Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rating: NC-17

Warning: AU, OOC, Slash, Yaoi, Action, Bloody, maaf jika ada yang keberatan kalau lokasi di ff ini layaknya di Indonesia, 2 Chapter Terakhir!

.

.

Sai kembali melirik spion-nya, terlihat Neji yang masih bersikeras untuk mengejarnya. "Ugh, kau bodoh sekali, Neji..." wajah Sai terbingkai seringai yang panjang saat ia menaikkan kecepatannya sampai batas maksimum mobilnya.

BRUUKK!

"Kyaaaaa!" teriakan para gadis-gadis yang sedang asik makan bakso dipinggir jalan. Sebuah gerobak bakso terbalik dengan tragis akibat angin yang ditimbulkan oleh dua mobil yang saling berkejaran. Beberapa orang yang duduk disekitar sana langsung berdiri menghindari terpaan angin, bahkan ada beberapa yang memanfaatkan kesempatan untuk kabur tanpa membayar baksonya.

"KURANG AJAR KALIAN! ANAK-ANAK NAKAL!" maki sang penjual dengan celurit yang teracung dari tangannya.

Brakkk!

Lagi-lagi sial, karena ulah Sai sebuah gerobak pentol bermotor oleng dan sukses menabrak warung didekatnya. Membuat mereka mendapat hadiah sumpah serapah yang sama lagi dari kedua pemiliknya. Dan Neji juga bernasib sama, sebuah tong sampah melayang-layang ke udara dan menimpuk orang yang tak jauh berjalan didekatnya—yang langsung tak sadarkan diri dan terkapar di tengah jalan.

Neji mendecah melihat pengejarannya sampai pada sebuah pasar ikan mini yang becek di ujung jalan. Beberapa kali Sai dan Neji tergelincir dan membuat mobil mereka berputar-putar membentur apapun yang tersentuh, termasuk para penjual dan pembeli yang sedang bernegosiasi. Tragis memang, namun tetap mereka usahakan untuk saling mengejar dengan gerakan mobil mereka yang sama-sama lincah.

Bahkan Sai sempat menyapu bersih sederetan meja penjual ikan yang berjejer di pasar itu, akibatnya kecepatan mobil Sai agak melambat dan Neji mengambil kesempatan untuk menubruk-nubrukkan mesin mobilnya ke bagasi Sai.

Sai tersentak, ia sempat bereaksi atas ulah Neji dengan sedikit menengok pada spion. Tapi itu masih belum mampu membuatnya kehilangan kendali, ia malah menambah kecepatannya dan membawa Neji keluar dari pasar itu sampai pada sebuah jalanan lebar yang nyaris tak ada mobil lain yang melintas.

Melihat kondisi jalanan yang lengang Neji berusaha mensejajarkan pintu mobilnya dengan Sai. Diliriknya kaca pengendara mobil Sai yang pelan-pelan terbuka. Surprise! Tampaklah Sai dengan jari tengah yang mengacung ke atas dengan sudut bibir yang menyeringai padanya. "Shit!" umpat Neji dengan membanting stirnya.

Akhirnya dengan brutal mobil Neji berhasil menubrukkan sisi mobil Sai, terlihat reaksi gugup dan matanya yang membulat dari Sai yang berusaha keras melawan tekanan di sampingnya. Sayang sekali usahanya gagal, kini Sai benar-benar tersudut, mobilnya terus terdorong ke samping menerobos sebuah perkampungan tak berpenghuni dengan banyak gedung-gedung tua yang mengelilinginya.

"Waaaaaaaa!" teriak Sai memejamkan matanya melihat sebuah tembok bergerak menerjang ke arahnya siap untuk menghancurkan tulang-tulangnya saat ini juga.

BRAAKKK!

Walaupun Sai menutup matanya, tapi rasa pintu mobil yang penyok menghimpit tubuhnya tidak bisa diabaikan. Setelah membuka mata, Sai melihat bahwa kini tangannya bergetar hebat, dan detik berikutnya ia tergerak untuk mengapsen tulang-tulangnya satu-persatu. "Ha... Haha.. Hahahah! Aku hidup! Aku belum mati!"

Dipihak Neji, ia juga telah membuka matanya, ditarik dan dihembuskannya nafas-nafas pendek melalui hidung dan mulut secara bergantian, mungkin untuk melepaskan rasa syok yang menggerogoti dadanya. Jantungnya benar-benar berdegup sangat kencang.

Perlahan, ditengoknya keadaan rongsokkan di sebelahnya. Neji tiba-tiba terkejut saat menemukan Sai yang hendak melarikan lari melalui kap atap mobil meski dengan luka yang parah.

'Sudah sampai disini...' pikir Neji, dan dia tidak akan membiarkan orang itu lepas begitu saja!

Neji mengejar Sai yang berlari terbirit ke sebuah gedung tua dengan sisa tenaganya. Banyak darah yang menempel pada jejak kaki yang diciptakan oleh Sai. Saat Sai membawanya memasuki sebuah gedung tua dan menaiki sebuah tangga, Sai menghujamkan beberapa benda penuh debu kepada Neji untuk menghambat gerakannya. Namun nihil, Neji berhasil mengejar Sai sampai ia benar-benar menghentikan larinya disebuah ruangan yang hanya ada satu pintu di dalamnya, yaitu pintu yang berada di belakang Neji sekarang.

Neji menyeringai, "Sai, kau tidak akan bisa lari kemana-mana sekarang."

"Benarkah..? Tapi sepertinya, kaulah yang terjebak, Hyuuga Neji." Sai bergerak mengambil sebuah pedang yang terlindung oleh tumpukkan kayu-kayu kecil disudut ruangan dan menariknya sampai ia berada tepat di depan Neji kembali. "Aku sudah mempersiapkan ini semua hanya untukmu dan aku. Ya, Kita bedua," Sai menaikkan samurainya ke atas kepala, lamban sampai posisi pedang itu rata dengan tubuhnya. "Sepertinya... keadaan kita benar-benar tidak seimbang saat ini," ucap Sai sebelum pedangnya mengayun tepat disaat Neji memasang kuda-kuda untuk menghadang serangan mematikan Sai dengan tangan kosong. Akhirnya, ronde kedua pun dimulai, "Hyaaaaaa!"

My Fans, My Troubles

Chapter 6: The Big Liar

Deg.

Mata Sasuke membulat, membuat Suigetsu yang ada di sampingnya bergidik kaget, "huh, Sasuke-nii? Apa bubur buatanku tidak enak? Ck, apa yang kumasukkan ke dalam bumbunya? Aku memang payah!" Suigetsu menggaruk-garuk kepalanya kencang disaat Sasuke beranjak bangun dari ranjang putihnya dan bergegas untuk menarik infus yang ada ditangannya. "Sasuke-nii! Apa yang kau lakukan!?" Suigetsu menggeser bangkunya untuk mengejar sang Uchiha, darah berceceran di lantai keluar dari bekas lubang infus di tangan Sasuke.

"Hah, apa yang dia lakukan!?" pekik salah seorang perawat pria yang sedang melintas di koridor rumah sakit itu dan ikut mengejar bersama yang lainnya yang juga kaget melihat Sasuke berjalan cepat sambil memegangi punggung tangannya yang terus mengeluarkan darah.

.

.

PRAKKK!

Neji melompat, menghindari tebasan pedang Sai yang akhirnya mengenai kotak kayu yang tadinya tepat berada di belakang Neji. "Rupanya tidak kena, ya?" Sai bergumam seolah mempermainkannya. Neji hanya memicingkan mata menatap garang ke arah Sai, dan ia bergerak untuk menyembunyikan sesuatu dibalik pinggangnya. "Apa itu, Neji? Jangan mencoba menyembunyikan sesuatu padaku!" dan Sai kembali ingin menebas sang Hyuuga.

Pranggg!...

Besi bertemu besi. Serangan mengerikan Sai mampu ditahan Neji dengan sebilah tongkat besi yang ia temukan disisi ruangan. Pedang dan tongkat besi saling beradu dorong-mendorong, Sai berkilah besi mungil itu tidak akan mungkin bisa menahan kekuatan pedangnya, yang sekarang sedang memperlihatkan sebuah kilatan dimata pedangnya. Sementara Neji, hanya mencoba melindungi diri dan mengakhiri ini secepatnya, menggunakan apapun yang dapat ia jangkau dengan tenaga terakhirnya ini.

"Kau pikir benda itu mampu menandingi kekuatan pedangku, Neji!?"

"Aku tidak berpikir begitu... tapi aku berpikir begini!"

Passss!

Seperti debu beterbangan, benda itu berjatuhan dari wajah Sai yang repleks memejamkan matanya dan mundur beberapa langkah. Segumpal debu tanah seperti tepung menerpa wajahnya yang membuat ia nyaris kehilangan kestabilan dan melepaskan pedang keramatnya.

Neji menendang pedang Sai jauh-jauh, Sai masih terlihat sibuk membersihkan matanya sambil menyembur-nyemburkan ludahnya yang mungkin telah terkontraminasi dengan debu. Kini posisi mereka terbalik, Sai lah yang tidak memiliki pertahanan apapun.

PLAAKK!...

Sebuah lubang kecil memanjang sepertinya akan terbentuk dipipi Sai yang kenyal ketika Neji menghantamkan besi ditangannya kewajah Sai. Sai pun terjungkal, menimpa pinggiran meja yang membentur keras tulang punggungnya. Dihantamkan Neji berulang kali pukukan ganas ketubuh dan wajah Sai. Sai memberi perlawanan dengan menyilangkan tangannya untuk sedikit meringankan pukulan itu. Namun tetap, Sai selalu memuncratkan darah dan berteriak kesakitan.

"Hyaah!" Bertubi-tubi Neji lakukan itu untuk menyiksa lawannya, sampai ia merasakan Sai yang telah kewalahan dengan ekspresinya yang nyaris menyerah. Dan akhirnya Neji menghimpit tubuh Sai yang penuh memar sambil mengarahkan lubang ujung besinya tepat kebola mata kanan Sai. Sai membelalak kaget, sekaranglah saatnya untuk bersiap menghadapi kematian. "Hh... sekarang, apa yang ingin kau katakan sebagai pesan terakhirmu, Sai?"

"Neji, hentikan..." sebuah suara lemah yang berasal dari ruangan sempit di sebelahnya. Ruangan yang hanya dipisahkan oleh tali-tali tambang besar yang membentuk jaring terbentang beberapa meter di atas lantai, Neji dan Sai menengok menembus celah-celah besar pada jaring itu.

"Sasuke, apa yang kau lakukan?" Neji menatap cemas pada Sasuke yang memutih disana, wajah pucat dan garis matanya yang menghitam membuat Neji khawatir setengah mati.

"Aku datang untuk menyelamatkanmu," jawab Sasuke seadanya.

"Tapi, aku hampir saja ingin membunuhnya," ujar Neji menunjuk Sai dengan dagunya, "aku tak perlu kau selamatkan, Sasuke."

"Aku, juga ingin menyelamatkan Sai," terang Sasuke yang masih ditatap bingung oleh kedua orang dihadapannya. "Aku ingin menyelamatkan kalian berdua."

"Ooh, jadi begitu..." gumam Sai tersenyum senang pada akhirnya, sembari berusaha beranjak bangun dari tidurnya yang tidak nyaman disisian meja. "Singkirkan tubuhmu dari tubuhku, brengsek!" makinya meneriaki orang yang masih mengunci gerakannya itu sambil ngos-ngosan, mengingat penyiksaan yang baru saja dilakukan oleh orang itu padanya.

Neji masih menatap Sai geram, tidak bergerak sesentipun dari tempatnya. "Pacarmu sudah bilang begitu kau masih bersikeras!? Dasar keras kepala!" Sai mendorong tubuh Neji, terlihat reaksi Neji yang mendelik kasar kearahnya.

"Che!" keluh Neji. Setelah ia lepaskan, ia melihat Sai berjalan santai mengambil pedangnya yang terongok disisi ruangan, dan berjalan mendekati jaring raksasa yang memisahkan Sasuke dengan Sai dan Neji saat ini.

Neji berpikir bahwa Sai akan mencabik-cabik jaring itu menggunakan pedangnya. Tapi ternyata tidak, Sai malah berlari melompati jaring dengan gaya yang sama persis dengan yang pernah diperlihatkan Sasuke sewaktu masih di sekolah dasar dahulu kepadanya.

Semua orang melongo melihat aksi yang dilakukan oleh Sai. Dari awal yang menyedihkan sampai dia bisa melakukannya dengan benar, Sai pasti belajar dengan keras.

Brukk...

Dorongan dileher Sasuke yang membentur dinding membuatnya mengaduh keras. Sai sudah menduga gerakannya akan terlalu cepat, apalagi untuk Sasuke yang sekarang. Padahal gerakan semacam ini akan mudah ditangkis oleh Uchiha Sasuke yang sangat tangguh—lima tahun yang lalu.

"Sai! Jika kau berani menyakiti—"

"JANGAN GANGGU AKU!" Sai membentak dengan suara altonya, yang sukses membuat hening seluruh tempat itu.

Sai kembali pada Sasuke yang mulai sedikit gemetaran dalam cekekannya, entah itu karena takut atau mulai kehabisan nafas. "Sasuke, mana kekuatanmu? Mana aura dan keberanianmu yang dulu sering kau tunjukkan padaku?... Melompati pagar, menciumi gadis-gadis, bukankah kau keluar dari rumah untuk belajar hidup mandiri dan menjadi lebih kuat? Ck~ kau yang sekarang, tak ada bedanya dengan keadaanku yang dulu ketika kita pertama kali kita bertemu."

"Aku bukan keluar dari rumah untuk belajar hidup mandiri," Sasuke menjawab terbata, nafasnya semakin menyempit didekapan jemari-jemari Sai yang menatap onyxnya sangat lekat. "Keluargaku dibantai seusai kita bermain di sungai, dan kau menutup mata dari itu!"

"Bohong!" Sai mengeluarkan tenaga berusaha mengacungkan mata pedang panjangnya pada Sasuke, Sai menggertaknya terlalu berlebihan. Keduanya diam sampai Sai tergerak melihat ke dalam mata Sasuke, menyelam mencari kebenaran dalam onyx itu.

Flashback:

"Sasuke, lihat ini!" Sai menunjukkan sebuah pedang mainan kepada Sasuke, pedang itu terbuat dari kayu memanjang yang dibentuk seperti sebuah samurai.

"Buat apa kau bawa-bawa itu?"

"Aku pikir kau bisa segalanya, termasuk mengajariku main pedang?" Sai tersenyum berharap.

"Aku tidak bisa main pedang!" tukas Sasuke cepat.

"Tapi kata kakek, aku akan dikasih pedang beneran kalau aku bisa menggunakan ini."

"Kalau begitu belajar saja sendiri, atau bayarlah guru untuk mengajarimu sana!"

"Kau ini kenapa, sih? Pokoknya kalau aku mendapatkan pedangnya, kau adalah orang pertama yang akan kubunuh lebih dulu!"

"Silahkan saja, kalau kau bisa!" Sasuke beranjak lari dari pinggir sungai, sementara Sai juga berlari mengejar. Mereka berlari cekikikan menuju rumah masing-masing, melompat-lompat dan berseru-seru aneh disepanjang jalan. Sampai pedang kayu Sai rusak, menimpa banyak benda diperjalanan.

Kreaak...

"Okaeri...?" sapa Sasuke pada semua penghuni di rumah besarnya. Lengang. Sasuke pikir akan banyak yang menyambutnya seperti biasa, tapi ternyata tidak. Sasuke membuka kulkas untuk meneguk air putih sekedar pengusir rasa haus setelah bermain seharian di sungai.

"Otou-san? Okaa-san?" Sasuke mulai menaiki tangga sambil menenteng botol air putihnya, 'Tumben tidak ada orang?' sahutnya dalam hati. "Anikiii?"

Brakk!

Tiba-tiba terdengar benda jatuh yang sangat terasa dikaki Sasuke, dinaikinya cepat tangga itu sampai puncak dan dilewatinya beberapa ruangan untuk menuju kesatu ruangan—tempat berasalnya bunyi tersebut. Jantung Sasuke benar-benar berdenyut keras ketika dia berlari, berharap tak terjadi apa-apa di rumah ini. Tak ada aniki yang pura-pura mati untuk menakutinya dihari ulang tahunnya seperti tahun lalu, tak ada pembunuh bayaran yang menyamar menggunakan pakaian pelayan untuk menembak ayahnya, atau tak ada pisau yang berhasil menembus kulit ibunya ketika sedang memotong sayur.

Dibukanya pelan pintu ruangan itu dengan mata tertutup. Beberapa menit. Sampai ia benar-benar merasakan tak ada benda apapun yang menerpanya saat ini. Terlihatlah kesepuluh jari kakinya ketika ia membuka mata, dilangkahkannya beberapa langkah ke dalam untuk menyusuri ruangan temaram itu.

Sasuke berputar-putar meneliti ruangan dan berhenti tepat ditengah-tengah. Tak seperti yang ia pikirkan sebelumnya, ruangan ini terlihat tenang seperti tak pernah terjadi apa-apa. Tapi ada satu yang membuat Sasuke tersentak, setetes cairan merah jatuh menerpa kulitnya. Sasuke kontan mendongak, dan matanya membulat melihat tiga buah tubuh dengan kepala yang bergelantung yang meneteskan darah dari sekujur tubuh mereka. "Aaaaaaaaaaaaaaaa!"

End Flashback.

Sai menurunkan pedangnya, tersirat rasa lelah yang tiba-tiba mendera matanya. "Kau bohong, Sasuke..." Sai membuang pedangnya, ditatapnya terus mata Sasuke yang lega tapi masih kebingungan. "Dan kau pasti ingin bilang bahwa kau berubah seratus persen karena kejadian itu? Kau bohong, Sasuke..." Sai mundur beberapa langkah melepas genggamannya dan menjauhi Sasuke. "Pembohong besar!"

Flashback:

"Sai, ada sesuatu yang ingin ayah bicarakan. Kemarilah!" Sai berlari gembira melihat ayunan tangan ayahnya. "Kau tidak akan dipindahkan dari sekolahmu dan kita juga tidak akan pindah dari rumah ini," ucapnya setelah Sai berhasil mendekatinya.

"Benarkah?" Sai tersenyum senang. Akhirnya doanya terkabul untuk bisa tetap bersekolah di sekolah yang sama dengan Sasuke. "Tapi, dari mana ayah mendapat biayanya, kita kan nyaris bangkrut?"

Terlihat seringai yang begitu nampak dibola mata hitam Sai dari orang itu. "Ayah hanya merampok dari seseorang," orang itu mengambil jeda, "Hanya dari seseorang yang menganggap ayah temannya."

Sai menatap ayahnya penasaran. Kali ini ia mulai khawatir dan mencoba menebak-nebak, "Apa.. itu keluarga Uchiha?" ayahnya mengangguk, sekarang terjawablah ketakutannya. "Apa? Bagaimana bisa?!"

"Sai..." ia mengelus pipi anaknya lembut dengan merendahkan tubuh menumpukan lutut di lantai, "Kau harus paham, kita sangat memerlukan biaya besar untuk membangkitkan perusahaan kita kembali. Dan mencuri kekayaan teman terdekat, kau tau itu adalah jalan yang terbaik," ujarnya kembali sambil merapikan kemeja yang dipakai oleh Sai.

"Bohong!" Sai menjerit emosi menyangsikan kata-kata ayahnya.

"Tapi kau jangan risih mengenai sasuke, dia telah kuberi obat pelumpuh keberanian dan akan kubiarkan hidup. Dia tidak akan bisa melapor kepolisi meski dia tau pembunuh keluarganya. Karena dia takut, takut pada ketakutannya, dan pada semuanya. Termasuk padamu, Sai."

"Bohong! Orang ini mencoba menipuku! Kau bohong! Kau bukan ayahku! Bohong! Bohong! Bohooooong!"

End Flashback.

Sai mengalihkan tatapannya kebibir Sasuke yang putih seperti kehabisan darah. "Sasuke, apa kau tidak merasa takut?"

Sasuke menjawab pelan, "Sedikit." Sai menatap bibir itu lama, seperti ingin dilumatnya. Tapi tiba-tiba...

"Hyaaah!" ditubruknya wajah Sasuke menggunakan sikunya keras. Terlihat Sasuke yang tiba-tiba menjadi lemah, terhuyung dan menggeluarkan darah melalui hidungnya.

"Kurangajar!" terdengar pekikan keras dari belakang. Tak perlu menoleh, Sai pun sudah tahu siapa orang tersebut.

Sai berputar menghadap Neji dengan santai, seraya mengangkat bahu tanda ketidaktahuannya, "Aku, hanya menyentuhnya sedikit."

"Dia baru keluar dari rumah sakit, kau ingat!?" seru Neji lantang, "dan itu juga karenamu!"

Sai mengingat-ingat kejadian beberapa hari yang lalu. "O-iya, aku memperkosanya, ya?" ujarnya tanpa rasa bersalah sedikitpun, membuat Neji ingin segera menghabisinya menggunakan tangannya yang mengepal erat saat ini.

"Sai..." gumam Neji getir beranjak menyisihkan besi kecilnya untuk mengambil besi yang lebih panjang dan lebih besar dari sebelumnya. "Kali ini, aku tidak akan main-main lagi denganmu."

Sai balas menatap Neji tajam, itu seperti tantangan besar baginya. Sai menyeringai, disulutnya jaring besar itu menggunakan pemantik yang dimilikinya. Api menyebar, merembes cepat menyusuri ruas-ruas tali, seperti semangat membara dua orang saling berhadapan yang menunggu jaringnya runtuh saat ini.

Abu dari tali jaring gugur sedikit demi sedikit, membentuk lubang besar pada tengahnya. Namun api yang berhasil membentuk lubang yang kian membesar itu takkan berhenti meski jaring yang dimakannya telah habis. Sang api terus menjalar dan melahap segala sesuatu yang tersentuhnya dengan keras kepala, terutama benda yang terbuat dari kayu dan plastik. Sampai akhirnya Neji dan Sai dapat merasakan panas dari ruangan yang pelan-pelan tergepung oleh sesuatu berelemen merah yang membara.

"Aku rasa, kita tidak akan bisa berlama-lama berada di dalam sini, Neji." Sai menciptakan langkahnya, ia melewati jaring yang telah terbakar menghasilkan lubang yang lumayan besar. Membuat Neji waspada dengan memasang kuda-kudanya, "atau api akan menghabisi kita bertiga, tanpa kecuali..." lanjut Sai sambil melirik Sasuke, memberitahukan kepada Neji bahwa sesuatu yang meringkuk tak sadarkan diri sedang terancam disana.

Sai mengeratkan genggaman pada samurainya, lalu mengikuti Neji memasang kuda-kuda. "Bunuh aku, Neji..." tantangnya menggertak sang Hyuuga, "kalau kau BISA!"

PRANGG!

.

.

Flashback:

"Sasuke... kalau aku jadi bunga, kau akan jadi apanya?"

Sasuke mendecak menanggapi malas pertanyaan Sai yang tak bermutu itu. "Aku akan jadi manusia, agar aku tidak bisa mendengarmu mengoceh dalam bahasa bunga."

"Kalau aku jadi bumi, kau akan jadi apa?"

"Aku juga akan tetap jadi manusia, biar aku bisa menginjakmu setiap hari."

Sai sedikit tertegun mendengar jawaban aneh Sasuke, ia mulai memikirkan pertanyaan penyokong lainnya. "Dan walaupun aku jadi malaikat, apa kau akan tetap jadi manusia?"

"Tentu saja, supaya dunia kita terpisah dan aku tidak akan pernah melihatmu lagi."

"Kalau begitu..." Sai berpaling menatap langit, senyum yang indah malah terukir diwajahnya meski Sasuke mengejeknya berkali-kali. "Jika pada akhirnya kau akan tetap terlahir jadi manusia, dan aku jadi malaikat," Sai memejamkan matanya menikmati hembusan angin dan suara desiran air yang terus mengalir dari sungai disana, "aku akan menjadi malaikat pelindungmu, Sasuke..."

End Flashback.

TBC

Karena saya benar-benar berada diujung masa perkuliahan saya jadi lupa segalanya termasuk ffn, yang ada dikepala saya hanya satu yaitu lulus. Namun pada akhirnya saya mendengar satu bisikan dari malaikat bejat saya: "Oi, fanfic yaoi kamu belum kelar!" jadilah saya ingat fanfiction lagi. Doakan saya semoga apa yang saya cita-citakan tercapai, amin.

Kembali ke ffn!

Sebenarnya di ff ini saya awalnya mau mengganti 'okaeri' jadi 'assalamualaikum' agar benar-benar terlihat spt di Indonesia, tapi ada yang bilang akan jadi aneh, jadi saya biarkan saja pake bhs jepang. Dan infonya chapter depan adalah chapter terakhir, saya juga jadi agak bernafas lega. Oke untuk balasan review:

Misa Yagami Hitsugaya : iya itu Sai yg nabrak Ino, rencananya Ino emang saya bikin mati wkwkwk. sebenernya ga happy ending juga tapi yg jelas bukan sad ending, yah biarkah reader yg menilai nanti... oh ya makasih buat Misa-chan yg udah jadi pembaca setia fanfic yg apdetnya ga jelas ini, arigato ^^

Kirana Uchiha, Chooteisha Yori, Guest : sekarang sudah apdet selamat membaca, review lagi ya~ ^^

Terimakasih atas semua review! bacalah chapter terakhir akan saya apdet secepatnya!