Thanks…

Cast: TVXQ5

Genre: Romance, drama

Rated: T

Warn: BL, OOC, etc…


Junsu POV…

Aku memutar pandanganku, beralih kepada setiap dedaunan yang gugur melalui jendela besar di sampingku, mengamati setiap daun-daun yang berterbangan disertai dengan hembusan angin yang lumayan kencang, bulan ini… musim gugur. Dimana hawa dingun sudah mulai menusuk kulit. Perlahan aku memutar arah pandangku kedalam café kembali. Lumayan ramai, banyak orang yang membawa serta pasangan mereka kesini. Namun, aku hanya sendirian.

"Maaf, bisa saya bantu?" aku memandang seseorang yang bicara, dan aku rasa ia mengajakku bicara.

"Tidak…" kata-kata singkat itu mengalir mulus dari mulutku.

"Namun anda sudah tiga puluh menit disini, dan anda tidak memesan apapun…" aku memandangnya, dia, aku tidak tau dia siapa, namun yang jelas ia menggunakan baju jas hitam, dan bukan baju pelayan… aku yakin ia pemilik café ini.

"Baiklah, aku pesan black coffee…" akhirnya orang itu meninggalkanku.

Aku kembali menatap sekelilingku dengan kosong, otakku tidak mampu berpikir lagi, tidak mampu menerima dan memproses kejadian yang aku alami, aku tidak sanggup lagi… apa salahku? Kenapa cobaan datang bertubi-tubi begini… yang pertama, ayahku, ok dia bukan ayahku, dia makhluk bajingan yang meninggalkan ibuku begitu saja, ibuku? Dia Kim Jaejoong… menurutku dia sosok ibu yang paling sabar didunia, dia merawatku seorang diri, dan disaat dia telah menemukan kebahagiaan, dimana aku tidak dapat meraih kebahagiaan itu. Ia ingin menikah lagi, tapi… bukan karena aku tidak mau menggantikan posisi ayah ku yang dulu, namun… kenapa ia harus menikah dengan orang yang aku cintai… Jung Yunho…

Flashback…

"Junsu, dia calon ayahmu…" aku membelalakan mataku, sejujurnya aku tidak percaya dengan pandanganku sekarang. Jung Yunho, dia… dia mantanku, kami baru saja putus dua bulan lalu dengan alasan yang tidak jelas, dan aku masih… masih sangat mencintainya, kenapa? Disaat aku mulai melupakannya, ia datang tanpa dosa memperkenalkan dirinya dari awal seperti tidak sadar bahwa dulu kita saling mencintai.

"Ka.. kau," aku terbata, dia tersenyum, senyum ini. Sungguh, kenapa? Kenapa harus kau Yunho?

"Lama, tak berjumpa… Junsu…" dia melambaikan tangannya, wajahnya mengisyaratkan bahwa tak ada secuil dosapun yang ia perbuat.

"Ya…" aku menunduk, ingin rasanya airmataku mengalir sekarang, aku menahannya sekuat tenaga, aku tidak boleh terlihat lemah dihadapannya.

"Kalian saling mengenal?" umma, dia menatapku dengan tatapan senang, sungguh… aku tidak mungkin tega mengusik pernikahan mereka yang akan datang, atau sekedar membuat mereka saling benci satu samalain, wajah umma tak pernah secerah ini, aku tambah merasa menyesal masih mencintai sosok dihadapanku, Yunho.

Perbedaan umurku dengan Yunho berkisar sepuluh tahun, dan perbedaan umurnya dengan umma adalah, 9 tahun, ya… umma lebih tua darinya 9 tahun. Namun jika sudah saling mencintai, perbedaan umur hingga 67 tahunpun tidak jadi kendala, bukan?

"Maaf umma, bolehkah aku… pergi sebentar?" aku berkata dengan nada yang hampir tidak terdengar.

"Tapi…" kudengar nada kecewa dari umma yang aku yakin tidak merelakanku pergi begitu saja.

"Kumohon…" suaraku semakin melemah.

"Haaaah, baiklah. Jangan lama-lama ya," dan dengan cepat aku melarikan diri, enggan melihat kebahagiaan yang seharusnya aku terima ini, rasa sakit dihatiku semakin menguat, aku tidak sanggup lagi!

Aku berjalan dipinggiran sungai, ingin menghilangkan kejenuhanku ini sejenak, sejujurnya aku bisa dibilang sangat ingin menghancurkan pernikahann yang akan berlangsung tidak lama lagi, namun, aku tidak ingin melihat kesedihan terpancar dari wajah Jaejoong umma, dan aku berjanji tidak akan melakukannya.

"Kau disini rupannya…" aku membalikan badanku, melihat seseorang yang sangat familiar dimataku, Yunho.

"Mau apa kau kesini?" aku berkata getir, mataku memandangnya sayu.

"Kau marah padaku," dia berujar.

"Sebelumnya, tapi setelah tau kau adalah calon ayahku, aku tidak marah padamu lagi, ya, seorang anak tidak boleh marah terhadap orang tuannya… itu…" aku mencoba tersenyum walau airmataku sudah mengalir indah dipipiku, dia mengulurkan tangannya, memelukku sejenak dan mencoba memberikan kehangatan bagiku. "Itu salah… hiks… sebagai… hiks… aku… hiks," aku menangis sejadinya, aku memukul dadanya yang bidang, memang itu menyakitkan, namun aku tidak dapat membendung lagi perasaan ini.

"Maki saja aku, aku memang salah, pukul aku, aku memang pantas mendapatkannya, namun… aku sudah terlanjur mencintai ummamu, dan aku tidak tau bahwa dia ummamu, maaf…" dia memelukku.

"Ya, maaf mengusik kebahagiaanmu, anggap saja aku tidak ada, anggap saja begitu! Ya… anggap begitu…" aku langsung melepas pelukannya dan pergi meninggalkannya begitu saja, menuju tempat yang aku inginkan, tanpa harus melihat seorang Yunho kembali.

End of flashback…

Aku terbangun dari lamunanku, melihat sekelilingku, dan melihat jam tangan yang bergantung manis ditangan kiriku. '22.30' sudah larut, namun, aku samasekali tidak ingin menginjakan kaki ke rumah, enggan sekali, lebih baik aku disini.

Grekk… aku terkaget mendengar suara dentingan gelas yang beradu dengan tanganku, kopi yang tadi kupesan, aku memegang sekeliling cangkir tersebut, sudah mulai dingin, sama seperti perasaanku, dingin, dan hitam, seperti masuk kedalam dunia kelam yang dimana hanya ada aku dan rasa bersalah yang semakin menggeluti benakku.

"Maaf, 15 menit lagi café tutup," aku melihat ke sumber suara, orang tadi, orang berjas tadi.

"Ya, bisa aku disini untuk sementara waktu?" aku menatapnya.

"em, mungkin untuk 30 menit kedepan tidak apa-apa…" dia menatapku dan pergi meninggalkanku.

"Tapi, kalian akan tutup 15 menit lagi bukan?" aku mengisyaratkan pandangan aneh.

"Aku masih belum pulang untuk satu jam mendatang," dia tersenyum, dia begitu ramah.

"Ya, makasih…" aku menatap sekelilingku, sudah banyak yang keluar dari café sederhana ini, mulai dari pengunjung sampai pelayan itu keluar dari café ini, hingga akhirnya tinggal kami berdua saja.

"Boleh aku tau siapa namamu?" aku menatap orang itu lagi.

"Junsu, namaku Kim Junsu, yang sebentarlagi akan berubah menjadi Jung Junsu…" aku berucap kembali.

"Aku Yoochun, tunggu… berubah?" Yoochun, menatapku dengan pandangan bingung.

"Ya, kenapa? Kaget ya? Aku juga…" aku menggenggam cangkir kopi yang benar-benar sudah dingin ini.

"Memangnya mengapa bisa berubah seperti itu?" dia kembali menatapku.

"Ummaku, akan menikah lagi…" aku menjawab sembari mendentingkan jariku pada cangkir berwarna putih gading yang aku pegang.

"Ah, mian.. aku tidak bermaksud," dia menundukan wajah.

"Gwaenchana…" aku menunduk, kejadian tadi makin berputar diotakku, bagaikan kaset yang diputar ulang berkali-kali, bagaikan film Titanic yang setiap bulannya diputar tanpa ada rasa bosan untuk menontonnya berulang-ulang, namun aku bosan dengan apa yang terulang diotakku.

"Em, kau tidak pulang? Apa orang tuamu mencarimu?" dia mengerutkan alisnya, ah ya… mungkin terlalu petang untuk anak seumuranku belum pulang kerumah.

"Tidak, dan tidak mungkin," aku menggerakan badanku, dan menyandarkan badanku pada sofa empuk tempatku duduk sekarang.

"Eng, kau mau minum?" aku yakin ia sedang mencairkan suasana sekarang, ya suasana sekarang sangat canggung, dimatanya, tapi tidak dimataku.

"Masih ada," aku menunjuk gelas kopi yang masih penuh tidak berkurang setetespun.

"Tapi itu sudah dingin, mau ku ambilkan?" dia berujar.

"Tidak, uangku pas untuk membayar satu cangkir ini…" aku memalingkan pandanganku menatap taman kecil di café ini.

"Tidak, yang ini gratis…" dia berjalan meninggalkanku, dan kembali membawa dua cangkir kopi.

"Kau baik sekali." Aku menatapnya.

"Memang harusnya begitu," dia tersenyum memandangku, senyumannya hangat. Tunggu! Apa maksudnya ini?

"…" aku mengaduk-adukan isi cangkir menggunakan sendok kecil, dan membuat suara dentingan kecil,

"Kau suka dengan suara seperti itu ya?" aku memutar mataku menatapnya sebentar.

"Seperti yang kau lihat," aku meneguk kopiku, hangat.

"10 menit lagi aku pulang," dia berujar.

"5 menit lagi aku juga pulang." Aku meneguk habis kopiku, dan menaruhnya di tempat semula.

"Kau kesepian dirumah ya?" dia membuka pembicaraan, tunggu… kenapa dia tau?

"Bagaimana kau?" aku melihatnya, padahal kami baru bertemu, namun kenapa kami bisa langsung akrab begini?

"Tersirat diwajahmu," dia tersenyum, dan sukses membuat wajahku panas. Tapi kenapa? Kenapa kejadiaannya jadi sama seperti aku saat pertama kali bertemu Yunho?

"A… aku… hiks…" entah kenapa, aku jadi ingin menangis, dia benar-benar mengingatkanku pada Yunho yang dulu, baik, dan penuh dengan senyuman, dan… iu makin membuatku merasa bahwa aku makin jatuh kedalam lubang hitam penyesalanku.

"Ah, maaf.." dia berjalan kesampingku, merangkul pundakku, dan menenagkanku, dia benar-benar mengingatkanku pada Yunho yang dulu, tapi… dia lain, dia, dia seprti memiliki aura lain, dan itu hangat…

"Ya… tidak apa," aku menghapus airmataku, "Aku mau pulang!" aku melepaskan rangkulanya dengan lembut, dan berdiri meninggalkan sofa yang tadi aku dudukki.

"Biar kuantar…" dia menggenggam tanganku, dan itu hangat, tangannya penuh dengan kasih sayang.

"Tidak usah, kau juga pasti punya banyak urusan dengan café mu ini kan, biar aku pulang sendiri…" aku melepaskan genggamannya, dan berbalik menatapnya.

"Baiklah, kalau ada apa-apa, kau kesini saja, ceritakan padaku…" dia berkata sambil mengacak-acak rambutku, membuatku lebih mengingat Yunho.

"Iya…" aku tersenyum dan berjalan keluar café dengan wjah lebih tenang dari saat aku masuk tadi. "Yoochun, dia baik sekali…" aku berjalan, menuju rumahku, dan siap mendapat omelan dari Jaejoong karena telat pulang, yah… omelan.

000

Sesampainya dirumah aku benar-benar dimarahi.

"Kau tau, aku khawatir!" berkali-kali umma berkata seperti itu.

"Mian umma…" aku menundukan wajah, takut jika umma semakin marah padaku.

"Haah, baiklah, umma punya kabar, pernikahan umma dimajukan jadi 2 minggu lagi!" aku menatap ibuku satu-satunya itu dengan tatapan tidak percaya, apa 2 minggu lagi? Apa tidak terlalu cepat? Masalahnya aku, aku samasekali belum bisa menerima Yunho sebagai orang tuaku!

"Tu… tunggu," aku benar-benar tidak percaya.

"Keputusan itu sudah bulat, Yunho sendiri yang bilang." Umma memandangku.

"Ah, yasudahlah…" aku berjalan menuju kamarku, meninggalkan ummaku sendirian.

Aku menutup seluruh tubuhku dengan selimut, aku tiba-tiba teringat pada Yoochun, ya, Yoochun.

"Aku buthuh kau…" aku menangis sejadinya, "Sekarang..." hingga aku rasakan pandanganku hitam, sama seperti perasaanku…

TBC

.

.

.

Author gak mau banyak bacot, author cuman mau review nya aja, kalo banyak review nya author janji bakal lanjutin cepet, hehe..

oh ya sekalian ngucapin...

HAPPY BIRTHDAY MICKY YOOCHUN, KAKAKKU KU TERCINTA... XDDDD~

Tertanda:

MaxAberu