A/N : Hello! Lama saya gak keliatan ya, di list cerita? Ahahaha. Maklum, lagi ngurusin kembali simpenan-simpenan saya di Harry Potter. Lagian Remuuuss~ kenapa kamu unyu maksimal begini, siiihh~ #usepusep DAN KENAPA KAMU GAK BENERAN DIPERANIN EWAN MCGREGOR AJA, HAH? HAH? HAAAAHH! SIAPA ITU YANG BIKIN JADWAL STAR WARS SAMA HARRY POTTER BISA BENTROK? SIAPA! SINI GUE ADEPIN! #emosijiwa

Ehem.

Dan berhubung saya lagi suka dengan dua fandom ini—Hetalia dan Harry Potter—maka, saya memutuskan untuk membuat crossover! Salahkan skadihelias dan pembicaraan ngaco di twitter kita berdua menghasilkan karya super abal 2011 kali ini. Dan chapter pertama ini saya posting di Hetalia dulu, karena karakter Harry Potter masih belom ada dan ini murni masih karakter Hetalia buat prolognya. Nah, baru di chapter berikutnya saya pindah ke sub bagian crossover.

Disclaimer : Karakter Hetalia adalah kepunyaannya Hidekazu Himaruya, sementara Harry Potter adalah kepunyaan say—JK Rowling. Di sini karakter Hetalia kadang pake nama negara, kadang pake nama manusianya. Dan dunia Harry Potter-nya adalah Marauders-era! Woo-hoo!

Warning : Humor dipaksakan. Maklum, udah lama saya gak bikin cerita humor. Kenapaaa akhir-akhir ini tarikan saya kalo gak bikin cerita kriminal-mafia-tembak-tembakan, bikinnya gore atau angst? Hedeeeehh. Semoga insting humor saya udah gak karatan dan gak jayus. Amin! Dan tentunya SLASH! Gak tau slash? Shonen-ai. No yaoi buat kali ini; saya masih inget rating. Hohohohoo. Pairing? Buat yang kenal saya, pasti udah bisa nebak siapa aja pairingnya. Hohohohoho! #plak


Seorang pemuda berlari secepat mungkin melewati sebuah koridor yang sepi dan membosankan dengan warna putih di dinding serta biru tua di karpet yang ia pijak. Sekelebat sinar matahari yang cerah kadang menyinari koridor tersebut dari jendela-jendela besar tak bertirai dari sebelah kanan pemuda tersebut, menyinari rambut hitam ikalnya yang berantakan. Napasnya tersengal-sengal sambil kadang melontarkan kata 'maaf' ketika menabrak orang lain ataupun 'permisi' saat menghindar kerumunan orang.

Kakinya baru berhenti—dipaksa berhenti, sampai membuatnya nyaris terjungkal—saat mata abu-abunya melihat sekilas sebuah double-doors dari kayu oak besar berwarna tua. Plat emas bertuliskan 'MEETING ROOM' dengan huruf kapital besar terpasang di sana, menandakan ia sudah sampai pada tujuannya. Pemuda itu menarik napas panjang untuk menenangkan sedikit denyut jantung yang masih berdebar. Ia merapikan kemeja putih dan dasi hitamnya yang sedikit berantakan akibat sprint yang ia lakukan sejak dari lapangan parkir sampai ke tempat ia berdiri sekarang. Kedua alisnya sempat terakat saat mendengar suara ribut-ribut dari dalam ruangan, tapi siapapun juga tak akan heran kalau rapat kali ini ribut. Toh, ribut seperti ini memang sudah lumrah. Akan jadi sesuatu yang mengherankan apabila semuanya hening.

Satu tarikan napas lagi sebelum pemuda berambut hitam ikal itu mengulurkan tangannya dan mengetuk pelan sambil berdoa dalam hati semoga ia tak dimarahi sang pemimpin rapat—entah siapa pun pemimpinnya untuk rapat kali ini. Kembali alis matanya terangkat—bingung sekaligus heran—saat tak ada balasan sama sekali. Sepertinya suara ketukan pintu yang ia buat barusan tidak terdengar di balik hiruk-pikuk rapat.

Memutuskan bahwa tak ada salahnya masuk sekarang, pemuda itu menarik gagang pintu dan mendorongnya pelan. Kepalanya ia sembulkan lewat sela-sela pintu dan mata abu-abunya melirik ke kiri, lalu ke kanan dengan penuh hati-hati serta sedikit rasa bersalah. Ah, ya. Masih tetap ramai bagai di pasar saja rapat kali ini.

Yang aneh untuk kali ini adalah pemimpinnya. Kalau biasanya ia selalu bertemu dengan seorang pemuda obesitas berambut pirang dengan kaca mata berbentuk kotak yang teriak-teriak mengenai burger dan pahlawan, kali ini berbeda. Bukan si personifikasi negara adi daya dengan suara cempreng dan tawa mengganggu itu yang berdiri memimpin rapat, melainkan mantan motherland-nya. Si personifikasi yang sedang dibicarakan malah asik mengunyah double cheeseburger sambil sesekali menyeruput soda, tampak sangat tidak peduli.

"Ada apa ini?" tanya Indonesia pada seorang pemuda berambut hitam pendek berkaca mata di sampingnya. Kedua tangan pemuda itu sibuk bergerak di atas layar sentuh iPad-nya. "Tumben yang maju di depan England dan bukan America. Kau tahu apa yang terjadi, Singapore?"

Si pemuda berkacamata yang dipanggil Singapore mendesah. Ia melirik sebal ke arah laki-laki yang lebih tua darinya itu. "Makanya, kalau ada rapat, datangnya jangan telat. Ketinggalan berita, kan?"

Indonesia menggeram kesal mendengar jawaban sinis sang adik. "Hei, siapa pun juga akan telat kalau dapat panggilan rapat dadakan seperti itu!"

"Aku tidak telat."

Butuh kemauan kuat bagi Indonesia untuk menahan diri untuk tidak menghadiahi adiknya itu satu tamparan di muka. "... Sebelum kuinjak iPad-mu sampai menjadi serpihan tak berguna, lebih baik kau ceritakan sekarang apa yang terjadi selama aku tak ada."

Mendengar ancaman ditambah muka sangar sang kakak membuat Singapore bergidik ngeri. Ia memasukkan iPad kesayangannya, takut gadget canggih itu menjadi korban sebelum waktunya. "Oke, oke. Pertama-tama, kau harus tahu kalau rapat dadakan itu adalah usul England. Jadi, kalau kau mau menghajar orang yang telah mengganggu waktu tidurmu, salahkan England.

"Sebetulnya bukan cuma kau yang mengeluh tentang rapat dadakan ini. Awalnya duo Italy itu juga mengeluh tentang siesta mereka yang terganggu. Spain mengeluh tentang jadwal petik tomat yang terganggu, sementara France mengeluh tentang jadwal mencari 'mangsa'nya yang terganggu dan... Ah, terlalu banyak yang protes sewaktu rapat mau dimulai. Aku bahkan lupa protes absurd macam apa yang dilontarkan oleh para makhluk tak kalah absurd-nya ini...

"Nah, untuk pertanyaanmu sebelumnya mengenai England yang berdiri di depan, memimpin rapat." Singapore kemudian menunjuk sosok England yang rupanya masih mencoba untuk menenangkan teman-temannya yang ribut—entah masih protes tentang rapat dadakan atau menanggapi omongan sang mantan bajak laut. "Coba saja kau dengarkan sendiri. Toh, England juga baru mau mulai. Dia terlalu lama menenangkan kita sampai-sampai belum mulai dari tadi. Kalimat pertama yang ia ucapkan baru 'dunia dalam bahaya karena seorang penyihir akan menyerang umat manusia' atau kalimat sinting semacamnya. Aku tak terlalu peduli."

"Penyihir?" ulang Indonesia dengan dahi berkerut, bingung. Ia melirik sosok England yang masih mencoba untuk menjawab gerutuan Austria dan Cuba mengenai alasan tak masuk akal darinya untuk mengumpulkan mereka semua di sini. "Lalu?"

"Entahlah." sahut Singapore enteng. Bocah itu kembali mengeluarkan iPad dan memulai browsing-nya yang sempat tertunda. "Setelah ia bicara seperti itu, semua langsung protes betapa tidak masuk akal alasan dia untuk membuat rapat dadakan. Aku, sih, dari tadi memang tidak peduli."

Indonesia mengalihkan mata abu-abunya dari sosok adiknya yang masih seru bermain dengan peralatan elektronik termutakhir dan menatap England. Si personifikasi berambut pirang pendek itu tampaknya mulai kesal dengan protes bertubi-tubi yang dilontarkan oleh rekan-rekannya. Dan... penyihir? Memang England dikenal sebagai personifikasi dengan kepercayaan akan dunia magis, tapi memang agak keterlaluan kalau menjadikan bahan tersebut sebagai alasan utama rapat dadakan kali ini. Pantas saja banyak negara yang protes...

"Oh, ayolah! Kalian diam dulu sebentar kalau mau aku jelaskan!" bentak England. Ia mulai kesal dengan protes bertubi-tubi para personifikasi lainnya dan mulai mengeluarkan tongkat ajaibnya. "Berhenti protes, atau kusihir kalian semua jadi kodok!"

Ancaman yang konyol, tapi ampuh untuk menutup mulut para personifikasi negara lainnya.

England mendengus kesal dan meletakkan tongkat bintang itu di atas meja. Mata hijaunya kembali fokus ke rekan-rekan sepenanggungannya. Sirat kekhawatiran tampak jelas di matanya. "Begini. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya kalau seorang penyihir besar telah mengancam umat manusia. Dan hei, Netherlands! Tertawa sekali lagi, kupanggang kelincimu!" Ancaman yang sukses menutup mulut si pemuda berambut tulip itu. "Aku tahu kalian semua pasti menganggapku gila karena bicara tentang penyihir, dunia sihir, dan segala yang berhubungan dengan itu semua, tapi tolong percayai aku untuk kali ini saja! Kalian tidak akan menyesal!

"Sebetulnya penyihir jahat yang kumaksud ini memang sudah lama ada, tapi menurut beberapa informanku dari dunia sihir, ia sedang merencanakan sesuatu yang sangat jahat. Sebuah misi untuk meningkatkan kemampuan sihirnya berlipat-lipat dari kemampuannya sekarang. Bayangkan apa yang akan terjadi seandainya ia betul-betul berhasil dalam misi kali ini?

"Sebagai catatan kita semua, penyihir ini tidak menyukai manusia yang bukan dari kalangan penyihir. Maksudku, manusia biasa seperti sebagian besar penduduk di negara kita masing-masing. Ia tanpa ragu akan membunuh, menyiksa, dan menghabisi seluruh manusia yang ia anggap tak penting ini.

"Jadi, demi kelangsungan hidup penduduk kita, aku mengadakan rapat ini untuk membicarakan langkah apa yang harus kita ambil." ucap England dengan suara lantang. Mata hijaunya menatap penuh harap ke sekeliling ruangan, kecewa melihat beberapa wajah skeptis. "Ayolah. Kalian masih mengira aku membual? Tidak cukup memangnya semua sihir yang pernah kulontarkan di depan kalian?"

"... Kalau seandainya Indonesia dengan segala kekuatan santet dan jampi-jampinya itu yang bicara tentang sihir, aku baru percaya. Tapi kalau kau..." gumam Netherlands, acuh tak acuh.

Kalimat Netherlands sukses membuat amarah England naik hingga ke ubun-ubun. "... Kenapa kau super menyebalkan sekali hari ini, Netherlands? Memangnya aku mengganggu acara 'tidur bareng'mu dengan Indonesia, hah!"

Kalimat sindirian tersebut sukses membuat Indonesia tersipu malu dan Netherlands tersenyum lebar.

"Kalau seandainya yang kau katakan benar," Ah, akhirnya Germany—sang personifikasi dengan otak paling waras di antara yang lainnya—angkat bicara. "Memangnya siapa nama si penyihir ini dan misi apa yang ia jalankan demi mendapatkan... kekuatan tambahan?"

"Pertanyaan bagus." England terbatuk sebentar sebelum menjawab pertanyaan Germany. "Namanya adalah Lord Voldemort. Dan mengenai misinya, ia harus mencari seorang dark creature—seperti vampir, manusia serigala, dan yang lainnya—untuk melaksanakan sebuah upacara demi meningkatkan kemampuan sihirnya. Dengan upacara yang aku sendiri tidak tahu bagaimana melakukannya, dia akan mengambil kekuatan orang itu dan membuatnya menjadi penyihir yang lebih kuat."

"Ini semua omong kosong! Oi, kepala tomat brengsek! Kau masukkan apa ke pastaku tadi malam sampai aku mimpi aneh begini, hah!" bentak Romano sangar kepada Spain yang duduk di sebelahnya.

"Lovi~ Mana tega oyabun-mu ini meracunimu?" balas Spain.

Lagi-lagi England menghela napas diiringi gerutuan pelan. Ingin rasanya ia menjedotkan kepalanya ke tembok terdekat, atau Avada Kedavra saja dirinya sekarang. "Teman-teman, mungkin dunia sihir bagi kalian ini masih sangat asing, tapi percayalah padaku! Mereka itu benar-benar ada! Bahkan, mereka juga punya sekolah sendiri untuk melatih para generasi muda mereka mengenai sihir. Lagipula, kalau ia betul-betul menjadi kuat, kita semua yang akan kena masalah!"

"Rasanya itu akan menjadi masalahmu saja, England. Kalau ia sampai berani menginjakkan kaki ke negaraku, tinggal kubalang pipa saja, da~" kata Russia sambil tersenyum manis. Sayang, aura hitam serta tangan kanannya yang menggenggam pipa dengan bercak merah—sangat dicurigai kalau itu bekas darah—tidak sinkron dengan senyum tak berdosanya.

"Kalau ia berani ke negaraku, akan kuhujani ia dengan katana!" Sekarang giliran personifikasi Jepan yang angkat bicara sambil mengacungkan katana kebanggaannya.

"Tak usah khawatir, semuanya! Ada HERO, di sini! Semuanya akan berjalan dengan baik-baik saja! Hahahaha!" Tentunya kita tahu siapa yang bicara kali ini.

"Hah! Orang se-AWESOME aku tidak mungkin kalah dari penyihir kacangan seperti dia! Berani dia datang ke tempatku, akan kutendang dia!" Dan yang ini juga pastinya sudah sangat ketahuan siapa yang bicara.

"Kalian tahu kalau sebenarnya penyihir berasal dariku, da ze?"

"Pastaaa~"

"Lovi, Lovi~ Mau tomat? Aku tadi baru sempat memetik satu~"

"Kurasa itu masuk akal."

Seluruh pasang mata menoleh ke arah Indonesia yang masih berdiri di dekat pintu. Si pemuda berambut ikal hitam itu sedikit grogi saat diperhatikan dengan begitu intensnya oleh yang lain. "Um... Maksudku, apa yang dikatakan England itu kurasa ada benarnya. Toh, sebagai negara, bukankah sudah kewajiban bagi kita untuk saling bantu?

"Oke. Mari kita asumsikan bahwa penyihir sinting itu tidak akan mencapai negara kita. Tapi, apa kalian tidak ingin membantu England? England, negara yang sudah mengasuh hampir setengah orang yang ada di dalam ruang rapat ini. Ia juga menjadi negara yang paling cepat memberikan bantuan saat negara kita terkena bencana. Sekarang, saat England membutuhkan bantuan, kita malah menolaknya?"

Semuanya terdiam mendengar ucapan Indonesia yang tumben-tumbennya bijak.

"Terima kasih, Indonesia!" seru England bahagia dari seberang ruangan. "Betul kata Indonesia! Kita sebagai sesama negara harus saling bantu. Ingat semua bantuan dan jasa yang sudah kuberikan kepada kalian dulu."

"Memangnya kita bisa bantu apa? Bantu doa?" gumam Bulgaria sinis.

"Mungkin kita bisa membantu menemukan dark creature yang diincar si penyihir ini dan mengamankan mereka?" usul Hungary.

"Oh, kalau yang itu sudah tidak perlu, Hungary. Kami sudah bisa menduga kira-kira siapa yang dia incar." kata England buru-buru. "Dark creature yang diperlukan bukanlah dark creature sembarangan. Ia haruslah seorang penyihir juga. Dan dari kriteria tersebut, kita sudah menemukan satu orang yang sesuai."

England mengeluarkan sebuah amplop besar dengan segel aneh. Dia mengambil satu lembar foto—foto aneh dimana obyek gambarnya bergerak-gerak—dan menyodorkannya ke tengah meja rapat. Di sana, tampak seorang pemuda berambut cokelat terang memalingkan wajahnya berkali-kali ke balik punggungnya seperti kebingungan. "Namanya Remus Lupin, manusia serigala. Ia baru berumur 16 tahun dan duduk di tingkat 6 sekolah sihir Hogwarts. Ia satu-satunya manusia serigala—dark creature—yang juga merupakan penyihir."

France langsung menyambar foto itu dan memeriksa obyek fotonya lebih serius. "Ini targetnya? Daripada dijadikan obyek upacara aneh seorang penyihir gila, lebih baik ia kuajak kencan saja. Ia manis, sih."

England mengambil kembali foto itu dari tangan France sambil mendelik tajam. "Yang menjadi masalah adalah bagaimana melindungi anak ini dari para pengikut Voldemort yang siap untuk menculiknya. Pengamanan di sekitar sekolah memang sudah ditingkatkan, ditambah beberapa Auror—semacam polisi khusus di dunia nyata—untuk mengawalnya. Tapi, rasanya itu semua belum cukup, karena beberapa hari yang lalu mereka menemukan bahwa salah satu kriminal itu bisa mencapai halaman sekolah. Selain itu, Albus Dumbledore—kepala sekolah Hogwarts—mulai resah karena Lupin mulai membangkang. Ia tidak mau dikawal ke mana-mana dan mulai sering menyelinap keluar area sekolah bersama teman-temannya.

"Makanya, ia memintaku untuk membantu para Auror itu melindungi Lupin dari Voldemort." ucap England seraya melayangkan padang ke seluruh muka di dalam ruang rapat itu. Mata hijaunya sedikit memelas, memohon pada teman-temannya untuk sekali ini saja percaya dengan bualan sihir-menyihirnya. Masa' seumur-umur hanya kemampuan sihir Indonesia dan beberapa negara Afrika saja yang mereka akui?

Semua personifikasi tampak saling berpandang-pandangan. Mereka saling lirik orang yang ada di sampingnya dengan tatapan gih-jawab-nanti-aku-nebeng-jawaban ke kiri dan kanan mereka. Semuanya masih ragu untuk menjawab ajakan—permintaan tolong—seorang England.

Sampai seorang pemuda manis berambut hitam ikal mengacungkan tangannya.

"Cuma melindungi saja, kan? Aku ikut, deh. Toh, urusan dalam negeriku sedang sepi." ucap Indonesia.

Melihat si personifikasi negara kepulauan terbesar dunia mengajukan diri untuk membantu, otomatis dua negara lainnya langsung mengacungkan tangan, ikut memberikan jasa mereka. Yep. Siapa lagi kalau bukan Netherlands dan Malaysia.

"Kalau Indonesia-sugar-baby ikut, aku juga ikut!" seru mereka berdua dengan lantang di saat yang bersamaan.

Mendengar panggilan kasih sayang yang ternyata juga digunakan oleh saingannya, Netherlands mendelik sinis ke bocah berambut hitam yang tak jauh darinya. Tentu, delikan tajam itu juga mendapat balasan tak kalah sengitnya dari Malaysia. "Hei, bocah! Yang boleh memanggil Indonesia dengan sebutan sugar baby itu aku! Pakai panggilan sayang lainnya, dasar tidak kreatif!"

"Heh! Sembarangan saja kau bicara! Yang pakai sugar baby duluan itu aku, tahu! Kau yang seharusnya cari panggilan menjijikan lainnya!"

"Bocah!"

"Vampir bling-bling!"

"Dasar adik kurang ajar!"

"Lolicon brengsek!"

"Tukang rebut wilayah orang!"

"Masokis yang suka menyiksa uke!"

"Heh! Tarik kata-katamu, bocah!"

"Hahahah! Tidak bisa balas, ya? Berarti aku yang menang! Hahahahah!"

Indonesia dan negara-negara lainnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat debat sengit dua negara kasmaran itu. Rebutan mencari perhatian Indonesia bisa-bisa membuat Perang Dunia ketiga muncul ke dunia. Yah, paling tidak kali ini tema dasar perangnya akan berbeda dibandingkan perang pertama dan kedua. Kapan lagi dunia bisa terlibat dalam perang akbar tentang cinta dan kehormatan?

"Mari kita hiraukan dua orang gila itu. Ada yang mau ikut lagi?" tanya England kepada rekan-rekannya. Tangan kanannya sudah siap dengan pena.

Cukup banyak yang menawarkan diri untuk membantu England. Yang menawarkan diri berikutnya adalah Germany yang kemudian diikuti oleh duo Italy. Tentu, Italy yang selalu mengikuti Germany kemana saja otomatis ikut menawarkan bantuan sambil menyeret-nyeret kakaknya tercinta. Sudah begini, tentu Spain juga menawaran bantuan. Ia tak tega kalau harus membayangkan Lovino-nya berada di dunia antah berantah seorang diri. Spain ikut, berarti anggota Bad Touch Trio lainnya juga turut hadir. Untuk kasus France, ia lebih tertarik untuk menggombali target yang harus mereka lindungi. Austria dipaksakan ikut oleh Hungary sementara Japan ikut demi solidaritasnya kepada sesama negara. China yang meihat adik tersayangnya ikut, langsung menawarkan diri. Russia, tak tega dengan China yang pergi seorang diri, juga menawarkan bantuan. Belarus tentu mengekor di belakang sambil terus mengajak nikah kakaknya tercinta.

England mencatat nama-nama yang terus masuk untuk membantunya sambil tersenyum gembira. Banyak sukarelawan, berarti semakin besar kemungkinan untuk mencegah dunia jatuh ke tangan penyihir jahat! Sang pemuda berambut pirang itu membaca kembali daftar panjang nama-nama yang memberikan bantuan. Mulai dari America sampai Australia, semuanya ada.

"Jadi, bagaimana kita bisa menolong?" tanya Japan dengan tutur kata sopan seperti biasanya.

"Dumbledore meminta kita untuk menyusup masuk ke dalam Hogwarts sebagai murid pindahan tingkat 6. Dengan menyamar sebagai murid dan berbaur, Lupin tidak akan merasa diawasi seperti ia diawasi oleh Auror sekarang ini." sahut England. "Nah, supaya tidak dicurigai, kita akan masuk dalam beberapa tahap dan tidak semuanya masuk sebagai murid. Mungkin ada beberapa orang yang ditugaskan untuk mengawasi di Hogsmeade atau bahkan menjadi staf guru tambahan, entahlah. Kita bisa pikirkan lagi bagaimana caranya untuk meningkatkan pengamanan."

"Ah~ demi pemuda semanis ini, abang rela jadi apa saja." Siapa lagi yang bicara kalau bukan France.

"Nah!" England memasukkan kertas hasil rapatnya ke sebuah amplop besar. Ia tersenyum seraya menatap berkeliling teman-temannya. "Aku akan mengirimkan hasil rapat kali ini kepada Dumbledore dan aku akan menghubungi kalian. Dengan begini, rapat kunyatakan selesai."

Tiga ketukan palu menjadi pertanda akhir dari rapat tersebut. Sekarang, tinggal menunggu perkembangan berikutnya dengan hati was-was sekaligus bersemangat.

To Be Continued


OMAKE

"Oh, iya." gumam England pelan, sesaat sebelum ia keluar dari ruang rapat. "Nanti kalau kita sudah di sana, kita tidak mungkin bisa membawa alat elektronik. Jadi, tolong simpan saja alat elektronik di rumah, ya."

Pernyataan tersebut sontak membuat negara-negara lainnya—apalagi yang sangat ketergantungan teknologi—pucat pasi. Terkurung di dunia antah berantah tanpa alat komunikasi? Tanpa elektronik?

"Gilaaa! Kalo gue mau liat sinetron gimana, dooong?" jerit Indonesia, panik. "'Putri yang Dibarter' bentar lagi mau tamat, tahu! Nanti, gak bisa lihat episode terakhirnya, doong? Gue batal ikut, deh, kalo gitu!"

"Gak bisa bawa alat elektronik? Gigi lo botak! Gimana gue bisa ngecek e-mail, twitter-an, formspring-an, sama tumblr-an, hah!" seru Singapore sambil mencak-mencak. "Ngapain gue beli iPad 2 kemaren kalo gak bisa gue bawa kemana-mana, GRAAAHH!"

"Kalau gak bisa bawa alat elektronik, berarti gak bisa buka internet untuk memposting foto dan video terbaru kita? Gimana kita bisa menjual itu semua? Gimana nasib Fujodanshi Blog kita, Hungary-san? Padahal nanti pasti banyak foto dan video skandal!" jerit Japan sambil berlinang air mata dan berpelukan bersama Hungary.

England sendiri memutuskan untuk mengambil langkah seribu sebelum ia menjadi korban amuk massa yang protes mengenai ketiadaan alat elektronik. Masih mending cuma marah-marah. Bisa bahaya kalau sampai mereka membatalkan niat untuk membantunya dan datang ke Hogwarts. Tidak. Lebih baik, ia segera kirim hasil rapat terkutuk itu ke Dumbledore, ASAP!


A/N : Yeah! Inilah chapter pertama dari multi-chap baru saya! Hohoho! Ada berapa banyak tanggungan multi-chap saya? Mari kita berdansa makarena aja, yuuuk~ Kangen makarena, kangen Harlem Beat, kangen SD, kangen masa-masa saya masih bocah inosen... #eh

Adakah yang bersedia review? Oiya, chapter 2 nanti bakal saya ganti sub jadi di crossover karena udah mulai masuk dunia Harry Potter. Buat yang penasaran sama kelangsungan hidup fanfic ini dan semoga—semogaaaaa—cerita ini bakal langgeng dan tamat dengan damai sentosa seperti Godfather, silakan di-alert aja ceritanya. Heheh. Jadi, gak usah saban hari nengokin sub crossover Hetalia sama Harry Potter. Tinggal alert, nanti notification update fanfic ini bakal sampai ke email. Jadi, rajin-rajin buka email, ya! #kayakbakalrajinupdate #plak

Review? Ayolah, review saya. Mumpung saya liburan 3 bulan. Hohohoh! #gakadahubungannya