Keduanya kembali berhadapan. Di lembah tempat pertarungan terakhir mereka sebelumnya. Tempat di mana takdir menentukan bahwa jalan mereka telah berbeda.

Dan sekarang…

Penentuan.

"Bersiaplah, Sasuke! Ini akan jadi yang terakhir!" ujar pemuda berambut kuning itu sambil mengepalkan tangannya. Wajahnya yang sudah terlihat kusut dan penampilannya yang sudah acak-acakan tidak seberapa berarti baginya. Bahkan luka di sekujur tubuhnya pun diabaikan.

"Ya. Terakhir. Kematianmu, Naruto!" jawab pemuda yang dipanggil Sasuke itu, dengan tatapan tajam. Napasnya memang sudah sedikit tersengal, bajunya koyak di sana sini. Tapi ia tidak akan pernah melepaskan kesempatan terakhir ini. Kesempatan untuk membunuh orang yang selalu mengganggu hidupnya, mengganggu takdirnya untuk membalas dendam.

Keduanya pun bergerak tanpa aba-aba di saat yang terbilang bersamaan. Intensi membunuh terpancar dari tubuh keduanya.

Terakhir…

Serangan yang sangat mungkin diakhiri dengan kematian.

Alih-alih saling pengertian.


BACK TO THE BEGINNING

Disclaimer : I do not own Naruto. Naruto © Masashi Kishimoto

Pairing : SasuIno, NaruSaku, and may be some slights or hints

STEP 1. Tsunade's Order


Gadis berambut merah muda itu terduduk diam di samping ranjang yang memperlihatkan sosok tidur seorang pemuda. Mata pemuda itu tertutup rapat, seolah tidak ada lagi niat untuk membukanya. Sang gadis berambut merah muda itu pun hanya bisa merasakan kekhawatiran yang sangat saat melihat kondisi pemuda tersebut, tanpa bisa berbuat apa-apa.

Pemuda itu memang telah diobati semenjak ia ditemukan dalam kondisi yang benar-benar gawat akibat pertarungan terakhirnya di Perang Dunia Shinobi Keempat. Oleh guru yang dihormati gadis itu, sang Godaime Hokage sendiri, pemuda itu bahkan sudah dinyatakan bahwa ia akan segera sembuh. Tapi sampai sekarang pun, tanda-tanda kesembuhan itu belum juga terlihat.

Mungkinkah tekanan berat yang dirasakan pemuda itu membuatnya enggan terbangun kembali?

Bagaimanapun, dengan statusnya yang sempat menjadi Missing Nin, bahkan diburu karena berbagai tujuan yang dianggap berbahaya bagi semua Negara, termasuk Hi no Kuni, setelah sembuh, pemuda ini pasti akan segera diadili untuk semua dosa-dosanya. Entah apa hukuman yang akan dijatuhkan padanya. Kematian kah? Kalau memang demikian, bukankah tidak ada bedanya jika ia memilih untuk tidak terbangun lagi dari sekarang?

Sakura – gadis berambut merah muda tersebut – menundukkan kepalanya. Mulutnya terkunci sementara air mata mulai mengambang di bola matanya. Tepat saat itulah, sebuah suara mengejutkannya.

"Sakura?"

Sakura menengok ke belakangnya, hanya untuk mendapati sosok gadis lain, sebaya dengannya, yang berambut pirang panjang dikuncir ponytail.

Ino.

"Kau datang ke sini lagi, eh? Dan… kau menangis?" tanya Ino sambil mengerutkan alisnya.

Buru-buru, Sakura menghapus air matanya. Dengan lemah, ia kemudian menjawab.

"Ada perlu apa, Ino?"

"Ah," jawab Ino sambil memperlihatkan buket bunga yang dipegangnya, "apa cuma kau yang boleh menengok Sasuke?"

Sakura menggeleng. Ino tersenyum simpul.

"Daripada itu," ujar Ino lagi, "tadi aku baru dari ruangan Naruto. Tampaknya ia mencarimu?"

"Oh? Benarkah?" Sakura langsung beranjak dari tempat duduknya. "Kalau begitu, tolong jaga Sasuke sebentar. Aku akan ke tempat si Baka itu."

Ino hanya mengangkat bahu sambil beranjak mendekat ke arah ranjang. Ia kemudian menghampiri bunga yang sudah hampir layu di meja dekat ranjang dan menggantinya dengan buket bunganya sendiri –yang masih segar, tentu saja.

Setelah itu, perhatiannya kini teralih pada sosok pemuda berwajah tampan yang masih juga memejamkan matanya. Tidak ada bedanya dengan saat ia pertama kali melihat pemuda itu dibawa ke rumah sakit ini.

Wajah putih, rambut yang hitam, tertidur pulas. Meskipun perban tertempel di sekujur tubuh dan bahkan wajahnya tidak lepas dari beberapa tempelan plester, hal tersebut tidak mengurangi kesempurnaan yang memang dimiliki pemuda Uchiha tersebut. Bahkan sosoknya saat itu bagaikan gambaran kisah putri tidur yang memakan apel beracun. Dalam versi pria tentunya.

Ino menghela napas berat dan kemudian menyentil pelan dahi pemuda itu.

"Sampai kapan kau mau membuat Sakura menangis, Sasuke? Apa kau tidak cukup melihatnya bersedih?"

Ino kemudian menarik selimut dan menyampirkannya dengan lebih rapi sampai ke batas dada pemuda yang masih saja bergeming tersebut.

"Mungkin hidupmu tidak bisa kembali baik seperti dulu. Tapi setidaknya… bangunlah. Bukalah matamu kembali." Ino memandang ke arah wajah yang masih saja kaku tersebut. Matanya menelusuri setiap inci lekuk sempurna yang diwariskan bagi penyandang nama Uchiha, yang kini tinggal satu-satunya tersebut. "Naruto saja sudah terbangun. Sampai kapan kau mau tidur, hei, Tuan Muda Uchiha?"

Betapa banyaknya pun kata-kata yang dilontarkan Ino, pemuda di hadapannya tetap saja tidak memberikan reaksi apapun. Atau setidaknya… itulah yang Ino pikirkan pada awalnya.

Saat Ino sudah terduduk dan hendak kembali menatap wajah pemuda itu, ia nyaris saja terlonjak dari kursinya. Bagaimana tidak? Mendadak mata kelam pria itu terbuka dan kini mata itu menatap, nyaris tanpa kedip, ke arah Ino.

"Aa… Kau… Kau sudah sadar, Sasuke?"

Pemuda itu terdiam awalnya.

"Gimana keadaanmu?" tanya Ino lembut sambil beranjak bangkit dari kursinya, mendekat ke arah Sasuke. "Ada yang terasa sakit?"

"Ino?" ujar Sasuke yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan Ino.

"Ng? Ya?"

Sasuke mengamati kedua tangannya yang terlilit perban kemudian menyentuh kepalanya sebelum ia kembali menatap Ino. Onyx-nya tampak menyiratkan suatu kebingungan. "Aku… kenapa?"

"Eh?"

"Naruto, Sakura, dan Kakashi-Sensei… di mana mereka?" tanya Sasuke beruntun. "Aniki?"

Ino mengerjabkan matanya berulang kali. Tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Hah?" tanya Ino kebingungan. Rupanya, kebingungan Ino malah membuat Sasuke mengernyitkan alisnya. Keduanya kini saling memandang dalam bingung. Merasa bahwa ada sesuatu yang salah pada Sasuke, Ino pun akhirnya berdeham pelan sebelum ia berkata, "Aku... aku akan memanggil Tsunade-Sama! Tunggu sebentar ya?"

Sasuke tidak berkata apa-apa dan memilih untuk menundukkan kepalanya. Kedua tangannya yang terkepal diletakkannya di atas paha yang tertutup selimut berwarna putih. Begitu Ino menghilang dari ruangannya, pandangan pemuda berambut raven itu pun teralihkan ke arah jendela.

"Apa… yang terjadi?" gumamnya lirih.

o-o-o-o-o

Tsunade langsung datang ke ruangan Sasuke begitu menerima laporan dari Ino. Demikian pula dengan Sakura, juga Naruto yang mendengar kasak-kusuk bahwa Sasuke sudah sadar. Padahal Naruto sendiri masih dalam kondisi luka dengan banyak perban melilit tubuhnya, namun ia tetap memaksa untuk melihat kondisi Sasuke. Akhirnya, setelah berdebat cukup sengit dengan Sakura, gadis berambut merah muda itu pun menyerah atas kekeraskepalaan Naruto dan memapahnya untuk bersama-sama mendatangi ruangan Sasuke.

Begitu keduanya sampai di depan ruangan Sasuke, sudah ada Ino yang berdiri memunggungi pintu yang tertutup.

"Ino…" ujar Sakura saat ia melihat sosok gadis berambut blonde itu tampak mengamatinya. Ino kemudian melirik sedikit ke pintu di belakangnya.

"Tsunade-Sama sedang melakukan pemeriksaan," jawab Ino sambil melihat kembali ke arah Sakura dan kemudian Naruto. "Aku disuruh menunggu di sini."

Sakura mengangguk pelan saat tiba-tiba Naruto berkata dengan suara seraknya.

"Dia baik-baik saja kan?"

Ino mengangkat bahu. "Mungkin?"

Kini Naruto dan Sakura saling berpandangan satu sama lain. Baru Naruto hendak mengatakan sesuatu, Ino terlanjur memotongnya.

"Daripada itu, Naruto…" ujar Ino sambil memberikan pandangan tidak suka, atau tepatnya, tidak setuju, "memangnya kau sudah boleh berjalan keluar dari kamarmu ya? Dan Sakura, kenapa kau biarkan si Baka ini ke sini?"

"Yah…" jawab Sakura ragu-ragu.

"Aku yang memaksa Sakura-chan," jawab Naruto tegas. Pandangan mata sapphire-nya kemudian mengarah ke lantai. "Bagaimanapun, aku ingin melihat kondisinya…"

Ino menghela napas panjang. Gadis berambut pirang tersebut kemudian tersenyum.

"Apa boleh buat ya…" ujarnya sambil mengangkat bahu sedikit. "Tapi kau harus menunggu sebentar sampai Tsunade-Sama menyelesaikan pemeriksaannya."

Untuk beberapa saat, tidak ada seorangpun di antara mereka yang berbicara. Naruto kini sudah melepaskan pegangannya terhadap Sakura dan kini ia bersandar pada dinding yang ada tepat di sebelah pintu ruangan kamar Sasuke. Tatapannya lebih banyak mengarah ke langit-langit sementara mulutnya sedikit terbuka – merenung, lebih tepat dikatakan seperti itu.

Beda halnya dengan Sakura. Gadis itu hanya bisa memasang ekspresi sendu dengan tatapan yang mengarah ke bawah. Kedua tangannya terlipat lemah di depan dada, lebih tampak seperti usaha untuk menghangatkan dirinya – walaupun itu masih musim panas sebetulnya. Hanya sesekali gadis itu melirik ke arah Naruto dan kemudian Ino.

Ino tidak berbeda jauh dengan Sakura. Hanya saja, wajahnya tidak sesendu wajah yang ditunjukkan Sakura. Di menit-menit awal, ia beberapa kali mencuri pandang ke arah Sakura dan Naruto. Namun, setelah menghela napas, ia memilih untuk memejamkan matanya.

Beberapa menit dalam keheningan terasa begitu lama. Akhirnya, suara langkah dari dalam ruangan membuat ketiga Shinobi Konoha tersebut memasang telinga dengan waspada. Ino menegakkan tubuhnya, menjauh dari pintu. Sakura kini sudah membiarkan kedua tangannya tergantung di sisi-sisi tubuhnya sementara Naruto tetap bersandar pada tembok meskipun kepalanya sudah sepenuhnya terarah pada pintu kayu yang terlihat kokoh tersebut.

Cklek.

Pintu yang sedari tadi ditunggu itu pun akhirnya terbuka. Sosok seorang wanita berambut pirang yang diikat dua itu kemudian melihat ke arah tiga orang yang sudah memasang wajah harap-harap cemas.

"Baa-chan…" ujar Naruto memulai pembicaraan.

Sang wanita berambut pirang – Tsunade – memasang wajah marah pada pemuda berambut kuning tersebut. "Kenapa kau di sini, heh?"

"Bagaimana keadaan Sasuke?" tanya Naruto tanpa menghiraukan pertanyaan Tsunade.

Wanita yang sampai saat ini masih menjabat sebagai Hokage ke-5 itu semakin memasang wajah tidak senang karena pertanyaannya diabaikan.

"Tsunade-Sama," ujar Sakura yang spontan membuat Tsunade melihat ke arahnya, "maaf sudah membiarkan Naruto berjalan di saat kondisinya belum pulih sepenuhnya. Tapi… Naruto… mengkhawatirkan Sasuke…"

Tsunade menatap tajam ke arah Sakura sebelum wanita itu melunakkan ekspresi wajahnya dan kemudian menghela napas. Wanita itu kemudian melirik ke dalam ruangan dimana asisten kepercayaannya – Shizune – masih melakukan beberapa pencatatan. Setelah memastikan bahwa pasiennya akan aman bersama asistennya, Tsunade pun menutup pintu ruangan tersebut.

Dengan suara beratnya, Tsunade kemudian berkata.

"Secara fisik, ia baik-baik saja," ujar Tsunade akhirnya. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan soal luka-luka di tubuhnya. Dia dapat pulih sepenuhnya dalam minggu-minggu ini."

Sakura langsung bergumam, "Yokatta", dengan ekspresi yang terlihat lega. Naruto sendiri masih mengernyitkan alisnya, apalagi setelah Ino bertanya.

"Tapi… ada gangguan lainnya kan?"

"Aa," jawab Tsunade sambil meletakkan sebelah tangannya di belakang kepala. "Kurasa, dia mengalami sedikit gangguan pada fungsi memorinya."

Ino menahan napas saat mendengarnya, sama seperti Sakura juga Naruto yang langsung memasang wajah terkejut. Seharusnya Ino bisa menduga. Bukankah ia sudah melihat gejala itu tadi? Ada yang tidak beres dengan ingatan Sasuke.

Gadis Yamanaka pun kemudian menyentuh dagunya dengan tangannya yang putih. Tatapannya mengarah ke lantai. Jelas terlihat kalau ia sedang berpikir. Tapi tidak lama sampai ia kembali menghadap Tsunade.

"Apakah… selective amnesia?" tanya Ino kemudian.

Tsunade mengangguk yakin. "Ya, ya. Bisa dikatakan seperti itu. Ia tidak sepenuhnya lupa. Sasuke masih bisa mengingat semua orang. Naruto, Sakura, Kakashi, juga…"

"Aniki-nya," potong Ino lagi dengan cepat. Tsunade mengangguk.

"Tapi yang dia ingat adalah bahwa Uchiha Itachi masih hidup dan tidak pernah melakukan pembantaian terhadap keluarga Uchiha. Ia benar-benar melupakan kejadian-kejadian yang paling tidak ia inginkan dalam hidupnya," jelas Tsunade lagi. "Tentu saja, mengenai pengkhianatannya terhadap Konoha pun tidak diingatnya."

"Hal seperti itu…" ujar Naruto dengan tatapan tidak percaya. Pemuda itu menghentikan kata-katanya dan menelan ludah.

Tsunade mengangkat bahunya sedikit.

"Tapi… dia bisa sembuh kan?" tanya Naruto lagi.

"Itu…"

Belum sempat Tsunade menjawab, Sakura mendadak memotong ucapan Hokage yang dianggapnya sebagai Sensei-nya tersebut.

"Bukankah lebih baik seperti ini?" ujar Sakura dengan ekspresi yang tidak terbaca. "Bukankah Sasuke akan jauh lebih baik jika ia tidak mengingat hal-hal yang menyakitkan itu? Ia bisa melupakan dendamnya dan hidup normal seperti dulu."

Kini tiga pasang mata sudah memandang Sakura dengan tatapan khawatir. Sakura kemudian memasang senyum.

Senyum… dengan ekspresi yang sedih.

"Bukankah ini yang terbaik?"

Hening sejenak sampai akhirnya, Naruto kembali berinisiatif untuk memecah keheningan yang ganjil tersebut.

"Sakura-chan," ujar Naruto dengan alis yang mengernyit, "aku… tidak setuju denganmu!"

"Apa? Tapi Naruto…"

"Walaupun menyakitkan, Sasuke tetap harus mengingatnya!" ujar Naruto dengan perlahan. Namun tidak disangkal, ketegasan terdengar dari nada suaranya. "Ia tidak mungkin terus lari dari kenyataan! Dan lagi..."

Ucapan Naruto terhenti, kini tatapan pemuda itu terarah sepenuhnya pada lantai dengan wajah yang berubah sendu. Meskipun demikian, tangannya malah terkepal kuat, seolah lanjutan kata-katanya adalah suatu hal yang enggan dikatakannya di saat seperti ini sehingga ia memilih menahannya mati-matian.

Tsunade kemudian berkacak pinggang sebelum ia menguatkan ucapan Naruto. "Naruto benar. Bagaimanapun, Sasuke harus mengingat semuanya sehingga ia bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya di masa lalu!"

Sakura kemudian menggigit bibir bawahnya. Matanya tampak berkaca-kaca.

"Kalian… tidak mengerti. Sasuke sudah terlalu banyak merasakan penderitaan itu. Kenapa tidak kita biarkan dia…" tukas Sakura sambil menyentuh lengan kanannya dengan jari-jari tangan kirinya.

"Sakura!" ujar Tsunade setengah membentaknya. "Kau sadar apa yang kau ucapkan? Apa kau mau membiarkannya melupakan semua kesalahannya di masa lalu? Kau Shinobi. Kau yang paling tahu bahwa keadilan itu tidak memihak dan harus ditegakkan, bagaimanapun caranya!"

"T-Tapi," bantah Sakura lagi dengan suara yang sedikit bergetar. Namun, Tsunade tidak membiarkan gadis itu melanjutkan bantahannya.

"Aku tahu, Sasuke memang tidak sepenuhnya salah. Tapi tetap, ia telah melakukan kesalahan-kesalahan tersebut, mengkhianati Konoha, melukai banyak Shinobi, menyerang Kage, bahkan membunuh Danzou…" Tsunade memandang Sakura yang tampak tidak bisa menerima penjelasan tersebut. "Ia harus menerima hukuman yang setimpal untuk itu!"

Sakura hanya bisa terbelalak saat Tsunade menekankan kata 'hukuman' dalam kalimatnya barusan. Setelah itu, sang gadis berambut merah muda itu pun menundukkan kepalanya sekilas dan akhirnya ia memilih untuk berbalik, menjauh dari tempat itu dengan berlari.

"Sa-Sakura-chan?" panggil Naruto yang sudah berusaha mengejarnya. Namun…

"Akh!" erang Naruto.

Tidak bisa, luka-luka di sekujur tubuhnya menahan Naruto untuk bergerak lebih jauh.

"Biar aku yang…" seru Ino yang sudah hendak berlari mengejar Sakura.

"Ino!"

Satu panggilan dengan nada keras dari Tsunade membuat Ino terdiam dan kemudian menoleh ke arah Godaime Hokage tersebut.

Tsunade kemudian menggelengkan kepalanya sebelum ia kembali menghela napas.

"Ino, kau antar Naruto ke kamarnya. Setelah itu, kembali ke sini! Ada yang harus kubicarakan denganmu!"

Ino memberi pandangan bertanya pada Tsunade tapi karena Tsunade terlihat tidak hendak menjawab langsung di saat ini, gadis berambut pirang itu pun hanya bisa mengangguk dan menjawab, "Hai'! Wakarimashita!"

o-o-o-o-o

"Apa?" ujar Ino setengah berteriak, membuat Tsunade memutar bola matanya sedikit kesal.

"Kau mendengarku dengan jelas bukan?"

Ino mengangguk. "Tapi, Tsunade-Sama… kenapa aku? Maksudku… bukannya aku menolak, tapi Sakura lebih pantas menangani misi ini kan?"

Tsunade menghela napas singkat sebelum melirik pintu di belakangnya, masih pintu yang sama dengan pintu yang menjadi pembatas menuju ruang tidur Sasuke. Wanita berdada besar itu kemudian melipat tangannya di depan dada.

"Tentu kau masih ingat reaksi Sakura tadi bukan?"

Ino tampak menimbang perkataan Tsunade sejenak. "Yah…" jawab gadis itu sambil menunduk, " ia malah malah bersyukur karena Sasuke kehilangan ingatan…"

"Tepat!" jawab Tsunade sambil sedikit tersenyum. "Karena itulah, aku memberikan misi ini padamu. Misi mengembalikan ingatan Sasuke!"

Ino masih tidak puas. Bukannya ia tidak suka, sebaliknya, dengan tugas itu, tentu ia dapat semakin dekat dengan Sasuke. Tapi dirasanya, tanggung jawab ini terlalu berat. Sasuke bukanlah orang yang 'mengakui' keberadaannya. Selama ini, selalu Ino sepihak yang mengejar sosok Sasuke. Apa seseorang sepertinya bisa membantu Sasuke mengembalikan ingatan yang hilang sementara ia tidak tahu lebih banyak mengenai pemuda itu? Mengenai kejadian yang sudah dilewati pemuda itu? Mengenai hal-hal yang sudah dialami pemuda itu?

Ino menghela napas. "Bukankah Naruto, ah, atau mungkin Kakashi-Sensei akan lebih bisa menanganinya dibandingkan denganku?"

Tsunade menggeleng. "Naruto? Kau lihat sendiri kondisinya."

Ino ingin menyela dan mengatakan bahwa Naruto pasti bisa segera sembuh dengan chakra Kyuubi tak terbatas dalam dirinya.

"Dan Kakashi…" Tsunade menggeleng perlahan. "Akibat pertarungan terakhirnya dengan Madara, ia harus menjalani terapi pemulihan yang sudah pasti akan memakan waktu lama. Bahkan mungkin lebih lama dari masa pemulihan Naruto."

Ino kembali menggerakkan kepalanya, menunduk. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi.

Mendadak, sebuah tangan terasa berat menimpa pundaknya.

"Aku tahu kau pasti bisa, Ino," ujar Tsunade sambil tersenyum lembut. "Aku tahu, kau masih memiliki perasaan itu, sebagaimana Sakura memilikinya terhadap Sasuke."

Ino menatap Hokage sekaligus guru dalam ninjutsu medis-nya tersebut dengan tatapan sedikit terkejut.

"Tidak ada gunanya berpura-pura sudah menghilangkan perasaan itu jika kau hanya berniat mengalah pada Sakura."

"Uh…"

"Nah," jawab Tsunade sambil menarik tangannya dari pundak Ino dan kemudian membuka pintu yang sedari tadi tertutup. "Mulai sekarang, aku akan menyerahkan misi pemulihan ingatan Sasuke padamu! Tidak perlu terburu-buru karena jika kau salah langkah, reaksi penolakan akan muncul dan bukan tidak mungkin, ia akan semakin menyangkal ingatan tersebut lalu menguburnya semakin dalam."

Tsunade melangkah masuk ke kamar dan kemudian bergerak sedikit agar Ino dapat memandang sang pemuda berambut raven yang juga balik memandang ke arahnya dengan tatapan curiga.

"Misi ini akan kukategorikan sebagai misi kelas B," tambah Tsunade, "dan karena misi ini bersifat perintah, maka aku tidak menerima penolakan!"

***つづく***


Uhyeah! SasuIno, again! And it's semi-canon that takes time after the Fourth Shinobi World War.

Well, this is not really what will happen on the real manga. See? I made Kakashi's last fight is with Madara. How am I supposed to know when the manga has not reached that part yet. Hahaha.

Anyway, I can't promise you that the next chapter will come soon. I mean, I want to make another multichap fic (again) *sigh* because there's still one more idea left on my mind and before I forget it, better I write it down soon. But, once again, I think I can't promise anything about the update. *unresponsible person, am i? XD

Oh, well…forget about that rambling. How about this fic, minna-san? What do you think?

Please tell me your opinion via review, okay?

I'll be waiting.

Regards,

Sukie 'Suu' Foxie

~Thanks for reading~