"Ayam ayam ayam ayam, unn~"

"Heh, kau bisa diam nggak, sih?"

"Bebek bebek bebek bebek bebek, unn~"

"Kubunuh kau!"

"Sasuke-kun, jangan! Dei-chan 'kan cuma bercanda."

"Cih."

"Iya, dia 'kan cuma mengatakan yang sebenarnya."

"Diam kau, muka boneka."

"Aku bukan muka boneka, aku memang imut."

"Ahahaha, Sasori-chan memang imut, ya~"

"Hn. Shasuke-nii lebi imuut~"

EH?


The BABY Criminals

Andromeda no Rei

.

Standard Disclaimer Applied

.

.

Parkemen 3

Keluarga? —hell yeah!

.

.

.

Inilah potret sebuah keluarga sederhana yang bahagaia sentosa, yang selalu diimpikan setiap pasangan suami istri yang baru saja membina rumah tangga. Seorang ayah yang berwibawa—suka bermain dengan anak-anaknya, ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang, serta anak-anak yang patuh dan ceria.

Ouh, so sweet~

Tapi semua itu hanya sebuah gambaran, bukan kenyataan—namun mendekati keadaan yang sebenarnya. Di sana, di sebuah training field di dekat Akademi Ninja, tampak empat orang makhluk yang jika dilihat sekilas, nampak seperti sebuah keluarga idaman.

Uzumaki Naruto, pemuda kyuubi 17 tahun yang kini sedang menemani dua orang bocah kembar berbeda warna—hitam-putih—berlatih melempar kunai. Membosankan memang, tapi mereka cukup menikmatinya. Oh, tapi bukankah dua bocah itu sebenarnya adalah seorang—ah, mantan anggota Akatsuki? Kriminal kelas S yang kekuatannya cukup perlu diacungi jempol sejak perang dunia shinobi keempat, setahun yang lalu. Aneh 'kan ada buronan internasional berbahaya malah menikmati permainan bodoh yang biasa dimainkan anak-anak akademi? Ah, sepertinya pengaruh racun telah benar-benar nyaris mengubah kondisi psikis mereka.

Di bawah pohon oak tak jauh dari tempat Naruto berdiri, seorang gadis rupawan dengan anggunnya duduk manis memperhatikan kegiatan kecil di depannya, Hyuuga Hinata. Di sebelah kanannya teronggok kalem sebuah kotak bento untuk camilan ketika mereka istirahat.

"Naruto-kun..."

Suara Hinata yang lemah terdengar sayup-sayup di antara denting logam kunai yang beradu, mampu mengalihkan perhatian sosok pemuda yang dipanggil.

Naruto menoleh, tersenyum saaaangat manis ke arah gadis berambut indigo itu. "Mereka jago melempar kunai dan shurikan lho, Hinata," ujar Naruto sambil berjalan menghampiri Hinata. "Salut. Padahal mestinya mereka 'kan baru bisa masuk akademi tahun depan, tapi kayaknya udah berbakat bahkan sebelum diajarin tuh."

"Un, kau benar, Naruto-kun." Hinata tersenyum memperhatikan Shiro dan Kuro yang masih asyik membidik boneka jerami sasaran mereka. "Kalau besar nanti mereka pasti bisa jadi ninja yang hebat, ne."

BRUUUKK

Naruto menjatuhkan diri dengan agak kasar di samping kiri Hinata. Kedua tangannya menyangga kepala blonde-nya. Senyum rubah tak lepas dari fiturnya yang semakin dewasa. "Kalau sudah menikah nanti aku juga pengen punya anak-anak seperti mereka," ucap Naruto asal. Sedangkan gadis di sebelahnya hanya berjuang menahan mukanya yang nyaris mendidih. Ah, membicarakan masa depan memang selalu membuat Hinata tersipu lebih malu dari biasanya.

"Be-benar, Naruto-kun," jawab Hinata setengah berbisik.

"Ah, iya! Menurutmu nanti enaknya kita punya anak berapa, ya?" tanya Naruto tiba-tiba tanpa melepas pandangannya dari Shiro dan Kuro.

"E-EEEHH?" Hinata terkejut bukan main. Wajahnya kini sudah lebih merah dari kepiting rebus. Duh, kenapa pula Naruto harus menanyakan hal-hal tidak penting seperti itu? Padahal 'kan mereka masih pacaran. Aah~ Hinata tidak tahu lagi mau menjawab apa. Senang sih Naruto menanyakan ini padanya, tapi tetap saja... 'kan malu.

"Kau kenapa, Hinata?" Naruto menoleh, mendapati Hinata menatapnya dengan mulut sedikit menganga dan wajah merah padam.

"A-ak... nggak pa-pa kok, N-Naruto-kun," jawab Hinata terbata.

Naruto nyengir dan mendekatkan wajahnya pada sang kekasih. "Hayoo kau ngebayangin apa, Hinataa~?"

"Ap-apa... aku ng—"

"Ah, aku tahu!" seru Naruto seraya menjauhkan wajahnya dari Hinata dan menepuk tinjunya. "Kita latihan jadi orang tua saja dulu! Bilang sama Tsunade-baachan kita mau ngadopsi Shiro-kun dan Kuro-chan!"

"La-latihan?" Hinata menangkup kedua pipinya sendiri, meredam rasa panas yang entah dari mana datangnya.

"IYAAA~!" seru Naruto sambil mengangkat kedua tangannya kemudian melipatnya di depan dada. "Nanti deh kita ngomong sama Tsunade-baachan, habis ke Ichara—LHO, HINATAA?"

Saat itu juga, Hinata pingsan dengan sukses.

"Kekerasan dalam rumah tangga," ujar sebuah sebuah suara cempreng dengan kalemnya, Shiro.

"EHH? APAAA? B-BUKAAANN~!"

.

.,:;o0o;:,.

.

"Obaa-san, tolong dibungkuskan, ya!"

"Ah, Sakura, belanjaanmu banyak sekali hari ini." Seorang wanita paruh baya penjaga kasir tampak sedikit terkejut dengan keranjang belanjaan Sakura yang menggunung oleh baju anak-anak.

"Ahaha, begitulah," jawab Sakura sambil tersenyum canggung.

"Hmm..." Wanita penjaga kasir itu hanya menaikkan kacamata bulan separo-nya yang sedikit melorot, beruasaha memperhatikan dengan jeli macam-macam pakaian kecil belanjaan Sakura. Pandangannya kemudian teralih kembali pada Sakura yang sedang menggendong Itachi kecil, lalu pada beberapa makhluk di belakangnya; Sasuke, Deidara, dan Sasori. "Ah, kalian benar-benar serasi, ne," ujarnya seraya tersenyum simpul. "Tampak seperti keluarga yang harmonis."

PEEEEEESSSHHHHHH

Tidak perlu menjelaskan dengan detail alasan mengapa secara bersamaan pipi Sasuke dan Sakura merona dan terasa cukup panas. Oke, ini benar-benar membuat mereka malu!

"Err... k-kami—" sanggahan Sakura terpotong ketika mendengar gerutuan kecil di belakangnya. Sakura menoleh, mendapati Sasuke tengah berusaha melepaskan Deidara yang mencoba menggigit kepala raven-nya. "Dei-chan!" seru Sakura memperingatkan.

Deidara cemberut dan memalingkan wajahnya yang menggembung karena kesal—entah kenapa. Sedangkan Sasuke yang nyaris kehilangan kesabaran hanya mendengus sebal. Bukan apa, hanya saja ia cukup kaget ketika tiba-tiba Deidara melancarkan percobaan pembunuhan terhadapnya, dengan cara menggigit kepala beraksen ekor bebek kebanggaannya—memanfaatkan posisinya yang sedang duduk di pundak si bungsu Uchiha.

Oke, itu terlalu berlebihan. Tapi Sasuke benar-benar tidak habis pikir kenapa bocah-pirang-mirip-cewek itu tiba-tiba melakukan hal menyebalkan itu terhadapnya. Apalagi ketika dirinya sedang asyik blushing setelah mendengar penuturan wanita penjaga kasir tentang—yeah, you know what I mean.

Itachi—yang berada dalam gendongan Sakura—melirik adiknya sekilas. Alisnya bertaut, pertanda ia sedang berpikir. Sebelah tangan mungilnya kemudian bergerak, menggapai ujung rambut depan Sakura. Kunoichi asuhan Senju Tsunade itu menoleh, menatap Itachi yang sedang memasang tampang datarnya yang biasa—namun tetap terkesan imut di mata orang normal.

Sakura tersenyum tipis. "Ya, Itachi-kun?"

Itachi menunduk, memperhatikan kepalan tangan bulatnya yang mungil. Ia kemudian menggeleng pelan.

Hn, susah juga menghadapi balita tipikal Uchiha. Terlalu irit bicara, sedangkan ciri balita sehat yaitu aktif. Apa jangan-jangan Itachi sedang tidak sehat? Lupakan itu. Walaubagaimanapun Itachi masih Itachi, salah satu kriminal kelas S yang telah menghabisi seluruh anggota klannya sendiri pada usia tiga belas tahun—yang kini terperangkap dalam tubuh lucunya sendiri.

"Ini belanjaanmu, Sakura. Semuanya jadi empat puluh ribu ryo," ucap wanita penjaga kasir itu sambil merapikan tas plastik berisi baju-baju kecil yang Sakura beli.

"Hai', arigatou gozaimasu, Obaa-san." Sakura meletakkan dua lembar uang kertas mengambil tas belanjaannya dengan susah payah.

.

.

Lima orang dengan warna rambut kontras itu berjalan beriringan menuju apartemen kecil Sakura, dengan Deidara—yang masih tampak sebal—di pundak Sasuke, dan Itachi dalam gendongan Sakura, serta Sasori yang berjalan di sebelah kiri Sasuke.

"TULUN, UN!" seru Deidara ketika mereka telah sampai di depan pintu masuk.

Sasuke memutar bola matanya bosan. Bocah berambut pirang itu terus saja bertingkah menyebalkan terhadap Sasuke sejak keluar dari toko tadi, dan itu sungguh membuat Sasuke kesal. Kenapa sih, Deidara? Sedang PMS-kah? Tentu saja tidak. Deidara itu cowok—ingat?

"Hn." Sasuke menurunkan Deidara dengan agak kasar dan menyodorkannya pada Sasori.

"H-hei!" Sasori yang tidak siap hanya gelagapan memegang tubuh mungil Deidara yang meronta-ronta tidak jelas. "Diam, Dei!" serunya sambil memasang tampang seram—tapi tetap lucu, berusaha menggeretak balita bermata aquamarine itu. Namun sia-sia, karena detik berikutnya Deidara malah merengek tidak jelas. "O-oi—"

"Hiks... hueee~ Saso-chaaann~" rengek Deidara sambil mencubit-cubit pipi tembem Sasori.

"Dei, deida—aaarrghh~ lepasin!" Sasori mencoba menjauhkan pipinya dari cubitan-cubitan ganas tangan mungil Deidara, tapi gagal karena tangan bermulut itu cukup cepat.

"Hoeeee~ Saso-chaaann~" tidak mau kalah, Deidara semakin mengeratkan pelukannya pada Sasori. Sebelah tangannya masih setia mencubit-cubit pipi ranum bocah berambut merah itu. "Huaaa Shashu..khe-nii jeleeekk~ Huaa~~"

Saraf di pelipis Sasuke berkedut.

Ia tak suka anak ini. Sungguh! Orang ganteng gini dibilang jelek, batin Sasuke protes.

Sasori menengadah, menatap Sakura dengan pandangan aku-harus-bagaimana?-nya. Namun medic-nin berambut merah muda itu hanya membalasnya dengan wajah yang tak kalah pasrah dan mengedikkan bahu, bingung. Jujur saja, Sakura memang belum pernah menghadapi hal seperti ini sebelumnya. Tentu saja. Ia tidak punya adik seusia itu, keponakan, apalagi anak. Hell no, Sakura tidak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan Deidara.

"Bawa dia masuk," ujar Sasuke dengan nada memerintah. Wajahnya datar tapi penuh kesungguhan atas kalimatnya barusan, membuat Sasori yang hendak protes langsung menunduk dan memilirik Sakura.

Sakura tersenyum kecut dan mengangguk pelan. Sambil cemberut, Sasori akhirnya mengeratkan dekapannya pada Deidara dan mendahului yang lain memasuki apartemen Sakura.

"Hahh... Untung Itachi-kun nggak bandel, ya," ucap Sakura sambil tersenyum lembut pada Itachi. Bocah tiga tahun itu hanya tersenyum saaaangat tipis dan mengangguk pelan. Bola mata onyx bulatnya tampak berkaca-kaca.

"Hn, baguslah." Sasuke berujar sambil menepuk pelan kepala Itachi.

Lama mereka terdiam dengan posisi itu, hingga terdengar bisik-bisik tidak jelas di sekitar mereka. Sontak ketiganya menoleh, mendapati beberapa tetangga sekitar apartemen Sakura dan beberapa shinobi yang lewat tampak memperhatikan mereka. Beberapa berdecak kagum, namun tak jarang pula yang terlihat sangat terkejut.

"Si Uchiha terakhir itu, ya."

"Wajar saja, sih."

"Mereka teman satu tim, 'kan?"

"Ternyata Haruno, ya."

"Eh, dia 'kan medic-nin asuhan Godaime Hokage langsung."

"Tidak terduga bakal secepat itu, ya."

"Pantas saja Uchiha itu kembali ke Konoha."

"Tapi sepertinya perut Haruno tidak pernah buncit."

.

.

Hening...

.

.

WHAT THE?

Butuh berapa detik untuk menyadari pemandangan itu, eh? Di depan apartemennya sendiri, Haruno Sakura tengah menggendong seorang bocah laki-laki tiga tahun yang memiliki ciri-ciri yang nyaris sama persis dengan—ehem—Uchiha Sasuke, yang berdiri di sebelahnya sambil menepuk pelan kepala bocah itu.

Rambut raven? Sama. Mata onyx? Sama juga. Warna kulit? Persis! Dan sekarang bocah itu ada dalam gendongan gadis Haruno? Hell yeah~! Orang abnormal mana yang berpikir mereka bukan sepasang suami istri dengan anak laki-laki mereka?

Ohh~ asmaraaa~

PEEEEEESSSSSSHHHHHHHH

Sontak pipi keduanya—Sasuke dan Sakura—merah padam, nyaris menyamai warna baju yang sering dikenakan kunoichi itu. Secara bersamaan pula keduanya menunduk dalam-dalam, berjuang sekuat mungkin untuk mengabaikan perasaan meletup-letup dan degupan yang entah mengapa jadi teralu kencang. Malu dan salting di saat yang bersamaan, tidak berani menatap—dan mendengarkan orang-orang di sekitar mereka.

Baru seperempat detik Sasuke punya inisiatif untuk mengajak Sakura masuk dan mengabaikan orang-orang di luar sana, suara-suara lain—yang begitu mereka kenal—menghentikan gerakannya.

"WAH WAH WAH~ Cepet banget punya anaknya~"

"Akhu gha... kraukk... thau khalo... kraukk... khalian sudha... kraukk... menikhah... kraukk kraukk..."

"Merepotkan..."

Sakura sweatdropped, lebih bisa mengendalikan kegugupannya kali ini. "Ino-Shika-Chou," gumamnya pada 'tamu-yang-kebetulan-lewat' mereka. "Jangan ngomong sembarangan."

"Kau pikir aku akan percaya?" Yamanaka Ino, gadis blonde pemilik Toko Bunga Yamanaka, menghampiri Sakura sambil menyeringai penuh arti. Mata aquamarine-nya kemudian beralih pada bocah mungil dalam gendongan Sakura, Itachi.

"Haahh... Ino, kau ku—HEI!"

Kalimat Sakura terpotong ketika secara kasar Ino merebut Itachi dari dekapan Sakura dan mengangkatnya tinggi-tinggi. "Ini ya, anak kalian? Hmm... ganteng juga," ucapnya disertai cengiran jahil. "Benar-benar mirip Sasuke-kun, ne~" gadis itu melanjutkan sambil mengerling ke arah Sasuke. Sedangkan si pemuda Uchiha hanya membuang muka dengan semburat merah tiiiiiipis di kedua pipinya.

"Masa, sih?" Chouji menimpali setelah ia mengunyah habis keripik kentangnya dan membuang bungkusnya di tempat sampah terdekat. Ia turut menghampiri Ino dan memperhatikan Itachi dari belakang kunoichi barbie-like itu. "Aa, kau benar," ungkapnya sembari mengusap dagu. "Sepertinya gen Sasuke lebih dominan secara fisik, ya."

"Iya, ya," ujar Ino sambil menurunkan Itachi dan menggendongnya di depan dada. "Mananya yang mirip Sakura, ya?"

"Hidungnya," sahut Shikamaru sambil menguap lebar.

Ino sweatdropped. "Kau perhatian sekali, Shikamaru."

"Serius." Shikamaru melanjutkan. "Lihat? Tuh, mirip, 'kan?" ucapnya seraya menunjuk hidung mungil Itachi.

"CUKUP." Sakura merebut kembali Itachi dengan segera dan men-deathglare teman-teman tim 8 satu-per satu. Di sisi lain, Itachi hanya bisa mengembuskan napas berat melihat kenyataan dirinya sedang diperebutkan dengan cara yang cukup tidak elit. "Ini Itachi-kun, dan dia adalah salah satu anak yang diadobsi Tsunade-shishou—yang sedang dititipkan padaku untuk sementara waktu," jelas Sakura tegas. Sekali lagi, ia menatap Ino, Shikamaru, dan Chouji bergantian—meyakinkan dirinya sendiri bahwa mereka telah benar-benar percaya. "Wakatta ka?"

"Hai, hai," jawab Ino sambil mengibas-ngibaskan jemari lentiknya. "Kami 'kan cuma bercanda, Sakura."

"Aku serius," sahut Chouji sambil mengacungkan sebelah tangannya.

Sakura mendelik.

"Iya, iya, Sakura-chaaann~" Ino cemberut. "Orang budek juga pasti bakal mikir kalo kalian anak remaja yang kawin lari karena nggak disetujui orangtua dan punya an—"

"INOOO~!" potong Sakura frustasi.

"Baik, baik, aku diam." Ino memutar bola matanya dan bersedekap. "Dasar jidat lebar," gumamnya sambil melenggang pergi.

"Hei, aku dengar itu, Ino-babiii~!" seru Sakura ketika punggung Ino yang tertutupi ponytail-nya semakin menjauh.

Chouji yang menggaruk-garuk kepala tak mengerti hanya mengangkat bahu sekilas kemudian turut melenggang mengikuti langkah Ino.

Shikamaru menguap sebentar sambil menggumamkan kata 'mendokusei' pelan. Ia melirik dua shinobi yang pernah jadi teman sekelasnya itu sekali lagi, kemudian berjalan menghampiri Sasuke yang dari tadi hanya terpaku tanpa kata-kata.

"Aku pernah bilang, 'kan?" bisiknya di telinga Sasuke. "Wanita itu merepotkan."

"Shikamaru..." desis Sakura yang mendengar ucapannya pada Sasuke.

"Yo, sampai nanti, teman-teman." Shikamaru menyusul kedua teman setimnya yang sudah menghilang di belokan blok terdekat, melambaikan sebelah tangannya dengan tidak bersemangat.

.

.

Hening lagi...

.

"Ne, Sasuke-kun—"

"HOEEEEEEEEEEEEEEEE~~"

Terkejut, reflek Sakura menyodorkan Itachi pada Sasuke dan berlari menerjang pintu apartemennya, mencari suara tangis yang ia tahu berasal dari Deidara. Ia melempar tas belanjaannya sembarang arah dan buru-buru ke ruang tengah.

Mata viridian-nya membulat sempurna tatkala melihat Deidara tengah terjungkang ke dalam keranjang tempat cucian kotor—yang seharusnya ada di dekat kamar mandi. Bocah itu menangis pilu, berteriak sekuat yang ia mampu. Kedua pipi bakpau dan hidungnya memerah, dan tangan-tangan mungilnya memegangi kepala pirangnya—yang Sakura duga terantuk dasar keranjang.

Sedangkan Sasori hanya diam dengan ekspresi bosannya, memperhatikan Deidara seolah sedang menonton opera sabun membosankan.

"DEI-CHAN!" Sakura segera menggendong Deidara dan mengusap-usap punggungnya. "Sudah, sudah, ada aku di sini," ucapnya berusaha menenangkan. Namun balita berstatus kriminal kelas S itu masih saja menangis, meski tak senyaring sebelumnya.

Sasori menoleh ketika dilihatnya Sasuke yang tengah menggendong Itachi menyusul masuk. Bungsu Uchiha itu hanya diam, tidak tahu harus berbuat apa. Kedua tangan mungil Itachi terulur ke depan—ke arah Sakura. Balita berambut raven itu diam, tidak merubah ekspresinya. Namun Sasuke tahu, ia sedang mengkhawatirkan Deidara.

"Apa yang kau lakukan?" bentak Sakura pada Sasori setelah tangis Deidara mereda—digantikan oleh sesenggukan kecil.

"Apa? Itu 'kan salahnya sendiri," bela Sasori tak mau kalah. Mukanya memerah entah karena apa.

"Deidara masih kecil!" Sakura menatap tajam bocah yang pernah menjadi lawannya itu. Ia marah. Ia sangat marah. "Kau seharusnya membantunya! Bukannya malah—HEI!"

"KENAPA KAU SELALU MEMBELANYA?" Sasori berlari keluar ruangan itu, tidak mempedulikan ocehan Sakura. Bocah yang kini bertubuh enam tahun itu sedikit menabrak Sasuke yang masih berdiri di ambang pintu ruang tengah, kemudian mengunci diri dalam kamar mandi.

Sakura kesal. Kunoichi berambut sebahu itu—lagi-lagi—menyodorkan Deidara pada Sasuke yang sedang menggendong Itachi, secara sepihak. Kemudian ia menyusul Sasori ke kamar mandi.

Sasuke menghela napas panjang ketika mendengar pintu kamar mandi yang digedor-gedor kasar oleh Sakura. Namun detik berikutnya, pandangannya melembut ketika melihat aksi Itachi.

Balita berkuncir kecil pada tengkuknya itu menepuk-nepuk kepala Deidara dengan tangan mungilnya. Masih dengan ekspresi datarnya ia berkata, "Cengeng, dasal jelek."

Deidara terdiam. Mata bulatnya yang berkaca-kaca menatap Itachi dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia tahu, saat itu lagi-lagi Itachi pasti hanya ingin sok keren. Tapi kenapa ya, sepertinya Itachi tulus peduli terhadapnya?

"SASORI, BUKA PINTUNYA!" Sakura sebenarnya bisa saja membuka paksa pintu kamar mandi yang Sasori kunci dari dalam itu. Hanya saja, ia tak mau repot-repot memperbaiki kerusakannya nanti. Terlalu merepotkan.

"SASORI!" lagi-lagi Sakura menggedor-gedor pintu kaca buram di hadapannya dengan tidak sabaran. "DENGARKAN KALAU AKU BICARA PADAMU! SASORI!"

Sementara di dalam kamar mandi, Sasori sekuat tenaga mempertahankan pintunya agar tidak terbuka. Tangan kecilnya gemetar dan napasnya sedikit tersengal.

"Sasori..."

Sasori mendengar suara Sakura melemah di luar sana, dan ia cukup tersentak karenanya.

"Sasori..."

Suara Sakura terdengar begitu lirih. Sasori memejamkan matanya rapat-rapat.

"Sasori... aku..."

Sasori menggigit bibir bawahnya.

"...aku... aku mau pipis..."

.

.

Jangankan Sasori yang sedang mengalami dilema secara langsung dan mengunci diri dalam kamar mandi, Sasuke yang mendengarnya dari ruang tengah saja sweatdropped.

.

.

.

.

つづく

[to be continued]


Author's Note:

Ap-apa iniiii? *histeris* oke, jangan bacok rei. Gomen-nasai karena telat banget apdetnya, ancur pula... hiks... m(_ _)m

SPECIAL THANKS buat:

DaRuma Chi TsuToSuke, Kudo Widya-chan Edogawa, Aya Akita, Haza ShiRaifu, DEVIL'D, Uchiha Reyvhia, haruno gemini-chan, nta-unfinished, Thia Nokoru, Zoroutecchi, Ashahi Kagari-kun, Hikaru Kin, Mrs. Tweety, Eky-chan, sora no aoi, Poetrie-chan, Cheriamethyst, Anasasori29, Twingwing RuRaKe, Yamanaka Chika, Neko, Rizu Hatake-hime, Ka Hime Shiseiten, Hatake HaDei-chan un, Risuki Taka, namikaze vic'ky, akatsuki-babe, RenDhi Aya Ilyusha Michaelis, UchiHaYaCinnamon, Putri Luna, namina88, caninae villosa, Nyx Quartz, MicHelIAAlbaBlXxdyRXseGirLDIe, Believers, Aizu Asahikawa, faricaLucy, Aoi Shou'no, Yuu Yurino, Uchiha Uzumaki Hatake Hotaru, HarunoZuka, Deidei Rinnepero13, Lucy121, Weasel Arya, lucy121, Tsuzuka 'Aita, Wataru Takayama, tiffany90, Yume ni Zephyr, Fla Afa-chan, Shena BlitzRyuseiran, Oki si doki, Yurika Matsusako, Baby-chan, Vytachi W.F, Tetsuko Kuroyanagi, Enda-Versailles, krikkrik, Oki si doki, Ruffie-chan, BlueWhite Girl, Nagi Sa Mikazuki Ananda, FelsonSpitfire, Sheila, Saranghaeyo Uchiha, Raquel authoramatir, minato, Angelique rayne, Nisachan Hyemi, Thi3x, Airhy santi, Anique Bubblegum, FuckAlterEgo, GiiChan, CupCake 143, B-Rabbit Lacie, dan juga silent readers sekaliaaann~ TRIMA KASIIIIHH~ UNN~ ^.^

That was really appreciated for meh :D

Dan~ Karena masih dalam suasana lebaran, mohon maaf lahir batin, yaa~ hehe

Last thing, feedback un? Sankyuuu~ ^^

Salam,

Al-Shira Aohoshi

a.k.a Andromeda no Rei