Title : Fragile

Disclaimer : FF Origin by me, San. Cast origin by themselves

Cast : Kim Jaejoong JYJ

Jung Yunho DBSK

Kim Junsu JYJ

Park Yoochun JYJ

Shim Changmin DBSK

Pairing : Yunho x Jaejoong (YunJae)

Rate : T (bisa naik rating, up to readers~)

Warning : Slash/Yaoi/Boy x Boy. It's only my own imagination, don't take it for real.

A/N : Halo semuanya, San newbie di sini, jadi mohon bantuannya ya... Ini FF beneran abal, saya buat sambil ngantuk-ngantuk jadinya sal-asalan. Cuman jadi oneshot, twoshot atau series saya kasih ke readers ya.. ini fanfic dilanjutkan apa enggak (kalau enggak yang oneshot aja), dilanjutinnya juga twoshot aja apa series saya serahkan pada readers. Makanya review ya~ Happy Reading

.::Fragile::.

Kim Jaejoong telah bunuh diri dengan sukses.

Hari sangat gelap saat lamborghini putih miliknya melesat melintasi jalanan Seoul yang basah. Kap mobilnya terbuka, tampak sekali tak ada niatan dari sang pemilik untuk melindungi diri dari angin kencang. Sesekali satu tangannya bersangga pada kusen kaca mobil. Memijat cuping hidungnya yang terasa tidak nyaman. Tidak tidur cukup sekian hari, badan diforsir serta cuaca buruk memang cukup menjatuhkan kesehatan seseorang. Sudah berulang kali Yoochun dan Su-ie mengomelinya panjang lebar, suruh dia istirahat. Tapi toh seorang Kim Jaejoong tetap menstater mobilnya di pagi hari dan melesat.

"Hyung! Kapan pulang? Ini sudah lewat jam 3" Jaejoong mengernyitkan dahinya, menjauhkan ponsel touchscreen miliknya refleks dari telinga. Tanpa suara pemuda berusia dua empat itu tertawa, dongsaengnya yang satu ini memang tidak pernah berubah.

"Sebentar lagi, Su-ie... sebentar lagi," jawabnya sambil tertawa kecil.

"Pokoknya cepat pulang! Sudah jam 3 Hyuung!"

"Aku tahu Kim Junsu, sabar sebentar lagi... Aku akan di Seoul setengah jam lagi." Jaejoong mematikan ponselnya. Tidak peduli kalau nanti Junsu akan kembali mencercanya kenapa pulang telat, kenapamematikan sambungan dan kenapa memforsir tubuhnya.

Karena ini belum cukup.

Butiran salju jatuh dengan lembut meleleh di jemari tangannya. Membuat Jaejoong otomatis mendongak, merasakan rindu yang entah bagaimana merasuk pada dirinya. Salju selalu mengingatkannya pada sosok berwajah mungil tapi menyebalkan itu. Diam-diam dia tersenyum. Bergumam dalam hati, kau masih belum memaafkanku ya, Yun?

.::::.

"Pabo-ya Hyung!" Junsu menekuk wajahnya sedemikian rupa, tergopoh-gopoh datang membuka pintu rumah sakit dengan kasar lalu berdiri berkacak pinggang di sisi kasur Jaejoong. Sedangkan Yoochun beralih ke sisi meja lain yang masih kosong, meletakkan makanan di sana.

"Kau seharusnya tidak memaksakan dirimu," Yoochun menimpali dengan wajah prihatin. Sedangkan Jaejoong hanya tersenyum dipaksakan. Tidak sanggup berkata-kata karena memang tidak bisa. Suaranya sedang dicuri setan.

Dia membatin dia memang keterlaluan. Memaksakan diri bekerja banting tulang dan tidur kurang dari beberapa jam sehari ternyata mampu merubuhkannya pada bulan ke dua, tepat setelah drama musim dinginnya selesai, untungnya. Sekarang tinggal dia demam tinggi sejak semalam, suara serak nyaris hilang dan wajah pucat bukan main.

"Pokoknya Hyung harus istirahat, manager sudah mengosongkan jadwalmu untuk beberapa ke depan. Katanya kau sendiri juga yang terlalu memaksakan. Aku gak mau denger Hyung roboh seperti kemarin malam lagi," omel Junsu panjang lebar yang ditimpali omelan Yoochun juga sesekali. Jaejoong cuman tersenyum, mencoba mengingat kejadian semalam yang masih buram dalam otaknya. Yang dia ingat hanyalah pemotretan tengah malam sudah selesai, baru saja selesai lalu semuanya gelap.

Dia pingsan di saat itu ya?

"Aku tidak mengerti..." Jaejoong mengerjapkan mata. Teralih dari lamunannya. Kini tinggal dia dan Yoochun, Junsu kemana?

"Dia pergi keluar, ke supermarket," ucap Yoochun seakan mengerti apa yang dipikirkan Hyungnya.

"Oh."

"Kenapa Hyung?" Yoochun mengalihkan pandangannya, menatap Jaejoong datar tapi tajam. Seakan mencoba menelaahapa yang sesungguhnya dipikirkan Hyungnya. Apa yang diinginkan Hyungnya. Dia dan Junsu tahu kenapa kakak tertua mereka itu berubah seperti ini. Kenapa mewarnai rambutnya lagi menjadi hitam, kenapa memotong pendek rambutnya. Kenapa seorang Kim Jaejoong kini tampak begitu kurus dan lebih pucat—yang dikatakan orang lain lebih kelaki-lakian—tapi itu sama sekali bukan Kim Jaejoong yang dulu, sama sekali bukan.

"Apanya?"

"Karena Yunho Hyung?"

Oh...

Jaejoong mendongak, menatap Yoochun beberapa saat sebelum manik matanya kembali memandangi salju dari kaca jendela. Tersenyum singkat, miris, tidak menyangkal namun tidak juga mengiyakan. Mau dikata apapun Jaejoong juga tahu kalau kedua dongsaengnya paham. Mengerti apa yang ada dalam otaknya. "Dia sama sekali tidak mau memaafkanku. Chunnie..."

"Dia pasti memaafkanmu. Yunho Hyung hanya sedang keras kepala."

Tertawa pelan, "Dua tahun, Chunnie... Menjawab satu pesanku saja tidak. Aku tidak berharap semua kembali seperti dulu. Aku hanya..."

Jaejoong menggigitnya bibirnya, gemetar. "Aku hanya ingin minta maaf..."

"Cuma ingin minta maaf..."

.::::.

2 tahun lalu

"A-apa maksudmua Boo?"

"Aku akan ikut Su-ie dan Chunnie, aku akan keluar dari SM." Yunho menatap sosok di depannya nanar. Begitu nanar sampai Jaejoong merasa bulu kuduknya meremang, takut. Dia menunduk, meremas lengan atasnya, mencoba terlihat tegar.

"Kau bercanda kan, Boo? K-kau akan tetap di sini kan? Bersamaku?"

Kalau saja Yunho tau betapa ingin dia menjerit dan memeluk tubuh itu. Mengatakan kalau dia akan terus di sisi satu-satunya orang yang paling dia cinta. Tapi Kim Jaejoong tidak bisa. Sejak Junsu dan Yoochun menyatakan mereka akan keluar dari SM padanya, dia begitu gelisah. Yunho memilih tetap mempertahankan nama yang menggabungkan mereka. Tetap akan menjadi seorang Jung Yunho, U-Know, leader Dong Bang Shin Ki. Dan Changmin terlalu kecil untuk ikut hal semacam ini, sekalipun kini umurnya sudah termasuk dewasa. Melihat gelagat Changmin yang tidak mau ikut campur, jelas dia akan tetap di dalam kubu SM, bersama Yunho.

Dan tinggal dia, terjepit. Changmin bersama Yunho, sebuah keamanan yang telah pasti. Tapi dengan siapa Junsu dan Yoochun nanti? Mereka sendiri, hanya sendiri. Melawan raksasa SM yang telah mereka tahu betul seperti apa rupanya. Membayangkannya saja membuat kuduk Jaejoong merinding, membayangkan batu sebesar apa yang akan menerjang kedua adiknya itu.

"Mianhe, tapi aku harus pergi."

Saat dia menarik kopernya keluar dari dorm mereka selama setengah dasawarsa lebih, Yunho hanya terdiam di tempatnya, terguncang. Dan yang dilakukan Jaejoong hanya menggigit bibirnya keras, berusaha agar Yunho tidak mendengar isak tangisnya.

Sebuah adegan pedih yang mereka berlima tahu pernah terjadi, tapi tidak ada yang mampu mencegahnya. Semenjak hari itu, Jung Yunho tidak pernah mau lagi menerima apapun dari Kim Jaejoong, sekalipun kata maaf.

Menurutnya.

.::::.

Sebuah hal yang jarang bagi mereka untuk dapat bersantai di rumah pada pagi hari sibuk seperti ini. Mengingat mereka baru saja comeback, tumben sekali jadwal yang dikirimkan manager hari ini lowong. Hanya ada sesi wawancara dan pemotretan majalah sore nanti. Selebihnya mereka kosong, boleh istirahat sesuka hati.

"Oh! Kau baru pulang, Changmin-ah?"

Yang ditanya hanya diam, tumben sekali dari kebiasaannya pulang langsung ribut cari makanan. Melihat Yunho dengan tatapan aneh, meneliti plus menyelidik. Seakan mencari-cari sesuatu. "Belum lihat berita, Hyung?" Kali ini malah bertanya.

"Eh? Memang ada apa?" Yunho kini mengalihkan program TVnya pada berita pagi. Hanya turun salju semalam dan ramalan cuaca biasa.

"Bukan berita itu," ucap Changmin sambil meraih remote, mengubah pada saluran infotainmen.

"Kim—Hero—Jaejoong dikabarkan pingsan kemarin malam usai pemotretan majalah. Cjes Ent angkat bicara pagi ini, mengatakan kalau Jaejoong sedang dalam kondisi tidak sehat dan akan rehat untuk sementara waktu. Saat ini kabanya Jaejoong masih dirawat di rumah sakit—"

Suara riuh terdengar mengisi hening sesaat saat majalah yang ada di tangan Yunho jatuh di atas karpet. Manik hitamnya semakin bulat, melebar dan jelas mengekspresikan berbagai rasa di dalamnya. Takut, khawatir, cemas dan bibit-bibit emosi lain yang Changmin tak dapat artikan dengan kata-kata.

"... Hyung?" menegur Yunho hati-hati, takut dengan reaksi sang leader. Sekalipun perang bisu antara Yunho dan Jaejoong terlalu jelas untuk disembunyikan, Changmin melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Yunho mengigau nama Boojaenya dalam tidur. Saat pria itu bangun tengah malam dan menangis dalam gelap. Menangisi kegagalannya sebagai seorang pemimpin, kegagalannya atas perginya Junsu Hyung dan Yoochun Hyung... juga perginya Jaejoong Hyung.

Sama seperti apa yang dirasakan Junsu dan Yoochun ketika melihat Jaejoong. Changmin juga merasa sakit, bersalah, tapi tetap tak berdaya melakukan apa-apa melihat Yunho.

"Jaejoong Hyung sudah di rawat di apartemennya," ucap Changmin memecah keheningan. "Dia memaksa untuk pulang."

Yunho menolehkan kepalanya, memberikan tatapan bertanya 'bagaimana kau bisa tahu?'

"Aku menghubungi Yoochun Hyung pagi tadi," jelas Changmin membuang muka. Yunho selalu marah tiap kali dia mencoba menghubungi Hyungnya.

"Sudah kubilang jang—"

"Aku tidak bisa Hyung!" Changmin memotong nanar. Giginya bergemeretak menahan marah. "Kau mungkin bisa tidak peduli pada Jaejoong Hyung, pada Junsu Hyung, pada Yoochun Hyung tapi aku tidak bisa!"

"Mereka tetap Hyungku, aku tidak bisa!" Nafasnya tersengal-sengal, marah. Sedangkan Yunho hanya menatap terkejut pada Changmin yang dia kenal lebih suka kalem dan bermain-main saja. Tanpa dia sadar buku-buku jari mengepal, memerah.

"Kau harus jenguk Jaejoong Hyung, aku tidak peduli bagaimana caranya." Pungkas Changmin tiba-tiba yang membuat Yunho sontak mendongak.

"Mana mungkin kau tahu kan kalau SM melarang kita untuk—"

"Aku bilang aku tidak mau tahu Hyung. Jaejoong Hyung menderita, Hyung juga menderita. Kenapa Hyung keras kepala sekali hah?"

Yunho menundukkan kepala, terdiam. Kenapa? Kenapa aku begitu keras kepala

"Kumohon Hyung, selesaikan... Selesaikan penderitaan kalian berdua," kini nada suaranya melembut, mendekati lirih. Bersama helaan nafas tak kentara Changmin menjejakkan kakinya kembali keluar, meninggalkan Yunho sendiri.

Tidak ada suara apapun kecuali sayup-sayup pembawa acara. Yunho membanting tubuhnya pada sandaran sofa dengan kesal. Menggeram keras hingga nafasnya tersengal. Kenapa sesak dalam dadanya tidak bisa hilang? Kenapa rasanya makin hari selalu makin sakit dan membuatnya makin menderita?

Memandanga langit-langit dorm yang diwarnai pucat, sebelum tanpa sengaja beralih ke sisi lain, dimana kuncil mobilnya tergeletak di sana. Haruskah?

Yunho tidak kembali bertanya saat dia meraih kunci mobil itu dan membuka ponselnya. "Beritahu aku dimana alamat Jaejoong."

TBC

RnR please?