Naruto © Kishimoto Masashi

Genre: General - Romance

Warning: AU, OOC


(7)

The Consequence of Revenge

"Yakin tidak perlu kujemput?" seorang Hyuuga dengan rambut panjang diikat menghentikan mobilnya di luar pelataran sebuah universitas.

"Kiba dan Naruto akan mengantarku nanti," jawab Hyuuga yang lainnya.

"Siapa mereka?"

"Teman."

Hening sebentar.

"Mungkin salah satunya?"

"Kalau mau, Nii-san bisa bertanya langsung pada mereka." Hinata merogoh saku mantel dan menyodorkan ponselnya kepada Neji. Gadis itu tersenyum melihat kakaknya yang menghela napas.

Bagaimanapun juga, Neji merasa punya kewajiban untuk mengontrol pola pergaulan adik sepupunya. Kalau perlu, dia sendiri yang mencarikan pacar untuk Hinata. Sedikit saran, sebaiknya Hyuuga jenius itu punya seorang wanita di sisinya sebelum bertambah parah.

"Hati-hati, di sekitarmu ada makhluk berbahaya."

Hinata kembali memandang ke arah Neji. Sambil berpikir, ia sedikit memiringkan kepalanya, "Kurasa Sensei tak berminat ke tempat seperti ini." Perempuan itu membuka pintu lalu melambaikan tangan, "Jaa."

"Hm." Neji menggumam setuju dengan apa yang dikatakan adiknya.

Hinata melangkah pelan setelah keluar dari mobil. Udara malam yang dingin membuatnya mengenakan turtleneck putih lengan panjang dan mantel hitam beraksen manis. Ditambah lagi syal rajut berbahan ringan warna abu-abu yang senada dengan celana jeans-nya. Tak lupa juga sarung tangan wol dan sepatu tertutup jika memang tak ingin tangan serta kakinya membeku. Di sinilah Hinata sekarang, bergerak mendekati hiruk pikuk remaja yang tengah bersenang-senang. Gadis itu menoleh saat merasakan pundaknya ditepuk oleh seseorang.

"Hei! Kau lama sekali."

"Maaf," Hinata sedikit memasang tampang menyesal pada teman satu jurusannya.

Baiklah, yang jadi pertanyaannya, acara apa yang sedang berlangsung sekarang? Daigaku-sai. Festival di bulan Februari seperti ini? Hinata sendiri tidak habis pikir dengan adanya perayaan yang dilakukan bukan pada waktu yang tepat. Tenten yang senantiasa membujuk dan merayunya akhirnya berhasil membawa Hinata ke tempat ini dengan meyakinkan bahwa si penggagas acara punya selera cukup bagus untuk menghidupkan suasana.

Suara musik yang menghentak mengiringi setiap jengkal langkah mereka. Tenten mencari seseorang yang sangat percaya bahwa remaja perlu mengekspresikan diri. Yah, temannya yang penuh semangat masa muda sekaligus ketua panitia perayaan ini. Seorang pemuda muncul, Tenten cukup sadar saat Hinata berhenti sebentar dan sedikit membungkuk pada orang itu.

"Terima kasih untuk yang kemarin."

"Hm."

"K-kau juga sering datang ke festival?" Hinata hanya bisa mengeluarkan basa-basi pasaran pada pemuda yang kemarin ditemuinya di perpustakaan.

"Hanya mengantar kakakku untuk bertemu kekasihnya di sini."

Hinata sedikit membuka mulutnya dengan mengatakan suatu huruf vokal tanpa suara. Setelah itu kembali diam karena tidak tahu harus berbincang apa lagi. Oh, sepertinya seseorang yang datang kali ini bisa mengurangi kecanggungan di antara mereka. Atau justru bertambah buruk?

"Ba-baiklah, s-sampai jumpa." Dan pertemuan singkat itu akhirnya ditutup karena Hinata harus mengantar Tenten menemui teman lamanya. Tidak lupa untuk sedikit membungkuk pada pemuda lain yang berdiri tak jauh dari mereka bertiga. Gadis itu tak menyangka akan bertemu senseinya juga di tempat ini.

Sasuke mengalihkan pandangannya dari dua orang yang pergi menjauh ke arah seorang pemuda berambut merah. Merasa diperhatikan, Gaara akhirnya menoleh.

"Apa?" tanyanya acuh.

"Memastikan kalau mataku tidak salah lihat," jawab Sasuke langsung pada intinya. Tidak biasanya Gaara datang ke acara seperti ini.

"Dan aku merasa kalau orang di hadapanku ini nyata. Apa aku juga salah lihat?" Gaara melancarkan serangan balik sambil menyeringai.

Apa mata mereka bermasalah? Jawabannya, tidak! Lalu, mau dibawa ke mana perbincangan ini?

.:oOo:.

Salah satu kios yang agak terpencil dari kerumunan menjadi tujuan utama sepasang teman lama penuh konflik. Bahkan musik rock dari sebuah band indie yang malam ini menjadi bintang kampus masih jelas terdengar dari sini. Benar-benar perayaan yang menghebohkan! Di tempat ini memang ada banyak kedai yang menawarkan makanan dan minuman. Namun, dua orang yang sedang bermasalah itu lebih memilih gerai yang satu ini untuk menyelesaikan masalah.

Saat mereka akan masuk, seorang kakek-kakek keluar dari dalam dan menghadang mereka.

"Anak kecil tidak boleh masuk," ucap pria tua yang rambut panjangnya sudah memutih tersebut. Si kakek melipat lengannya di depan dada dan menambahkan, "Berapa usia kalian?"

Sasuke yang kesal menjawab sekenanya, "Cukup umur untuk menikah sekarang juga!"

Gaara hanya mendelik mendengar ucapan seseorang di sebelahnya. Pak tua yang banyak bicara tentu tak mudah percaya dan menyuruh mereka untuk menunjukkan kartu identitas.

Oke, sudah dewasa.

"Silakan masuk." Si Kakek mendadak jadi ramah karena kedatangan dua pelanggan baru.

Ehem, penuh dengan orang-orang berusia matang. Hei, sebenarnya tempat apa ini? Tenanglah, mereka hanya pergi ke kedai minum. Sesekali shuseki dengan teman lama tidak masalah 'kan?

Sasuke dan Gaara duduk berhadapan di atas lantai yang beralaskan tatami. Mereka segera memesan sake dan menikmatinya tanpa diselingi hidangan lain. Saling mengisi gelas satu sama lain dan menenggak isinya hingga habis. Kedua orang itu terus minum tanpa peduli bahwa kesadaran mereka sudah di ambang batas. Salah satunya mulai angkat bicara saat pikiran tak lagi mudah untuk dikontrol.

"Sepertinya kau berusaha mendekatinya," ucap Sasuke dengan mata setengah tertutup.

"Tch! Kau takut muridmu kuambil?" Gaara memainkan gelas keramik kosong dengan tangannya.

"Coba saja." Sasuke mengangkat sedikit ujung bibirnya, memberikan Gaara sebuah tantangan.

Oh yeah, akan ada perang dingin secara terbuka. Kapan dimulai? Entahlah. Satu hal yang pasti bahwa mereka kini hanya mampu menumpukan kepala di atas sebuah meja berkaki pendek karena terlalu banyak minum sake.

Pemilik kedai tidak senang melihat dua orang yang sedang mabuk terkapar di salah satu meja. Bunyi ketukan cepat antara geta dan lantai menandakan bahwa dia ingin segera mengusir dua pemuda yang sepertinya tengah tertidur.

"Oi, bangun!" seseorang bernama Jiraiya setengah berteriak untuk membangunkan Sasuke dan Gaara. Tangannya menggoyangkan bahu dua remaja itu secara kasar.

Mereka akhirnya bangun karena merasa terganggu oleh seseorang yang merusak istirahat mereka. Apa Pak Tua itu tidak tahu kalau dua pemuda ini sedang menderita sakit kepala akut dengan pandangan mata yang hampir kabur?

"Hei, anak muda! Kalian tidak bisa pergi dari tempat ini tanpa meninggalkan uang!"

Sasuke dan Gaara berbalik, mengambil uang mereka secara asal dan melemparkannya begitu saja. Jiraiya tetap tenang diperlakukan seperti itu. Seperti apapun sikap pelanggan di kedainya, dia tak keberatan asalkan mereka tidak membuat kerusakan ataupun keributan. Apalagi jika mereka membayar dengan uang lebih, seperti yang dilakukan oleh Sasuke dan Gaara. Tentu saja, Jiraiya akan menerimanya dengan senang hati.

"Lain kali datang lagi ya?" teriak si Kakek sambil melambaikan tangannya. Tak lupa sebuah senyum lebar dengan sepasang mata yang berbinar.

Saat keluar dari tempat minum, mereka berdua masih bingung akan berjalan ke mana. Sake membuat mereka tak mampu mengendalikan pikiran masing-masing hingga akhirnya ada seorang wanita berteriak memanggil nama Gaara. Sasuke dan Gaara menoleh, mendapati seseorang dengan rambut pirang pada jarak beberapa meter dari tempat mereka berdiri. Wanita itu kemudian berlari kecil untuk mendekat.

"Kau ke mana saja?" tanya Temari tak sabar.

Gaara tidak menjawab, tapi kakaknya bisa mencium dengan jelas sisa aroma alkohol.

"Kau mabuk?" Lagi-lagi Gaara hanya diam. Terlalu malas baginya untuk menjawab dalam keadaan mabuk seperti ini.

Temari menjulurkan tangannya ke arah Gaara. Gaara yang tidak mengerti hanya bisa mengerutkan kening. Temari mendengus kesal karena adiknya sama sekali tidak paham apa maksudnya.

"Kau kira aku akan membiarkanmu menyetir dalam keadaan seperti ini?" tanya wanita itu sambil berkacak pinggang. Sebuah tindakan yang harus dilakukan karena sadar bahwa nyawanya sendiri sangat berharga.

Gaara menyerahkan kunci mobil yang ada di saku celananya pada Temari dan berjalan mendahului kakaknya. Wanita itu pun beranjak pergi menyusul adiknya tanpa peduli bahwa sedari tadi ada seseorang yang melihat mereka dengan tampang bosan. Ya, bagi Sasuke, mereka berdua benar-benar keluarga yang aneh.

Sasuke terus melangkah di tempat yang riuh ini. Di sampingnya banyak kios yang berjajar menjual berbagai macam makanan ataupun menyajikan hal-hal lain untuk menarik perhatian pengunjung. Mata hitamnya jenuh melihat orang-orang yang berlalu-lalang seakan mereka tak punya tujuan pasti untuk pergi. Namun semua berubah dalam sekejap saat dirinya melihat sesuatu yang berhasil menarik seluruh perhatiannya.

Sasuke masih mabuk, tapi indera penglihatannya mampu bekerja dengan baik hanya karena orang ini. Seseorang yang bisa merangsang susunan saraf dalam tubuhnya untuk menyadari bahwa orang itu berada di sekitarnya. Bahkan jika Sasuke butuh tersangka untuk disalahkan karena telah menjebaknya dalam keramaian yang memuakkan ini, maka Uchiha itu tak perlu pikir panjang untuk menjawab karena sang pelaku berada tak jauh dari jarak pandangnya.

Sasuke masih ingat percakapan dua orang yang tidak sengaja dia dengarkan beberapa hari lalu. Tenten mengajak temannya pergi malam ini dan seseorang di samping gadis itu pun menyetujuinya. Sasuke tidak suka disebut penguntit. Namun tak bisa dipungkiri bahwa dia datang ke sini hanya karena satu nama, Hyuuga Hinata.

Gadis itu duduk di bagian luar sebuah kedai dango. Sasuke tidak peduli dengan aroma manis yang kurang cocok dengan penciumannya dan segera mendekati seseorang di sana.

"Hyuuga."

Hinata menoleh. Tampak dari raut mukanya yang begitu terkejut setelah dua kali bertemu senseinya. "S-Sensei...?"

Tak berhenti sampai di situ, Hinata lebih terkejut lagi karena Sasuke tiba-tiba menarik lengannya dan membawanya pergi.

[*]

Naruto dan Kiba datang saat dua orang itu tak lagi tampak. Keduanya ragu apakah tempat yang mereka kunjungi adalah tempat yang benar. Tentu saja, di sini ada banyak kedai. Ditambah lagi fakta bahwa Hinata tidak ada di sini. Namun mereka sangat yakin jika memang inilah tempat yang tepat. Menyerah dengan rasa ingin tahunya, Naruto memanggil dan menanyai salah seorang pekerja.

"Maaf, apa kau tadi lihat perempuan berambut panjang duduk di sini? Dia temanku."

"…?"

"..."

"Kau kira temanmu satu-satunya orang yang punya rambut panjang?" si pelayan laki-laki yang tidak berambut pendek mungkin tersinggung dengan pertanyaannya.

"Begini," Kiba mengambil alih pembicaraan, "Dia memakai mantel hitam." Merasa tidak ada kemajuan, Kiba menambah informasinya. "Kulitnya putih, tinggi badan sedang, dan warna rambutnya… um..." Kiba memikirkan suatu nama warna, "...biru gelap?"

"Hei, itu lebih mirip dengan ungu," sambung Naruto.

"Kau yakin? Sepertinya bukan itu," Kiba membayangkan lagi warna rambut temannya, "Kadang-kadang rambutnya berubah jadi hitam saat di tempat gelap."

Oke, cukup. Jadi... mereka tak menemukan kesimpulan akhir sebagai jawabannya. Daripada terlibat dalam perdebatan yang memakan waktu, si pelayan kedai memutuskan untuk menyela. Lagi pula, orang itu sepertinya mulai paham siapa yang dimaksud.

"Apa matanya putih?"

"Benar!" Kedua pemuda itu menghentikan adu argumen yang sedang berlangsung dan menjawabnya. Kalau memang bisa semudah ini, Naruto dan Kiba lebih baik menyebutkan ciri khas yang sangat identik dengan keluarga Hyuuga daripada memerkarakan masalah warna rambut.

Si pelayan menghela napas malas, "Sepertinya dia tadi sedang bertengkar dengan pacarnya."

Kiba dan Naruto masih berusaha menyerap kalimat tersebut.

"Laki-laki itu membawanya pergi dari sini."

Kedua pemuda tersebut mulai mencerna semuanya setelah yakin bahwa mereka tak salah dengar. Untuk masalah pacar... ayolah, mereka sangat tahu bahwa Hinata tidak punya kekasih. Dan lagi, ada seseorang yang membawanya pergi. Ya, seorang laki-laki. Laki-laki yang membawa Hinata pergi!

Apa itu artinya Hinata diculik?

"Ke mana mereka pergi?"

Si pelayan kedai terkejut karena diteriaki pertanyaan secara tiba-tiba. Dia memangkat tangan kirinya dan menunjuk ke suatu arah. Lalu, dua pemuda itu dengan cepat melesat pergi.

.:oOo:.

Naruto dan Kiba sampai di salah satu taman universitas. Di sini, tanda-tanda kehidupan sangat minim. Beberapa orang menuju tempat parkir ataupun berjalan menuju gerbang luar. Di sisi lain, terdapat beberapa pasang remaja yang duduk di bangku taman untuk memadu kasih. Ada juga yang berdiri di bawah pohon sambil berciuman dan yah… kau-tahu-sendiri.

Kiba dan Naruto berpencar. Karena pencahayaan sangat kurang, mereka harus memastikan dari dekat jika ada seseorang yang tampak seperti Hinata. Alhasil, Naruto kena marah saat menghentikan seorang gadis yang buru-buru pulang dan Kiba mendapat tatapan mematikan dari seorang pemuda karena telah merusak momen indah yang akan terjadi jika saja dia tidak datang mengacau.

[*]

Langkah Sasuke terhenti di salah satu penjuru taman Konoha-daigaku. Kemudian, dia melepas pegangan tangannya di lengan Hinata dan berbalik untuk menampakkan wajahnya.

Hinata tidak tahu keperluan apa yang ada di benak senseinya hingga membawanya kemari. Uchiha Sasuke hanya memberinya tatapan menusuk tanpa bicara apapun. Setelah mengumpulkan seluruh keberaniannya, gadis itu mulai angkat bicara.

"A-apa Anda perlu sesuatu?"

Sasuke mendengus mendengarnya. "Berhentilah berpura-pura sopan. Kau sudah tahu semuanya bukan?"

Hinata mengangkat kepalanya secara refleks, memandang senseinya dengan tatapan penuh tanda tanya hingga akhirnya Sasuke meneruskan kalimatnya.

"Aku yakin Neji memberitahumu."

Neji? Hinata masih berpikir hingga kemudian sadar apa yang sedang laki-laki itu bicarakan.

"Ya," gumamnya pelan. Neji sudah menceritakan semua. Semuanya sampai pada bagaimana sepupunya itu membenci Sasuke.

"Dan kau masih ikut ketika aku menarikmu ke sini?" tanyanya lagi sambil memperlihatkan senyum sinis.

"Ku-kukira ada yang ingin Se-sensei bicarakan."

"Kau bohong, Hyuuga! Aku berani bertaruh bahwa Neji telah meracuni otakmu untuk menjauhiku," ucap Sasuke dengan nada marah yang tertahan. Pemuda tersebut berjalan mendekat dan menyentuh pundak Hinata.

"Aku membencinya dan ingin melampiaskan semua padamu." Hinata bisa mencium bau alkohol keluar dari mulut senseinya.

"Dan aku tidak mengerti bagaimana bisa kau membuatku seperti ini." Hinata merasakan cengkeraman yang makin kuat di kedua bahunya.

"Lihat, Hyuuga! Lihat bagaimana kau berhasil menghantui pikiranku dan membuat semuanya kacau." Dengan tenaga kuat, Sasuke mendorong Hinata ke arah batang pohon terdekat.

Hinata memekik saat punggungnya membentur sesuatu yang keras. Bukan hanya itu, dia sangat terkejut dengan apa yang baru saja senseinya katakan. Yang lebih mengerikan lagi, Hinata melihat orang itu mendekat dengan matanya yang memerah.

"Se-sebaiknya Anda pu-pulang," katanya gemetar sembari mencoba berdiri, "Anda ma-mabuk berat malam i–"

Hinata tersentak ketika Sasuke menegakkan tubuhnya secara kasar. Orang itu menghimpitnya untuk mengunci semua pergerakan. Sasuke meraih dagunya dan berujar dengan suara mendesis yang sanggup membuat bulu romanya berdiri, "Kau harus bertanggung jawab, Hyuuga."

Hinata terpaksa menatap Sasuke dan melihat mata hitamnya yang pekat. Sungguh, matanya sangat menawan. Hinata menyesal dengan tindakannya karena kini dia tak bisa menarik diri dan justru makin terhanyut dengan keindahan yang ada pada diri Sasuke.

Kesadaran Hinata kembali saat merasakan bibir seseorang di pelipis kanannya. "Sensei..."

Orang itu menyapukan bibirnya di atas mata Hinata yang terpejam. "Le-paskan a-ku..."

Kini mulut senseinya turun mengikuti garis hidung gadis itu. Dia sadar bahwa jantungnya bergemuruh tidak karuan saat Sasuke dengan senang hati memainkan lidahnya di kulit pipi Hinata yang halus. Si gadis Hyuuga merasa dadanya sesak. Ia menyangsikan akan adanya persediaan oksigen di Bumi.

"Hen-tikan..." ucapnya lemah. Senseinya tidak boleh bertindak lebih dari ini. Kini mulut orang itu tepat berada di ujung bibirnya. Mahasiswi Fisika itu mampu merasakan udara hangat yang memukul kulit wajahnya. Hinata masih berusaha untuk bisa lepas dari lengan kuat itu, apalagi sebelah tangan Sasuke menekan kepalanya untuk tetap pada posisi. Hinata mencoba mengumpulkan tenaga untuk buka suara hingga akhirnya...

"Hentikan!"

Oh, akhirnya keluar juga. Namun, bukan perempuan Hyuuga itu yang mengatakannya. Bertepatan dengan terdengarnya suara maskulin tersebut, tubuh Sasuke mundur teratur. Bukan keinginan Sasuke, tapi sesuatu yang lebih kuat menariknya.

"Lepaskan!" Uchiha muda itu mengerang.

"Kau mabuk Sasuke," Naruto yang memegang lengan bagian kanan mengambil kesimpulan.

"Ya, ini parah sekali," sahut Kiba di sebelah kiri.

Sasuke masih berusaha melepaskan diri. Dua orang itu makin mengencangkan pegangannya pada lengan Sasuke. Meskipun sudah ada dua orang, pemuda mabuk tersebut tetap sulit dikendalikan.

Di sisi lain, Hinata hanya bisa terkejut dengan kejadian barusan. Sensei yang berada di bawah pengaruh alkohol tiba-tiba marah dan menyerangnya. Dua temannya yang entah datang dari mana juga berteriak tanpa aba-aba untuk menolongnya. Satu lagi hal aneh terjadi, Hinata merasa sulit bernapas. Dadanya kembang kempis dan kunang-kunang seolah berterbangan di depan mata. Lalu, dia melihat Sasuke yang berdiri membungkuk berusaha menengadah untuk menatapnya dengan mata setengah terpejam. Firasatnya mengatakan akan terjadi sesuatu yang buruk.

"Dan kau harus tahu bagaimana aku selalu memikirkanmu," Sasuke sedikit berteriak dengan nada frustasi.

Oh, apa yang dia katakan? Apa itu sebuah pengungkapan?

Bingung, Hinata tak bisa bertahan lebih lama lagi. Suara debuman di atas tanah terdengar sejurus kemudian.

"Hinata!" seru dua laki-laki lain khawatir.

T B C


Yang saya maksud di sini hanya perayaan biasa, bukan festival yg disertai pemujaan. Waktu browsing tentang matsuri, saya gak nemu festival yg cocok dengan bulan Februari minggu terakhir. Akhirnya, jadilah Daigaku-sai.

Klise banget ya? Sasuke-Hinata berhenti di taman & 2 cowok lain kebetulan nyari di tempat yg sama. Kalo gak gitu mah ceritanya gak selesai-selesai. ^^v

.

Terima kasih buat komentar-komentarnya.

Author masih mengharapkan masukan untuk chap 7 yg udah lama tertidur di document manager ini.