HOGWARTS 221B

Severus Snape, Albus Dumbledore, dan tokoh-tokoh lain yang akan muncul, adalah kepunyaan JK Rowling, kecuali disebut lain

Alternate Universe. Rate T. Pada dasarnya genre crime/suspense, walau mungkin akan ada bab-bab yang menonjolkan genre lain

Multichapter, neverending. Tiap bab tamat, dan bisa dibaca tersendiri. Merupakan versi mini dari proyek Snape Abuse yang sedang dikerjakan, antara lain oleh ambu, Psychochiatrist, aicchan, are[.]key[.]take[.]tour, dan beberapa author lainnya

-o0o-

PROLOG

Rumah tua itu mungkin tidak begitu tepat jika disebut kantor. Ukurannya kecil, umurnya mungkin sudah beratus tahun. Modelnya ketinggalan jaman jika dibandingkan dengan rumah-rumah di sebelahnya, apalagi jika disebut kantor. Beberapa rumah yang disulap menjadi kantor di sepanjang jalan itu, rata-rata bermodel minimalis. Rasa efisien akan menyeruak jika kita memasuki kantor-kantor itu.

Tetapi rumah tua ini tetap saja bermodel jaman dahulu. Bahkan warna catnya tetap warna lusuh—walau baru dicat. Memang secara keseluruhan, bersih. Dan walau tak rapi teratur layaknya sebuah kantor pada umumnya, tapi percayalah, penghuni kantor ini tahu betul di mana-menyimpan-apa.

Penghuni kantor ini hanya dua orang.

Atau tepatnya, satu orang manusia biasa, dan satu orang berupa lukisan.

Penghuninya yang berupa manusia, sering tak ada di kantor. Penghuni yang satu lagi, memang dia lukisan, jadi lukisannya tak bisa pergi ke mana-mana kecuali kalau dipindahkan. Tetapi, itu hanya piguranya. Lukisannya sendiri, terkadang pergi entah ke mana.

Ya, lukisan itu bisa bergerak-gerak, berbicara, makan permen jeruk—tentu saja permen jeruk dari sakunya sendiri, tak bisa makan permen jeruk yang kautawarkan padanya—kadang ia bahkan menghilang. Tepatnya, lukisan itu sedang mengunjungi piguranya yang lain yang berada di tempat-tempat lain.

Kalau tidak sedang pergi—dan di kantor tak ada orang—kau mungkin bisa memergoki lukisan itu sedang tertidur nyenyak—

Seperti sekarang. Lukisan dalam pigura itu sedang tertidur, mungkin tidur-tidur ayam. Ia sedang menanti kedatangan penghuni kantor yang satu lagi, yang sedang menjalankan misi.

Pintu berderit terbuka.

Tak ada siapa-siapa.

Atau, itu yang nampak. Yang nampak dari pengamatan sekilas. Karena lukisan dalam pigura itu terbangun, tersenyum, dan menyapa.

"Selesai misi hari ini, Severus?"

Yang membuka pintu ternyata adalah seekor laba-laba hitam, seukuran sekitar 5 senti. Entah dengan cara bagaimana ia bisa membuka pintu. Mungkin—dengan kekuatan tak terlihat?

Dalam sepersekian detik laba-laba itu berubah menjadi gumpalan kabut, dan dari dalamnya terlihat sesuatu berdiri menjulang. Seorang laki-laki dengan pakaian hitam-hitam, berambut hitam lurus berminyak, berhidung bengkok, bermata hitam.

"Selesai untuk hari ini," ia menghela napas. Berjalan ke sudut di mana berjejer sebuah lemari, sebuah kulkas, sebuah meja yang di satu sisinya ada kompor, di sisi lainnya ada rak piring—menyisakan sedikit saja tempat untuk menyimpan piring jika kau ingin makan di sana. Menyalakan kompor dan meletakkan teko berisi sedikit air. Mengambil sebuah mug dari rak piring. Membuka lemari dan mengeluarkan sebuah kotak, mengambil sebungkus kecil teh celup dari kotak itu, dan meletakkan kembali kotak itu di dalam lemari.

Air mendidih. Ia mematikan kompor. Mengambil teko, menuangkannya ke dalam mug yang sudah terisi teh celup. Membawa mug teh itu ke sudut lain di mana ada sebuah meja kerja. Di dinding dekat meja kerja ini, lukisan itu dipajang.

"Belum ada misi serius lagi, Albus?" tanya laki-laki yang dipanggil Severus ini, sambil duduk di kursi kerja. Berarti, dia memunggungi lukisan itu. Tetapi, dia cuek saja. Menyimpan mug tehnya di meja. Mengeluarkan ponsel dari saku dalam longcoat-nya. Membukanya, mencari siapa tahu ada pesan di inbox SMS atau inbox email-nya.

"Belum," sahut Albus, sambil mengeluarkan sebutir permen jeruk dari saku. Membuka bungkusnya. Memasukkan ke dalam mulutnya, dan menyesapnya dengan khusyu. "Tapi tadi ada pesan diantar kurir—"

Severus segera melihat, di atas meja ada sebuah amplop. Amplop kabinet biasa. Putih, tanpa tulisan apa-apa. Tebal.

Diraihnya. Dibukanya dengan pisau pembuka surat. Dikeluarkan isinya. Ada beberapa lembar kertas, dan sebuah foto.

Dibacanya dengan cepat tapi teliti, seperti biasa. Diamatinya foto yang terlampir.

Menghela napas.

"Oke, kasus baru. Besok kita bergerak lagi—"

Lukisan di dinding mengangguk. "Kukira juga demikian—"

Severus menyalakan komputernya. Menghabiskan teh di mugnya. Dan mulai browsing mencari data untuk misinya yang akan datang.

FIN

UNTUK PROLOG