Title: Pay Me with Money

Fandom: Harry Potter (Indonesia)

Rate: M

Genre: Romance, Humour, Drama

WordCount: 2,050

Pairings: DMHP/Drarry. Slight: Blarry (aneh banget ya? ._.)

Warning: Slash/BL, OOC for good, penyisipan kata-kata non-formal

Setting: full AU—no magic

Hana's Notes: Hullo, still Kaze or Hana, bebas dari HIATUS buat ngetik~ tapi masih ga-bebas-Hiatus karena kelas 9. ._. Maaf buat multi lagi, ide ini lolompatan di otak Kaze. T_T forgimme! #sujudkereaders lanjut—Happy Reading and Enjoy!


Summary::

Harry tidak tahu harus berkerja apa untuk membiayai ketiga adiknya sampai seorang pria pirang berkata, "Jadilah tunanganku dan kubayar berapapun kau mau." M for suggestiveness later. AU. Drarry. RnR?

.

:.:

:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.: :o: :.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:

#0

-:: P R O L O G U E ::-

::

Harry Potter © J.K. Rowling

Pay Me with Money © HanariaBlack

:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.: :o: :.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:

.

:.:

Harry Potter berjalan di sebuah gang kecil agak kumuh, wajahnya tertekuk, dan tangannya terasa dingin di musim gugur itu.

London.

Kenapa jadi sangat sulit mendapatkan pekerjaan di London? Harry sudah hampir dua jam mencari apapun agar bisa mendapatkan pekerjaan, dan hasilnya nihil. Tak ada yang mau menerima lamaran kerja. Satupun.

Sebenarnya, Harry yang sudah menolak berkerja disana juga... kenapa? Atasannya, orang yang pangkatnya lebih tinggi darinya, kebanyakan memiliki otak.. aneh.

Dan dua pertiga dari mereka pedofil. Dan penyuka sesama jenis.

No way in hell Harry mau berkerja disana kalau keperawanannya berada dalam kondisi yang sangat berbahaya. Selain butuh upah—hasil kerja, karena kalau upah kesannya ia adalah buruh bangunan—untuk menghidupi ketiga adiknya, Harry juga butuh ketenangan dan keselamatan kerja. Ia ingin uang bersih, bukan uang haram.

Bulu kuduk Harry meremang seketika mendengar ada siulan tinggi dari belakangnya.

Ya ampun.

Tidak lagi.

Seharusnya ia tidak perlu memilih jalan gang begini!

"Cewek," siulan, dan Harry mempercepat langkahnya. "Cantik, godain abang dong."

Harry tidak salah dengar. Cewek? Harry Potter, cewek? Biarpun kejadian ini sering menimpanya, tapi Harry paling anti kalau yang melakukannya adalah orang-orang tak jelas macam pengangguran begini—yang baunya tak lebih baik dari bau tempat sampah di depan rumah bibinya yang pelit minta ampun—ini membuat Harry terhina, sekedar informasi, kalau kau ingin tahu.

Juga, soal kata-kata kotor 'godain' itu, ENGGAK BANGET. Harry adalah cowok yang bersih dari segala hal yang tidak pada tempatnya.

"Cewek, namanya siapa sih?" Harry menggerutu pelan, lalu menahan dirinya untuk tidak melempar tong sampah terdekat pada cowok-cowok gak jelas di belakangnya. "Cewek, mau dong jadi pacar abang."

Harry terus berjalan, lalu menghela nafas lega melihat jalan keluar dari gang yang sekarang dilaluinya itu. Ia menatap jalan besar yang dilalui mobil-mobil mewah itu, dan ketika wajahnya hampir menyentuh cahaya matahari yang menerobos celah-celah, sebuah tubuh besar berotot menghadangnya dengan tingginya yang semeter lebih tinggi dari Harry.

Harry nyaris melongo, dan ia menyadari tidak bisa mundur kalau tidak mau bertubrukkan dengan orang-orang yang bersiul-siul kurang ajar tadi. Ia masih membalas tatapan orang besar tinggi itu dan menahan keinginannya untuk tidak menggampar orang ini; karena kalau ya, dirinya yang bakal kena gampar dan mati duluan.

"Kau cewek atau cowok?" tanya pria besar itu, suaranya sangat keras. Apa tidak ada pihak keamanan yang bisa memenjara orang ini? Serius, orang ini badannya besar berotot; kenapa tidak bisa kelihatan? Apa pihak berwenang-apalah itu terlalu buta?

Harry memikirkan jawaban untuk orang besar itu, lalu mendapat jawaban yang mungkin bisa membantunya keluar dari situasi ini.

Harry memainkan rambut hitamnya dengan jari telunjuk, memasang ekspresi wajahnya memelas, dan mendengar bahwa orang yang mengikutinya ber'waaaah' dengan najisnya. Harry mengeraskan suaranya agar lebih macho tapi membuat suaranya bergelombang dan berkata,

"Aku banci, tahu yaaaang~ kamu-kamu mau apa ciiih~?"

Dan sesuai pemikirannya, si pria besar dan pengikutnya yang tadi bersiul dan ber'waaaaah' tadi langsung menghela penuh kelesuan. Harry berterima kasih pada siapapun yang membuat dirinya bisa terdengar sangat bencongisme.

Dengan hati agak ringan tapi masih berat karena butuh pekerjaan, Harry keluar dari gang sempit itu dengan senyuman yang bahagia.

::

"Apa masih ada tawaran pekerjaan untuk saya?" tanya Harry, memasang tampang paling kasihan dan menderita yang dibisanya. Ibu-ibu gendut besar menatapnya sadis, mata hitam galaknya melotot.

"SIAPA KAMU?" semprot si ibu dengan suara maha dahsyat. "NGAPAIN KAMU MINTA-MINTA DI DEPAN TOKO SAYA? MAU NYARI MATI YA, HAH? KAN UDAH SAYA TULIS GEDE-GEDE KALAU SAYA GAK NERIMA PENGEMIS!"

Harry menurunkan tangannya—memang benar, tadi posenya sudah seperti peminta-minta—tapi ia merasa terhina. Tanpa rasa takut, Harry balas menatap kejam ibu-ibu bertampang galak itu.

"Ibu, saya mahasiswa. Saya butuh pekerjaan untuk tiga s—"

"SAYA TIDAK PEDULI!" suara ibu-ibu itu memekakkan telinga, membuat Harry harus bertahan hidup dengan cara menutup telinganya dengan kedua tangan. "MAU KAMU BUTUH PEKERJAAN UNTUK TIGA SUAMIMU—"

"Saya belum menikah, bu!"

"BODO AMAT!" semprot si ibu lagi, lalu mengacungkan sapunya tinggi-tinggi. "KELUAR KAMU!"

Harry berdecak dalam hati, lalu keluar dari toko itu dengan hasrat ingin membanting pintunya sampai jebol. Tapi, mengingat resikonya yang membahayakan, Harry berusaha mengademkan emosinya.

::

"Saya tidak memiliki staff kosong lagi, nak," kata bos perusahaan yang akhirnya mau menemui Harry itu. Rambut hitamnya keriting dan pria itu menopang dagunya, menatap atas-bawah tubuh Harry, membuat Harry merasa tidak nyaman. "Tapi, yah, untuk orang seperti kamu, sepertinya saya ada kursi kosong."

Harry melihat tatapan itu—tatapan pedofil dan biseks—tapi ia memutuskan untuk mengira tidak melihat apa-apa. Berdeham profesional, Harry bertanya,

"Pekerjaan apa yang anda tawarkan, pak?"

Pria itu mendekat, dan Harry memaksa tatapannya tetap datar ketika mata biru itu penuh dengan nafsu.

"Manajer Pribadi, yang sangat pribadi."

Harry mendorong pria itu, membuka pintu dengan nafas nyaris tersenggal, dan menutupnya dengan debam keras.

::

"Selamat sore. Mencari pekerjaan, ya?" seorang bapak-bapak berkumis tebal, berkemeja mewah, berkulit gelap, dan menghisap cerutu menyapa Harry yang sedang duduk di bangku taman kota. Harry mengangguk saja, tidak berniat bertanya darimana si bapak itu tahu kalau ia sedang mencari pekerjaan dan ia berusaha tidak meludah ketika bapak-bapak itu duduk di sampingnya. "Namamu siapa, nak?"

Harry hampir menceploskan nama aslinya. Tapi, demi kebaikan bersama (tidak tahu siapa yang dimaksudkannya ini), Harry membalas, "Harrison Black, tuan."

"Nama yang sangat unik unik untuk zaman modern begini. Kukira kamu itu keturunan si Regulus Black itu," kata si bapak, tampak terkejut, lalu tertawa. Tapi, senyuman di mulutnya yang hampir tertutup kumis mengembang. "Kamu butuh pekerjaan?"

Harry mengangguk, menatap si bapak itu bisa memberinya tawaran pekerjaan, dan tidak mesum, pedofil, atau sejenisnya.

"Baik, baik..." si bapak itu memperhatikannya terlalu berlebihan. Sebelum Harry sempat bertanya, bapak itu membuka mulut terlebih dahulu. "Oh ya, ngomong-ngomong, saya belum memperkenalkan diri, Mr Black," si bapak-bapak itu menjulurkan tangannya, dan Harry menyalami tangan kasar itu dengan senyuman yang agak memaksa. "Saya, Blake Zachary, adalah asisten khusus Mr Draco Malfoy dari Perusahaan Malfoy. Tentunya, Mr Black mengetahui perusahaan itu bukan?"

Harry mengangguk. Perusahaan Malfoy sudah lama dikenal sebagai perusahaan terbesar ketiga di dunia yang memproduksi macam-macam sepatu dan barang-barang elektronik terkenal yang banyak diimpor ke luar negeri. Tapi, orang semacam Harry, tidak mengambil barang-barang berbau permata itu ke rumahnya. Ia lebih menyukai sesuatu yang sederhana tapi berfungsi tinggi.

"Nah, saya memiliki misi penting sebagai asisten khusus Mr Draco, Mr Black," kata Mr Zachary. "Pekerjaan ini sangat mudah, dan Mr Black tidak perlu membayar apa-apa untuk pekerjaan ini."

Mendengar nada penawaran disana, Harry mengangkat alis. "Apa tidak ada spesifikasi lebih lanjut tentang pekerjaan ini, Mr Zachary?" tanyanya, berusaha terdengar profesional.

Mr Zachary tertawa, dan ia berkata, "Mr Black bisa menjamin saya. Hanya saja, saya memperlukan kesediaan anda agar mau ikut di wawancara—"

"Maksud anda, saya masuk berkerja di PerusahaanMalfoy?" potong Harry kaget. Bodoh, kenapa ia baru menyadarinya? "Saya—"

"Oooh, tidak, tentunya, Mr Black," Mr Zachary balik memotong, sambil tertawa kecil. "Mr Black bisa mengunjungi kami, Perusahan Malfoy, dan mengetahui rinci tugas nanti yang akan diberi—"

"Akulangsungmasukkerja?"

"Tidak, tidak, Mr Black, anda semangat sekali, ya," balas Mr Zachary, tertawa lagi. "Mr Black akan diberi penjelasan tentang pekerjaan ini oleh Mr Draco Malfoy, lalu Mr Black tinggal bicara—" disini, suaranya jadi terdengar agak ragu. "—menerima atau tidak pekerjaan yang ditawarkan. Jika Mr Black menerima, akan diberikan rinci tug—maaf, pekerjaan yang nanti akan dikerjakan."

Harry menggigit bibirnya untuk beberapa saat. Tiga adiknya, Jamie, Allie, dan Lillers, membutuhkan dana untuk melanjutkan sekolah mereka, dan deadline-nya itu besok. Kalau sampai lusa ia tidak mendapatkan pekerjaan.. ia takut mereka akan protes (Jamie).. atau marah (Allie).. atau mogok makan (Lillers).. atau lebih parah lagi, mereka bisa dikeluarkan dari sekolahnya.

"Bagaimana, Mr Black?" suara bisnis Mr Zachary terdengar, dan Harry mendongakkan kepalanya. Berpikir sebentar untuk mematangkan persetujuannya, yang akhirnya Harry mengangguk.

"Saya terima," kata Harry, menatap mata biru Mr Zachary yang bersinar mendengarnya. "Kapan saya harus ke Perusahaan Malfoy?"

Mr Zachary mengeluarkan sesuatu dari kantung dalam jasnya, dan Harry tidak sempat mengeluarkan reaksi apa-apa ketika lehernya ditusuk jarum suntik kecil yang dipegang Zachary karena kegelapan menyambutnya.

Harry limbung dari tempat duduknya, dan Blake Zachary menarik tubuh mungil itu sebelum Harry menyentuh rerumputan yang diinjak. Blake Zachary mengambil hand-phone dari sakunya, memastikan tidak ada siapa-siapa di taman kota yang sebetulnya sedang dikosongkan atas perintah Mr Malfoy (Blake tidak tahu kenapa Harrison ini malah masuk ke kawasan begini tapi ia tidak mementingkannya), lalu menelepon pewaris utama keluarga Malfoy, atasannya, Draco Malfoy.

"Bagaimana?" terdengar suara dingin dari ujung sana, dan Blake membalas.

"Selesai, Mr Draco Malfoy," suara Blake berubah, tidak lagi seberat suaranya yang palsu. "Saya sudah mendapatkan kandidat yang anda butuhkan."

"Siapa?"

"Harrison Black," kata Blake, memeriksa gulungan kecil yang biasa ia selipkan demi kepentingan misinya. "Yang sebenarnya memiliki nama Harrizar Potter, atau Harry, lebih terkenalnya."

"Potter?" suara atasannya terdengar heran, tapi tetap terdengar dingin seperti biasa. "Aku tidak tahu masih ada Potter di dunia ini."

"Sebetulnya, Mr Draco," Blake membolak-balik buku hitamnya yang diambil dari saku rahasianya. ia menelitit beberapa nama, lalu membalas, "Mr Harry Potter ini memiliki tiga adik sedarah Potter. James Sirius Potter, Altair Severus Potter, dan Lilian Dorea Potter."

Sunyi. "Bawa Harry Potter itu langsung kemari," katanya memerintah. "Cepat."

"Baik, Mr Arrogant," kata Blake, tertawa kecil mengejek. Ia selalu membenci tawanya kalau sudah menyuarai peran bapak-bapak yang dimainkannya itu, kalau mau tahu. "Secepatnya."

Orang di ujung panggilan lain berdecak. "Kau tahu aku tidak suka menunggu, Zabini." dan jaringanpun diputus. Blake Zachary, atau aslinya, Blaise Zabini, mengangkut tubuh Harry Potter, dan membawa tubuh mungil itu ke dalam mobilnya yang diparkir tidak jauh dari sana.

Apakah Draco akan puas dengan keputusannya kali ini? Zabini berpikir, dan ia menatap tubuh mungil yang terpantul di kaca spion mobil hitamnya itu. Harrison Black? Mirip, dengan tulang pipi yang tinggi dan bulu mata lentik dan panjang itu, juga kulitnya yang pucat. Lihat nanti. Apa Harry ini akan tahan mental dalam lingkaran keluarga Malfoy?

Membayangkannya membuat Zabini mendengus, dan ia kembali melirik Harry yang tidak sadarkan diri. Kepalanya bersandar di bahunya lunglai, mata tertutup, dan nafasnya tanpa suara, hanya menimbulkan pergerakan minim dari tubuhnya.

Tangan kirinya terangkat, tetap memantau jalan dengan mata lurus ke depan melihat jalan, dan menyentuh pipi Harry dengan jemarinya.

Tangannya tidak menyentuh pipi itu lagi, dan Zabini terkejut merasakan kelembutan disana. Tangannya meraba pipi Harry lagi, dan—terlalu lembut.

Zabini merasa tarikan aneh, dan tangannya terus mengusap pipi itu, lalu naik ke keningnya, lalu ke rambutnya berantakannya. Rambutnya juga sangat lembut, biarpun terlihat berantakan, Zabini serasa sedang menyentuh kumpulan kapas hitam kelam yang licin di telapak tangannya.

Mata Zabini terangkat, dan merah menyala disana. Lampu merah di trafficlight, selama satu menit.

Zabini memanfaatkannya. Pemuda itu menolehkan kepalanya agar bisa menatap wajah Harry lebih seksama. Sama, seperti di awal ia menemukan 'Harrison Black' ini, ia cantik.

Terlalu cantik. Entah kenapa ia tidak melihat wajah ini dari dulu untuk tugasnya.. Harry cocok dalam pekerjaan ini.

Tanpa sadar, wajahnya mendekat, dan Zabini memberi ciuman ringan untuk Harry.

Ia meneruskan ciuman 'ringan'nya pada Harry sampai klakson yang menembus kedap suara di setiap sela mobilnya mobil di belakang mengganggu, lalu menjilat bibirnya seraya kembali menjalankan mobil.

Ia melirik lagi wajah cantik itu.

Manis. Seperti bibirnya.

Mengenyampingkan ketertarikannya pada 'Harrison Black' ini, Zabini kembali memikirkan apa reaksi Draco kalau melihat 'pekerja' barunya itu.


To Be Continued...


.

.

Hana's Note::

Thankies for giving me chance to entertain ya! ;) silakan review, dan tergantung reviewer ini dilanjut atau nggak. Wanna let Drarry keep goin'? Make yourself useful; write them more without taking its great qualities. KEEP CALM AND DRARRY ON! #demomentangmentangudahUTS XD yep, review sangat berharga~! =)

Comments such reviews will make the Authors happy! Review, da? ;)


Chocolate brownies,

-Hana,

Finished on 14th of October, 2011.