THANKS

Chapter: 2

("Semua ini demi kebahagiaan, ibuku semata")

000

Junsu POV..

Akhirnya aku terbangun dari tidurku, aku melihat sekelilingku, aku masih dikamarku. Aku hanya memastikan, jika saja saat aku bangun aku sudah ada di sebuah rungan laboratorium untuk menjadi tikus percobaan alien – alien aneh. Ya, itu hanya kahayalan, alien tidak ada di dunia ini.

"Ughh…" aku mengerjapkan mataku yang masih basah, apa aku tertidur sambil menangis sampai airmata ini belum kering? Entahlah.

"Junsu, kau sudah bangun?" ya, umma… aku yakin itu dia, dia sedang dibalik pintu, dan mungkin saja khawatir, karena… biasanya aku tidur tidak dikunci begini. Atau apa dia berpikir, aku gantung diri karena aku tidak mau memiliku appa baru? Hey, itu alasan konyol!

"Iya…" aku membuka kunci kamarku, tanpa membukanya, dan langsung berjalan menuju kamarmandi di kamarku. Dan aku dapat mendengar umma membuka pintu kamarku.

"Kenapa dikunci?" dia bertanya padaku.

"Tidak apa-apa, hanya ingin… tidak boleh ya?" aku menjawab dari kamar mandi, dan membuat gema yang sedikit menyakitkan telingaku.

"Bukan begitu, jika kau telat bagaimana? Hari ini kan kau sekolah!" tunggu, sekolah? Ah… segitu kepikirannya kah diriku dengan pernikahan itu hingga aku lupa bahwa aku harus sekolah sekarang?

"Iya, umma! Jangan cerewet deh, Junsu inget koook! Yasudah, sekarang umma keluar… Junsu mau siap-siap!" aku mendorong sosok ibuku ini keluar.

"Iya iya… setelah siap, kau langsung keruang makan, sarapan dulu!" umma menjentikan jarinya tepat dihadapanku. Ok, aku baru sadar, dia terlihat seperti anak 19 tahun, tapi sadarkah kalian, dia berumur 36 tahun! Bahkan aku berpikir, mungkin disaat kami berdua jalan-jalan mereka—orang-orang yang melihat kami— mengira kami kakak-adik? Mungkin saja.

"Iya ummaku yang cereweeeett!" dan dengan beberapa detik setelah itu aku mendapat jitakan ringan di kepalaku. "Awh… sakit umma!" aku memanyunkan bibirku.

"Aku tidak cerewet Junsu!" dia menunjukan wajah menyeramkan miliknya, yang jauh lebih tepat disebut wajah lucu miliknya, matanya melotot dengan pipi yang digembungkan. Haha, sama sekali tidak menyeramkan.

"Emm… kalo gitu bukan cerewet deh, tapi… bawel!" setelah menyebutkan kata itu, aku segera masuk kekamarku dan menutup pintunya, menghindari jitakan maut dari ummaku ini.

"Yak! Kim Junsu! Rasakan pembalasan dendamku nanti!" dia berujar, dan dapat ku dengar suara langkah menjauh, yes! Dia pergi juga, untuk memastikan aku mengintip dengan mengeluarkan kepalaku dan menengok, lalu…

Bletak… dapat kurasakan pangkal kepalaku dijitak lagi, dan aku yakin pasti itu umma.

"Aduuuuh! Sakitt!" aku mengelus kepalaku yang sukses mendapat dua jitakan dalam waktu satu hari ini, tunggu… maksudku dalam waktu 10 menit ini.

"Rasakan! Makanya jangan suka ngatain umma dengan sebutan cerewet, bawel atau apalah! Soalnya umma gak gitu!" dia berkata dan meninggalkanku.

"Ahhh! Sakit banget jitakannya!" aku berjalan kekamarku dan bergegas mandi.

000

Setelah aku rasa semianya siap, aku berjalan menuju meja makan, seperti anjuran dari umma.

"Akhirnya datang juga!" umma menaruh beberapa lembar roti tawar dimeja, dan menuangkan segelas jus jeruk disamping piringku.

"Seperti acara tv saja caramu menyambut umma…" aku mengambil selembar roti dan mengolesnya dengan selai coklat.

"Oh ya? Em, ngomong-ngomong, nanti kau mau menemani umma? Ya, setelah kau pulang sekolah tentunya…" dia berkata sembari membetulkan jas kerjanya.

"Terserah," aku menjawab singkat dan bangkit dari kursiku, "Aku berangkat umma!" aku berkata setelah meneguk habis jusku, dan segera berlari kecil menuju teras.

"Tunggu!" umma menghampiriku.

"Apa?" aku berkata setelah berhenti tepat disemping umma.

"Yunho akan menjemputmu, dia ingin memulai harinya sebagai ayah sekarang" umma berkata dengan entengnya, padahal. Aku tidak! Dalam hati aku terus menolak, aku takut jika setelah aku menolaknya, umma akan sedih.

"Tapi umma, bagaimana jika temanku, aku…" aku mencoba beralasan.

"Sudahlah," setelah aku mendengar perkataan umma, aku mendengar sebuah kelakson berbunyi, ya aku yakin dia Yunho!

"Biar umma saja yang…"

"Aku kan dijemput!" dia sudah memotong kata-kataku sebelum aku menyelesaikan kata-kataku sebelumnya. Dan pergi membukakakn pintu.

"Hai sayang, hai Junsu…" sayang? Cih, mereka sudah pakai sayang-sayangan toh, bahkan mereka berciuman DIDEPANKU! Hey! Apa kalian tidak sadar ada benda hidup di depan kalian!

"Hay" aku menjawab sinis dan memaksakan diri melewati mereka yang masih ada di depan pintu, dan karena merasa tidak nyaman, mereka melepas ciumannya.

"Mau kemana?" Yunho meraih tanganku dan menatapku, dia menggenggam tanganku. Entah kenapa hatiku sakit saat ia menggenggam tanganku seperti ini.

"Sekolah, sudahlah, kalian lanjutkan saja, jika aku disini aku merasa seperti menonton adegan demi adegan film porno yang dilarang itu." Aku berkata sambil menarik tanganku tanpa menghadapnya, dan dapat kurasakan ia malah menariku, karena tenaganya lebih kuat daripada diriku, aku sekarang berada di dalam rangkulannya, oh sial, aku dirangkulnya sekarang. Dan… susah sekali melepas rangkulannya.

"Ah, kalian lucu sekali jika berdampingan begitu," umma! Ini bukan lucu! Tapi menyeramkan! Berada di rangkulan orang yang tidak bisa kau raih? Ini MENYAKITKAN!

"Ya, haha… kita akan menjadi 'pasangan' ayah dan anak yang lucu, ya kan Junsu?" Yunho berkata sambil menunjukan senyum palsunya terhadapku, menakankan kata pasangan yang ia ucapkan tadi, dan semakin mengencangkan rangkulannya.

"Iya, hehe" aku menjawab sambil tertawa canggung, mencoba melepaskan rangkulan yang semakin lama mebuatku gila ini.

"Yasudah, kalian pergi sanah, nanti telat!" umma mendorong kami, dan aku segera masuk ke mobil, menutupnya dan mengeluarkan handphoneku dari tasku.

"Kami berangkat sayang!" Yunho berpanitan, dan segera menginjak pedal gas dan kami telah seutuhnya meninggalkan rumah.

Dimobil tak banyak yang kami bicarakan, bukan karena Yunho tidak mengajakku bicara, namun aku yang malas meladeninya suaraku masih terlalu bagus untuk menjawab semua pertanyaan tidak penting darinya.

"… dan, apa sekarang kau sudah menemukan penggantiku?" aku tersentak mendengar perkataannya yang sekarang.

"Maaf, bisa turunkan aku?" aku berkata dengan suara pelan.

"Tapi…" aku tau Yunho tidak akan membiarkan ini terjadi.

"Aku bilang, TURUNKAN AKU SEKARANG!" sontak mobil ini berhenti, aku segera turun dari mobil dan berlari sekencang-kencangnya, aku takut dengan perasaanku, yang samasekali belum bisa melupakan Yunho, atau sekedar menghilangkannya dari setiap inci hatiku.

"Junsu, tunggu! JUNSU!" aku mendengarnya memanggil namaku, namun… aku tidak mempedulikannya, aku tidak mau melihatnya, melihat wajahnya yang tersenyum padaku, aku takut! Sangat takut!

"Ma… maaf umma, maaf… Yunho…" aku berjalan sambil mengelap airmataku, menuju tempat yang tak lain adalah café kemarin, bukan sekolahku.

Aku segera memasuki café ini dengan kepala menunduk, berjalan menuju meja diujung ruangan, menyendiri, duduk sendiri didalam kegelapan hatiku, mungkin itu jauh lebih baik.

"Maaf, anda pesan apa?" aku menengok, pelayan… dan mengapa bukan Yoochun?

"Aku pesan black coffee…" aku berkata lemah.

"Baiklah," kata sang pelayan, dan pergi meninggalkanku.

Aku menunduk, aku meremas-remas ujung bajuku, dan menggigit bibir bawahku, menahan tangis, aku disini, seperti orang bodoh, atau seperti seorang anak smu yang kehilangan orang tuanya di New York dan tidak tau harus pulang bagaimana. Ya, aku masih menggunakan pakaian sekolahku, dan… aku tidak mungkin pulang dulu mengganti baju! Karena aku yakin, Yunho ada dirumah.

"Maaf, ini pesanan anda." Sang pelayan menaruh cangkir itu dihadapanku.

"Bisakah aku bertemu dengan Yoochun?" aku berkata sambil menambahkan gula kedalam kopi yang kupesan.

"Ah, maksud anda Bos? Mungkin sebentar lagi dia datang…" pelayan itu mengatakan dengan senum mengembang. "Permisi" pelayan itupun pergi dari hadapanku.

Aku melihat sudut ruangan, banyak sekali orang yang datang dengan senyuman, tidak sepertiku. Tak lama aku melihat seseorang datang dengan mengembangkan senyum, Yoochun, dia masuk ke café dengan jas yang ia pakai kemarin dan senyumnya yang mengembang.

"Yo! Junsu!" dia berjalan kearahku, lho? Kenapa dia tau aku disini? Apa aku sebegitu menonjolnya kah?

"Hay…" aku menjawab, dia sekarang sudah duduk didepanku.

"Kau tidak sekolah?" aku menunduk, memperlihatkan kesedihan yang terpancar diwajahku.

"Em… ada masalah lagi?" Yoochun memegang tanganku.

"Ya, masalahnya semakin bertambah panjang, dan aku… aku… hiks…" aku sudah tidak sanggup lagi, air mata ini pecah begitu saja, kenapa aku jadi terlihat lemah dihadapannya.

"Ceritakan padaku, tapi jangan disini… kita ke ruanganku saja," dia menarik tanganku, memasukanku kedalam ruang khusus pegawai, dan masuk kedalam ruangan yang cukup besar, dan aku yakin ini ruangannya.

"Ya, ceritakan padaku sekarang…" dia mendudukiku di sofa coklat hazel yang ada di sudut ruangannya, tempat ini nyaman.

"Jadi…" aku menceritakan semuannya padanya.

000

Setelah menceritakaannya, hatiku lebih tenang dari sebelumnya, dan aku seperti mendapat semangat lagi mendengar kata-kata yang terlontar darinya untuk menyemangatiku.

"Jadi begitu, yasudah, kau tidak pulang? Sekarang sudah jam tujuh malam." Dia berkata sambil memegang pundakku.

"Baiklah, aku akan pulang…" aku berdiri dari tempatku. "Terimakasih sudah menjadi tempat curhatku, Yoochun" kataku sambil tersenyum.

"Ya… bukan masalah," dia berjalan mendekatiku dan mencium pipiku sekilas, tunggu.

"Eh?" aku menundukan wajahku, wajahku memanas sekarang.

"Haha, yasudah ayo aku antar kau pulang," dia berujar sambil menarik tanganku, dan yang kulakukan? Pasrah tentunya.

Dengan hati yang sedikit senang aku berjalan keluar café, masuk kedalam mobil hitam milik Yoochun dan pulang.

000

Sesampainya dirumah aku masih melihat mobil merah gelap milik Yunho di garasi rumahku, yah… yunho masih ada disini.

"Aku pulang!" aku masuk menuju rumahku, meletakan sepatu yang sudah kulepas pada raknya.

"Oh, bagus sekali tuan muda, kemna saja kau tadi?" aku mendengar suara marah di belakangku, ya aku yakin itu umma.

"Aku ke sekolah…" aku mencoba berbohong namun,

"Jangan berbohong! Tadi Yunho berkata padaku… kau pergi begitu saja dari mobil! Dan… tuan muda, apa kau tidak juga mengerti ya! Aku bisa menelfon sekolahmu sepanjang waktu! Dan, kau tadi tidak sekolah bukan! Kemana saja kau! Apa kau piker aku tidak khawatir? Hey! Jawab aku!" umma memarahiku dengan beribu kata-kata yang sungguh menyakitkan hatiku.

"Aku…" aku mencoba beralasan kembali.

"Kau! Aku hokum kau! Tidak boleh keluar rumah, selama seminggu! Dan boleh keluar rumah, hanya saat kau sekolah, dan sekolah… kau diantar Yunho, dan pulang juga begitu 24 jam kau mendapat pengawasanku, kau mengerti tuan muda…" umma kembali menghujaniku dengan omelan bertubbi-tubi, dan yang paling mengagetkanku, soal pengawasan 24 jam itu, dia gila? Bagaimana aku pergi untuk bertemu Yoochun? Ya, Yoochun!

"Tapi umma aku-" aku mencoba menentang.

"KEPUTUSANKU SUDAH BULAT JUNSU!" umma membentakku, aku tidak pernah melihat umma sekeras ini, aku ingin mati saja, ya mati… ITU ADALAH JALAN SATU-SATUNYA!

"Umma… UMMA! KAU GILA YA? KAU SAMA SAJA MEMBUNUHKU PERLAHAN! DAN ITU MENYAKITKAN UMMA! UMMA TIDAK PERNAH BERPIKIR BETAPA SAKITNYA AKU! AKU SAKIT UMMA! SAKIT MENDENGAR PERNIKAHAN KALIAN! DAN, AKU YAKIN KAU TIDAK MENGERTI ITU! AKU… UMMA… UMMA MASIH ANGGAP AKU ANAK UMMA KAN? JAWAB UMMA! JAWAB!" airmataku pecah, aku membentak ibuku sendiri tanpa sadar. "ATAU KAU TELAH MENGANGGAPKU SAPAH DIKELUARGA INI? JIKA BEGITU! BUNUH AKU SEKARANG! DAN KAU TIDAK AKAN MELIHAT SAMPAH SEPERTIKU BERKELIARAN DI KEHIDUPANMU! MUDAH KAN?" aku berkata sambil menahan airmataku yang benar-benar memberontak ingin dikeluarkan. "DAN SATU LAGI! JIKA KAU TIDAK MENIKAH DENGAN SEORANG JUNG YUNHO! AKU TIDAK AKAN JADI BEGINI! SATU-SATUNYA PENYEBAB INI TERJADI, HANYA PERNIKAHANMU ITU! CUKUP! AKU TIDAK MAU DENGAR APA-APA LAGI! CUKUUUP!" aku berteriak histeris dan berlari menuju kamarku, menutup seluruh tubuhku dengan selimut dan menangis meraung-raung sesukaku, berteriak tanpa ada yang mempedulikan, aku benar-benar ingin mati! Pergi dari dunia ini! Dan masuk neraka, karena aku tak pantas disurga, mengapa? Aku membentak ibuku sendiri! Dan itu salah.

"Junsu…" aku mendengar suara lembut dari balik pintu, umma, dia mau apa? "Maafkan umma, umma tidak bermaksud membentakmu tadi… kau mau memaafkan umma kan?" dia berkata.

"Yoochun, aku… butuhkau!" aku bergumam setelah mendengar permohonan maaf dari ibuku sendiri. "Aku benar-benar butuh kau," aku membalikkan bantalku yang basah dengan airmataku.

"Junsu dengarkan ummamu, kumohon!" dan sekarang terdengar suara Yunho.

"Sekarang Yoochun! Sekarang! Bantu aku! Keluar dari masalah ini, dan… bantu aku… Yoochun…" kataku, aku menangis semalaman, tidak mengubris permintaan maaf dari ummaku, atau Yunho, karena mereka tidak pantas meminta maaf padaku, harusnya aku yang meminta maaf padanya.

"Yoochun, bantu… aku…" dan setelah itu, pandanganku gelap… seperti suasana hatiku sekarang…

TBC

.

.

.

.

.

.

Catan kedjhil author:

Annyeonghaseyo!

Je ireumeun Abel imnida! XD

Aku kenalin dari awal lagi ya…

Di FF ini, si Junsu ini anaknya Jaejoong dengan entah siapa itu, mungkin Siwon bakal jadi ayahnya Junsu yang kandung, entahlah… author aja gak tau! #author paling gak becus sedunia#

Masalah umur disini… jadi gini:

1 Jaejoong : 36 tahun!

2 Yunho: 27 tahun!

3 Junsu: 17 tahun, aaaa~ oppa masih ABG! Cinih aku ciumh dhulu… #Plakk

4 Yoochun: 24 tahun… hahahaha,

5 author: 14 tahun! #PLAAK

Jaejoong umurnya disitu miriiip banget sama mama author loh! #plak!

Oh ya, kalo yang mau kontek-kontek sama abel, bisa follow twitter abel di Kiseopeia, hehehe, yasudah! Segini aja ya, mau dilanjutin atau enggak, itu terserah readers aja… yaudah ya… byeeeee!