"Sasuke?"

"Hm?"

"…"

"…"

"Mungkin… hari kita akan berkurang."

"…"

"Aku ada misi."

The Person You Will Love

By Mei Anna AiHina

Naruto by Masashi Kishimoto

T

SasuHina

Romance/Drama

OOC-maybe, Canon, Newbie, typo(s), Hinata's POV and Normal POV, dll

.

oOo

.

Selepas Hinata pergi, Sasuke kembali sendiri. Lantai terasa begitu dingin, bahkan melewati kain yang membalutnya. Padahal hari menunjukan mentari di tengah-tengah bila kita menegadah, tetep saja hawa beku mengudara.

Jam yang berdetik-detik itu mengganggu keheningannya, membuat Sasuke menghitung dan terasa lama.

"Bosan juga."

Untuk pertama kalinya Sasuke merasa bukan temannya sepi. Ia bangkit dari duduk bersilanya.

oOo

Dirinya melangkah dilorong yang sepi. Ketukan – ketukan yang dihasilkan di tatami membawanya untuk sekedar bernostalgia. Jangan berharap kebahagian yang ia temukan, tapi ia berusaha mengais-ngais kepingan indah itu.

Di depan ia melihat pintu shoji yang setengah terbuka dan memancarkan cahaya dari dalamnya. Sasuke menilik pada ruangan itu tanpa niat mengusik apa yang dilihat. Ruangan yang di tata sedemikian simpel oleh ibunya dulu. Sesuatu yang indah dan asing berdiri cantik di tengah –tengah ruangan, tepat di atas meja. Sinar matahari menyiramnya bersamaan dengan angin yang masuk dan mengajak tirai tipis di dekat jendela menari. Yang indah itu di naungi seni kriya yang manis – Tulip pink di dalam vas mungil. Sasuke tersenyum karenanya di ambang pintu, namun bibirnya lurus kembali.

"Seleramu berubah, ya." Sesungguhnya Sasuke tak memahami makna bunga, yang ia tahu… itu bukan sesuatu yang disukai Hinata maupun dirinya.

"Teme!"

Seruan itu membuat pikiran masa lalu Sasuke teralih. Sejurus kemudian ia tersenyum sambil menatap bunga yang menghangatkan itu – karena Hinata yang membuat itu terjadi – sebelum pergi.

Srakkk!

oOo

"Kau lama, Teme!"

"Hm. Bagaimana misismu?"

Sebelah alis Naruto terangkat. Tumben sekali, "Aa… Yap. Seperti biasa," koq Naruto agak sangsi ya atas perilaku Sasuke hari ini.

"Hm."

"Kau sakit?"

Kini Sasuke yang bingung atas pertanyaan Naruto. Sasuke sadar sekarang ketika sudut bibirnya naik sedikit. Maka dari itu ia berjalan memunggungi Naruto. Ia tersenyum dalam hati.

"Cepatlah Dobe!"

Sasuke melangkah terlebih dahulu dengan Naruto mengejarnya dari belakang.

"Tunggu Teme!"

oOo

Tap!

Tap!

Tap!

Terdengar kaki – kaki yang menyentak keras batang pohon – pohon kokoh. Daun kuning yang jatuh dan melayang tersapu oleh hempasan angin yang dibuat oleh mereka – shinobi.

Hup!

Mata mereka menyapu luas hamparan rumput kawasan Kusagakure. Masih dengan bertumpu pada batang pohon yang kuat. Mereka memindai wilayah dengan kemampuan khusus yang dimiliki salah satu diantara mereka. Keadaan gelap membuat mereka melakukan hal itu.

"Byakugan!"

Penglihatan dari mata perak itu melewati garis abu–abu yang membentuk objak–objek dan sampai yang di tuju. Segel terhenti saat urat di sekitar matanya mengendur. Hawa hangat mengepul dari sela bibir mungil pemilik mata itu, "Tidak ada pergerakan yang berarti."

"Aneh," tanggap si obsidian berbeda itu mempunyai makna kecurigaan. Buat apapula Hokage-sama memberi misi seperti ini? Kebenarannya saja belum terbukti. Hanya sebuah spekulasi atas ketakutan pribadi 'kah?

Terlihat di ufuk timur garis orange menyembul sedikit demi sedikit. Udara di sekitar mulai menghangat. Pagi mulai menjelang rupanya.

"Kita lihat sampai terang," sebuah keputusan diambil oleh ketu tim untuk misi kali ini. Kakashi.

"Ha'i."

oOo

Kelopak mata Sasuke mengerjab setiap kali sinar matahari yang masuk tak terhalangi oleh tirai karena angin yang berhembus. Begitu matanya terbuka, yang di pandanginya hanyalah langit–langit kamar yang monoton.

Sasuke bangkit untuk duduk di atas futon yang menyediakan kehangatan. Tak terduga, untuk pertama kalinya dari sekian banyak waktu setelah ibunya meninggal, aroma hangat dan nikmat memasuki kembali paru – parunya pagi itu. Kebutuhan manusiawi menuntut Sasuke untuk mencari asal muasal aroma tersebut. Menoleh ke sisi kanan dan di temukan semangkuk sup miso, kotak bento yang berukir bunga Krisan, serta sebuah yunomi mengepulkan asap panas dari teh hijau yang diseduh. Syaraf – syaraf di wajahnya kini tak asing lagi dengan gerakan bibir yang melengkung, itu berkat satu nama –Hinata. Apalagi setelah menemukan gulungan kertas di sisi bento. Di bukanyalah gulungan itu.

Ohayou…. Kalau kau baca ini… pasti sudah bangun dan melihat yang kusiapkan. Maaf tidak bisa banyak, karena aku terburu – buru. Semoga kau menyukainya, Sasuke.

Salam hangat,

Hinata

"Terima kasih."

Begitu banyak – walaupun terlihat sepele – yang Hinata beri untuk Sasuke yang malang. Itulah yang Sasuke pikirkan. Apalagi dari seorang yang spesial, yang sudah lama bertahta dihatinya. Kalian tahu, kadang sentuhan kasih sayang bisa menyentuh kekerasan hati. Mungkin itulah yang Hinata lakukan.

"Suka hadiahnya…, Sasuke-kun?"

Angin berhembus kencang dari jendela yang tiba – tiba terbuka lebar, beriringan dengan suara yang tak asing itu. Sasuke menyesal dengan menoleh kearah itu.

"Kau!"

oOo

KABOOM!

Ledakan demi ledakan menggema di padang rumput yang beralih fungsi. Tepat di perbatasan Kusagakure itulah ada adu fisik dan jutsu terjadi antara shinobi Konoha dan lima orang nuke-nin.

"Goukakyuu no Jutsu!" Bola api besar menghantam musuh yang terus menjebak dalam perangkap kertas peledak. Kakashi mencari tempat aman di balik rumput –rumput yang panjang untuk meraup–raup oksigen dan menyuplai ke otak agar strategi yang dirancang mendadak ini berhasil.

Di sisi lain, dengan nafas tersenggal dan peluh yang mengalir, Hinata mengakui kalau ia terjebak dan kewalahan. Ini pertarungan jarak jauh dan bukan keahlian seorang Hyuuga. Maka ia hanya bisa menghindar dan berlindung dengan Hakkesho Kaiten dari kunai – kunai itu. Semua tinggal menunggu chakra-nya habis.

Seketika, saat segel Byakugan diaktifkan, Hinata sadar. Di bawah rumput yang ia pijaki, tepat di sisi pijakan, belakang, depan, dan radius 5 meter telah dipasang ranjau dari kertas peledak. Bulir – bulir keringat sebesar biji Jagung meluncur di pelipis sampai keleher. Jadi… selama ini ia bergerak tadi… -ia beruntung karena tidak menginjak satupun.

Kunai yang terlempar perlahan menyusut sedikit demi sedikit, ini kesempatan Hinata untuk menghindar. Kakinya melangkah perlahan ke belakang dengan sesekali menoleh, namun sial baginya!

Srett!

Hampir namun melukai pipinya dengan sebuah kunai tadi dan segera saja hinata menghindar.

Cresss

Lagi –lagi, innernya kesal. Ia salah pijak!

BOOM!

Hinata melompat dengan mengonsentrasikan chakra di telapak kaki, hal itu meneyelamatkan dirinya dan itu tak cukup. Tiba – tiba matanya berkilat terkejut.

Cling!

Slurrttt…

Srebb!

"Akh!" rintihan melesat dari bibirnya saat dirinya benar–benar terjerat. Kawat tipis itu melibat dirinya di langit –melayang. Hinata bagai sarapan Laba – laba. Perlahan ia memejamkan mata ketika bebatan kawat itu menjerat, membuat jejak merah. Chakra-nya sudah benar–benar terkuras.

"Ka-Kami…-sama."

oOo

Tap

Tap

Tap

Hup!

Dugh! Ia tinju batang pohon itu dengan segenap kekesalan dihatinya. Nafasnya menormal dengan datangnya angin yang menenangkan.

"Shit!" makinya entah pada siap. Mata kelamnya berkilat marah juga gundah. Sebenarnya… apa yang membuatnya seperti itu?

Sasuke merasas kesal! Dirinya tak seperti dulu yang mempunyai banyak energi sebagai seorang shinobi. Hanya dengan berlari saja ia sudah lelah. Awalnya, saat chakra-nya disegel demi dirinya diterima kembali –walau percuma– oleh masayarakat desa, ia tak begitu peduli. Namun ini ceritanya lain, ia butuh. Sangat butuh.

Dugh! Dugh! Dugh!

"Sial! Sial! Sial!" nafasnya kembali menderu – deru mengetahui rencana busuk orang itu. Sekarang tangannnya berdenyut – denyut nyeri.

"Akh!" teriak frustasinya kala memulai kembali perjalanan.

Hup!

oOo

BOOM!

BOOM!

Telinganya memeka akan dunia saat rentetan bom meledak. Kelopak Hinata berkedip gelisah, sinar mayahari sangat menyengat.

Srebb!

Hinata merasakan bebatan kawat di tubuhnya makin mengerat tatkala ia bergerak. Dirasa chakra-nya mulai terkumpul, maka segel ata Hyuuga aktif. Memejamkan mata denagn memfokuskan titik lubang chakra pada telapak tangan –tepat di tengahnya.

Sret!

Sebuah jarum chakra meluncur dari Hinata menuju salah satu kawat dan…

Cling!

Terpental? Batinnya sangsi. Ternyata bukan kawat biasa.

"Kaget, Onna?"

Hinata menolah ke sisi kanan, tepat di batang pohon besar. Seseorang di bawah banyangan rindangnya pohon menggenggam kawat itu dan mengendalikannya. Hinata tidak dapat melihat jelas wajahnya, namun ia dapat melihat jelas chakra orang itu. Namun, dirinya tak dapat lagi mengetahui siapa orang itu ketika seperti ada ton-tonan Gajah menghimpitnya dan darahnya serasa berhenti bagai mati-

"Akhhh!"

Dan gelap tak terhindarkan lagi.

oOo

Matahari itu benar-benar menyilaukan. Aku terbangun kala itu dengan pemandangan langit-langit kamar yang putih. Sendi-sendi rasanya lumpuh, benar-benar linu. Separuh nyawaku pun seperti belum kembali.

Erangan halus menyadarkanku –bahwa bukan hanya aku yang ada di ruangan itu. Menoleh ke sisi kiri, hanya lukisan cahaya di dinding polos. Ke sisi sebaliknya, dan silau menampar penglihatanku –membuatku menurukan pandangan. Kulihat Sasuke di sana.

Tidak tahu berbuat apa. Rasanya aku tidak tega. Tangannya terasa dingin dan rambut itu menggelitik pergelanganku.

Apa kepalanya tidak pegal tidur seperti itu?

"Apa aku membuatmu terbangun?" katanya tiba-tiba.

"Tidak."

Sasuke membenarkan duduknya dan menatapku. Bila di perhatikan … ada sobekan kecil yang memar di sudut bibirnya. Lengan kanannya pun di balut perban.

Apa ia habis bertarung-

"Ini … bukan apa-apa," ia tutupi lengannya, "Hanya luka kecil saat misi."

Oh….

"Pagi Hyuuga-san, Uchiha-san," suara datang saat pintu terbuka.

"Tsunade-sama?"

"Sudah lebih baik?" Hokage wanita yang masih tetap cantik itu memerhatikan cairan infus yang menetes perdetiknya.

"Sepertinya. Hanya masih terasa linu di sendi-sendi."

"Sengatan listrik memang member dampak hal itu," ia tersenyum ramah padaku. Pandangan itu beralih pada orang yang sedari tadi terdiam, "Dan kau, jangan ulangi lagi!"

Eh?

"Bila nanti siang membaik, kau bisa istirahat di rumah, Hyuuga-san. Hiashi-sama tadi datang menjengukmu-,"

Huh?

"Katanya, Beliau akan datang kembali untuk makan siang," jelas Tsunade-sama.

Hati-hati mataku melirik Sasuke. Ia hanya menatap semburat cahaya yang lolos dari tirai jendela. Begitu tenang, tanpa maksud mengusik apapun. Tatapan yang tak terjamah dunia di sekitarnya, seakan lingkaran yang ia buat untuk menutupi diri.

"Kalau begitu, saya undur diri."

"Aa … Terima kasih, Tsunade-sama."

Srakk!

.

.

.

.

.

Hening.

Kenapa bisa begitu kosong? Walaupun dulu aku melewatkan matamu yang disenangi sejawat kita dulu –sungguh. Aku –yang kulihat kini hanya aku di sana.

Sebegitu kosong 'kah?

Atau itu hanya aku –karena rasa kosong itu sama?

Seakan aku bercermin?

Kuusahakan lenganku menopang tubuh ini yang masih agak lelah untuk duduk dan bersandar pada kepala ranjang yang amat dingin. Besi itu sungguh menghantarkan hawanya sampai melewati piyama rumah sakit.

"Ehm … Sasuke-kun, sudah makan?"

Tirus. Aku yakin ia belum makan apapun pagi ini.

Hanya senyum singkat yang ia buat untuk pertanyaanku sebelum keheningan menyapa lagi. Seharusnya, ialah yang ada di atas ranjang. Wajahnya amatlah lelah dan ia tidak mengeluh. Sekali saja aku ingin ia-

"Aku sudah kenyang. Bagaimana denganmu? Apa kau lapar? Atau ingin istirahat kembali?"

"Belum," aku menggeleng, "Aku-," ini terkesan aku yang aktif, tapi aku hanya ingin membagi. Bukankah kami telah berkomitmen. Maka bukan hal aneh menurutku saat isyarat dengan menepuk sisi ranjang yang kosong untuknya. Alisnya menaut drastis. Memang, seumur hidupku, tidak pernah sekalipun meminta seorang pria mendekatiku, kecuali mereka yang menghampiriku. Tapi, sama seperti yang aku jelaskan tadi.

Sasuke tampak ragu menghampiriku. Hati-hati ia duduk di ranjang dan menatapku. Sedikit perasaanku bergejolak mengetahui jemariku menyentuhnya secara spontanitas. Air mukanya pun menunjukan hal tersebut. Tapi tidak kupungkiri, aku mengkhawatirkannya. Sasuke juga tidak memberi respon negatif.

"Aliran darahmu kacau."

"Mungkin karena baru bangun-"

"Apa mimpi buruk?" tanyaku cepat. Agak menyesal kalau itu memang benar. Dan aku mulai paham saat ia tersenyum –benar.

Aku ingin meringankan pundaknya. 26 hari yang tersisa kini bukanlah waktu yang lama. Maka kupersilahkan pundakku untuk menopang dagunya. Tanganku yang terbuka lebar untuk menerima tubuhnya dan kukunci dalam pelukan yang mungkin bisa menyambut dengan rasa hangat. Kuusap punggungnya yang lebar –hingga aku merasa larut perlahan dalam kenyamanan pelukanku sendiri.

"Kadang merasa lemah tidak terlalu buruk. Kau bisa bersandar sejenak pada orang lain," kurasakan nafasnya mulai teratur dan dagunya bersandar sepenuhnya. Sedikit sentuhan chakra di salah satu titik tubuhnya –Sasuke terlelap.

Kurebahkan Sasuke di ranjang perlahan. Berusaha membuatnya nyaman. Di ranjang yang tidak terlampau besar itu aku bersedia membagi sedikit tempatku. Hingga kini, hanya ini yang bisa kuberi. Sedikit yang dapat kubagi, karena batas penghalang di antara kita masihlah ada.

Ku berbaring menatap langit-langit di sampingnya. Ku ubah posisi untuk melihat wajah tengang itu kembali.

"Kau terlampau tertutup," aku menguap dan setengah sadar berucap-

.

.

.

.

"Bagaimana aku … bisa mencintaimu, Sasuke?"

oOo

Cela sempit itu menutup kembali. Pegangan pada gagang pintu mengerat. Rahangnya mengeras –membuktikan ia menahan letupan emosinya. Kelopak matanya menutup untuk mencari ketenangan, lalu terbuka dan menampakan manik berkilau yang tajam.

"Ini di luar rencana."

.

.

.

.


TBC

A/N:

*Bawa-bawa tutup panci* Haiii? XD *lempar parang*

Tuh kan, saya emang telat. Udah berapa lama ya nih fic ditelantarin?*liat tanggalan update*

Weh, hampir TIGA BULAN? Gomeeeen


Bales ripiuuu ^3

mari isozaki: Maaf (_ _) ya. Pukul Sasu aja*lempar ciuman-eh? tatapan maut Sasu* Habis aku ngegalau gara2 dia. Kalau buat ini pasti harus galau*ngga nyambung* Nih dah update J

.

Sasuhina-caem: Makasih XD. Itu Sasu koq. Kan itu plesbek buat chap awal, tentang bagaimana Sasu nembak Hina dengan kegalauannya. Hehe. Ngga papa koq banyak nanya, aku seneng ;). Tau aja kamu aku ngaret ya*siapin tutup panic* Wkwkwk

.

Shyoul lavaen: Apa ini udah panjang ;3 Mati ngga mati tergantung kedepannya aja, aku ngga mau spoiler dulu. Hehe*sok misterius* Udah ada clue tentang perasaan Sasu koq di sini. Baca ya ;) *tabok* Maaf ngga bisa cepet.

.

lavender hime chan: Apa udah panjang? Nyehehe sori ngga kilat ya. Baca lagi?

.

suka snsd: Wah, makasih ^^ Chap awal emang prolog, jadi dibuat agak –emang- ngga jelas kayak authornya. Nyehehe. Typo emang masalah aku, jdi mohon bantuannya ya (_ _). Salam kenal juga

.

S.Y: Makasih konkritnya. Udah aku edit semoga yang ini ngga ada ya. Sasu mati? Emm… baca aja ya*sok misterius lagi* Maaf ya kalo agak lambat, soalnya aku baru pengen belajar dapet feel-nya. Nih dah update :)

.

Yukio Hisa: Wah, seneng ada yang mau dating lagi^^ Pendek ya? Moga2 sekarang engga ya. Nih dah update. Makasih.

.

Unna 'Uchiha Hinata: Kurang panjang?*nangis di pojokan* Sasu cinta Hinata? Ada cluenya koq. Baca aja :D ya. Kalo soal mati, rahasiaaaa*kabur* Nih dah update

Lollytha-chan: Udah update. Makasih

.

Yui-chan: Typo? Akhhhh!*jejeritan* Iya, aku selalu bermasalah karna itu. Aku juga butuh kosa kata baru. Moga2 sekarang baikan dikit ya J Makasih saran dan semangatnya ;) Maaaaaf juga ngga bisa update kilat. Silahkan nikmatiiii

.

uchihyuu nagisa unlogin: Hime di sini tegar, tenang ajaaa . Yg calon cengeng mungkiiiin *pip* Hehe. Apa sekarang dah panjang? Maaf ya, kemaren pendek. Moga2 yg ini ngga.

.

Kaka: maaf alurnya lambat, soalnya aku mau nyoba dapet feel mereka. Tapi udah ada clue koq, kalo Sasu suka ma Hina dari kapan*rada samar sih* Makasih dah mau baca. Baca lagi? ;3

.

R: Sasu ngga mau ngapa-ngapain koq, cuma, ada sesuatu antara Sasu dan Tetua Konoha*spoiler deh ^3^ Itu emang karena kekurangan aku dalam kosa kata*ngaku* Makanya, aku mau belajar lagi jadi lelet deh updatenya*alesan itu* wkwkwk…. Nih dah update dan pasti dilanjutin koq

.

demikooo : udah update. Makasih baca lagi?


Bersedia untuk review lagi? Arigatou minna-san ^^

-Mei Anna-