Disclaimer: Masashi Kishimoto-sensei

Yak, aku update kelamaan lagi. Maaf banget. Ah maaf juga soalnya kali ini aku gak balas review satu-satu. Jadi aku balas sekali semua. Gak papakan? Bagi yang berharap GaaHina baikan. Sayang sekali mereka belum baikan, chap kemarin adalah awal konflik, jadi chap ini konfliknya masih ada. Dan untuk NaruSaku aku gak bakal buat mereka bersama lagi, jadi sory banget. Ah, dan soal tamat di chap berapa, kemungkinan 3-4 chap lagi. Trus juga gak ada SasuHina. Sekali lagi maaf karena kelamaan hingga sampai lupa. Hehe...^.^

Special thanks buat Rie-K, Mimi love, Vivinetaria, Himeka Kyousuke, Ryougaku Nhanda, Mizuki Kana, Wely, shichanhallyu, minatsuki heartnet, gaahina lover, tsuki sora, blue night-chan, widiwMin, OraRi HinaRa, uchihyuu nagisa, CharLene Choi, Animea Lover Ya-ha(nea kan? Kamu suka Hiruma jugakah? Aku juga. Haha...), Rie Mizuki, Desti, sunny, Cerry kuchiki, mayraa, LeEdachi aRdian lau, lightning, and all silent reader...

Desert

Chapter 6

Hinata berjalan menuju ke kantor Kage dengan membawa makanan untuk Gaara. Ia harap kali ini sambutan Gaara terhadapnya akan lebih baik dari hari sebelumnya. Namun sayangnya Hinata salah, sambutan yang didapatnya tetap sama. Tatapan dan ucapan yang datar.

"Letakkan saja di sana. Kamu bisa pulang sekarang," kata Gaara. Kata-kata yang sama dalam beberapa hari ini. Dalam kata-kata itu secara tak langsung, Gaara mengusir Hinata untuk keluar dari kantornya. Bahkan sebelum Hinata dapat berkata sepatah katapun.

"A-aku letakkan disini ya. Baiklah, aku kembali dulu. Selamat bekerja Gaara-kun." Dan kata-kata yang samapun terlontar dari mulut Hinata selama beberapa hari ini. Sama seperti biasanya, Gaara tak membalas ucapan itu bahkan melihat ke arah Hinata pun tidak. Hinata hanya menghela nafas pasrah dan keluar dari ruangan itu. Sungguh ironis bagi diri Hinata bahwa keadaannya sekarang dengan gosip yang beredar di desa sangatlah bertolak belakang. Ya, ia tahu mengenai gosip tentang kemesraannya dengan Gaara. Dimana Hinata selalu datang untuk membawakan makanan untuk Gaara. Penduduk desa menganggap hal itu romantis dan menganggap bahwa Gaara dan Hinata adalah pasangan harmonis. Sungguh rasanya Hinata ingin menangis kala mendengar hal itu. Padahal pada kenyataannya ia sedang berusaha menjaga hubungannya dengan Gaara. Sampai sekarang ia tak tahu apa yang menyebabkan perubahan sikap Gaara. Hinata ingin bertanya, namun terlalu takut dengan sikap dingin Gaara padanya.

Seperti biasa Hinata berjalan pulang ke rumah. Namun hari ini, Hinata merasa kecapekan. Mungkin disebabkan karena ia terlalu stres dengan masalahnya yang mengakibatkan ia kurang tidur. Belum lagi suhu udara Sunagakure yang sangat panas semakin membuat kepala Hinata pusing. Hingga akhirnya ia jatuh pingsan.

.

..

...

"Apa anda baik-baik saja Hinata-sama?" tanya sebuah suara.

Hinata mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum mengalihkan pandang ke suara yang memanggilnya. Ia menatap heran pada seorang perempuan yang mengenakan pakaian berwarna putih.

"Ah, maafkan saya karena belum memperkenalkan diri. Nama saya adalah Mitsuki Ai. Saya adalah seorang kunoichi medis. Anda sedang berada di rumah sakit sekarang. Tadi anda ditemukan pingsan di jalan dekat kantor Kazekage," jelas Mitsuki.

Hinata mengangguk pelan tanda mengerti. Sebelum ia merespon lebih lanjut. Kunoichi itu sudah lebih dahulu berkata, "Ah, Hinata-sama sebaiknya anda makan dengan teratur serta jangan terlalu lelah ataupun stres. Hal itu tidak baik untuk janin anda."

"A-Apa?" respon Hinata bingung.

"Eh, apa anda belum tahu bahwa anda mengandung?" tanya Mitsuki bingung.

Hinata mengangguk pelan. Mitsuki tersenyum, "Kalau begitu izinkan saya untuk menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat pada anda, Hinata-sama. Ini sungguh sebuah berita gembira."

"Terima kasih Mitsuki-san. Dan tidak perlu bicara terlalu formal denganku. Cukup Hinata saja," kata Hinata dengan senyum tipis.

"Ah, baiklah," kata Mitsuki dengan senyum.

"Dan aku punya sebuah permintaan. Maukah kamu merahasiakan tentang kehamilanku," pinta Hinata.

"Eh, kenapa?" kata Mitsuki bingung. Sejenak kemudian ia tersenyum lebar pada Hinata. "Oh saya mengerti. Anda mau membuat kejutan untuk Kazekage-sama rupanya."

Hinata tersenyum tipis, tidak menanggapi pernyataan itu. Beberapa saat kemudian Mitsuki keluar dari ruangan Hinata. Ia berkata bahwa Hinata sudah boleh pulang serta memberi beberapa obat-obatan untuk menjaga kondisi Hinata.

"Bagaimana ini?" kata Hinata pada dirinya sendiri sembari mengelus pelan perutnya. "Apa yang harus kulakukan sekarang?"

.

..

...

"Gaara, aku ingin bicara denganmu?" kata Hinata dengan suara penuh tekad. Ia akan tetap di keputusan awalnya. Ia dan Gaara harus bicara dan menyelesaikan masalah ini. Bila hal yang buruk terjadi, ia akan melaksanakan keputusannya. Tidak peduli meski ia kini dalam keadaan hamil. Ia tidak bisa terus-menerus dalam keadaan seperti ini. Ia butuh kejelasan.

Gaara tak menanggapi perkataan Hinata sehingga membuat Hinata berteriak kesal. "Ada apa denganmu! Aku tak mengerti! Kamu tiba-tiba berubah menjadi aneh!"

"Gaara bisakah kamu sedikit lebih peduli. Aku tahu kita menikah karena perjanjian. Tapi aku tidak tahan hidup seperti ini," kata Hinata pelan. Matanya mulai berair.

"Lalu apa yang kamu harapkan? Kamu bisa keluar dari perjanjian ini jika kamu mau. Aku akan menjelaskannya pada tetua," jawab Gaara.

"Perjanjian? Apa hanya itu yang kamu pikirkan. Aku sungguh tak mengerti dirimu Gaara," kata Hinata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya bingung. Air mata mengalir jatuh ke pipi Hinata.

Gaara diam tak merspon.

"Aku lelah dengan semua ini Gaara. Aku berada di tempat asing yang tak kukenal sendirian. Menikah dengan seseorang yang baru kulihat sekali saat ujian Chuunin. Menikah karena perjanjian. Menikah dengan seseorang yang tak kukenal. Aku merasa terasing dan bingung."

Gaara menutup matanya perlahan, namun ia masih diam tak merespon.

"Aku berharap meski kita tak saling kenal. Kita bisa saling mengenal satu sama lain selama menjalani pernikahan ini. Tapi aku salah."

Gaara membuka matanya perlahan, "Pergilah..." kata Gaara dengan nada dingin.

Hanya satu kata yang didapatkan Hinata. Sesungguhnya apa yang Hinata harapkan akan ia dapatkan dari Gaara. Harusnya ia tahu bahwa Gaara takkan peduli padanya dan terlebih lagi pada janin yang ada dalam kandungan Hinata.

Hinata menatap Gaara kosong. Ia berjalan ke kamar mengambil beberapa perhiasan miliknya yang diberikan kepada Hinata oleh keluarga Hyuuga. Membungkusnya dengan sebuah kain dan kemudian keluar dari kamar. Ia tak membawa barang lain, karena itu bukan miliknya.

Hinata menatap Gaara untuk terakhir kalinya, berharap bahwa Gaara akan melarangnya pergi. Memeluknya dan memintanya agar tetap tinggal. Namun hal itu tak pernah terjadi. Hinata melepas cincin yang telah menghiasi jarinya selama ini. Pengikatnya dengan Gaara. ia meletakkan cincin itu di meja terdekat. Kemudian Hinata menutup matanya pelan, menarik napas dan kemudian menghembuskannya. Ia membuka matanya dan berkata dengan tegas, "Aku pergi."

Dan kemudian terdengar suara pintu dibanting. Berakhir sudah.

.

..

...

Hinata POV

Sekarang kemana aku bisa pergi. Aku sudah tak bisa tinggal di Sunagakure lagi. Kembali ke Konoha pun tak bisa. Ayah pasti takkan memaafkanku atas apa yang kulakukan. Terlebih karena janin ini.

Ya, tak boleh ada yang tahu tentang keberadaan anak yang akan lahir ini. Aku harus menutup mulut kunoichi bernama Mitsuki itu sebelum aku meninggalkan Sunagakure. Aku berjalan menuju rumah sakit untuk mencari Mitsuki. Aku bertanya pada seorang kunoichi medis yang kutemui di sana. Dan ia menceritakan padaku hal yang luar biasa. Ternyata Mitsuki bekerja di sini karena gaji yang didapatnya lebih besar dari gaji yang bisa didapatkannya di desa kelahirannya. Ternyata Ibu Mitsuki sakit parah dan ia membutuhkan uang yang banyak untuk membeli obat-obatan ibunya. Namun ia mengkhawatirkan kesehatan ibunya. Tadi sore ia mendapat kabar dari adik perempuannya yang menjaga ibunya bahwa sakit ibunya kambuh lagi. Sepertinya ia bisa memanfaatkan hal ini. Sungguh Hinata tak menyangka bahwa Mitsuki memiliki masalah seperti itu. Terutama karena sikapnya yang ceria.

Dan ya, sesuai dugaanku. Mitsuki menerima perhiasan yang kuberikan padanya untuk membeli obat ibunya. Meski awalnya ia menolak, tetapi setelah aku menceritakan keadaannya. Mitsuki menyetujuinya. Ia akan tutup mulut soal kehamilanku. Dan berjanji padaku bahwa ia akan mengembalikan pinjaman itu suatu saat nanti. Mitsuki juga mengajak aku untuk tinggal di kampung halamannya sementara aku belum menemukan tempat tujuan. Aku pikir itu ide yang cukup bagus. Terutama karena kondisiku yang sekarang ini.

Malam ini juga, kami berdua meninggalkan Sunagakure. Tentunya setelah Mitsuki mengirim pesan tentang kepergiannya. Karena penampilanku akan menyolok dan terutama warna mataku ini.

Mitsuki mengatakan akan lebih baik jika aku memotong rambutku lebih pendek. Aku meyetujuinya. Ternyata Mitsuki cukup ahli dalam hal ini. Hasilnya lumayan bagus. Nah, sekarang masalahnya adalah warna mataku. Orang-orang akan langsung mengenaliku jika begini. Mitsuki mengambil sebuah kacamata dan memberikannya padaku. Aku merasa sedikit tak nyaman saat mengenakannya. Tapi paling tidak dengan keadaan ini orang-orang takkan sadar kalau aku adalah Hinata Hyuuga, istri sang Kazekage. Beruntung karena sekarang malam hari. Aku dan Mitsuki pergi meninggalkan Sunagakure, tanpa satupun orang yang menyadari kepergiaan kami.

.

..

...

Normal POV

"APPPPAAAA!"

"Temari, jangan berteriak. Telingaku sakit," kata Shikamaru.

Temari melotot padanya seakan menyuruh Shikamaru untuk diam. Lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah Tsunade. "Bagaimana bisa?" tuntut Temari meminta jawaban.

"Sudah kukatakan padamu aku tak tahu. Sepertinya adikmu dan Hinata bertengkar atau apalah. Dan adikmu mengira bahwa Hinata kembali ke Konoha, maka ia mengirimkan surat perjanjian yang baru. Isinya kira-kira bahwa hubungan pernikahan mereka akan dibatalkan dan perjanjian kedua desa akan dibicarakan lagi. Nah, masalahnya Hinata tak kembali ke sini. Sekarang keluarga Hyuuga sedang heboh karena hal ini. Dan aku harus menghadapi keluhan mereka. Lelahnya..." omel Tsunade.

Temari melotot mendengar perkataan terakhir Tsunade, "Lalu, dimana Hinata?"

"Entahlah dia hilang. Aku akan mengirim sebuah tim untuk mencari Hinata," kata Tsunade. Lalu ia melanjutkan, "Alasanku memanggilmu ke sini karena tetua Sunagakure mengirimiku surat. Tampaknya adikmu sedang kacau sekarang. Kankuro dan tetua berusaha bicara dengannya, namun tak ada hasil. Jadi tetua Sunagakure berharap kamu dapat membujuk Gaara untuk bicara akan apa yang terjadi. Mereka memintaku untuk mengiznkanku agar kamu beserta Shikamaru segera kembali ke Sunagakure. Keadaan di sana sepertinya agak sedikit ricuh. Di sini juga ricuh sih kalau boleh dibilang. Sungguh adikmu itu membawa masalah saja untukku padahal masalah yang kutangani sudah cukup banyak," geram Tsunade.

Temari sama sekali tak menanggapi keluhan Tsunade, "Aku akan kembali ke Suna sekarang," kata Temari dan segera berjalan keluar menyeret Shikamaru.

"TUNGGU!" teriak Tsunade panik. "Sebelum kamu kembali, kamu harus menemaniku untuk menghadapi klan Hyuuga. Bagaimanapun ini semua gara-gara adikmu!" protes Tsunade.

"Aku yakin Hokage-sama bisa menghadapi mereka," kata Temari dengan senyum manis.

"Oh, ayolah! Bantu aku, mereka bahkan lebih menyeramkan daripada tetua Konoha. Padahal tetua Konoha sudah cukup menyebalkan," pinta Tsunade dengan sedikit memelas.

"Maaf sekali Hokage-sama, tapi aku buru-buru," dengan itu Temari serta Shikamaru meninggalkan ruangan Hokage.

"Ooh bagaimana ini?" tanya Tsunade pasrah. Beberapa saat kemudian Shizune, Sakura, dan Ino masuk ke dalam ruangan Hokage.

"Tsunade-sama, operasi terhadap buronan itu berhasil. Apa kami harus langsung memindahkannya ke dalam sel atau ia tetap di rumah sakit dulu?" tanya Sakura.

"Biar ia di rumah sakit dulu. Aku akan menugaskan beberapa Chuunin untuk mengawasinya," kata Tsunade.

"Baik Tsunade-sama," jawab Sakura dan Ino kompak.

"Tsunade-sama, klan Hyuuga mengirim pesan bahwa mereka tak bisa datang ke kantor Hokage karena keadaan yang sedikit ricuh di kediaman Hyuuga. Dan mengharapkan kesediaan Tsunade-sama untuk mendatangi kediaman Hyuuga," kata Shizune.

Tsunade menatap Shizune dengan pandangan 'astaga kamu pasti bercanda' lalu ia segera mengeluarkan tatapan memelasnya. "Shizune, temani aku ke kediaman Hyuuga."

Shizune tersenyum tipis, "Maafkan aku Tsunade-sama. Namun aku harus mengatur ulang jadwal anda dan menghubungi beberapa orang tentang hal ini. Kalau begitu aku pergi dulu," kata Shizune dan segera keluar dari ruangan Hokage.

Pergi ke kediaman Hyuuga dalam keadaan sekarang jelas akan membawa petaka. Lebih baik kabur sebelum disuruh ikut pergi, pikir Sakura dan Ino kompak.

"Ah, kami juga harus pergi sekarang. Ada pasien yang menunggu," kata Ino.

"Kami pergi dulu Tsunade-sama," kata Sakura. Dan segera saja mereka berdua lari dari kantor hokage.

Sungguh Tsunade tak pernah memimpikan nasibnya akan seperti ini. Tak ada yang lebih buruk dibandingkan menghadapi sekumpulan Hyuuga yang panik. Dan ia diminta datang ke kediaman Hyuuga. Sungguh itu artinya ia akan mengumpankan diri ke sekumpulan singa kelaparan. Apakah terlalu berlebihan? Tidak, jelas tidak berlebihan. Kenapa ini harus terjadi padanya? Murid-muridnya pun meninggalkan dirinya seorang diri. Apakah ini hukuman karena ia tak berhenti berjudi? Ia janji akan berhenti berjudi, jika keluar dengan selamat dari kediaman Hyuuga. Semoga mukjizat itu benar-benar ada. Karena ia Tsunade sang Hokage benar-benar membutuhkan mukjizat saat ini.

.

..

...

"Bagaimana menurutmu Shika?" tanya Temari.

"Kalau melihat dari keadaan ini. Aku rasa ini karena ulah adikmu sendiri. Bagaimanapun adikmu itu cenderung tak peka," kata Shikamaru.

"Kamu sendiri juga tak peka," ejek Temari.

"Aku bukannya tak peka. Tapi aku malas merepotkan diri ke hal-hal seperti itu," jawab Shikamaru.

"Huh. Dasar pemalas! Kenapa aku bisa menikah denganmu sih?" tanya Temari pada dirinya sendiri.

"Karena tak ada orang lain yang mau menikahimu selain aku," jawab Shikamaru.

"Apa katamu!" desis Temari. Temari bersiap mengeluarkan kipasnya.

"Uhm.. Temari. Takkah sebaiknya kita buru-buru?" tanya Shikamaru.

"Haah... ya benar. Ayo..."

Untunglah berkat otak Shikamaru yang cemerlang. Ia berhasil menyelamatkan diri dari serangan Temari. Sungguh kehidupan rumah tangga yang meriah bukan?

.

..

...

Di sinilah Tsunade berada sekarang. Duduk bersimpuh di sebuah ruangan di kediaman Hyuuga. Ruangan ini cukup besar dilengkapi dengan tatami dan pintu geser. Khas rumah tradisional Jepang. Namun sayangnya, aura yang menguar dari orang-orang yang berada dalam ruangan ini sungguh tak mengenakkan. Mereka telah berbicara selama kurang lebih satu jam dan belum mencapai kesepakatan. Entah apa yang mereka ributkan. Perjanjian antara Konoha dan Sunagakure, pernikahan yang seharusnya tak dilakukan, kemana hilangnya Hinata, dan beberapa hal lain. Sungguh Tsunade tak peduli pada hal itu. Yang ia pedulikan adalah keadaan kakinya yang kesemutan dan seakan mati rasa. Bagaimana bisa para Hyuuga itu duduk bersimpuh dengan tenang seperti itu tanpa merasa pegal, sementara ia yang merupakan kunoichi medis nomor satu merasakan pegal? Sungguh ironis rasanya. Tsunade pun tak bisa berbuat banyak untuk mengurangi mati rasa kakinya. Ia tak mungkin menyembuhkan kakinya kalau ia menggerakkan kakinya sedikit saja agar bisa melepas lelah, ia langsung ditatap tajam oleh semua orang yang ada di ruangan ini.

"Saya harap Tsunade-sama akan mengirim tim untuk mencari Hinata," pinta Hiashi.

"Tentu saja," jawab Tsunade.

"Ini semua terjadi karena Ayah dan tetua klan memaksa Hinata-nee menikah dengan orang itu," teriak Hanabi.

"Jaga ucapan anda, Hanabi-sama," ucap salah seorang tetua.

"Maafkan saya. Tetapi saya sependapat dengan Hanabi-sama. Tak seharusnya menikahkan Hinata-sama karena sebuah perjanjian antar desa," kata Neji tenang.

"Ini bukan sekadar perjanjian, tapi perjanjian damai menyangkut kedua desa. Dan hal ini akan membawa keuntungan besar bagi desa," jawab tetua yang lain.

"Lalu lihat apa yang terjadi sekarang? Ini semua karena kalian hanya memikirkan keuntungan. Kalian bahkan tega menjual Hinata-nee untuk itu," kata Hanabi lagi.

"Cukup Hanabi," tegas Hiashi. "Bagaimana menurut anda, Tsunade-sama? Haruskah kita mengadakan pertemuan dan meminta maaf atas hilangnya Hinata pada pihak Sunagakure?"

"Ya. Tentu saja," jawab Tsunade.

"Tapi Hiashi-sama, kepergian Hinata-sama pasti karena ulah sang Kazekage. Untuk apa kita meminta maaf pada mereka," kata Neji.

"Benar kata Neji-nii ayah," dukung Hanabi. "Tsunade-sama, mohon izinkan saya untuk ikut dalam misi pencarian Hinata-nee," pinta Hanabi pada Tsunade.

"Baiklah, aku rasa itu cukup bagus. Aku akan memasukkanmu ke dalam tim Hinata yang dulu. Dan mengirim kalian bertiga dalam misi ini," kata Tsunade.

"Tsunade-sama, izinkan saya ikut serta dalam misi ini juga," pinta Neji.

Belum sempat Tsunade menjawab, ia telah lebih dulu disela salah seorang tetua, "Tidak bisa. Hanabi adalah sang heiress setelah kepergian Hinata. Ia tak bisa mengikuti misi ini. Ia harus tetap berada di lingkungan Konoha. Dan Neji juga tak boleh mengikuti misi ini, ia harus membantu Hanabi dalam latihannya. Saya akan mengirimkan Hyuuga yang lain untuk mengikuti misi ini."

"Tapi..."

Dan perdebatan terus berlanjut. Kapan ini semua akan berakhir? Tsunade sudah tak tahu lagi. Ia pasrah menerima nasibnya. Kakinya pegal sekali dan mati rasa. Ia tak yakin akan dapat berjalan dengan baik setelah semua ini. Sungguh ia pasti akan membalas anak itu karena telah membuatnya berada dalam keadaan ini. Apa sih yang dia pikirkan hingga membuat Hinata kabur? Astaga sungguh mereka berdua terlalu kekanak-kanakkan. Bertengkar lalu kabur. Dari semua itu, initak ada hubungannya dengan Tsunade, kehidupan rumah tangga Kazekage bukan tanggung jawab Tsunade kan? Lalu kenapa? Kenapa ia harus mengalami semua penderitaan ini hanya karena sesuatu yang bukan ulahnya? Sungguh ironis bukan.

Rasanya ini jadi chapter yang cukup sedih. Yah tapi setidaknya ada Tsunade yang menghibur kita, berharap bahwa Hokage kita tercinta dapat keluar dengan selamat. Uhm, tepatnya dapat berjalan dengan normal setelah keluar dari kediaman Hyuuga. Ohya, soal GaaHina tetap melakukan 'itu' soalnya aku kepengen ngehadirin dedek bayi. Jadi yah gitu, apa agak maksa ya? Ohya, para readers ada saran gak buat nama anak GaaHina? Nah, jangan lupa reviewnya ya... sampai jumpa lagi^^