Fic request pertama yang saya buat...

Ini adalah fic request dari aka Death Roses.

Special buat Ichizuki, mudah-mudahan sesuai dengan requestnya ya?

Dan, kemungkinan update-an selanjutnya masih lama karena saya masih harus fokus dengan dua fic yang akan segera saya tamatkan... ^_^

Dan buat yang lainnya, saya harapkan reviewnya...


Naruto by Masashi Kishimoto

The Destiny Which Should Be by Kyra De Riddick

Prolog


Ia melangkahkan kakinya dengan perlahan seolah tak ingin sepasang kaki indahnya yang terbalut kos kaki putih sepaha mencapai gerbang bangunan tempatnya menuntut ilmu, dan memang begitu adanya. Matanya yang dibingkai kaca mata berframe biru gelap menatap tanpa minat pada jalan yang ia tapaki. Punggungnya yang dibebani tas semakin turun, membuat tubuhnya yang memiliki tinggi di atas rata-rata gadis biasa, terlihat bungkuk.

Berhenti satu langkah tepat sebelum gerbang, seperti biasanya, ia menghela napas lelah.

"Semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin." Ia berbisik dengan mata tertutup. Lalu, setelah sekali lagi menghela napas berat, ia melangkahkah kakinya memasuki area sekolah tempatnya menuntut ilmu selama setahun lebih.


"Hei, kau bisa lihat tidak?"

"Ssst, jangan terlalu berisik. Kau mau kita ketahuan?"

"Hari ini dia pakai pakaian dalam apa?"

"Aku bilang diam! Sebentar lagi 'itu'nya kelihatan, bodoh!"

"…."

"Ck, dasar cewek. Mau menurunkan rok saja lama sekali!"

"…."

"Hehehehe, hari ini dia pakai warna pink. Kau mau lihat, Kiba?"

"…."

"Kiba?"

"…."

Kepala pirangnya segera ia alihkan untuk mencari sosok sahabat-dalam-segala-hal-nya saat ia tak mendapat respon. Namun, bukannya mendapati kepala yang ditumbuhi rambut coklat gelap dengan wajah bertato segi tiga merah, yang ia dapati malah sepasang mata hitam gelap yang dibingkai kaca mata tengah menatapnya dengan datar.

"Ck, kau lagi," keluhnya dengan nada bosan yang sangat kentara.

Grek!

"KYAAAAA! Sensei, Naruto masuk ke toilet perempuan lagiiii…..!"

Teriakan gadis yang baru saja ia intip melengking tinggi hingga membuat dua orang lainnya harus menutup telinga.

"Ini semua salahmu, kau tahu!" pemuda bernama Naruto itu membentak gadis yang tadi memergokinya setelah korbannya berlari keluar dari toilet dengan wajah menahan malu, yang sudah dipastikan akan segera ke ruang guru untuk melaporkannya. Tidak ada jalan untuk lari. Karena itulah, sebelum ia dihukum, ia ingin melampiaskan kekesalannya terlebih dahulu pada gadis yang ada di hadapannya.

"Atas dasar apa kau menuduhku begitu?" Gadis berambut raven itu membalas dengan dingin.

"Kau masih berani bertanya?" Naruto semakin berang, ditudingnya gadis itu dengan tidak sopan. "Karena kehadiranmu yang SANGAT mengganggu itu, membuatku lupa untuk sembunyi, dan akhirnya aku ketahuan!"

"Kalau itu, bukannya kau yang terlalu idiot?"

Sanggahan pedas bernada dingin itu kontan membuat seorang Naruto semakin berang. Dikatai 'bodoh' oleh teman-temannya dia sudah biasa, tetapi kali ini dia disebut 'idiot' yang nyatanya berarti 'paling bodohnya bodoh' oleh gadis yang tidak lain adalah musuh bebuyutannya, kontan membuatnya merasa sangat terhina. Dengan kemarahan yang sudah di ubun-ubun dia pun memaki tanpa mampu mengontrol ucapannya. Suatu hal yang sebenarnya selalu terjadi acap kali dia bertemu dengan anak bungsu keturunan Uchiha ini. "Dengar ya, gadis brengsek-"

"Jaga ucapanmu, DOBE!" sela gadis bernama asli Uchiha Sasuke ini langsung setelah mendengar panggilan kasar Naruto untuknya. Ia yang selalu dididik untuk bersikap dan berbicara sopan, kontan saja sangat terkejut dengan panggilan kasar yang baru pertama kali didengarnya kali ini. Sebenarnya, baru pertama kali ada orang yang berani mengucapkan kata-kata sekasar itu padanya. Apalagi yang mengatainya hanya seorang pemuda urakan yang bahkan sangat beruntung kalau bisa naik kelas.

"DOBE? Barusan kau memanggilku 'DOBE'?"

"Ternyata selain bodoh, kau juga tuli, ya?"

"Aku tidak tuli, TEME!"

What the hell?

"Beraninya kau panggil aku dengan panggilan itu?" bentak Sasuke dengan suara melengking tinggi. Membuat Naruto (dan dirinya sendiri) terpaku. Sebab selama ini ia tidak pernah mengeluarkan suara sekeras itu.

Mereka berdua terdiam dengan mata yang saling melotot. Wajah kaku Sasuke tampak mengeras dengan kemarahan yang terpeta jelas di wajahnya. Sedangkan Naruto yang biasanya lebih sering tertawa, juga berekspresi sama.

Adu melotot itu terus berlangsung, sampai suara gaduh para guru memecah konsentrasi mereka.

"Uzumaki Naruto!" suara Ebisu-sensei, guru kedisiplinan (memang ada?), memanggil Naruto. "Ikut bapak ke ruang BP.

"Cih! Kau beruntung guru sudah datang," desis Naruto, "kalau tidak, akan aku hancurkan kesombonganmu itu dengan menelanjangimu di sini. Gadis lemah sepertimu bisa apa, hah? Paling-paling kau hanya bisa menangis, atau mungkin malah minta 'tambah'. Semua gadis itu sama saja. Kalau sudah berada di bawah, paling hanya bisa menangis atau mendesah. Cuih!"

"Aku kasihan pada mata dan otak yang diberikan tuhan, untukmu." Sasuke berujar pelan dengan tangan terkepal. Emosinya memuncak setelah mendengar hinaan langsung dari Naruto.

"Aku lebih kasihan padamu yang sama sekali tidak laku!"

"Uzumaki Naruto!"


Buruk!

Hari ini benar-benar buruk, pikir gadis keturunan Uchiha ini. Hari masih terlalu pagi untuk memulai kehidupannya yang membosankan di sekolah, dan dia sudah harus mendapati si Pirang Idiot Mesum aka Uzumaki Naruto mengintip di dalam toilet perempuan, dan membuatnya terlibat pertengkaran konyol dengannya, dan berakhir dengan dirinya yang dihina secara langsung!

Dan sekarang, dia harus mengikuti pelajaran membosankan yang bercerita tentang orang-orang yang sudah mati dan harus ia hormati sebagai pahlawan.

Che, sekolah ini benar-benar membosankan, pikirnya. Sementara guru di depan masih setia bercerita tentang masa lalu yang tidak bisa terulang lagi, ia memilih untuk mengamati langit musim gugur yang tampak cerah hari ini. Tanpa ada awan yang menutupi, warna birunya tampak sangat indah. Biru seperti mata-

Sasuke tersentak, dipukulnya kepalanya yang hampir saja menyamakan keindahan warna langit musim gugur dengan mata si Mesum Naruto. Tidak ingin membayangkan yang aneh-aneh lagi, ia menatap ke arah lapangan sekolah di mana seorang Uzumaki Naruto sedang lari mengelilingi lapangan sekolah entah untuk yang ke berapa kalinya. Ebisu-senseipun masih setia mengawasinya dari jendela ruang guru dengan toa di tangannya.

Ia mencoba mengingat-ngingat sejak kapan ia mulai terlibat pertengkaran dengan Naruto. Rasanya itu terjadi beberapa bulan yang lalu. Saat ia yang sedang sakit perut karena 'tamu bulanan'nya terburu-buru masuk ke toilet wanita dan seenak jidatnya mendobrak salah satu bilik yang berisi Naruto bersama Kiba di dalamnya tengah mengintip siswa yang ada di bilik sebelah. Karena kaget, refleks mereka berteriak dan akhirnya ketahuan, lalu dilaporkan ke ruang guru oleh korbannya, dan mereka pun dihukum.

Sejak saat itu, Naruto selalu mencari gara-gara dengannya, kehidupan tenangnya pun terusik. Ia yang biasanya tidak dipedulikan oleh murid-murid lain mulai menjadi pusat perhatian, meskipun hanya saat ia bertengkar dengan Naruto, dan setelahnya ia kembali terlupakan.

Ia memang bukan murid yang terkenal atau populer, ia bahkan ragu bila ada teman sekelasnya yang mengingat keberadaannya di kelas itu. Bukan hanya sifatnya yang suka menyendiri dan jarang bicara, penampilannya pun sama sekali tidak menarik. Pakaiannya yang standar sekolah dan sama sekali tidak ia rubah sejak ia menerima seragamnya, dandanannya pun sangat tidak menarik. Rambut panjangnya ia biarkan terurai atau sekedar ia ikat ekor kuda, dengan poni tebal yang hampir menutupi matanya yang dibingkai kaca mata. Benar-benar membosankan dan sama sekali tidak menarik.

Sangat berbeda dengan Naruto yang lumayan popular di sekolah itu. Meskipun ia populer dalam dua kategori, Kebandelan dan keramahannya. Ia memang sering iseng dengan mengintip toilet wanita, tetapi para gadis yang menjadi korbannya tampaknya sangat mudah memaafkannya. Tidak perlu hitungan jam untuk melihat gadis-gadis yang sudah sering ia intip untuk tertawa lagi bersamanya. Mungkin itulah yang membuat Naruto selalu meremehkannya. Mungkin ia pikir, Sasuke sama saja dengan gadis-gadis lainnya.

Sejujurnya ia sendiri heran, apa yang dilihat gadis-gadis itu dari si Mesum Idiot itu. Pakaiannya sama sek alitidak rapi. Ia sering sekali ke sekolah dengan pakaian yang tidak dikancingkan dengan benar dan memamerkan kaos oblong yang ia gunakan di balik seragam sekolahnya. Sepatunya pun kelihatannya jarang dicuci. Rambutnya selalu acak-acakan. Singkatnya, si Mesum Idiot itu adalah manusia urakan yang sangat tidak pantas untuk dikagumi atau dijadikan teman untuk beramah tamah.

Lamunannya terhenti saat ia merasa ada yang melihatnya. Matanya mencari-cari ke sekeliling kelasnya, namun tidak seorang pun yang matanya berpindah dari buku sejarahnya masing-masing. Ia lalu menoleh ke arah lapangan dan mendapati Naruto menatapnya dengan seringai di wajahnya. Tangan kiri Naruto menunjukkan jari tengahnya ke arahnya, bibirnya melafalkan dua kata yang tidak pernah dikenal Sasuke untuk diucapkan dan didengarkan seumur hidupnya.

"F**K YOU."

Tidak ingin kalah, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Sasuke, yang sejak kecil dan sehari-harinya hidup dalam adat kesopanan yang sangat keras, menampilkan sikap yang tidak akan dimaafkan oleh ayahnya. Ia ikut mengacungkan jari tengahnya dan melafalkan kalimat, "F**K YOU TOO, DOBE."

Ia pun tersenyum puas saat seringai Naruto menghilang dari wajahnya.


"Hei Naruto, kau tidak bosan apa berdiri di lapangan seperti itu?" seru pemuda berambut coklat partner Naruto, Kiba.

Naruto menyisir rambut pirangnya dengan asal menggunakan jemarinya. "Dia gadis tangguh rupanya."

"Ha?" Kiba bertanya bingung. "Siapa yang kau maksud? Nona Uchiha itu?"

"Yups."

"Ah, jangan main-main dengannya, Naruto. Dia itu bukan gadis sembarangan. Dia itu keturunan Uchiha yang sangat terdidik dalam segala hal yang baik. Pergaulannya tidak cocok untukmu."

Naruto menyeringai, "Terdidik dalam segala hal yang baik? Termasuk mengacungkan jari tengah pada orang lain dengan ahli?"

Mata Kiba membulat tidak percaya mendengar pernyataan Naruto. "You must be kidding me, bro!"

"I've told you."


Sasuke melangkah dengan gontai mengambil jalan pulang memutar bukit di belakang sekolah untuk mencapai rumahnya. Ia memang sengaja lewat di situ agar tidak perlu cepat-cepat sampai di rumahnya. Sebab, sesampainya di rumah, telinganya hanya akan panas mendengar pujian-pujian yang diberikan ayahnya untuk sang kakak, Itachi. Sedangkan untuk dirinya sendiri, adalah peringatan untuk selalu menjaga sikap agar tidak mempermalukan keluarga Uchiha seperti kakaknya. Agar dia selalu begini, begitu, dan bla bla bla bla. Selalu dan selalu kakaknya yang menjadi contoh. Membuatnya muak pada keadaan.

Meskipun ia tidak membenci kakaknya, tetapi terlalu sering mendengar nama kakaknya disebut, ia pun jadi kesal juga. Kalau memang hanya kakaknya yang mampu menjaga nama baik Uchiha, untuk apa ia dilahirkan? Bukankah mereka sudah tahu kalau dia akan terlahir sebagai perempuan?

Ah, dia lupa. Tugasnya sebagai anak kedua keluarga Uchiha adalah sebagai penghubung kerja sama perusahaan ayahnya dengan perusahaan besar lainnya yang akan memberikan keuntungan besar pada perusahaan ayahnya. Tentunya dengan menjadikan kebebasan hidupnya sebagai tumbal. Ia jadi ingat pada cincin emas putih dengan berlian asli sebagai permatanya yang tersimpan rapi di dalam laci di kamarnya.

Cincin pertunangannya dengan pewaris utama keluarga yang telah dipilih ayahnya.

Benar-benar menyebalkan. Sasuke benar-benar membenci keadaannya saat ini. Terlahir sebagai perempuan yang hanya bisa mematuhi kehendak orang tuanya tanpa mampu melawan. Jangankan melawan, mengeluarkan sebuah argumen saja ia tidak bisa, sebab ia bukan anak laki-laki. Tidak seperti kakaknya yang bebas bicara apa saja pada ayahnya.

Laki-laki…

Selalu saja karena gender. Ia diremehkan oleh Naruto pun karena ia seorang PEREMPUAN. Kenapa ia tidak terlahir sebagai laki-laki saja? Batinnya bertanya dengan merana. Ia berhenti saat ia sadar telah sampai di sebuah kuil kecil terlupakan yang ada di belakang bukit. Dilemparkannya beberapa uang koin, dan menangkupkan kedua tangannya, berteriak dengan lantang, "AKU INGIN JADI LAKI-LAKI!"

Setelah mengucapkan permohonan asalnya, ia lalu segera meninggalkan tempat itu dan bergegas pulang. Ia tidak melihat sekelebat bayangan pirang yang dari tadi bersembunyi di balik pohon di dekat kuil itu. Menatapnya dengan pandangan berminat.

"Kau ingin jadi laki-laki, aku malah ingin punya tubuh perempuan tahu! Yah, meskipun cuma semalam sih, lumayanlah untuk bersenang-senang." Naruto berujar dengan ngasal dan langsung melanjutkan langkahnya untuk pulang ke arah yang berlawanan.

"TERKABUL"

"Ha?" Naruto dan Sasuke yang berada di tempat yang berbeda tiba-tiba saja berbalik saat mendengar suara serak di dekat mereka. Namun karena tidak mendapati siapapun, mereka pun hanya menganggap itu sebagai suara hembusan angin musim gugur.

Mereka tidak tahu, bila permohonan asal mereka, akan membawa mereka pada takdir dan kisah yang tidak akan pernah mereka duga.


Hari pun telah berganti. Matahari pagi yang menyelinap dengan nakalnya mengusik tidur dua orang insan yang berada di tempat yang berbeda. Naruto yang memang paling susah bangun pagi, langsung bangun setelah mendengar suara ibunya berteriak dari balik pintu kamarnya dengan ancaman akan menyiramnya dengan air es. Dengan malas-malasan ia pun bangun dari tempat tidurnya dan meregangkan tubuhnya yang terasa lebih berat dari biasanya.

Sementara Sasuke yang sudah sadar selama lima menit tetapi masih setia dalam pembaringannya akhirnya memutuskan untuk bangun. Ia menggerak-gerakkan lehernya ke kiri dan ke kanan dan merasa aneh saat lehernya terasa dingin. Ia pun memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya dan melangkah ke arah cermin rias di mana air putihnya sudah menanti. Tetapi langkahnya terhenti saat mendapati bayangan yang terpantul di cermin. Ia mengucek matanya beberapa kali untuk memastikan.

Mata biru Naruto melotot tidak percaya pada bayangan yang ditampilkan cermin seukuran dirinya. Ia baru saja hendak menyiapkan bajunya sebelum mandi ketika bayangan di cermin membuatnya terpaku.

"ARRGGGHHHH….!"

Teriakan histeris pun menghiasi dua rumah yang berada di tempat yang berbeda di kota itu.


TBC

Once again, RnR please?

27/8/2011

Kyra