Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

Masashi kishimoto-sensei, pinjem chara Narutonya ya *bows*

Pairing: SasuFemNaru

Genre: Romance and Friendship

Rated: T

Warning: AU, Typo(s), OOC, gaje, Newbie, SasuFemNaru

.

Summary: Naruto Uzumaki, anak cewek yang periang, manis, dan imut. Meskipun kyuubi tersegel dalam dirinya, orang-orang di konoha menyukainya, hidup yang menyenangkan, tapi karena kyuubi sekarang dia di incar…

Pair: SasuFemNaru, and many more, my first fic, Newbie, DLDR, but… mind to RnR?

.

A/N: *Running away... … … …* 33====(wOAQ)w

I'm so sorry for very late update!

Thanks To:

devilojoshi | imam . sholkhan | Celica Sylphil | Nauchi KirikaRE22 | Akira No Sikhigawa | dony . dsahaja | 989seohye | Arum Junnie | Uzumaki Prince Dobe-Nii | a first letter | Riza | Agung Moelyana | mendokusai144 | missingnin68 | Vienny coutswan | akbar123 | Demetery Daeltha | yamashita | Hanako-chan45 | thedy76 | Namikaze Kevin | Thetrue AngelBeast | su | Anaatha Namikaze | Akira Naru-desu | Red'Ocean | elfarizy | Aristy | naruk1achan | shibanuma yuki | Nitya-chan | love sasunaru | shirayuki-su | Namikaze Sakura | zhegaa | Namikaze narusaku | yami no hime | waw | lia no hime | Koura Fukiishi | agoezs . sasuke | Hyuuga Dwa ET | aiska . hime-chan | Ymd | Natsuki no Fuyu-hime | nei-chan | Deep'O'world | NarutoNaruko | Careless Anonymous | Yuuki Igarashi | LadySeptiSasuNaru | sasunaru | altadinata | Hikari Syarahmia | UzumakiDesy | zaladevita | dian | Hyun ah | AoiKishi | all GUEST |

Apa ada nama yang belum kutuliskan? .-.

Maaf tidak bisa membalas satu-satu. Makasih koreksinya kemarin! Aku baru sadar kalau ada kalimat yang salah ._.

Wah, itu memalukan QwQ

Nanti aku perbaiki (^_^;)

Ada yang tanya tamatnya kapan? Kurang dari 3 chap sepertinya.

Dan makasih buat minna-san! Kalau gak gara-gara semangat dari review kalian, author gak bakal bisa ngelanjutin fic ini. Buat yg udah ngefave n follow, n sider [kalo ada] juga, arigatou ne. Douzo… (_ _)

.

Bringing The Rain © Kiriya Diciannove

.

.

Hutan yang sekarang dilewati Naruto bersama dengan Itachi dan Kisame itu tampak sangat tenang dan sepi, bahkan tidak nampak ada satu pun hewan yang terlihat disekitar mereka. Suasana yang tampak mencekam, meskipun begitu mereka masih terus berjalan menuju semakin masuk ke dalam hutan.

'Setelah laut, sekarang hutan. Jangan-jangan setelah ini gunung atau gurun,' batin Naruto sambil menatap kedua orang yang tidak berbicara apapun sedari tadi itu. 'Bahkan rasanya sekarang seperti berjalan di gurun karena yang terdengar cuma deru angin.'

"Kita sekarang dimana? Jangan bilang kita tersesat! Astaga!" ucap Naruto panik.

"Kita tidak tersesat. Teruslah berjalan."

Hening.

"Fuuuh… ini membosankan. Sepi sekali." Gerutu Naruto sambil menendang batu kerikil yang ada di dihadapannya. Gadis itu hanya bisa mengeluarkan gerutuannya kepada dua orang yang berjalan di depannya itu.

Dua anggota Akatsuki itu hanya menoleh sesaat kepada Naruto lalu kembali berjalan.

"Astaga, ini menyebalkan sekali…" gumam gadis itu pelan. Dua anggota Akatsuki itu hanya diam sepanjang perjalanan, membuat si pirang itu merasa dia sedang berjalan bersama es batu yang mengapung diatas air.

"Kalau kalian terus seperti itu, bisa-bisa aku melarikan diri lho." Ucap Naruto lagi, dan hanya dapat tanggapan dari angin yang bertiup semilir untuk yang kesekian kalinya.

"Ah, sudahlah!" seru gadis itu kesal.

"Sebentar lagi kita sampai, jadi berhentilah mengoceh." Ucap Kisame.

'Aku tidak ingin pergi bersama mereka lagi,' batin Naruto.

[Bringing the Rain]

Gelap, suram, dan banyak lorong yang tidak jelas menuju kemana rasanya sudah menjadi tempat yang sering gadis itu lihat. Meskipun begitu, dia tetap saja sering tersesat. Dia tidak bisa menyukai tempat seperti itu, dan itu masih berlaku sampai sekarang.

"Aku tidak tahu kalau Akatsuki memiliki markas di tempat seperti ini." Ucap Naruto sambil menyentuh dinding tempat itu. Lembab dan Suram.

"Akatsuki memiliki banyak tempat persembunyian dan banyak rahasia, Na-ru-chan~" Tobi yang tiba-tiba muncul dan membisikkan kata itu refleks membuat gadis itu mengacungkan kunainya kearah leher Tobi. Seandainya saja tidak tembus, leher lelaki itu mungkin sudah tertusuk benda tajam itu.

"Wow. Slow down, Naru-chan!" Tobi menahan tangan Naruto.

"Oh, maaf. Kau mengagetkanku, senpai!" seru Naruto sambil melepaskan tangannya dari genggaman anggota Akatsuki itu.

"Tidak apa-apa Naru-chan, kepalaku masih berada pada tempatnya."

"Awalnya aku tidak merasakan keberadaanmu, namun tiba-tiba saja muncul didekatku hingga aku kaget. Terkadang senpai memiki aura yang menakutkan."

Entah apa ekspresi yang ada dibalik topeng itu sekarang, si pirang itu tidak bisa menebaknya. Senpai-nya yang satu ini kadang-kadang memang aneh, tampak misterius dan lucu.

"Benarkah?"

"Hm!" gadis itu mengangguk.

"Sudah kubilang kan, kalau anggota Akatsuki masing-masing memiliki rahasia. Dan tentu, rahasia itu bukan sembarang rahasia."

"Aku tahu itu." Gadis itu melirik kearah lain, "Oh, jadi apa alasan senpai ada disini?"

"Hm, tidak ada… aku hanya ingin main-main saja~"

"Senpai, apa kau menikmati peranmu sebagai anggota Akatsuki?"

Meskipun sebenarnya ekspresi dari balik topeng itu tidak terlihat, tetapi Naruto merasa kalau lelaki itu sedang menyeringai.

"Oh~ aku menikmatinya." Sahut Tobi santai.

Naruto menatap senpai-nya, "Kau selalu terlihat bermain-main."

"Ada saatnya untuk serius, dan itu bukan sekarang."

Naruto mengernyitkan alisnya, "Kapan kau serius? Aku tidak pernah melihatnya."

"Nanti kau akan melihatnya. Kau pasti akan kaget, Na-ru-chaan…" pemuda itu menjauh dari Naruto, "Dan ini saatnya aku untuk pergi, sampai jumpa."

Orang itu aneh, dan sekarang makin terlihat aneh saja. Tetapi gadis itu tidak ingin memikirkan hal itu, lebih baik melakukan sesuatu yang bisa dilakukan sekarang.

Naruto mengedarkan pandangan ke seluruh area markas itu, ada beberapa lorong untuk ke tempat lain dan lorong yang menyesatkan. Markas tampak sepi karena anggota sepertinya sedang sibuk dengan misi mereka masing-masing.

"Kupikir ini adalah saat yang tepat untuk pergi." ucap gadis itu dengan seringainya kemudian. "Uh, aku akan mencobanya sekarang. Tentang berhasil atau tidaknya… lihat saja nanti…" Naruto berucap sambil menghela napas pelan.

"Aku ini mudah tersesat… dan aku ini mudah hilang kalau tidak dijaga dengan baik. Aku sudah pernah mengatakannya." Ucapnya lirih.

.

.

.

Mata merah itu perlahan berubah warna menjadi sebiru shapphire. Gadis berambut pirang pendek itu kemudian berjongkok, menatap bayangannya di aliran air danau yang jernih itu.

"Ini lebih baik," ucapnya sambil mengejapkan mata birunya, "Tapi sayang, sepertinya aku memotong rambutku terlalu pendek. Kuharap Teme itu tidak marah, walaupun kelihatannya dia sangat terkejut kemarin."

[Bringing the Rain]

Hanya terdengar langkap derap kaki semenjak mereka berjalan menuju tempat Tsunade untuk melapor. Sasuke hanya diam dengan wajah datarnya, memang itu merupakan hal yang sudah biasa, hanya saja kali ini diam Sasuke tampak tercampur dengan aura marah, kesal. Atau semacam itu. Aura yang membuat orang disekitarnya merasa sedikit tertekan dan membuat mereka tidak ingin berurusan dengan sang Uchiha.

"Dia diam saja sedari tadi, apakah dia tidak apa-apa?" bisik Suigetsu pada Juugo yang berjalan disampingnya.

"Bukankah dia memang selalu diam?" Juugo balik bertanya sambil melirik Suigetsu dengan sudut matanya.

Suigetsu menggeleng, "Tidak, tidak, maksudku setelah kejadian itu. Kau juga merasakan auranya kan! Memangnya siapa perempuan berambut pirang yang ada di situ kemarin?"

"Tidak tahu dan aku tidak mau memikirkannya," ucap Karin ketus sambil berjalan mendekati Sasuke. "Sasuke-kun~"

"Ah, dia galak sekali." Ucap Suigetsu sambil menatap Karin, "Tapi hanya padaku, cih."

Sasuke menoleh sekilas dengan wajah datarnya kepada anggota timnya itu, semua terlihat baik-baik saja. Seperti biasa, misi kali inipun sukses seperti biasanya. Mungkin dia terlalu larut dalam pemikirannya sendiri tentang semua yang terjadi dalam misi ini sehingga tanpa sadar waktu terasa berlalu begitu saja dan dia telah sampai di depan ruangan Tsunade untuk melaporkan hasil misi mereka.

.

.

.

"Hm," Tsunade menatap kertas misi yang baru saja selesai dijalankan oleh tim yang dipimpin Sasuke itu.

"Jadi kalian tidak berhasil mengetahui monster laut itu?" tanyanya lagi tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas itu.

"Tidak."

"Tapi kalian berhasil mengawal kapal itu selamat sampai tujuan, dan itu adalah prioritas utama dalam misi ini. Baiklah, kalian boleh pergi. Aku akan memberikan misi dalam waktu dekat ini. Sampai saat itu, nikmatilah saat-saat kalian untuk beristirahat." Ujar Tsunade.

Ketiga anggota tim Sasuke menunduk hormat, lalu berniat keluar ruangan itu. Tapi tidak dengan Sasuke yang tidak bergeming dari tempatnya.

"Sasuke-kun?" Karin menatap lelaki berambut Raven itu bingung, sementara Tsunade yang mulai mengecek laporan lain ikut mengalihkan pandangannya pada Sasuke. Lelaki berambut raven itu memandang Tsunade dengan raut wajah serius.

"Karin, kau keluarlah. Ada yang ingin kubicarakan dengan Sasuke," ucap Tsunade kemudian sambil menatap gadis berambut merah itu.

Dengan berat hati, Karin mengangguk. Dia berjalan perlahan sambil sekekali menoleh ke belakang, hingga akhirnya dia keluar dari pintu. Menyisakan Sasuke dan Tsunade di ruangan itu.

Tsunade meletakkan berkas yang tadi dibacanya itu, "Ada apa?"

"Aku bertemu dengannya."

"Dengannya?" Tsunade mengerutkan alisnya. Dia belum mengerti dengan orang yang dimaksud Sasuke.

"Naruto." Ucap Sasuke lagi.

"Apa?!"

"Dia masih hidup, tetapi matanya milik Kyuubi dan dia memakai jubah Akatsuki."

[Bringing the Rain]

Sasuke berjalan gontai sambil melayangkan pikirannya, terlalu banyak hal yang dia pikirkan hingga entah bagaimana dia telah sampai di gerbang akademi. Mata onyx-nya menatap lurus ke depan dalam diam untuk beberapa saat, kemudian pergi dari sana.

Akademi Konoha, tempat yang selalu berkesan karena ditempat inilah mereka selalu bertengkar dan menjadikan berbagai hal sebagai sesuatu hal yang dijadikan sebuah pertandingan untuk tahu siapa yang lebih unggul dan membuat mereka jadi rival. Yaah, itu masa lalu.

Kedai ramen Ichiraku. Tempat itu adalah salah satu tempat kesukaan Naruto.

'Anak itu… Apa dia tidak merindukan makanan favoritnya ini sama sekali?'

Sasuke melanjutkan langkahnya melewati kedai itu, lelaki bermata onyx itu hanya sekedar menoleh ketika Ayame menyapanya dengan ramah. Namun sepertinya itu bukan masalah bagi Ayame, gadis yang membantu ayahnya menjual ramen itu tetap tersenyum ramah.

"Lain kali mampirlah kesini!" seru Ayame.

Sasuke meneruskan langkahnya hingga sampai disebuah danau yang cukup sepi itu, tempat dimana biasanya dia duduk berdiam diri, memikirkan banyak hal sampai berlatih elemen api miliknya.

Mata hitam miliknya menatap tidak percaya sesosok gadis yang sedang berdiri diatas pelabuhan kecil itu. Sosok itu tampak duduk berjongkok sambil menatap bayangannya sendiri di air. Tanpa sengaja gadis berambut pirang yang berada ditempat itu bertemu pandang dengannya. Gadis berambut pirang itu tampak terkejut, napasnya terasa tercekat.

Dia tidak ingin bertemu lelaki itu sekarang.

Tidak.

Jangan sekarang.

Matanya berubah kembali dari shapphire menjadi merah darah. Berniat menghilang dengan cepat dari tempat itu. Mata semerah ruby itu menatap sosok yang masih diam berdiri di tepi danau itu sambil mundur beberapa langkah.

Tap!

Secepat itu pula Sasuke menahan lengan gadis berambut pirang itu. Tudung jubahnya terlepas dari kepalanya, hingga menampakkan rambut pirang pendeknya yang tergerai. Naruto menoleh dengan tatapan yang tidak bisa dibaca oleh Sasuke sebelum kemudian tangan lelaki itu hanya menggenggam kekosongan.

Poof!

"…Kau ada disini, eh?"

Perlahan rintik hujan mulai berjatuhan diatas air danau itu, bergabung dengan air jernih itu, membiarkan sosok tampan yang masih menatap tangan kosong yang tadinya sempat merasakan sebuah kehangatan untuk beberapa saat.

.

.

.

Konan memandang Pein yang sedang berdiri menatap langit yang mulai menurunkan hujannya, "Kau tahu, Naruto sudah pergi."

"Aku tahu." Pein menoleh kearah Konan."Dia sekarang sudah berada di Konoha."

.

.

.

"Tadaima." Sasuke membuka pintu dengan suara khasnya yang datar itu, perlahan dia masuk tanpa peduli dengan pakaiannya yang basah karena berjalan santai dengan pikiran yang menerawang di tengah hujan itu. Pandangannya mulai menjelajah ruangan yang sepi itu, mempertanyakan kira-kira dimana ibunya sedang berada sekarang.

Apa mungkin sedang tidur?

Atau diteras menatap hujan yang sedang turun?

Atau sedang memasak di dapur?

Samar-samar lelaki itu mencium aroma masakan, lelaki itu mengangguk tanpa sadat, ibunya pasti sedang di dapur sekarang. Segera saja dia berjalan menuju dapur untuk melihat apa yang dimasak oleh nyonya Uchiha itu.

"Kaa-san kau—"

"Haruskah aku menambahkan bumbunya sekarang, baa-san?"

Wanita paruh baya yang sedang memotong daging itu mengangguk, "Iya, tolong setelah itu kau kecilkan apinya ya."

"Ha'ii…" sosok yang membantu ibu Sasuke itu mengangguk dengan semangat, matanya mengarah ke arah meja makan.

"Sasuke…" gumam gadis itu pelan.

'Naruto?' Sasuke merasa mulai meragukan penglihatan miliknya itu. Dia tidak merasakan sama sekali keberadaan chakra gadis itu sedari tadi.

Kenapa dia bisa ada disini?

Mikoto ikut mengarahkan mata hitamnya kearah meja makan sambil menghentikan kegiatan memotongnya sesaat, "Oh, kau sudah pulang Sasuke. Okaeri."

"Okaeri Sasukeee…" ucap Naruto kemudian sambil tersenyum.

"Tadaima…" mata onyx itu masih mengarah pada Naruto.

Menyadari tatapan Sasuke kepadanya, gadis itu melirik kearah lain, lalu menyibukkan dirinya dengan membantu Mikoto. "Ah, baa-san…! Supnya sudah mendidih. Boleh kuangkat sekarang?"

"Oh benar, tolong diangkat ya," Mikoto kemudian melirik kearah Sasuke, "Kenapa kau masih diam saja, cepat ganti bajumu yang basah itu. Lalu setelah itu kita makan siang bersama."

"Kenapa dia ada disini?" Sasuke menunjuk sosok gadis yang memakai baju hitam dan training miliknya itu.

"Kenapa kau bertanya begitu? Tentu saja dia berkunjung kemari, bahkan dia rela kehujanan. Harusnya kau mengenalkan Naru-chan lebih cepat kepada Kaa-san." Ujar Mikoto.

Sasuke menghela napas. Kakinya melangkah memasuki area dapur. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu." Uchiha itu menarik lengan Naruto dan menariknya keluar dari dapur, mengabaikan ucapan ibunya.

.

Naruto mengedarkan pandangannya di kamar itu, satu hal tentang kamar ini; rapi. "Kamarmu—"

Gadis itu menatap lurus ke arah Sasuke yang sedang melepas bajunya sambil menatapnya tidak berkedip. Lelaki itu menoleh pada Naruto sambil membuka lemarinya dan mengambil pakaian kering.

"Pikiranmu sesat juga ya sekarang." Ucap Sasuke sambil menampakkan senyum remeh khasnya, membuat gadis itu mendengus kesal.

"Pergilah ke kamar mandi, Teme!" geramnya sambil melempar shurikennya, yang dihindari Sasuke dengan mudah dan hanya menancap di pintu kamar mandi itu.

"Bagaimana kau bisa ada disini?" terdengar suara dari dalam kamar mandi.

"Karena aku ingin ke sini. Apa kau lebih ingin aku mengunjungi Gaara?"

Lelaki berelemen api itu keluar dari kamar mandi sambil menyampirkan handuk kecil dilehernya. Membiarkan rambut basahnya tanpa berniat mengeringkannya.

"Kenapa?"

"Apanya?" Naruto yang tadinya hanya duduk di kasur milik Sasuke itu segera menoleh kearah sumber suara.

"Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?" Suara berat dan tatapan tajam Sasuke mengarah telak pada Naruto.

Gadis dengan mata sebiru shapphire itu menunduk, menatap kearah jari-jari kakinya lalu menatap lengannya. "Kita memakai baju couple ternyata. Kau memakai baju hitam dan training hitam sama sepertiku. Apa kau hanya memiliki baju yang seperti ini?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan. Pertama di laut, lalu di danau, dan sekarang kau tiba-tiba ada disini setelah pergi begitu saja."

"kau marah?" gadis dengan mata shapphire birunya itu memiringkan kepalanya.

Sasuke hanya menghela napas.

"Saat itu kan ada anggota Akatsuki, kau pikir aku bisa apa?" bola mata biru itu melirik kearah lain.

"Lalu kenapa sekarang kau tiba-tiba ada disini?"

Naruto bangkit, berjalan kearah Sasuke dan berhenti dihadapan lelaki itu, lalu menyandarkan kepalanya dibahu lelaki itu.

"Karena aku merindukanmu."

[Ame wo tsureyuku]

Beberapa menit sudah berlalu dan Sasuke tidak bergeming sama sekali. Naruto pun hanya diam saja dalam posisinya.

"Lalu kenapa meninggalkanku?"

Kembali keheningan menyapa tempat itu.

"Kau tahu jawabannya, Sasuke…" Naruto menghela napas pelan, matanya yang berwarna biru itu menatap Sasuke. Tangannya meraih wajah tampan itu hingga rambut hitamnya.

"Rambutmu basah, biar aku yang mengeringkannya," ucap Naruto kemudian mengangkat handuk itu ke atas kepala Sasuke lalu mengeringkannya dengan perlahan.

"Hei, menunduklah sedikit, Teme!" protes Naruto sambil mengerutkan alisnya, "Kenapa kau semakin tambah tinggi, sih?!" kesalnya.

Lelaki itu hanya diam sambil menundukkan sedikit kepalanya hingga wajahnya dan Naruto menjadi lebih dekat, namun itu tidak mengganggu kesibukan Naruto yang mengusap rambutnya. Wajah gadis ini, mimik mukanya… membuat pikiran Sasuke melayangkan beberapa pertanyaan.

Apa yang terjadi pada gadis ini? Apa yang telah dialami gadis ini? Apakah dia memang Naruto?

"Selesai!" Gadis itu menjatuhkan handuk yang dipakainya ke lantai, dan melingkarkan tangannya ke tubuh Sasuke.

"…"

"Hangaaat!"

"…jangan bermain-main…"

"Biarkan seperti ini sebentar, Sasuke. Sebentar saja." Naruto memeluk Sasuke, membuat lelaki itu tidak mengucapkan apapun lagi.

'Kau berkata seperti ini karena kau akan pergi lagi?'

.

"Jadi kau baru saja kembali dari perjalanan jauh?"

Naruto yang menyuap makanan kedalam mulutnya itu hanya mengangguk kearah wanita bermarga Uchiha itu.

"Bibi benar-benar terkejut saat menyadari pintu tidak terkunci dan mendapati seorang gadis berdiri di kamar Sasuke." Mikoto melirik Sasuke, "Hampir saja bibi mengira Sasuke pulang membawa seorang gadis ke kamarnya diam-diam."

"Aku tidak akan melakukan hal seperti itu," komentar Sasuke.

"Yaah, sekali lagi maafkan aku baa-san. Karena sudah masuk tanpa izin, kukira di rumah ini sedang tidak ada orangnya… hehe."

"Tapi baa-san senang bisa bertemu denganmu Naru-chan, kau tahu, Sasuke sering menyebut namamu, membuat bibi penasaran, ternyata kau benar-benar manis."

"Apa? Sasuke bilang aku manis, baa-san?" bibir Naruto membentuk abjad 'O'.

Wanita itu mengangguk pelan sambil tersenyum kecil tanpa mengalihkan pandangan dari Naruto.

"Waah… aku tidak menyangkanya!" Naruto menepuk bahu Sasuke. "Biasanya dia jarang memujiku!"

"Uhuk! Bisakah kita membahas hal lain?" sela Sasuke. Lelaki itu mulai berpikir ada yang aneh dengan semua ini, atau mungkin ini sebenarnya adalah mimpi? Tiba-tiba saja gadis itu muncul-pergi-muncul lagi, membuat kepalanya sedikit berdenyut. Rasanya ada yang tidak benar.

Naruto mengendikkan bahunya, "Baa-san, Sasuke tidak selingkuh selama aku tidak ada disini bukan?"

Nyonya Uchiha itu tertawa, "Bagaimana ya… sebenarnya ada banyak gadis yang biasanya datang berkunjung kesini."

Sudut mata Naruto melirik Sasuke sambil mengernyitkan alisnya, seakan berucap 'Apa-apaan itu?'

Sasuke menyelesaikan memakan supnya. "Aku bukan tipe lelaki seperti itu. Lagipula aku juga tidak tahu bagaimana kau disana."

Mata sebiru shapphire itu meredup.

"Hei kalian, jangan membicarakan hal seperti itu dimeja makan. Bagaimana kalau cepat habiskan makanan kalian?" tegur Mikoto kemudian.

Naruto tersenyum kearah Mikoto, "Tentu saja aku akan menghabiskannya! Ini sangat enak!"

Mikoto balas tersenyum senang, 'Gadis ini benar-benar tipe anak yang ceria,' pikirnya.

"Aku juga bukan tipe gadis seperti itu, Sasuke…" Bisik Naruto pelan.

[Bringing the Rain]

Permukaan air yang tenang dengan pantulan bulan di danau itu seolah menjadi pemandangan yang lebih bagus dibanding menatap balik lelaki yang disukainya itu. Bukan karena lelaki itu menatapnya nyalang atau marah, tetapi datar. Sehingga membuatnya bingung tentang perasaan apa yang ingin ditujukan si raven itu padanya. Akan lebih baik jika lelaki itu marah atau benci padanya. Meskipun begitu, rasanya dia tidak menyesal memilih untuk menemui Sasuke.

"Bagaimana kabar Sakura, Hinata dan teman-teman yang lain?"

"Baik."

Hening.

"Itu jawaban yang tidak memuaskan sama sekali." Keluh Naruto.

Sasuke tidak bergeming.

"Kau tidak bertanya bagaimana aku bisa masuk kedalam rumahmu?" Naruto bertanya mengalihkan pandangannya dari danau ke langit malam yang mulai menampakkan cahaya bintang-bintang.

"Kau seorang ninja, menyusup kesebuah rumah itu bukan hal yang sulit."

"Hmmm…" Naruto menggembungkan pipinya, "Tidak, kau salah! Aku memakai ini!" ujarnya sambil memegang sebuah kunci dengan gantungan berbentuk katak kecil. Tipikal Naruto sekali.

Wajah tampan itu akhirnya memberikan reaksi cukup terkesan dengan ucapan Naruto, "Kau menyimpannya?"

"Tentu saja. Kau memberikannya padaku untuk disimpan dengan baik, bukan?" gadis itu menyimpan kunci yang pernah diberikan oleh Sasuke itu kembali, "Tapi… aku tidak menyangka ibumu sudah sehat kembali. Itu membuatku cukup kaget. Untung saja ibumu tidak mengira diriku adalah pencuri." Ucap gadis itu.

Keheningan kembali menyapa pelabuhan kecil di danau tempat dimana kedua orang itu duduk sambil menatap langit. Berpikir tentang banyak hal, sehingga tidak tahu berapa detik dan menit kemudian berlalu.

"Ibumu langsung tahu kalau aku adalah Naruto… sesering apa kau menyebut namaku dihadapan ibumu, Sasuke? Apa yang kau ucapkan tentang diriku pada ibumu?"

"Ibuku tentu harus tahu kalau aku sudah mempunyai kekasih, bukan? Tentu dia harus tahu nama dan seperti apa kepribadian kekasihku."

"Kenapa tidak melupakanku saja?" Naruto memainkan tangannya di air danau.

"Tidak ada alasan untuk melakukan itu." Jawab Sasuke sambil menatap Naruto.

"Ada banyak perempuan yang menyukaimu." Ucap Naruto sendu.

"Aku hanya menyukaimu." Sahut Sasuke.

"Kau membuat mereka sakit hati." Desah si pirang pelan.

Sasuke menghela napasnya, "Kau juga membuat hatiku sakit."

"Kalau begitu cukup sampai disini saja." Naruto berucap tanpa memandang lelaki itu.

"Akan lebih menyakitkan kalau seperti itu." Sasuke memejamkan matanya sesaat sambil menarik napas.

Gadis itu akhirnya menoleh kearah lelaki yang duduk disampingnya itu, rambut pendeknya tergerai karena tertiup angin, membuat poninya menutup sebagian matanya. Dia hanya diam tanpa mengatakan apapun. Meskipun begitu, bola mata biru itu seakan ingin menyampaikan sesuatu secara tersirat. Dia tahu, kalau berdebat dengan si raven itu hanya akan berakhir dengan dirinya yang bungkam.

Sasuke menyibak rambut pirang yang menutup sebagian wajah Naruto yang masih terlihat sama baginya membuat gadis itu refleks menutup matanya, "Kenapa dengan rambutmu?"

Naruto mengerjap-ngerjapkan matanya, kedua tangannya dia gunakan untuk menyentuh rambut pirangnya, "Apa? Memangnya ini terlihat aneh?"

"Aneh."

"Aku pikir rambutku yang seperti ini cukup keren. Apa kau tidak menyukainya?"

"Aku lebih suka melihat rambut panjangmu, itu cocok dengan kepribadianmu."

Mata biru Naruto terfokus kalung biru miliknya yang melingkar di leher Sasuke, membuat jantungnya berdebar. Sepertinya lelaki ini memang tidak berniat melupakannya. Dia kemudian mengalihkan pandangan pada wajah lelaki disampingnya, "Kau masih berpikir kalau aku Naruto yang sama setelah aku bersama Akatsuki?"

"Tidak juga."

Sekilas mata shapphire itu tampak berkilat, "Yaah… sepertinya aku bukan Naruto yang dulu."

Sasuke mengangguk, "Baiklah. Jadi katakan alasanmu berada ditempat ini sekarang. Kau tentu tidak berpikir kalau aku cukup bodoh untuk percaya bahwa kau kembali hanya untuk berkata rindu padaku."

"Apa? Kenapa kau tidak… percaya?" Naruto berpura-pura menampakkan mimik wajah sedih.

"Apa kau pikir seseorang sepertimu masih bisa datang ketempat ini tanpa ada yang tahu? Jangan bercanda." Ucap Sasuke.

"Hmph… asal kau tahu, aku tidak berbohong saat aku berkata rindu padamu. Meskipun begitu, ya, kau benar. Aku kesini bukan hanya untuk berkata rindu."Gadis berambut pirang itu berdiri.

"Aku tidak tahu apa alasanmu, tapi kau akan pergi meninggalkanku lagi, bukan?" Tanya Sasuke tanpa menatap gadis itu.

"Kau membuatku terdengar seperti perempuan yang suka menyakiti hati lelaki," Naruto menutup matanya perlahan, "Sayangnya mungkin memang begitu..."

"Kau pikir aku akan membiarkanmu pergi dengan mudah kali ini?"

Sasuke mencengkram tangan gadis itu. Sudut mata gadis itu melirik kearah lelaki itu sebelum melayangkan sebuah tendangan. Tentu saja, sangat mudah untuk menghindari serangan semacam itu.

Naruto mendekatkan wajahnya, "Kenapa tidak membuat semuanya lebih mudah saja?"

Sasuke balas menatap Naruto, "Karena kau memilih untuk menemuiku."

Naruto menjauhkan wajahnya sambil memasang senyum remeh, "Kita terlalu banyak bicara. Aku harus pergi sekarang. Aku tidak punya banyak waktu lagi." Ujarnya sambil melayangkan beberapa serangan, sementara Sasuke melawannya dengan bertahan.

Gadis itu mundur beberapa langkah hingga kakinya menapak di air danau. Mata merah mereka beradu.

"Na—Naruto." Sebuah suara terdengar dari belakang Sasuke yang masih berdiri diatas pelabuhan.

Guk!

"Naru-chan…" Hinata menggenggam kedua tangannya didekat bibirnya, tidak menyangka akan bertemu dengan gadis itu sepulang dari misi. Padahal dia tidak merasakan chakra khas Naruto sama sekali.

"Oh, hai Kiba, Hinata-chan." Gadis itu tersenyum, membuat mata ruby-nya menyipit seperti bulan sabit. Eyesmile yang indah.

Guk!

"Ah, ya… Akamaru juga."

Kiba menatap Naruto tidak percaya, gadis itu berubah terlalu banyak dari segi penampilan, terutama pakaian berlambang awan merah itu. Membuatnya menyadari, gadis itu anggota Akatsuki sekarang. Dan kemungkinan terburuknya, gadis itu musuh mereka mulai sekarang.

"Penampilanmu berubah banyak," Komentar lelaki pencinta anjing itu.

"Itu benar, apa aku terlihat keren?" Naruto mengangkat lengan jubah itu.

"Terlihat jahat, tapi aroma dari tubuhmu tidak berubah. Kau memang Naruto. Meskipun Hinata tidak merasakan cakramu, tapi aku bisa mengetahui baumu dengan jelas." Sahut Kiba tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya.

Naruto memeluk tubuhnya sendiri ketika mendengar ucapan Kiba, menampakkan gesture bergidik pelan, "Aroma? Kau berkata seolah-olah kau pernah melakukan hal yang tidak-tidak padaku."

"Bukan seperti itu!" seru Kiba kemudian sambil menatap Hinata dan Sasuke.

Naruto terkekeh pelan melihat reaksi Kiba, "Bukankah harusnya kalian sedang menjalankan misi ke Kirigakure? Kenapa cepat sekali kembali?" ucap Naruto pelan. "Harusnya satu hari lagi," gumamnya pelan.

"Apa? Dari mana kau tahu tentang hal itu?" Tanya Hinata heran.

Sasuke segera menoleh pada Hinata. Itu benar, bagaimana Naruto bisa tahu? Sepertinya semua hal yang terjadi memang sudah direncanakan sejak awal. Tapi apa kemungkinan alasannya? Misi terselubung?

Naruto memakai tudung jubahnya itu, lalu memasang topeng anjing khas pasukan Anbu."Tentu saja aku tahu, tapi ini bukan acara reuni. Aku tidak punya banyak waktu untuk mengenang masa lalu," ujarnya dari balik topeng itu. 'Tapi aku sudah menghabiskan cukup banyak waktu…' batinnya sambil menatap Sasuke.

"Tangkap penyusup bertopeng itu!" seru seseorang secara tiba-tiba dari belakang Kiba, Hinata dan Sasuke.

Semua orang yang berada ditempat itu sontak melihat kebelakang terkecuali Naruto yang memang telah menghadap kearah sosok itu.

"S—Shikamaru! Ada apa?" Tanya Hinata, kenapa tiba-tiba memerintah untuk menangkap Naruto?

Dua sosok anbu di belakang Shikamaru tampak bersiaga.

"Orang bertopeng itu sudah mencuri surat gulungan rahasia milik hokage." Ucap Shikamaru, membuat ketiga sosok itu sontak memandang gadis bertopeng anbu itu.

Kiba segera berbalik, "Apa kau tidak tahu kalau—"

Hinata menahan bahu lelaki pencinta anjing itu sambil menggeleng, bermaksud agar lelaki itu tidak menyebut nama Naruto.

Mata ruby itu berkilat dibalik topeng, tangan kanannya melambai. Dia berbalik, melarikan diri.

"Tidak akan kubiarkan!"Shikamaru melancarkan jurus miliknya, membuat bayangan miliknya mengarah pada bayangan sosok bertopeng itu.

Naruto melemparkan bom asap, membuat keadaan di sekitar danau itu menjadi tidak terlihat.

"Kejar!" perintah Shikamaru pada dua anbu disampingnya, "Kalian juga!" ucapnya lagi pada Sasuke, Hinata dan Kiba.

Mereka mengangguk, kecuali Sasuke. Shikamaru melirik si raven itu dan menghampirinya dengan cepat. "Aku tahu siapa sosok itu… akan lebih baik kalau kau yang menangkapnya." Bisiknya.

"Cih…" Sasuke mendengus, 'Apa yang sudah kau lakukan, Naruto?'

[Bringing the Rain]

"Payah, bagaimana bisa kau dikejar orang sebanyak itu? Apa ini yang namanya penyusup?" Deidara mendecih sambil meletakkan topeng yang serupa dengan yang Naruto pakai di samping kepalanya.

"Aku hanya ingin bertemu dengan mereka sebentar, tidak masalah bukan? Bukankah senpai adalah orang yang kuat." Naruto menatap lelaki yang duduk di atas cabang pohon tidak jauh darinya.

"Ya, ya, aku memang kuat. Terima kasih." Deidara memutar bola matanya.

"Lagipula yang mencuri surat itu bukan aku, tapi kau kan, senpai."

"Ck," Deidara berdecak pelan sambil melemparkan sebuah gulungan pada Naruto. Yang sukses menghantam kepala Naruto dengan mulus, membuat gadis itu mengerang pelan.

"Aduh, aku salah apa padamu senpai~"

"Hentikan. Itu bukan sikap yang mencerminkan anggota Akatsuki." Deidara berdiri, "Aku tidak tahu kenapa kami harus ikut menyusahkan diri dengan melakukan hal seperti ini. Kau memberikan banyak pengaruh pada leader dan membuatnya berubah." Deidara mengarahkan telunjuknya pada Naruto, "Itu salinan surat gulungan nya, kau yang bawa." Ucapnya dengan nada perintah.

"Ha'ii~" gadis itu mengangguk sebelum kemudian mengambil surat gulungan yang jatuh ke tanah karena tidak di tangkapnya.

"Nii-san tidak berubah, dia kembali pada sikapnya yang dulu." Gumam Naruto memasukkan salinan surat gulungan itu ke saku jubahnya.

Jleb!

Sebuah kunai menancap di samping pohon tempat gadis itu berada setelah gadis itu refleks menunduk dari serangan tiba-tiba itu.

"Itu berbahaya sekali, Hinata. Bagaimana kalau kunai itu menancap di kepalakuuu!" Naruto berujar horror.

"M—Maaf! T—tapi kenapa kau mencuri surat gulungan itu! Kenapa kau begini…" suara Hinata berubah pelan.

Naruto menatap wajah temannya itu dalam diam selama beberapa saat, "Tidak ada yang berubah."

"Kau berubah!"

"Aku tidak—"

"Kau akan berubah menjadi orang jahat seperti mereka!" Hinata mengalihkan pandangan pada anggota Akatsuki yang masih berada disalahsatu dahan pohon itu, "Kembalilah sebelum terlambat Naru-chan!"

"Oh, bagus. Terkejar, ini akan merepotkan." Ucap Deidara sambil menyingkir dari sebuah kunai yang mengarah padanya. Dia melompat dari dahan pohon yang diserang oleh Akamaru.

'Tidak, mereka tidak sejahat yang kau pikirkan,' batin Naruto, mata merahnya menatap gadis Hyuuga itu nanar, perlahan tangannya meraih sakunya, "Aku tidak ingin melawanmu."

"Jangan pergi Naru-chan, kau tidak tahu betapa tidak menyenangkannya tanpa kamu lagi disini." Gadis berambut panjang itu menatap Naruto dalam. "Kami sekarang sudah jadi jauh lebih kuat. Karena itu, kembalilah."

Naruto melirik kearah Deidara yang di serang oleh Sasuke dan Kiba, dia kemudian memejamkan matanya sejenak, "Aku tidak berubah. Aku masih menyayangi kalian semua…" ucapnya.

'Aku juga masih mencintai si Teme itu.' Batinnya. "Karena itu aku melakukan semua ini… jadi kumohon, biarkanlah aku pergi, ya?"

Hinata terdiam menatap mata sebiru sapphire itu. Mata biru itu, mata sahabatnya, pandangan yang tidak pernah berubah, karena akan selalu terlarut ketika melihatnya. Dan kali inipun menatap mata itu akan selalu terasa teduh. Meskipun wajah itu kembali tertutupi oleh topeng itu.

Srakk!

Deidara kembali melompat ke dahan pohon lainnya ketika sebuah serangan jarak dekat hampir mengenainya.

Sasuke hampir saja berhasil mengarahkan tendangannya, namun refleks lelaki berambut blonde itu cukup bagus. Deidara mendecih pelan. "Uchiha menyebalkan."

Srett!

Sebuah bayangan mengarah pada Naruto, membuat gadis itu melompat menjauh mendekat pada Deidara.

"Bagaimana ini ya, sepertinya terlalu meremehkan keamanan Konoha." Ucap Naruto pada Deidara dengan santai. Matanya menatap kearah Shikamaru dan dua Anbu yang berada dalam posisi siaga.

Deidara hanya mendelik kepada Naruto sementara tangannya sedang membuat bom. Dalam hitungan detik bom tanah liat itu meledak setelah dilemparkannya kearah tim Konoha itu.

Naruto balas melirik kearah Deidara, beberapa saat kemudian dia menatap langit sambil menengadahkan tangannya. "Hujan dari nii-san." Gumamnya.

"Ayo pergi!" ucap Deidara pada gadis blonde itu. Naruto mengangguk.

Shikamaru mundur menjauh, "Cih, melarikan diri." Geram lelaki itu.

Sasuke hanya diam sambil melirik Hinata dengan sudut matanya, lalu mengalihkan pandangan pada Shikamaru. Lelaki itu mengangkat tangannya dan memperlihatkan sesuatu kepada yang lain. Sebuah surat gulungan. Shikamaru berjalan menuju Sasuke. Dia mengambil dan membukanya pelan, memastikan kalau itu adalah benda yang asli.

"Aku mengambilnya dari lelaki berambut pirang itu," ucap Sasuke.

"Ini surat yang asli," ucapnya sambil menatap kearah dua Anbu yang mengikutinya. Segera saja dia menutup kembali surat gulungan itu untuk menghindarkannya dari rintik hujan yang mulai turun dengan lebat.

"Seperti yang bisa diduga, kehebatan seorang Uchiha," ucap Kiba sambil melipat kedua tangannya.

Shikamaru mengalihkan pandangannya pada Kiba, "Bisa mengejar bau ini?" tanyanya kepada Kiba.

Kiba menghela napas sejenak, "Mungkin bisa… tapi ada banyak bau bercampur disana… dan tidak hanya menuju satu arah saja, mereka menyebar."
Sasuke mengernyitkan alisnya, "Apa guna hidungmu itu kalau begitu?"

Kiba mendengus pelan, "Ada banyak bau, kau pikir aku bisa mengarahkan kalian semua untuk menunjukkan kemana saja bau itu? Aku hanya punya satu tubuh, tidak bisa membuat kagebunshin sehebat Naruto!"

Jawaban Kiba membuat beberapa orang disana tersentak. Shikamaru mendekat kearah Kiba, "Bagaimana dengan bau orang bertopeng tadi?"

"Terlalu tipis dan hanya ada di sekitar sini, kemungkinan ini adalah bau anggota Akatsuki." Ujar Kiba. "Tapi… kalau hujan semakin lebat seperti ini, sebentar lagi baunya pasti menghilang."

Shikamaru tampak berpikir sejenak, "Akatsuki adalah ninja buronan yang penting," lelaki itu menatap orang-orang yang berada disana bergantian, "Beberapa dari kita akan mengikutinya sekarang," Shikamaru menunjuk Anbu yang ada, "Dan sisanya meminta bantuan ke desa, kami akan memberikan tanda petunjuk kemana kami pergi."

Kedua Anbu itu mengangguk, kemudian menghilang.

Shikamaru berkacak pinggang sambil menampakkan wajah tenangnya, "Berkuasa memang keren, kau bisa memerintah sesukamu," ujarnya. Shikamaru kemudian mengalihkan pandangan pada Sasuke, "Kenapa tidak mengejarnya?"

Sasuke mendengus pelan, "Kalau bisa, aku akan meninggalkan kalian dan mengejarnya sedari tadi."

"Ah… itu benar," Shikamaru mengalihkan pandangannya pada Kiba, "Kita akan mengejar anggota Akatsuki, tapi kita harus menjaga jarak yang cukup jauh agar tidak ketahuan, mungkin kita bisa mendapatkan informasi mengenai komplotannya atau bahkan markas mereka. Ikuti bau yang paling kuat menurut hidungmu itu."

Kiba dan Hinata mengangguk setuju sementara Sasuke mengepalkan tangannya dan mengaktifkan Sharingan miliknya.

"Baiklah, ikuti aku!" Seru Kiba.

"Byakugan!"

[Bringing The Rain]

"Aku basah lagi," ucap Naruto sambil menyentuh rambutnya yang lecek. Rintik hujan masih mengiringi mereka.

"Setidaknya salinan surat gulung itu tidak bernasib sama denganmu," sahut Deidara sambil duduk dengan santai diatas burung tanah liatnya.

"Hm," Naruto mengangguk, "Aku tidak menyangka nii-san bisa membuat hujan dari jarak sejauh itu."

"Tentu saja dia bisa, dia leader Akatsuki. Kau tidak sedang mencoba meremehkan Akatsuki, bukan?"

Naruto yang duduk di dekat sayap burung tanah liat itu menggeleng, "Tentu saja tidak, walaupun aku masih tidak menerima beberapa hal keji yang dilakukan oleh kalian. Membunuh semudah itu, aku masih tidak menyukai hal seperti itu."

"Itu misi," sahut Deidara singkat.

"Tch, aku tahu." Naruto menatap kearah desa Konoha yang masih diguyur hujan. "Bukankah misi kalian adalah mengumpulkan bijuu, kenapa tidak membunuhku langsung saja."

"Aku tidak tahu, aku hanya mengikuti leader. Mungkin karena kau adalah adik kesayangannya." Deidara menoleh pada Naruto. "Tapi kau tahu, kami membutuhkan bijuu yang ada padamu."

"Meskipun billang begitu, kalian juga tidak mendapatkan Hachibi kan?"

"Belum, bukannya tidak."

Naruto memutar bola matanya, "Hachibi pasti kuat ya, kalau bisa sekuat itu, aku pasti tidak akan terjebak bersama kalian seperti ini."

"Kau berharap terlalu banyak. Hachibi itu adalah adik Raikage. Daerah yang lebih menyusahkan daripada Konoha."

"Sebenarnya aku tidak begitu peduli tentang senjata yang ingin kalian ciptakan," sahut Naruto.

"Meskipun mungkin kau akan mati?" lanjut Deidara.

"Bukankah harusnya aku memang sudah mati sejak lama?"

"Kurasa leader tidak akan membiarkanmu mati begitu saja, leader mulai menganggap kau sama pentingnya dengan misi mengumpulkan para bijuu itu. Dan kau… bisa jadi senjata yang bagus untuk Akatsuki. Kau tahu kan, kau itu istimewa… baik dengan maupun tanpa Kyuubi."

Gadis itu terdiam, "Aku tidak mau menjadi senjata kalian."

"Bagaimanapun juga, kami memang orang yang jahat demi sebuah misi. Ini untuk dunia yang lebih baik."

Naruto kembali diam. Apa yang kurang dengan dunia yang sekarang? Semua baik-baik saja. Tidak ada masalah. Tidak ada hal yang perlu diubah. Hidup terkadang tidak adil, tapi bagaimanapun caranya, seseorang pasti bisa bertahan hidup di dunia ini. Jadi kenapa kakaknya harus membuat dunia baru dengan memusnahkan semua yang ada?

"Sialan Uchiha itu…" gerutu Deidara, membuat lamunan Naruto buyar seketika.

"Kenapa?"

"Dia mengambil surat gulungan yang asli."

Naruto tersenyum kecil sambil menolehkan kepalanya kearah hutan Konoha yang sudah dilewati oleh mereka. "Haah… aku mengantuk. Aku kurang tidur."

'Tidak bisa diremehkan memang. Itulah Uchiha Sasuke-ku…'

.

Mata Byakugan Hinata tampak terfokus ke depan, dahinya mengernyit sekilas, "Mereka tidak terjangkau mataku, itu artinya mereka sudah menjaga jarak sekitar 10 kilometer dari kita."

Shikamaru menoleh pada Kiba.

"Hujan ini membuat segala bau menjadi menghilang."

"Kalau begitu kita harus lebih cepat," sahut Sasuke mempercepat langkahnya.

"Arah utara, mereka menaiki sebuah burung tanah liat yang besar. Itu yang terakhir kali bisa kulihat." Ucap Hinata sambil menyusul langkah Sasuke.

"Seandainya hujan ini berhenti, Akamaru pasti bisa mengarahkan kita." Sahut Kiba lagi sambil melirik Akamaru.

"Ya, kita harus tetap menjaga jarak, mata-mata Akatsuki ada banyak bukan? Setidaknya kita harus mencoba mengejar kearah Utara."

.

"Hei senpai~" tampak Tobi melambaikan kedua tangannya dari kejauhan.

Melihat lambaian dari salah satu anggota Akatsuki itu, Deidara menurunkan burung tanah liatnya tepat ditempat Tobi berada, membuat lelaki itu gelabakan untuk menghindar.

"Gyaaa! Senpai! Kau pikir aku tempat pendaratan!" protes Tobi tampak tidak terima, "Nanti aku tidak tampan lagi!"

"Bagaimana bisa kau mengatakan dirimu tampan kalau kau pakai topeng seperti itu," celutuk Naruto.

"Naru-chan~ semua lelaki itu tercipta sebagai sosok yang tampan!" Sahut Tobi lagi.

"Mungkin kau harus melepas topengmu kalau begitu." Naruto mengamati topeng spiral milik Tobi.

"Kapan-kapan ya~"

Deidara tampak tidak begitu peduli dengan protesan yang diucapkan oleh Tobi, "Ada apa?"

Tobi mengarahkan pandangannya pada Naruto selama beberapa saat, "Leader memintaku untuk menjemput Naruto-chan~"

Deidara mengernyitkan alisnya, "Hanya Naruto?"

"Huahaha, senpai kan punya burung itu, untuk apa menumpang padaku?" Tobi tertawa dari balik topengnya, membuat Deidara sangat ingin menghantam topeng lelaki itu. Melihat gelagat marah dari sang senior, Tobi berdehem, "Sebenarnya Leader memerintahkanmu untuk membantu penangkapan Hachibi."

"Heh? Aku bahkan belum sampai, dan sekarang aku mendapat tugas lagi?"

"Karena senpai dan Naru-chan yang memiliki jarak terdekat memberikan bantuan. Tapi yaa, sayang sekali. Naru-chan harus jadi milikku hari ini," Tobi berucap dengan nada setengah bercanda.

Deidara hanya mendengus pelan sambil kembali duduk diatas burung tanah liat miliknya.

"Jalan lurus menuju timur, Deidara-senpai. Hati-Hati~" ucap Tobi.

"Kuserahkan anak kecil itu padamu," ucap Deidara sambil beranjak terbang dengan burung tanah liatnya.

"Ok~"

Naruto menjulurkan lidahnya pada Deidara yang sudah menjauh, "Seenaknya menyebutku anak kecil." Gadis itu kemudian menoleh pada lelaki bertopeng yang berada disampingnya.

"Ne, senpai. Kita akan kemana?"

"Hm… kau sangat tidak sabar?"

"Sesuatu yang berhubungan dengan surat gulungan ini bukan?" ucap Naruto sambil menunjukkannya.

"Begitulah, tapi tenang saja. Kita akan segera sampai." Ucap Tobi dengan nada misterius.

"Oh ya?" Naruto mengedarkan pandangannya, "Dengan apa? Berjalan kaki?" matanya kembali menatap kearah Tobi.

"Aku memiliki jurus khusus juga asal kau tahu, mana mungkin orang sembarangan jadi anggota Akatsuki bukan?"

Naruto diam sebentar, indera penglihatannya itu tampak menatap Tobi dengan pandangan menyelidik.

Pats!

Tobi memegang bahu Naruto secara tiba-tiba. Membuat Naruto sedikit kaget dan terkesima. Tobi membuat tubuh mereka menghilang dengan membentuk pusaran-pusaran yang terhisap kedalam sebuah lubang hitam kecil, kemudian lenyap setelah dalam hitungan beberapa detik.

Hanya menyisakan tanah yang basah karena rintik hujan yang sudah berhenti.

[Ame Wo Tsureyuku]

Begitu Naruto membuka matanya, dia mendapati dirinya dan Tobi berada di depan lembah, tempat yang tampak seperti sebuah tempat persembunyian. Mata bulatnya menatap kearah jembatan, dimana dia mendapati sosok Zetsu sedang berdiri. Tampak kemudian Zetsu berjalan mendekat kearah mereka. Mengabaikan hal itu, Naruto menatap kearah langit, "Sudah malam?" ucapnya dengan nada bingung.

Bukankah beberapa saat lalu masih sore?

Tobi menyeringai, "Malam yang indah bukan? Bulan purnama yang sempurna." Tangannya tampak memegang sebuah bola kristal berwarna terang keunguan.

Naruto refleks menutup matanya ketika Kristal berwarna keunguan itu bersinar dengan begitu menyilaukan selama beberapa saat. Ketika dia kembali membuka matanya, dia hanya mendapati Zetsu berdiri dibelakangnya. Sementara Tobi tidak terlihat dimanapun. Naruto mendapati perasaannya tidak nyaman. Tanah tempatnya berpijak tampak ditulisi dengan beberapa segel, begitu pula dengan beberapa tiang tinggi dengan motif unik. Padahal dia masih berada ditempat yang sama, tapi sejak kapan ada tiang dan tempatnya berpijak dipenuhi dengan mantra segel dari surat gulungan?

"Menghilang?" gadis berambut pirang itu langsung kembali mengarah pada Zetsu.

"Yaah, tidak usah memikirkan dia. Kau harus memikirkan dirimu sendiri. Karena ini waktu yang tepat untuk menggunakan surat gulungan yang kau dapat."

"Sekarang?"

"Ya." Tepat setelah Zetsu mengucapkan kata-katanya, tampak muncul beberapa clone Zetsu. Menahan tangan dan kaki Naruto.

"Apa-apaan ini!"

[Bringing The Rain]

"Bulan purnama yang sempurna, membuatku membayangkan bisa menciptakan Tsuki no Me yang hebat." Gumam Tobi sambil berdiri menatap langit. Beberapa saat kemudian dia menoleh ketika mendapati sesosok orang berjalan menghampirinya dari kegelapan malam. Orang itu memakai mantel hujan dengan tudung kepala berwarna hitam. Wajahnya tertutup dengan sebuah topeng kitsune dengan motif tiga mata. Ditengah topeng itu terdapat garis hitam .

Lelaki bertopeng itu merentangkan tangannya selama beberapa saat lalu tertawa pelan kearah sang bulan. "Oh, kemarilah." Ucapnya.

Sosok yang masih tertutup dengan topeng dan jaket itu berjalan beberapa langkah lalu berdiri dihadapan lelaki yang sejak awal mengaku bernama Tobi itu.

"Ini malam yang indah, bahkan bulan tidak menyembunyikan dirinya. Jadi singkirkan tudung kepala dan topeng bodoh itu." Ucap Tobi dengan nada berat yang tegas, sangat berbeda dengan nada suaranya yang biasa.

Sosok itu mengangguk, perlahan dia menurunkan penutup kepalanya dan topeng itu. Menampakkan siapa yang berada dibalik itu semua.

Seorang gadis dengan mata berwarna biru shapphire, tapi rambut pendek sebahu berwarna hitam legam. Selama beberapa saat matanya tampak merah menyala dikegelapan dengan pupil yang terlihat seperti milik Kyuubi. Tepat ketika dia berkedip, matanya kembali berwarna biru cerah.

Gadis itu tersenyum kecil sambil memegang topeng kitsune itu dengan tangan kirinya disamping kepalanya.

"Warna rambut apa yang kau sukai, khas klan uzumaki yang berwarna merah, pirang, atau hitam seperti ini?"

Sosok bertopeng spiral itu menatap kearahnya dan tampak diam beberapa saat, "Menurutku Naruto sangat cocok dengan rambut pirang."

Gadis itu tertawa pelan, "Mau bagaimana lagi, ini efek jurus segel. Oh ya, benar! Haruskah aku memanggilmu dengan Madara-sama?"

TBC

A/N: Setahunan ya ._. luar biasa (-_-;) #plak

Susah juga memikirkan jurus-jurus milik mereka. Ingin bikin jurus original sendiri buat mereka, nanti malah jadi aneh. Dan aku stuck karena itu. :( Aku berusaha menyelesaikan chapter ini sedikit demi sedikit karena efek real life yang semakin menyusahkan :( Aku membaca ulang ff pertamaku ini dan merasa ff ini sangat abal. Muncul dipikiranku kata-kata, kok aku menulis cerita seperti ini OAO

Tapi, aku harus bertanggung jawab menyelesaikannya. Aku tahu tulisanku tidak begitu bagus. Tolong dimaklumi. ^^; Makasih atas koreksinya, jangan sungkan untuk memberitahu kalau ada bagian-bagian yang terasa mengganjal, saran juga boleh. ;)

Mind to Review?