.

A fanfiction by quillie

.

I'm Nesia, I'm from Indonesia

Disclaimer : Hetalia belongs to Hidekaz Himaruya

Warnings : You know all the risk, right? XD

Here we go!


Pagi yang cukup panas di Hetalia High School untuk ukuran musim gugur. Meskipun panas begini toh, murid-murid tampak bersemangat (pengecualian untuk England). Alasannya? Pertama, secara, ini masih pagi dan kedua, ini tahun ajaran baru! Setelah libur sepanjang musim panas, inilah saatnya bagi mereka berbagi cerita.

"Oi, suntuk amat?" sapa America ceria.

Spain ikut nimbrung. "Tahun ajaran baru nih, semangat dong!"

England yang kedua bahunya ditumpangi siku kedua temannya hanya bisa menghela napas. "Summer break kemarin kan, aku nggak sepenuhnya libur. Biasa lah, urusan OSIS. Mana ketos lagi. Bah."

"Hei, England, junior kita cantik-cantik nggak?" sahut France tiba-tiba dari belakang sambil mengibaskan rambut pirang kebanggaannya itu. Spain dan America menoleh, serempak menggumamkan "oh-so-France."

"Tanya saja Germany atau Austria. Yang menginterview murid barunya mereka, bukan aku," jawab England seadanya tanpa menoleh. Muka-muka seperti Germany atau Austria cukup untuk membuat murid-murid baru itu keder. Yah, itulah kenapa.

"England, hari ini belum ada pelajaran, kan?" tanya America masih penuh dengan semangat. England mengangguk.

"YAY!" sorak America, Spain dan France berbarengan.

"Asyik! Bisa godain Romano lagi!"

"Makan, makan, makan~"

"Waktunya berburu cewek-cewek cantik~"

Mungkin seisi Hetalia High School ini cuma England yang harus sedikit lagi berkutat dengan kertas-kertas memuakkan. Nasib, oh, nasib.

England membuka pintu ruang OSIS dan menemukan Germany sedang beberes dan nggak menyadari kehadiran England, saking seriusnya mungkin. Meja England sendiri juga sudah bersih, padahal kemarin sangat berantakan.

"Thanks, Germany," ujar England tersenyum. Ada untungnya juga punya temen suka bersih-bersih.

England duduk di kursinya, mencari-cari berkas yang harus dia selesaikan. Seingatnya, berkas-berkas itu ia taruh di atas meja. "Um… Germany, berkas yang kemarin ditaruh mana?"

"Cari sendiri," jawab Germany singkat, masih sibuk dengan acara beberesnya.

"Kau buang ya?" tanya England panik.

"England, 'cari sendiri' dan 'sudah kubuang' itu sangat jauh," sindir Germany datar. "Kutaruh di lemari, di dalam laci, tumpukan di kanan, dua dari bawah."

England mengikuti instruksi Germany dan akhirnya menemukan berkas yang dia inginkan. "Canggih juga kau, Germ."

"Jangan panggil aku 'Germ' (kuman)," tegas Germany dengan aura yang nggak mengenakkan.

"Heheh…" jawab England nyengir. "Maaf, maaf."

Tiba-tba terdengar sebuah suara geraman dari luar ruang OSIS. "Diamlah! Jangan memberontak, Junior!"

"Austria? Tumben dia teriak-teriak," tebak England. Germany juga berhenti dari ritualnya.

Benar saja, Austria datang dengan wajah tertekuk dan seorang murid perempuan tomboy yang sama jengkelnya. England menaruh berkasnya di meja, bersiap mendengarkan masalah baru apa di pagi pertama tahun ajaran baru.

"Kenapa harus kesini, sih, Kacamata? Aku cuma terlambat dua menit! Apa masalahnya sih, dengan dua menit itu? Lagipula tadi itu macet! Dan macet sama sekali bukan salahku! Kaupikir aku harus naik pesawat ke sekolah, hah?" dengus murid baru itu berapi-api.

"Kau kan, bisa berangkat lebih pagi—Akh, sudahlah. England, kau sudah dengar sendiri, kan?" ujar Austria hampir menyerah. "Ruang detensi sedang kosong. Switzerland sedang izin. Makanya kubawa dia kesini."

England mengangguk. "Siapa namamu? Aku lupa," tanya England.

"Nesia."

"Personifikasi negara Indonesia, ya? Yah, nggak heran," siul Germany kemudian kembali ke acara beres-beresnya.

"Dengar Nesia, peraturan tetap peraturan. Siswa yang datang terlambat barang sedetik setelah pukul tujuh, harus dikenai sanksi."

"Tapi—"

"Lagipula, kau murid baru. Setidaknya, bersikaplah sopan pada seniormu, bukan membentaknya," ujar England menasehati. Yeah, that's what old men do.

"Alah! Bawel banget jadi orang. Ya, ya, ya, maaf sudah membentakmu, Kacamata," ucap Nesia bersungut-sungut. Austria memutar matanya kesal.

"Nah, karena kau sudah berani membentak seniormu, kupikir kau pantas mendapat hukuman tambahan," kata England menunjukkan seringainya sambil ia membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan Nesia.

Nesia terdiam. Diam-diam ia mengepalkan tinju di balik punggungnya.

England menegakkan badannya. "Ada pertanyaan lain?"

Nesia menggigit bibir bawahnya. "Ugh… oke, cepat katakan apa sanksinya."

"Anak baik," senyum England.

.

"Katakan kalau kau cuma bercanda," ucap Nesia dengan mulut menganga, melihat halaman belakang sekolah yang amat luas dan penuh dengan rumput-rumput liar.

"Aku nggak pernah bercanda soal hukuman. Just do it now," suruh England berbalik dan berjalan ke arah sebuah batu besar. Nesia yang geram mengepalkan tinjunya ke udara seolah bersiap menonjok England.

England duduk di batu itu dan membuka sebuah buku. Ia melirik Nesia. "Apa yang kau tunggu? Kerjakan sekarang."

"Ta-tapi… uh, aku nggak ikut acara orientasi siswa, nih? Gimana kalau sepulang sekolah saja?" tanya Nesia menawar.

"Nope. Sekarang. Inilah akibatnya kalau melanggar aturan," geleng England. "Tapi, kalau kau memang ingin ikut orientasi siswa, percayalah, acara itu pasti membosankan buatmu."

"Mending. Daripada disuruh nyabutin rumput," gerutu Nesia pelan.

"Kau bilang apa tadi?" tanya England.

"Nggak! Bukan apa-apa, kok. Heheh…" jawab Nesia memaksakan sebuah cengiran. Ia langsung jongkok untuk mencabuti rumput.

"Ini penyiksaan atau apa, sih? Men, dua menit hasilnya dua hektar! Bener-bener nggak sepadan. Apalagi ketemu ketos yang sok cool itu. Berani jamin, dia pasti ketawa-ketawa dalam hati ngeliatin aku jongkok-jongkok kayak kodok begini. Cih," rutuk Nesia dalam hati. Agak kepedean dan dilebih-lebihkan, sebenarnya.

"Kudengar, orang-orang di Indonesia ramah-ramah. Kenapa personifikasinya malah sama sekali nggak ramah?" tanya England memecah hening, setengah menyindir.

"Memang," jawab Nesia sambil terus mencabuti rumput. "Rakyatku nggak ikut paham individualisme. Mereka senang gotong royong, bahu membahu membantu sesama. Sekalipun mereka belum saling mengenal, mereka mau membantu jika dibutuhkan. Tapi kalau sudah diperlakukan seperti ini nih, hm, kau bisa bayangkan sendiri."

"Masih nggak terima?" tanya England tertawa kecil. "Gimana dengan keadilan di negaramu? Hm?"

Nesia terdiam sebentar. "Yah, banyak orang bilang, hukum di negaraku tergolong 'aneh'. Kau tahu, pejabat negara yang korupsi hingga milyaran, hanya dipenjara selama 3,5 tahun. Sedangkan seorang miskin yang mencuri ayam, dipenjara 5 tahun."

Kali ini England benar-benar tertawa. "Benarkah?"

"Tapi negaraku berusaha, kok, supaya keadilan tetap ditegakkan. Contohnya, mulai tahun depan, hukuman bagi koruptor dan teroris sama sekali tidak akan diberi keringanan," elak Nesia bangga. "Semoga saja berjalan dengan baik."

"Begitu, ya," gumam England.

Kemudian hening.

Nesia yang memang dasarnya rame, kurang nyaman dengan suasana tenang begini. Entah kenapa, suasana tenang malah membuat moodnya makin memburuk. "Oh Tuhan, apa disini cuma aku yang terlambat?"

"Maksudmu, kau ingin orang lain juga melanggar aturan?" tanya England tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku yang entah apa isinya. "Kalau semua orang sepertimu, dunia bisa amburadul, tahu."

"Kalau begitu, bercelotehlah. Aku bosan!" suruh Nesia seenaknya. Ia mulai mencabuti rumput dengan kasar.

"Enak saja. Aku nggak beminat," sahut England. "Selesaikan saja hukumanmu. Nggak usah rewel."

Nesia kembali menggerutu.

.

Nesia sampai di kantin sambil memijit-mijit punggungnya yang pegal. Satu hal yang dipelajarinya hari ini, mencabuti rumput secara manual sangat tidak baik untuk kesehatan tulang. Untuk itu dia ingin segelas susu coklat dingin di kantin.

"Hei, Indon."

Nesia memutar matanya. Ia baru ingat kalau adiknya juga bersekolah di Hetalia High School. Tahun-tahun ini bakal jadi neraka baginya. "Apa? Kau ingin menertawaiku karena aku nggak ikut orientasi cuma gara-gara terlambat? Silahkan. Asal jangan ganggu hidupku. Minggir!"

Nesia bisa mendengar Lay tertawa setan sembari ia berjalan menjauhinya. Adiknya itu benar-benar tak tahu terima kasih. Dia pikir, dia bisa 'besar' begitu karena siapa?

"Ugh, sudah. Daripada hancurin mood sendiri, mending aku cari teman baru," ujar Nesia menenangkan dirinya sendiri.

"Kalau kau bicara sendiri seperti itu, aku ragu kau bakal punya teman dengan mudah," ucap seseorang. Nesia menoleh ke sumber suara dan menemukan seorang cowok dengan plester di hidungnya sedang tersenyum ke arahnya.

Nesia nyengir. "Eheheh… maaf."

Cowok itu melihat nampan yang Nesia bawa kemudian menatap Nesia lagi. "Indonesia, ya?"

"Nesia saja," jawab Nesia. "Dari mana kau tahu?"

"Ayolah, kau sedang membawa sepiring nasi dengan 'black stew'[1] itu. Siapa yang nggak tahu kalau kau itu personifikasi Indonesia, Nesia," jawab cowok itu santai. "Aku Australia, panggil Aussie saja, ya."

Nesia mengangguk. "Aku menyebutnya rawon, Aussie. Mau makan bareng?"

"Boleh," jawab Aussie.

"Hei, hei, boleh ikut?" tanya Lay ikut nimbrung. Nesia mengerutkan dahinya.

"Nggak bo—"

"Nggak apa-apa, kok. Lebih rame, lebih seru," jawab Aussie setuju.

Saat itu juga, Nesia ingin melempar rawonnya yang masih panas ke muka Lay. "Aaargh! Lay! Nggak punya kerjaan lain apa?"

Tahu bagian terakhirnya? Nesia dikacangin selama makan siang.

.

Nesia menghela napas sambil menggantungkan ransel kosongnya ke pundak. Hari ini memang bukan yang terburuk, tapi Nesia benci hari ini. Bangun kesiangan, terlambat masuk sekolah, kena detensi, gagal cari teman baru, ditambah acara orientasi yang membosankan. Oh! Satu lagi, sekelas dengan Lay.

God, the harder she tries, the less it's working.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya. Nesia menoleh. "Hai."

"Oh, hai, Aussie," jawab Nesia tersenyum. "Ada apa?"

"Tidak ada," jawab Aussie memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. "Cuma ingin mengajakmu pulang bareng."

"Indon sedang sibuk mengurusi masalah di negaranya. Kudengar dia akan me-reshuffle kabinetnya. Ya, kan, Indon? Gimana kalau pulang bareng aku saja?" Tiba-tiba Lay muncul dari balik punggung Aussie.

"Seingatku, namanya Nesia, bukan Indon," ujar Aussie mengerutkan keningnya.

"Ah, itu panggilan sayangku untuknya," jawab Lay, melirik sinis Nesia.

"Yap! Dan 'Alay' adalah panggilan sayangku untuknya," sahut Nesia memalsukan sebuah senyum manis yang sekaligus terlihat menyeramkan. Nesia bisa melihat ada rasa takut di mata Lay. "Ambillah, Alay. Aku nggak tertarik."

"Lho? Aku kan, ingin mengajakmu, bukan Lay," kata Aussie bingung.

"Lain kali saja, ya Aussie. Alay benar, aku masih ada urusan. Dah!" ucap Nesia sambil berlalu pergi. Baginya, lebih baik segera pergi daripada harus berlama-lama melihat Lay.

Nesia berjalan santai sambil sesekali menendang kerikil-kerikil yang ada di jalanan. Sebenarnya, rumahnya cukup jauh dari sekolah. Tapi Nesia ingin jalan-jalan sebentar, minimal untuk menghilangkan penatnya mengurusi urusan negara yang makin lama makin rumit.

Di tengah perjalanan, Nesia melihat seorang cowok membuang kaleng sodanya sembarangan. Sebuah ide jahil terlintas di benak Nesia.

KLAK! PLETAKK!

"GOOOOLL!" teriak Nesia meloncat senang dan tertawa saat tendangannya tepat mengenai kepala cowok yang membuang kaleng sodanya sembarangan.

Cowok pirang itu menoleh. "Hei! Bodoh! Kaupikir kepalaku gawang apa?"

"Ck, kau lagi, kau lagi," Nesia mendecak sebal. Cowok yang kepalanya benjol itu ternyata England. Alisnya yang tebal itu membuat Nesia mudah menghafalnya. "Kausebut dirimu Ketos? Cih, membuang kaleng soda ke tempatnya saja nggak mau."

"Leave me alone," jawab England lengkap dengan aksen British-nya yang seksi.

Nesia mengangkat sebelah alisnya, lalu menghampiri England. "Ada masalah, ya?"

"Bukan urusanmu," jawab England singkat (lagi).

"Oke, gak masalah. Kupikir kau butuh bantuan atau apa," jawab Nesia mengedikkan bahu. "Sampai jumpa besok, Ketos!"

"Tunggu."

Nesia berhenti berlari dan berputar. Nyengir. "Berubah pikiran?"

"Karena kau juga cewek, kupikir kau tahu jawabannya. Menurutmu, kalau orang yang kau sayangi mengkhianatimu, apa sebabnya?"

"America, ya?" tebak Nesia menggoda. Nesia kenal America cukup lama. Yang mengelola (atau mengeksploitasi?) Freeport kan, America. Dan seingat Nesia, America's Revolution War ada sangkut pautnya dengan England. Dan para fujoshi menerjemahkannya dengan 'cara' mereka sendiri.

Kalau saja ini komik, mata England pasti sudah berubah putih semua dan ada kerutan otot di kepalanya. "Bodoh! Jawab saja pertanyaanku!"

Nesia terkikik melihat reaksi England yang begitu... tsundere. "Cowok ini lagi jatuh cinta rupanya. Tapi sumpah, aku nggak bisa nebak kalau ketos sialan ini suka sesama jenis."

"Ada berjuta-juta alasan kenapa seseorang berkhianat, sampai-sampai aku nggak bisa menyebutkannya satu per satu," jawab Nesia berjalan mendekati England. "Tapi, kalau kau benar-benar ingin tahu apa alasannya, kau bisa tanyakan itu pada hatimu. Kalau kejadiannya baru hari ini, justru lebih gampang lagi kau menemukan alasannya."

England terperanjat. "Dari mana kau tahu…?"

"Yah, tadi pagi saja, kau masih bisa menceramahiku dan menertawai nasib negaraku," jawab Nesia mengedikkan bahunya. "Prediksiku benar, ya? Asyik~"

England hanya diam. Kehabisan ide, Nesia malah menonjok lengan England keras-keras.

"AWW! Kau ini kenapa, sih?" reaksi England, mengelus-elus lengannya.

"Jangan bersikap seperti hanya kau yang pernah dikhianati. Gini-gini, aku udah berkali-kali dikhianati. Itu bukan akhir dunia, kok," hibur Nesia sembari mengenang masa lalunya. "Tunggu. Kenapa aku jadi menghiburmu? Kau kan, sudah menghukumku. Ini nggak adil!"

England tertawa kecil mendengar celoteh Nesia yang plin-plan. Nesia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 04.37 sore.

"Sebaiknya aku pulang sekarang. Dah, Ketos!" pamit Nesia sambil berlari meninggalkan England yang sedang galau.

England hanya mengangguk. "Bocah aneh."

It Might Continue


[1] Black stew = gak tau dari mana, teman aussie saya nyebut rawon itu black stew, sambil ngeri-ngeri gimana gitu nyebutnya.

Author's Note : Hm, fic pertama saya di fandom ini. Lagi bosen sama fandom tempat saya nongkrong. Pairing belum jelas, (saya masih harus semedi dulu di WC (?)) jadi untuk amannya, genre-nya friendship dulu. Yang jelas, tokoh yang nantinya akan saya ceritakan ya seputar mereka itu. Ada ide atau usul? Review please! Thanks!