiatus cukup lama, dan entah di liburan kuliah ini saya kesambet ingin buka FFn lagi yang dulu saya buat ketika masih di sekolah menengah pertama, dan ternyata saya malah dibuat ketawa oleh cerita yang dulu saya buat. Akhirnya daripada di didiemin kayak gini saya coba memperbaiki beberapa chapternya yang dulu aseli OOC.

Saya gak tau kenapa dulu saya suka fanfic MinaKushi, padahal saya cowok yang gak suka dunia perbukuan, dan membuat karangan adalah hal yang edan dimata saya. Tapi tetap saya lakukan, entah karena kesemsem rambut jabrik Minato dan paras manis kushina di komik, haha.

Sampai sekarang pairing ini masih jadi OTP saya. Mungkin jika adalagi mood iseng, saya coba buat cerita baru lagi, Terima kasih telah membaca cerita ini. Kritik dan sarannya selalu saya terima. Sampai jumpa dilain waktu :bigsmile