Al-Shira Aohoshi deviantArt

Amusingly Presents

.

a 2011 NARUTO FanFiction

©Andromeda no Rei

.

.

The BABY Criminals

.

.

Standard Disclaimer Applied

.

.

T-Rated

Humor/Friendship/Romance

Slight NaruHina/SasuSaku

.

Warning :

Canon—Alternate Timeline, Typo, (agak)OOC pada karakter tertentu, gaje, aneh, abal, khayalan NGACO tingkat dewa

.

.

DON'T LIKE? Then get back to your world!

~I've Warned You~

.

.

.

.


Parkemen 1

FATAL—Racun Peninggalan Orochimaru

.

.

Tidak ada yang lebih baik dari akhir yang bahagia—tentu saja. Siapa yang ingin sebuah kisah berakhir menyedihkan? Tidak seorang pun, 'kan? Layaknya setiap kisah dalam negeri dongeng, semua akan berakhir dengan baik-baik saja, kehidupan normal yang bahagia.

Dan benar saja, semua shinobi kini sangat berbahagia. Bukan sekarang, tapi sejak lima bulan yang lalu. Tepatnya saat sang jinchuuriki Kyuubi menyapu habis Perang Dunia Shinobi Keempat yang cukup menelan banyak korban—banyak pejuang—dan pahlawan. Akhir kisah menyedihkan bagi mereka yang ditinggalkan. Namun semuanya bisa kembali bangun dari awal, menyeka hujan yang membasahi pipi dan menatap pelangi menuju jalan ke masa depan tak berujung.

Lalu bagaimana mungkin akhir dari perang merupakan halaman penutup bahagia dari sebuah kisah? Bukankah masa depan itu tak pernah berujung? Bukankah semua ini hanyalah sebuah langkah awal untuk kehidupan yang baru? Untuk tantangan yang baru?

Layaknya semua orang yang bersukaria, paling tidak—untuk saat ini—semuanya ingin memulai dari awal apa yang telah hancur. Apa yang telah terbang jauh meniti buih.

Sama halnya dengan reuni tim tujuh setelah lima bulan yang lalu mereka bertemu dalam keadaan kacau, serta pengobatan mata Sasuke yang memakan waktu nyaris empat bulan penuh.

Eh? Uchiha Sasuke yang itu?

Tentu saja, apa pun demi menghidupkan kembali klannya. Sekali lagi, ikatan antara cowok berambut raven itu dengan sang putra Yondaime Hokage tidaklah sepunuhnya putus. Betapa ia mengerti dalamnya ikatan yang mereka miliki—persahabatan, guru konyol yang selalu mengajarinya banyak hal, serta gadis menyebalkan yang tidak pernah lelah memperhatikannya.

Oh, inikah hadiah terindah untuk Haruno Sakura? Setelah mati-matian berusaha menyembuhkan luka sanubarinya yang menganga terlalu lebar? Gadis berambut bak permen kapas sebahu itu tidak bisa menyembunyikan betapa bahagianya ia ketika Sasuke tersenyum saaaaangat tipis dan menggumamkan 'tadaima' padanya saat ia menyatakan ingin pulang ke Konoha.

Ahh~ mimpi seorang putri tidur yang menjadi kenyataan.

Namun sekali lagi, Sakura bahkan tidak tahu—semua ini memang mimpi indah itukah? Atau hanya awal dari sebuah mimpi buruk lainnya?

.

.,:;000;:,.

.

"Ohayou gozaimasu, Tsunade-shishou."

Gadis berambut merah muda sebahu itu membungkukkan badannya di hadapan meja Hokage sejenak dan menegakkan kembali punggungnya ketika sang Godaime bergumam 'hn' pelan. "Anda memanggilku?"

"Aa, Sakura," ujar Tsunade seraya menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi besar yang didudukinya. Pandangan mata amber-nya tajam menatap viridian di hadapannya. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu mendesah pelan. Tangannya bergerak meraih sebuah botol kecil berisi cairan keunguan—memperlihatkannya pada Sakura.

"Antidot?" sebelah alis Sakura terangkat.

"Ini sebuah racun buatan Orochimaru," jawab Tsunade. Tatapan matanya berkilat tajam. "Shizune menemukannya di laboratorium lama milik manusia setengah reptil itu. Dan... ini cukup berbahaya."

Sakura menganggukkan kepalanya. Ekspresinya wajah gadis tujuh belas tahun itu menyiratkan penjelasan lebih detail mengenai cairan berbahaya yang digenggam sang pimpinan desa.

"Jenis racun aktif yang menyerang setiap sel tubuh—terutama kromosom." Tsunade melanjutkan. "Efeknya sangat cepat dapat berakibat fatal. Apapun bisa terjadi karena substansi yang terkandung dalam cairan ini dapat menguasai DNA dan bahkan mungkin menghancurkannya."

"Akibatnya—" kata-kata Sakura terpotong.

"Akibat terburuknya adalah kematian dalam waktu tidak sampai lima detik, Sakura." Tsunade meletakkan botol bening itu dan menautkan jemarinya di depan wajahnya. "Orochimaru pergi dari desa bahkan sebelum mencoba efek ringan racun ini. Aku tidak tahu pasti bagaimana racun itu bekerja—selain kemungkinan terburuk yang kuucapkan tadi. Dan kita tidak mungkin mengambil resiko itu setelah perang berkepanjangan yang baru saja usai, Sakura."

"Wakarimashita." Sakura menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Nah, sekarang aku ingin kau membawa ini ke laboratoriumku di Tanzaku Gai—aman—tanpa diketahui siapa pun." Tsunade mengambil botol kecil itu dan menyerahkannya pada Sakura. "Misi solo, Haruno Sakura. Kembali secepatnya."

"Hai, Tsunade-shishou." Sakura menerima botol racun dari tangan Tsunade dan sekali lagi membungkukkan badannya sebelum akhirnya melesat pergi dari ruangan itu.

.

.

"SAKURA-CHAAAANN~!"

"Oh, Naruto—Sasuke-kun," sapa Sakura sambil tersenyum manis ketika ia menghampiri dua teman setimnya sedang menikmati ramen di kedai Icharaku.

"Hn." Sasuke menoleh, mendapati Sakura dengan baju yang selalu dikenakannya jika misi, lengkap dengan hetai-ate dan sarung tangannya. "Kau ada misi?"

"Iya, Sasuke-kun," jawab Sakura sambil tersenyum manis. "Misi solo, sih."

"Ke mana, Sakura-chan?" tanya Naruto setelah menyeruput ramen terakhirnya.

"Cuma ke Tanzaku Gai, kok. Urusan medic-nin."

"Aaahh aku pengen ikuuutt~" Naruto memanyunkan bibirnya dan menarik-narik lengan baju hitam Sasuke dengan manja.

"Lepaskan, Naruto." Sasuke men-deathglare si bocah Kyuubi.

Sakura sweatdrop. "Ne, Naruto. Bukannya kau ada janji makan siang dengan Hinata?"

"Are?" Naruto menelengkan kepalanya—memproses kalimat cukup berkesan yang baru saja diucapkan bibir tipis Sakura. "HUAAAA AKU LUPAAAA~~!"

Naruto beranjak dari kursinya dan dengan gesit segera melompat dari atap ke atap rumah penduduk Konoha sambil berteriak, "Sasuke—ramennya kau yang bayarin, yaaa~!"

"Sialan," umpat Sasuke kesal. Hn, siapa juga yang tidak kesal ketika harus membayar porsi ramen jumbo Naruto yang sudah dihabiskan sebanyak enam mangkuk? Sasuke benar-benar akan memberinya pelajaran nanti. Uang yang ia dapatkan dari misi tingkat A dan B akhir-akhir ini bahkan belum terlalu banyak. Sial.

Sakura tersenyum pasrah melihat wajah kusut Sasuke yang sedang merutuki sahabatnya itu. "Bukan Naruto namanya kalo nggak bikin kesal, iya 'kan, Sasuke-kun?"

"Hn," jawab Sasuke malas. Ia merogoh saku celananya dan membayar ramen mereka.

"Ah, aku harus pergi sekarang," ucap Sakura seraya melambai pelan pada Sasuke. "Jya na, Sasu—"

"Sakura." Sasuke tiba-tiba berdiri dan menatapnya intens.

"Y-yaa~?" Sakura menggarami—eh, salting.

"Hn, hati-hati."

Fiuuh~ Sakura bernapas lega. Gadis itu sempat berpikir yang tidak-tidak kala melihat tatapan tajam Sasuke—yang bisa berarti apa saja. "He'em," jawabnya kemudian sambil mengangguk mantap. Batinnya menjerit girang; apa itu artinya Sasuke mengkhawatirkannya?

Dengan lambaian terakhir tangan kanannya, Sakura bergegas pergi melewati gerbang utama dan melesat meninggalkan desa. Cuma misi ringan, pikir Sakura. Ia tersenyum senang dan memantapkan hati akan menyelesaikan misi ini secepat mungkin dan segera kembali ke desa. Ah, diperhatikan sedikit saja oleh orang yang begitu disayanginya saja sudah membuatnya blushing berat.

.

.,:;000;:,.

.

Hari sudah menjelang malam ketika Sakura tiba di pinggiran hutan dekat Tanzaku Gai, sebuah kota budaya di daerah Negara Api yang terkenal akan kastil-kastil tua dan kuil-kuil bersejarah. Senang, 'kan? Seharusnya ia senang karena sudah sampai, 'kan?

Tidak. Sakura sedang tidak bisa bernapas lega.

Kedua mata viridian-nya terbelalak ngeri. Bukan—bukan karena langit sudah berwarna jingga dan nyaris gelap. Bukan juga karena koakan gagak yang terbang menuju sarang mereka di hutan. Bukan pula karena langit makin sepi dengan awan yang berarak menuju horizon.

Tapi empat sosok hitam yang tiba-tiba menghadangnya. Makhluk-makhluk yang Sakura ketahui sudah mati bahkan sebelum perang dunia shinobi keemapt! Empat sosok itu mengenakan jubah hitam bertudung—menutupi seluruh tubuh tegap mereka, dan hanya memperlihatkan seringai menakutkan pada salah satu wajah dari mereka.

"Kunoichi Konoha—teman si bocah Kyuubi." Salah seorang dari mereka berucap dengan nada bosan.

Sakura tidak bergerak. Ia hanya memasang kuda-kuda waspada, siap mengeluarkan tinju maut yang ia pelajari dari sang cucu Hokage pertama.

"Sepertinya enak," ujar salah seorang yang memiliki dua warna pada wajahnya. Ia menjilati bibirnya dan seringainya semakin lebar.

"Kalian seharusnya sudah nggak bisa hidup lagi," desis Sakura.

"Memangnya siapa yang bilang kami sudah mati, un?" seorang di antara mereka maju satu langkah, membuka tudung yang menutupi kepalanya. Dan—oh, Deidara tersenyum mengejek ke arah kunoichi berambut merah muda di hadapannya. "Untungnya si Kabuto sialan itu berhasil kami kelabui dengan tubuh transit palsu buatan Zetsu, un."

"Palsu?" Sakura mengernyit. Ia menatap keempat orang di hadapannya bergantian, meminta penjelasan lebih—sekaligus berjaga-jaga jika terjadi serangan mendadak.

"Artinya, kami belum mati—bahkan sebelum perang dimulai." Pemilik nada bosan itu kembali bersuara. Dan Sakura mengenalnya dengan sangat jelas.

"KAU—!" Sakura menunjuk orang itu. "Aku melihatmu mati saat itu, SASORI!" serunya penuh amarah.

"Kau yakin?" Sasori membuka tudung kepalanya dan menyeringai tipis—memperlihatkan sedikit deretan giginya, layaknya pembunuh yang haus akan darah segar.

Seorang yang berwajah setengah hitam setengah putih, Zetsu, terkekeh pelan sebelum berucap, "Kau juga mau mencobanya, Kunoichi pintar?"

"Itachi, kau keberatan jika aku membunuh teman adikmu ini?" ucap Deidara pada satu-satunya orang yang masih belum Sakura sadari identitasnya.

HAH? ITACHI katanya?

Dan saat itu juga tudung Itachi melorot, menampakkan wajah pucat rupawan khas Uchiha. "Hn, jangan bercanda," ucapnya datar. Sepasang onyx itu menatap Sakura dengan pandangan yang sulit diartikan. Lho~ maksudnya apaaa?

Twitch.

Sakura tersentak ketika dirasakannya sebuah akar merambati sebelah kakinya.

"KYAAAAAAAA~~!" jeritnya ketika permukaan kasar akar itu mengiris kulit pahanya yang terbuka dan menyeret gadis itu hingga menjebol tanah di bawahnya. Sakura hendak melakukan perlawanan ketika sekali lagi ia dikejutkan dengan empat sosok tadi kini melompat menyerangnya secara bersamaan. Shannarooo~ apa-apaan itu, hah! Kenapa mainnya keroyokaaann!, batin Sakura menjerit.

Empat sosok itu semakin dekat pada Sakura yang terus tertarik menembus tanah. Reflek, Sakura mengambil kunai dari kantung senjata yang dibawanya—bermaksud memotong akar tanaman yang menjerat kaki kirinya. Sakura menunduk, berusaha menjangkau akar-akar itu.

Dan—

JRAAAASSHH

Sakura seharusnya tersenyum senang karena berhasil melepaskan diri dari akar-akar Zetsu yang membelit kaki kirinya. Seharusnya. Namun kenyataannya sekarang Sakura menatap horor botol racun yang menjadi tujuan utama misinya malah dengan slow motion-nya jatuh melewati jangkauan tangan gadis itu.

Sekali lagi batin Sakura menjerit—namun ia segera sadar akan satu hal: ia harus mengalahkan para kriminal kelas S ini dulu! Memanfaatkan Deidara yang menyerangnya dengan clay labah-labah besar, Sakura menjadikan binatang-binatang clay itu sebagai pijakan untuk bisa kembali ke atas—meski ia harus cepat menghindar karena clay itu meledak tepat ketika kaki Sakura menginjaknya.

Beruntung bagi Sakura, kepulan asap pekat hasil ledakan itu justru membantunya lolos dari lubang neraka itu dan mungkin—membuat sang Akatsuki sedikit terganggu penglihatannya di dalam sana. Baru saja Sakura berpijak pada tanah di tepi lubang yang dibuat akar-akar Zetsu, ia mendengar bunyi retakan kecil.

Oh, bukan. Bukan bunyi retakan kecil, tapi bunyi pecahnya botol kecil karena (tanpa sengaja) terinjak kaki salah satu nuke-nin itu.

Sakura membelalakkan matanya.

"Gawat!"

BHUUUUMMMMM

Kepulan asap keunguan menguar dari dalam lubang itu. Pekat.

Sakura menepuk dahi lebarnya cukup keras. Gagal sudah misinya. Padahal ini tergolong misi solo yang cukup mudah. Oke, Sakura memang ingin cepat-cepat pulang dari misi dan mungkin—mengajak Sasuke makan berdua di Yakiniku-Q. Tapi itu setelah ia menyelesaikan misinya! Bukan karena gagal dari misi.

Eh—tunggu dulu!

Kata-kata Tsunade tentang efek fatal pada racun itu adalah kematian dalam waktu yang sangat singkat kembali terngiang di telinganya. Jika orang-orang akatsuki itu benar-benar hanya ninja biasa seperti yang mereka bilang—belum mati—artinya mereka bisa lumpuh atau paling tidak mengalami mutasi gen! Atau paling buruknya, mereka akan mati!

Sakura tersenyum membayangkan keberhasilannya mengalahkan empat penjahat kelas S sekaligus—terima kasih kepada racun ciptaan Orochimaru-sama. Dan kata hubung 'tetapi' selalu ada dalam kamus kehidupan Sakura. Meski nyaris sembilan puluh persen ia yakin para kriminal itu mengalami hal terburuk dalam hidup mereka, tetapi tetap saja tersisa sepuluh persen kemungkinan mereka selamat dan baik-baik saja.

Ayolah, mengapa sekarang ia jadi pesimis dengan sepuluh persen kemungkinan itu?

Sakura menelan ludahnya gugup. Perlahan Sakura merangkak mendekati lubang di mana terjadi ledakan racun pada empat akatsuki itu. Asap yang semakin menipis membuat pandangan Sakura tampak lebih jelas kini.

Sakura mengintip—dan...

Menyaksikan pemandangan di BAWAH sana dengan mulut menganga layaknya orang idiot yang lupa ingatan. Apa sih yang Sakura lihat?

Di sanalah mereka, empat orang akatsuki—oh, bukan. Sekarang jadi lima orang makhluk tengah duduk dengan manisnya di dasar lubang yang tidak terlalu dalam itu. Ya. Lima orang anak kecil. Atau lebih tepatnya—para akatsuki yang menyusut menjadi BALITA!

Mereka menatap Sakura dengan pandangan oh-so-sweet andalan semua bayi di dunia. Jubah hitam yang mereka kenakan tampak saaaaangat kedodoran pada tubuh mereka yang mungil. Itachi memiliki tubuh paling kecil—seperti halnya balita usia tiga tahun dan tidak memiliki garis halus di sekitar matanya. Deidara sedikit lebih besar darinya, mungkin sekitar empat tahunan. Sedangkan Sasori bertubuh paling besar, layaknya anak usia enam atau tujuh tahun. Lalu siapa dua orang lainnya? Mengapa dua anak itu memiliki warna tubuh yang sangat kontras—yang satu hitam dan yang satu putih? Oh, si Zetsu sepertinya memisah dan jadi anak kembar yang beda warna kulit.

Kelima anak itu menatap Sakura dengan sepasang mata bulat mereka.

Sial. Sakura bisa mimisan saking cute-nya orang-orang ini!

"HOOOEEYY~~! KUNNOITCHIII, UN! TULUN KE SINNI, UN~!"

Itu suara cadel Deidara yang—APAAHH? Mereka bertubuh balita tapi jiwa mereka masih tetap dewasa? Masih tetap mereka—si Akatsuki—kriminal kelas S itu? Sakura kembali jawdrop. Sekarang ia bingung apakah ia harus turun dan menolong anak-anak kriminal ini—atau pulang ke Konoha dan mendapat hukuman dari sang shishou karena gagal dalam misi solo yang cenderung mudah?

Sakura berpikir lagi. Ia memperhatikan bocah-bocah itu dari atas. Mereka tengah bermain dengan reruntuhan di sekitar mereka—Deidara bahkan terkikik geli ketika mulut di telapak tangannya menjilat jari-jari kecilnya. Sedangkan Zetsu putih malah bermain dengan kunciran kecil di belakang kepala Itachi yang kelihat cuek-cuek saja. Natural layaknya balita normal pada umumnya. Tapi usia dan jiwa mereka tidak berubah! Cuma badan saja yang menyusut dan—oh, mengapa mereka harus jadi selucu ini, sih?

Tidak merasakan cakra yang kuat dari tubuh kriminal-kriminal kecil itu, Sakura menghela napas berat dan memantapkan hatinya yang sempat galau. Mereka nggak berbahaya dengan kondisi seperti itu, pikir Sakura. Perlahan ia melompat turun dan berdiri tepat di depan bocah-bocah menggemaskan itu.

"Kau thinggi," ujar Itachi dengan ekspresi datar.

Sakura tersenyum menang. Ia membungkuk dan mengangkat Itachi dengan kedua tangannya. "Kenapa? Nggak berdaya ya, Akatsuki-chan?" ucap Sakura dengan mimik sedih yang dibuat-buat.

"Tulunkan aku, kunnoitchi," geram Itachi dengan cadelnya.

Sakura terkikik geli melihat kondisi ini. Sempat saja kakak laki-laki Sasuke itu sok menakutkan padahal tubuhnya tidak mendukung sama sekali. Gadis berambut sebahu itu tersenyum puas. "Nah, anak-anak, karena kalian sudah menggagalkan misiku—sekarang ikut aku ke Konoha, ne," ujar dengan penekan pada setiap kata-katanya.

"Gendong, kunnoitchi un!" seru Deidara sambil mengangkat kedua tangan kecilnya.

Sakura sweatdrop. Benar juga. Ia tidak mungkin memaksa tubuh tiga-tahun Itachi dan Deidara untuk berjalan sampai ke Konoha. Mereka bisa pingsan karena kelelahan. Sakura menghela napas dan berjongkok memunggungi Deidara. "Naiklah, Deidara," ucapnya seraya menggendong Itachi dengan tangan kanannya. Deidara merangkak ke punggung Sakura dan melingkarkan lengan mungilnya pada leher gadis itu. "Kalian tunggu di sini," lanjutnya pada Sasori dan si kembar Zetsu.

Sakura melompat ke tepi lubang dan meletakkan Itachi dan Deidara, kemudian kembali melompat turun—menggendong Sasori dan dua Zetsu sekaligus dan turut membawa mereka ke atas. "Kalian berat, tahu!" ucap Sakura kesal. Bayangkan saja ia harus mengangkut tiga anak umur enam tahun sekaligus sendirian! Huh.

Sakura kembali berjongkok memunggungi Deidara dan mengisyaratkannya agar naik. Deidara dengan senyum lebar nan kawaii memanjat punggung gadis itu dan memeluk lehernya dengan girang. Sakura kemudian berdiri—memungut Itachi dan menggendongnya dengan menopang pantat Uchiha kecil itu dengan lengan kanannya. "Ayo," ujarnya seraya menggandeng tangan Sasori dengan tangan kirinya. Zetsu hitam dan putih mengikuti langkah Sakura di sebelah kanannya.

"Kalian nggak bisa macam-macam," ucap Sakura dengan nada memperingatkan. Sakura tahu, bocah-bocah ini masih memiliki jiwa psikopat asli mereka—meski mereka kini bertingkah penurut layaknya balita-balita normal yang lucu.

Namun satu hal penting menghantam Sakura teramat keras. Bagaimana ia bisa menjelaskan siapa bocah-bocah yang dibawanya pulang dari misi ke Tanzaku Gai ini?

.

.,:;000;:,.

.

"Mereka semua anak-anak panti asuhan di Tanzaku Gai yang bakal diasuh oleh Tsunade-shishou, Naruto." Sakura nyengir kuda, berusaha menutupi kegugupannya ketika Naruto dan Sasuke menatapnya penuh curiga.

"OOOHH BEGITUU~!" seru Naruto yang kini menghampiri si kembar Zetsu. "Jadi, kalian bakal dirawat oleh baa-chan nantinya, yaa. Wah, baguslah kalau begitu."

Sakura bernapas lega melihat reaksi Naruto yang mudah sekali percaya pada kebohongan bodoh yang dibuatnya.

"Kau terlihat familiar," ujar Sasuke sambil mendekatkan wajahnya dengan wajah bulat Itachi yang masih dalam gendongan Sakura—mengamati lekat mata onyx di hadapannya.

"EH?" reflek Sakura mendorong wajah Sasuke menjauh dari Itachi dengan sedikit gelagapan. "Jangan dekat-dekat, Sasuke-kun! Kau menakutinya."

Sasuke mengernyit, memperhatikan Sakura yang tumben sekali kikuk. Mengapa ia bilang Sasuke menakuti anak dalam dekapannya itu padahal si anak tidak menampakkan ekspresi takut sama sekali?

"Aku harus segera menemui Tsunade-shishou—sampai nanti!" seru Sakura seraya kembali menarik tangan Sasori dan memberi isyarat pada si kembar Zetsu agar mengikutinya.

.

.

.

"Kau gila, Sakura..."

"Aku tahu itu, Shishou—maaf." Sakura menundukkan kepala dalam-dalam di hadapan sang Hokage. Ia tidak berani menatap wanita paruh baya itu. Entahlah, sepertinya Tsunade sedikit—err... kesal? "Aku pikir mungkin ini akan berguna, mengingat mereka adalah penjahat kelas S yang tidak boleh dibiarkan berkeliaran—sedangkan sekarang semuanya malah jadi begini. Aku... aku bingung..."

"Hihihi, nggak apa-apa, Sakura..." ujar Shizune sambil cekikikan. "Mereka lucu, kok. Lihat." Shizune menunjuk Deidara yang sedang duduk di lantai sambil mengelus-elus Tonton dan sesekali mulut pada tangan mungilnya menjilati babi pink itu.

"Hahh, baiklah—begini saja..." ujar Tsunade sambil memijat pelipisnya yang berdenyut. "Mereka akan bermanfaat jika dan hanya jika dalam kondisi 'normal', dan bukan berjiwa setengah balita. Jadi, sampai aku bisa menemukan penawar racunnya, mereka berlima kuserahkan padamu, Sakura."

"Baik, Shi—APAAA~?" Sakura seakan tidak percaya apa yang baru saja didengarnya.

BRAAAKK

"Kau mau menentangku, hah?" Tsunade menggebrak mejanya dan menatap Sakura dengan pandangan membunuh. Sakura menggeleng ngeri dan menelan ludah. "Mana mungkin aku atau Shizune yang akan merawat mereka semua, Sakura—jangan bercanda! Mulai detik ini aku memberimu misi tingkat S plus plus! Kau yang akan menjadi pengasuh mereka, menjaga mereka dengan tetap merahasiakan identitas mereka yang sebenarnya—sampai aku berhasil menemukan antidot untuk mengembalikan mereka ke bentuk semula."

"Apa itu artinya—"

"YA, Sakura—benar," lanjut Tsunade. "Mereka akan tinggal bersamamu, di apartemenmu."

Kedua bola mata viridian itu membulat sempurna.

Keringat dingin mengalir di pelipisnya.

.

.

.

Dan inilah dia,

—awal mimpi buruk (lain) seorang Haruno Sakura.

.

.

.

.

つづく

[to be continued]


Author's Note :

Lalalalalalalalalala *nyanyi dengan watados* gimana? Gimana? Suka? Suka? Terima kasih kepada Kyo-san dan SpongeBob Square Pants (episode di mana Plankton pake asap beracun untuk jadiin orang-orang di Krusty Krab seperti bayi) atas inspirasinyaaa~ #PLAKK

oh ya, ada ralat. di fic ini rei bakal pake 'viridian' untuk warna bola mata sakura. soalnya warna ini lebih mendekati daripada emerald yang cenderung hijau gelap kayak mata Ulquiorra ^^a

Fufufufufufufu... Review, please?

Salam,

Al-Shira Aohoshi

a.k.a Andromeda no Rei