_ Black Star _

Disclaimer(s):
Character(s) owned by Masashi Kishimoto
Title owned by Avril Lavigne

Song(s):
Meteor Shower by Owl City
Dear Father by Sum 41 (mentioned only)

Warning(s):
Bukan masalah bagaimana kau menyampaikan sesuatu kepada seseorang. Yang penting adalah orang itu dapat mengerti dengan baik arti dari pesan itu. Dan tentu saja pesan itu diterima oleh orang yang benar.


- Beginning of Chapter 6 -

- Desperately Want to Meet -


I can finally see
that you're right there beside me

I am not my own
for I have been they knew
please don't let me go
I desperately need you

Gebrakan di pintu studio yang sedang ditempatinya mengagetkan Sasuke dan membuatnya berhenti memainkan synthesizer yang memang tersedia di studio itu—okay, Sasuke sendiri yang membawanya. Sasuke menoleh ke arah pintu dan melihat kakaknya berdiri bersandar pada pintu studio yang kini tak lagi tertutup.

Itachi hanya memandang adiknya tanpa bersuara selama beberapa menit ke depan. Sampai dia sadar kalau tidak satu pun dari mereka yang dapat membaca pikiran satu sama lain hanya dengan melempar pandangan.

"Aku mendengar single baru mu,"

"Hn,"

"Kenapa kau tidak membiarkanku mendengarnya dulu? Kau tidak tau apa yang akan terjadi padamu, do you?"

"Hn? Memangnya apa?"

Itachi berjalan ke dalam studio dan duduk di kursi yang pertama ditemuinya kemudian berkata, "Aku harus melewati puluhan wartawan sebelum masuk ke sini. Aku tidak yakin aku bisa mengeluarkanmu dari sini dengan selamat,"

"Hah? Memangnya apa yang salah dengan single itu? Suaraku tidak bagus? Naruto bilang itu bagus, kok,"

"Naruto? As in Uzumaki Naruto? Vokalis team7?"

Sasuke hanya menganggukkan kepala tanpa suara. Itachi mengeluarkan ekspresi yang bahkan Sasuke tidak mampu mengartikannya. Memangnya ada yang salah?

"Kau tidak membiarkanku mendengarnya tapi kau membiarkan Uzumaki Naruto—person you hardly know—untuk mendengarkannya? Kau mau tau apa masalah single baru mu itu? Kau terdengar seperti sedang merayu seorang gadis. Paparazzi mulai bergerak untuk mencari tau siapa gadis itu. Kau benar-benar membuat gadis itu dalam bahaya. Apa sih maksudmu merayunya begitu? Kalau pun kau berniat merayunya, kenapa kau harus membuat lagu itu keluar di internet?" Itachi mulai rambling sendiri. Tidak peduli kalau adiknya sudah tidak mendengar apa lagi yang akan dikatakan oleh sang kakak.

Lagipula, memangnya sejak kapan Uchiha Sasuke butuh untuk merayu seorang gadis? Gadis-gadis sialan itu tentu saja yang harus merayu Sasuke mati-matian.

A sudden realization hit him.

Dia memang sedang merayu seseorang.

Another realization,

Untuk apa?


Naruto memandang keseluruhan apartemen yang akan ditinggalinya—bersama personil team7 beserta kru nya (jangan repot-repot berpikir 'how could')—selama dua minggu ke depan. Mereka baru saja sampai di Suna dan Naruto sudah tidak bisa menemukan di mana teman-temannya. Hah, pasti mereka mabuk-mabukan lagi. Kadang Naruto ingin mengutuk dirinya sendiri karena kebiasaan buruknya saat mabuk. Sekarang ia merasa dikucilkan di sebuah apartemen yang lumayan mewah namun sangat lengang ini. Haruskah mereka memakai apartemen seluas ini? Oh, dia lupa kalau bukan sedikit jumlah orang yang harus diberi tempat tinggal, sepertinya.

Sekali lagi tidak memiliki kamar sendiri membuatnya benar-benar ingin segera pulang ke Tokyo dan bergelung di apartemennya. Konoha adalah tempat dia dilahirkan namun Tokyo adalah rumahnya. Dan itu samasekali tidak berarti dia tidak menyukai bepergian. Karena kalau ada yang bertanya untuk apa dia menulis lagu, dia akan menjawab dia menulis lagu agar bisa melakukan tour.

Pandangannya terhenti pada violin salju yang tergeletak di meja ruang tamu—dia memang tidak berniat meninggalkan benda itu. Bagi orang lain, mungkin itu hanya hadiah dari fans, tapi dia tau benar siapa yang mengirim benda itu. Dari ukiran yang sama persis dengan yang ada di gitar hitamnya dan surat dengan tulisan tangan yang sangat dikenalnya, tidak mungkin orang lain yang mengirim violin salju itu. Yang masih mengganggu pikirannya adalah, 'kenapa?'

Dia memang berencana menggunakan violin di album barunya—dan memang sudah menyebarkan itu di website resmi team7. Tapi sungguh, dia tidak berencana membeli violin. Karena dia memang tidak berniat membuat violinnya menonjol—dia tidak mau repot-repot mencari additional player, terima kasih. Dan lagi violin itu samasekali asing bagi Naruto. Orang itu biasanya hanya memberi barang-barang yang Naruto inginkan atau butuhkan. Bukan barang-barang yang asing.

'Engkau matahari, engkau bulan, dan engkau bintang. Tapi selamanya, aku adalah langitmu,'

Langit, huh? Dasar dari setiap yang terlihat. Kemana pun mata melihat, langit akan tetap terbayang. Menaungi; melindungi. Itukah maksudnya? Kalau dia masih melindunginya bahkan sampai saat ini?

Setelah lelah memandangi sang violin tanpa melakukan apa-apa, Naruto pun meraih violin itu dan memetik senar-senarnya. Menyesuaikan nada yang keluar dengan nada yang diinginkannya untuk terdengar.

Memikirkan ayahnya selalu membuat Naruto begini: ingin memutar waktu. Dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama ayahnya. Semenjak ayahnya mulai sibuk dengan perusahaan sialan yang dikepalainya, ah bukan, semenjak ayahnya berhenti menyisihkan waktu untuk keluarganya—karena bagaimanapun dia pernah merasakan hari-hari bahagia bersama orang itu. Semenjak waktu itu dia hanya bisa melihat rambut kuning yang menurun padanya itu di potret yang tersebar di mansion yang ditinggalinya saat itu dan dari berita-berita yang beredar di surat kabar—lokal maupun nasional. Bukan karena dia orang jahat tentu saja, ayahnya hanya bekerja dengan terlalu baik.

Nada yang keluar dari violin salju yang kini dipegangnya dengan tangan kirinya sudah sesuai dengan yang dia inginkan. Tidak nada tinggi maupun rendah yang terdengar sumbang. Tidak ada salahnya kalau dia menggeseknya sebentar. Hitung-hitung latihan untuk lagu baru yang sudah disetujui oleh teman-temannya untuk dijadikan leak single untuk album baru mereka nanti.

Sebuah lagu yang ditujukan sepenuh hati untuk sang ayah. Sebagai lanjutan untuk 'Dear Father' yang sudah ditayangkan di album sebelumnya.

Memikirkannya saja membuat Naruto ingin segera pulang ke Tokyo dan menyelesaikan proses rekaman lagu itu. He's so not doing it in another place.


Di sebuah ruangan di lantai teratas sebuah gedung perusahaan tertinggi—literally—di Nagoya, dari balik kursi sang Presiden Direktur, asisten presdir tersebut dapat merasakan ekspresi lega dari atasannya.

Tentu saja, anak itu akan segera datang. Dan itu lah yang membuat sang presdir begitu senang.


Sasuke masih tidak habis pikir dengan pemandangan yang menyambutnya ketika dia pulang dini hari—dia harus menghindari wartawan, ingat?—dari studio ke apartemennya. Itachi sedang menonton TV dengan santainya seolah dia sedang berada di rumahnya sendiri. For hell's sake, kenapa sih orang itu masih di situ?

"Hei, Baka Aniki, kenapa kau masih di sini?" bentak Sasuke tanpa sedikitpun berusaha untuk menyembunyikan rasa kesalnya.

"Sebentar lagi team7 akan muncul di TV. Live interview dari Suna. Konoha TV memang keren. Kau tidak berniat menonton?" Itachi tentu saja tidak peduli pada ekspresi kesal Sasuke. Tapi dia akan menjadi kakak yang sangat buruk kalau tidak menyadari ekspresi itu sudah berubah sumringah ketika kata 'team7' dan 'TV' terucap.

Benar seperti dugaannya, tidak memedulikan keletihan yang dirasakannya, Sasuke kini duduk manis di sampingnya dan dengan tenang menunggu pembawa berita tengah malam menyelesaikan tugasnya. Kadang Sasuke sangat membenci perbedaan waktu antara Konoha dan Suna. Perbedaan waktu—meski hanya tiga jam—sungguh terasa merepotkan.

"Kau itu seperti anak gadis yang sedang jatuh cinta saja," Itachi berkata nonchalantly.

Dan Itachi tau pasti adik satu-satunya itu tidak menyadari betapa wajahnya berubah warna.


Pembawa acara untuk talk show yang didatangi team7 saat ini entah kenapa sangat aneh. Okay, acara ini sangat terkenal di seluruh dunia tapi belum sekali pun personil team7 melihat acara ini. Itulah yang membuat mereka merasa aneh.

Bagaimana bisa ini disebut tontonan sejuta umat kalau host nya saja malas-malasan begitu. Kiba bahkan hampir mengatakan kalau orang itu punya ekspresi mengantuk yang lebih parah dari Kakashi yang matanya jarang terbuka dengan sempurna. Sedangkan Naruto dan Gaara hanya mulai berpikir kalau tahun ini adalah tahun kesuksesan bagi manusia yang selalu mengantuk. WTF!

Beberapa menit persiapan membuat mereka dalam posisi yang enak dipandang. Mereka bertiga duduk berjajar tepan di depan kamera dan host setengah sadar yang ternyata bernama Shikamaru duduk di samping Naruto dengan sudut elevasi 45 derajat. Dengan posisi seperti ini mau tidak mau Naruto, Kiba dan Gaara tercengang dengan jumlah penonton yang jauh melebihi ekspetasi mereka. Ini talk show atau konser sih? Gedungnya penuh gini…

Kemudian setelah sang host dengan malas-malasan membuka acaranya, dia pun membuat perhatian beralih ke arah bintang tamunya.

"Jadi, kita punya team7 yang merepotkan bersama kita disini," personil team7 menyempatkan diri untuk sweatdrop karena komentar ini, "dan itu membuat beberapa menit merepotkan yang harus kita lalui menjadi semakin merepotkan,"

Sekararang mereka bertiga tau kenapa acara ini dinamai Mendokushow.

"Gaara, kudengar kau mengadopsi anak kecil? Benarkah? Bukankah itu merepotkan?"

"Aku bisa bilang aku bersyukur dia tidak merepotkan sepertimu," terdengar riuh dari penonton—terutama fangirls Gaara yang memang lumayan jumlahnya.

"Kiba, kudengar kau menjadi drummer untuk rekaman beberapa penyanyi solo, siapa saja korbanmu?" Shikamaru langsung mengalihkan perhatian tanpa memperhatikan Gaara yang sepertinya pintar untuk membuat keadaan menjadi semakin merepotkan baginya.

"Haruno Sakura dan sebuah band bernama Summers yang belum punya drummer tetap. Kurasa kalian harus mendengarkan band ini. Mereka sangat keren. Apalagi kalau kalian menyukai musik trance. Lee melakukan hanya yang terbaik untuk album pertama mereka,"

Pada titik ini Shikamaru mulai memijat pelipisnya. Yang satu ini memang tidak secerdas yang satunya. Tapi dia sungguh terlalu bersemangat. Dan penonton studio ini sungguh hopeless—mereka justru mendengarkan Kiba bicara dengan mata berbinar.

"Ah, baiklah," dan Shikamaru pun memotong kampanye Kiba, "jadi, Naruto, kau frontman nya kan? Bagaimana progress album baru kalian? Dengan kesibukan tour kalian pasti agak sulit untuk segera membuatnya. Tapi kira-kira kapan album yang merepotkan itu akan keluar?"

"We're working on it. Mungkin setelah ada waktu ke Tokyo kami akan segera melanjutkan rekaman. Sejauh ini sudah ada tiga lagu yang selesai dan kami sedang menyiapkan satu single yang akan dirilis sebelum albumnya resmi keluar ke pasaran," Naruto menjawab dengan pasti.

'Waah, vokalis yang keren…' batin semua yang ada di studio, tak terkecuali Kiba, Gaara dan Shikamaru—meski Shikamaru membatin 'Orang merepotkan yang keren…'

"Kudengar kalian akan menggunakan violin? Sudah menemukan violinis yang bagus?"

"Aku yang akan bermain waktu rekaman. Kami sedang mencari violinis untuk tour setelahnya. Ada yang berminat?" Naruto menunjukkan senyum manisnya dan penonton langsung berteriak heboh. Bahkan seorang kameramen hampir menjatuhkan kameranya karena saking inginnya mengangkat tangan.

~ Setting Jump ~

'Aku, aku, aku! Lupakan saja anak-anak urakan itu! Aku yang paling pantas untukmu!' inner Sasuke sudah heboh sendiri tanpa sadar kalau komentarnya nggak nyambung samasekali. Meski wajahnya masih tanpa ekspresi sih.

Itachi yang duduk disampingnya hanya tersenyum tipis. Tentu saja inner Itachi sedang mengintip apa yang dilakukan oleh inner Sasuke.

Aah…, cinta memang indah….

~ Setting Jump ~

"Ada orang khusus yang menginspirasi album yang akan datang? Oh, seharusnya ini ditanyakan setelah albumnya keluar. Tapi sudahlah, Gaara?"

"Tentu saja keluargaku." Penontonnya langsung terkagum-kagum.

"Kiba?"

"Siapa lagi kalau bukan fans?" seluruh penonton bersorak sorai—kru TV nya juga.

"Naruto?"

"Aku tidak bisa menyebutkan namanya tapi dia orang yang sangat penting bagiku," semua menunggu lanjutan kalimat ini dengan sabar dan berdebar.

~ Setting Jump ~

'Oh, tidak! Dia akan membicarakan aku! Apa yang harus kulakukan? Apa? Apa?' inner Sasuke mulai lebai. Untung saja inner Itachi sudah pulang dari pekerjaan mengintipnya.

~ Setting Jump ~

"Dia pernah ada dalam hidupku tapi sekarang kami sedang tidak bersama. Sungguh, aku sangat ingin bertemu dengannya,"

~ Setting Jump ~

'Ya ampun, apakah itu berarti dia akan segera datang dan menemuiku? Oh, aku harus bagaimana? Bagaimana?' sepertinya tidak perlu dikatakan lagi siapa yang heboh dan nggak nyambung ini…

~ Setting Jump ~

"Dia selalu tau apa yang kuinginkan dan kubutuhkan seolah kami selalu bersama,"

~ Setting Jump ~

'Ramen? Celana jins? Ya Tuhan, dia benar-benar sedang membicarakan aku…' si inner mulai lelah melompat-lompat dan saat ini sedang meratap. Seolah sedang memohon pada orang-orang agar tidak membuat hubungan yang baru terjalin itu putus begitu saja—tanpa mau menjelaskan hubungan apa.

~ Setting Jump ~

"Aku akan menulis namanya di cover album kami nanti. Boleh, kan, Kiba? Gaara?" Naruto memandang teman segrupnya dengan mata memelas.

Membuat semua yang ada di studio berkata, "Tentu saja,"

Dalam hati Shikamaru berkata, 'Orang ini benar-benar merepotkan,'


Naruto sudah menatap handphone nya selama setengah jam tapi tidak juga satu pencerahan mendatanginya. Apa sebenarnya maksud dari pesan itu?

'Terima kasih,'

Apanya yang terima kasih, coba? Seingatnya dia belum melakukan satu hal pun seharian ini yang pantas untuk mendapatkan ucapan macam itu. Apalagi dari Sasuke. Oh, setelah tiga hari tidak menghubunginya samasekali akhirnya anak itu mengirimkan pesan ambigu itu. Sepertinya dia benar-benar luang.

"Hei, Gaara," teriak Naruto pada Gaara yang sedang dalam perjalanan menuju kamar mandi.

"Apa?" terlihat ekspresi sebal dari sang basis berambut merah.

"Apa seharian ini aku sudah berbuat baik?"

"Kurasa tidak,"

"Apa aku menyebut-nyebut nama Sasuke?"

"Tidak,"

"Baiklah, terima kasih,"

Gaara tidak mau merepotkan dirinya sendiri dengan menjawab. Ada kamar mandi yang sedang menunggunya.

"Lalu dia kenapa, sih?" Naruto bergumam setelah Gaara pergi.

Dan setelah memikirkannya lagi, akhirnya Naruto memutuskan untuk menganggap itu sebagai SMS nyasar dan samasekali tidak membalasnya.

Samasekali tidak terpikir olehnya kalau sang pengirim belum juga bisa berhenti senyum-senyum sendiri saat tidak ada orang di sekitarnya karena ulah sang vokalis.


Tiga hari belakangan sungguh sangat melelahkan di mana dia hampir tidak punya kesempatan untuk tidur. Sekarang ketika dia berada di kamarnya tanpa gangguan dari sang kakak, rasanya sungguh sangat damai.

Kakuzu—pengganti Itachi di perusahaan sang ayah—menelepon Itachi dan meminta bantuan secepatnya. Tentu saja Itachi tidak bisa diam saja. Urusannya hidup dan mati kalau sampai ayahnya tau selama ini bukan Itachi yang menjalankan perusahaan besar warisan keluarga itu.

Dan ketika malam datang bersama kesendiriannya, mau tak mau dia kembali mengingat malam itu. Ketika dia melihat Naruto di sebuah talk show dan berkata akan menayangkan namanya—atau setidaknya dia menganggapnya begitu—di cover album team7 yang sampai detik ini masih dalam proses.

Dia tau hubungan mereka belum sedekat itu untuk membuat Sasuke yakin orang yang dibicarakan Naruto adalah dirinya. Tapi sebagian besar dari dirinya memaksanya untuk menganggap Naruto sedang membicarakan dirinya waktu itu. Bagaimanapun itu membuat dirinya merasa jauh lebih bersemangat menjalani hidupnya.

Selalu orang itu yang bisa melakukan hal macam ini pada Sasuke.

Sasuke tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Bagaimana bisa orang yang hampir tidak dikenalnya itu bisa memberi pengaruh sebesar ini pada dirinya? Barusan dia mengirim pesan singkat pada orang itu dan entah kenapa samasekali tidak mengharapkan balasan apapun. Kalau itu orang lain, dia akan sangat marah kalau pesan singkatnya tidak dibalas. Tapi apa yang bisa diharapkannya dari orang yang selama ini hanya hidup dalam khayalannya?

Semua ini sungguh terasa mimpi baginya. Dulu, baginya Naruto hanya seorang pahlawan. Sekarang, ketika dia merasa dia punya kesempatan untuk mengenalnya lebih baik, dia sungguh menginginkan lebih. Dia mulai tidak mau untuk hanya sekedar menjadi seorang fan. Dia ingin dirinya menjadi orang yang lebih berarti bagi orang itu. Ingin dirinya juga bisa berarti untuk pemuda berambut kuning itu.

Pelan-pelan, dan suatu saat, anak itu akan menjadi his very own star.

Saat ini, biarlah dia membayangkan saat-saat indah ketika mereka akan bertemu minggu depan. Meski pikirannya belum tau bagaimana dia harus bersikap di depan orang itu. Abaikan inner nya yang selalu heboh sendiri setiap kali membayangkan pertemuan itu. Bagaimana bisa dia bersikap normal setelah pengakuan itu?

Hell, dia pikir dia yang akan membuat pengakuan memalukan itu pada si kuning, tapi yang terjadi? Dia dipecundangi. Tapi bukan itu yang penting.

Jantungnya berdegup kencang seolah siap melompat dari tempatnya setiap memikirkan orang itu akan menemuinya seminggu lagi. Sebagian ingin waktu cepat berjalan agar dia bisa segera menemui obsesi nya, sebagian ingin waktu berjalan lebih lambat agar dia bisa mempersiapkan diri. Bagaimana kalau dia melakukan tindakan yang salah dan membuat sang idola menjadi ilfil padanya?


- Ending of Chapter 6 -


Anonymous Reviews' Reply,

Meg chan Ehehe... belum di luar batas kewajaran kan telponannya? Violinnya silakan pesan di toko bangunan terdekat... #dilemparbeton

monkey D eimi Waah, berarti emang belum bisa bikin orang ngerti tanpa deskrip... (padahal pake deskrip juga belum tentu semua orang ngerti) Kapan-kapan deh cobain lagi...


She said,

Fact: Sum 41 bilang di twitter nya kalo Deryck nulis lagu buat tour.
Maaf buat inner Sasuke yang gak kayak Sasuke.
Maaf buat scene galau yang totally failed. Fact: She gak pernah—atau gak pernah mau ngakuin—galau.
Maaf buat timeline yang berantakan. I'm really so weak at making sense.

Chap ini deskrip nya lebih banyak tapi gak nyambung. Harusnya chap depan gimana biar bagusan?