Ayako Minatsuki

.

proudly presents a KYUMIN's Fiction

3rd Chapter of SEPARATE!

.

Disclaimer:

All Casts owned by God

Super Junior © SM Entertaiment

and belong to all their fans ;)

.

Warning:

RPF, AU/AT, OOC, Typo(s), Gender-switch

don't like don't read

.

A/N:

setelah vakum begitu lama, akibat UN, test, dan juga ngurusin perkuliahan.

saya kembali!

(backsound petir dan badai)

(mehrong)

this is my COME BACK!

separate part 3.

saya tahu saya mungkin jarang review FF di sini, setelah ini akan saya coba lebih mengakrabkan diri sama kalian semua.

so? please review this babo story :*

.


.

Dua minggu sudah semenjak perpisahan kita. Genap empat belas hari tidak ada tegur sapa di antara kau dan aku. Hanya sesekali aku melihatmu bersamanya. Dia. Si pencuri berambut merah. Mencuri dirimu dari pelukku. Seolah aku bukan siapa-siapa, seolah kita tak pernah ada hubungan, dengan mesranya dia menggandengmu di depanku. Kyuhyun.. tidak tahukah kau aku sakit?

"Gwaenchana Sungminnie?"

Aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Kibum tepat ketika kau dan dia melintas di hadapanku. Ia terkikik bahagia. Melenggang dengan pasti sambil memeluk pinggangmu. Tentu aku baik-baik saja. Tidak ada masalah. Toh, kita memang sudah putus. Jadi tidak masalah jika kau berpacaran lagi. Tapi.. kenapa begitu terasa berat mengikhlaskanmu, Kyuhyunnie?

Apakah aku sudah terlalu dalam mencintaimu?

OoOoOoOoOoO

"Eh? Tumben."

Ku remas pita berwarna biru di genggamanku. Pita yang begitu manis.

"Padahal ada warna pinknya lho. Kenapa kau malah mau beli yang biru?" protes Siwon. Ia menyodorkan pita yang sama namun berwarna merah muda.

Aku menggeleng pelan. Aku benci merah muda! Semua itu hanya membuatku makin tenggelam dengan kenangan tentangmu. Tentang Kyuhyun. Cho Kyuhyun.

"Aku suka warna biru safir," jawabku santai. "Pink sudah ketinggalan jaman."

Siwon hanya mengangkat bahu tak peduli. Semoga dia tidak curiga.

"Siwonnie.."

"Nde?"

"Kau dan Kibummie sudah bicara?" tanyaku hati-hati. Aku cukup tahu bagaimana perasaan Siwon terhadap Kibum.

"Belum. Kenapa kau bertanya?"

"Molla. Aku hanya ingin tahu, apakah ada kemungkinan kalian untuk.. hmm jadi sepasang kekasih?"

Alis tebal Siwon terlihat berkedut, lalu pelan ia menghembuskan nafas. Seolah pertanyaanku barusan terdengar begitu mengerikan. "Uhm, mollayo. Tapi jujur, aku lebih suka kalau kami berteman saja. Dia bukan tipeku."

Aku bergidik ngeri mendengarnya. Kibum. Kim Kibum. Yeoja populer, most wanted di sekolah bukanlah tipe dari seorang Choi Siwon. Seperti apa kira-kira gadis yang cocok untuk pangeran duniawi ini?

"Wajahmu berubah ungu," ujarnya datar.

"Aish babonikka! Mana ada wajah yang berubah warna jadi ungu? Kajja, kita pulang saja."

"Sungmin?"

Aku berbalik melihat Siwon sambil menenteng tas belanjaku. "Apa?"

"Serius nih, kau mau beli pita biru itu?"

"Eh? Berhentilah menanyakan hal-hal bodoh, Simba! Kau menggelikan."

"Hehe," ia tertawa canggung. "Aku tahu kau akan terlihat lebih manis ketika mengenakan warna merah muda. Aku kurang setuju dengan keputusanmu menyukai biru safir."

"Turuti saja, oke? Ayo kita bayar," ajakku menarik lengannya menuju kasir. Lengan Siwon terlihat begitu sempurna dengan otot-otot disekelilingnya. Dia.. sempurna secara fisik.

OoOoOoOoOoO

Harusnya aku tahu.

Benar.

Kapan saja.

Dimana saja.

Harusnya aku sudah mempersiapkan diri kalau-kalau aku melihatmu bercumbu dengan pacar barumu. Lebih tepatnya, mempersiapkan hati agar aku tak perlu terluka. Pagi ini, ketika aku melangkahkan kaki menuju taman sekolah aku melihat sepasang kekasih sedang berpelukan di balik pohon cedar. Aku memang tidak melihat jelas wajah mereka. Tapi aku kenal sepatu itu! Sneakers berlabel converse yang kubelikan untuk Kyuhyun. Aku menabung selama libur musim dingin supaya bisa membelikan sebuah hadiah yang sudah lama ia inginkan. Sneakers itu maksudku. Aku bisa melihat tubuh mereka, Kyuhyun memunggungiku. Luar biasa tindakan dua hoobaeku ini. Bercumbu di sekolah! Seolah semua itu wajar-wajar saja dan.. seolah aku tidak ada. Ketika Kyuhyun berbalik dan melihatku, ia bahkan sama sekali tidak terkejut atau apa. Merasa bersalah, mungkin? Tidak. Ia hanya berjalan di sisi Zhoumi dan menggandeng pacarnya itu dengan mesra. Aku memang bodoh, kenapa juga aku harus menatap kepergian mereka? Kenapa aku tidak lari dan mengacuhkan mereka? Kenapa?

Bahkan pemandangan itu terlihat begitu mengerikan bagiku. Kyuhyun memeluk pinggang Zhoumi, lalu dengan tatapan penuh cinta ia mengecup kening gadis keturunan china itu. Kyuhyun bahkan menciumnya di depanku tanpa ragu-ragu! Siapa sih aku? Sungmin, kau itukan cuma mantannya Kyuhyun. Berhentilah bersikap bodoh.

Aku tidak bisa menangis. Air mataku sudah kering. Hanya saja, ini benar-benar menyakitkan. Nomu apayo!

OoOoOoOoOoO

"Kau mengenakan sepatu yang kuberikan dan berjalan bersamanya. Seakan semua biasa saja, kau menciumnya."

.

Aku menuliskan kalimat itu di atas sebuah kertas. Miris sekali. Aku belum bisa melupakan Kyuhyun. Sedikitpun.

"Bisakah aku bertemu Sungmin-ssi?"

Aku mendengar seseorang menyapa Kibum yang duduk di hadapanku. Siapa lagi yang mencariku ini?

"Sungmin-ah, dia mau bicara denganmu." Pelan Kibum menyikut lenganku. Aku menengadah.

Oh. Oh.

"Ne. Lee Sungmin imnida.," sapaku sopan.

"Ah ne! Donghae imnida. Aku utusan dari kelas 3-1 untuk lomba matematika yang juga kau ikuti. Seongsangnim menyuruhku menemuimu."

Ternyata patnerku dia ini. Aku mengenalnya. Siapa yang tidak mengenal Lee Donghae? Namja terpintar seangkatanku. Belum pernah mendapat nilai di bawah 9. Nilainya selalu sempurna. Gosipnya Donghae bahkan sudah di terima di Universitas Columbia. Mereka mengirim surat panggilan khusus untuknya. Hebat!

"Aku mengerti," anggukku.

"Kalau begitu kurasa kita perlu ke perpustakaan untuk mencari referensi."

"Jeongmal? Oke. Kibummie, aku pergi dulu. Kau pulang duluan saja ya. Tidak apa-apa kan?"

"Arasseo."

OoOoOoOoOoO

Beberapa detik berada di samping Donghae membuatku sedikit mengenalnya. Ia seorang yang hangat dan juga ramah. Kupikir ia sombong dan juga pendiam. Ternyata dia luar biasa. Ia bahkan tidak sungkan menceritakan beberapa kisah masa kecilnya. Katanya dulu ia bukanlah murid yang pintar. Ia bahkan tidak bisa berhitung dengan benar. Satu-satunya yang jadi motivasinya adalah ketika kakak laki-lakinya yang begitu pintar meninggal dalam kecelakan. Orang tua Donghae terpukul. Putra kebanggaan mereka tewas. Donghae benar-benar anak yang baik. Ia belajar dengan giat, mengejar ketinggalan dan menyetarakan dirinya seperti hyungnya. Membuat cahaya harapan yang sudah redup bersinar kembali. Dan.. aku tahu semua ini karena dia menceritakannya sepanjang perjalanan kami ke perpustakaan. Aku senang patnerku bukanlah orang yang kaku. Aku percaya diri kami bisa meraih medali emas untuk Seoul. Fighting!

OoOoOoOoOoO

Kyuhyun P.O.V

OoOoOoOoOoO

.

"Chagiya, lihat kalungku. Bagus kan?"

Zhoumi menunjukkan benda berkilau di lehernya. Aku menatapnya bosan. Kenapa hal-hal seperti itupun penting baginya. Maksudku, itu kan cuma kalung biasa.

"Bagus," kataku pura-pura senang. Aku lelah mendengar ocehannya. Tapi aku juga menginginkannya. Entah sejak kapan aku merasakan apapun yang berhubungan dengan yeoja ini membuat darahku berdesir. Asumsiku, aku tertarik padanya. Bukan karena Ryeowook sering mengatakan kalau yeoja ini adalah tipenya. Bukan pula karena sebagian besar dari teman-temanku mengategorikan Zhoumi sebagai gadis impian mereka. Bukan. Bukan untuk kompetisi aku berusaha mendapatkannya. Kurasa aku memang tertarik padanya. Ia terlihat begitu menggemaskan dan juga seksi. Zhoumi bukan gadis polos. Ia berani dan tangguh. Jauh dari kata kaku. Tidak seperti mantanku sebelumnya. Lee Sungmin.

Ah, menyebut namanya membuatku merasa bersalah. Sungmin yeoja yang baik, dari awal aku mengenalnya hingga saat ini ia memperlakukanku dengan begitu baik. Bahkan ketika aku menyakitinya ia sama sekali tidak marah padaku. Ia begitu dewasa. Ia merelakanku begitu saja. Fakta itu membuatku meragukan perasaan Sungmin selama ini. Harusnya jika ia benar-benar mencintaiku, pasti ia akan menahanku? Setidaknya marah padaku. Memukulku kalau perlu. Itulah hal yang sewajarnya dilakukan seseorang ketika menangkap kekasihnya yang nyeleweng. Tapi Sungmin tidak melakukannya. Ia bahkan tidak menangis setetes pun. Bukannya aku senang melihatnya menangis. Hanya saja itu akan terlihat lebih normal. Tapi aku salah. Sungmin tidak menangis, tidak juga marah atau menyiramku dengan jus— seperti yang kulihat dalam serial drama. Ia berpikir sejenak dan dengan begitu santai melepasku. Kuakui aku tamak. Aku benar-benar tamak. Aku sudah begitu yakin, Sungmin pasti menahanku. Memohon agar aku tetap tinggal. Jujur aku kecewa. Bagaimana bisa Sungmin bilang dia mencintaiku disaat dia begitu saja mau berpisah denganku? Tanpa penahanan. Tanpa perlawanan.

"Kyuuu! Kau mendengarku tidak? Kau melamun!"

Aku tersadar dari lamunanku setelah Zhoumi mengguncang bahuku dengan cukup kasar. Oke, aku memikirkan Sungmin selama, entah berapa lama. Cukup lama sampai Zhoumi memandangku sinis.

"Mianhae chagiya. Saranghae?" godaku. Tepat saat aku menangkup kepala Zhoumi, yeoja yang sejak tadi mencuri tempat di otakku lewat. Wajahku memanas. Ia mendengarnya! Pasti! Sungmin-noona pasti mendengar rayuanku barusan.

Tapi.

Kenapa?

Sungmin bahkan tidak melirikku. Ia sibuk tertawa bersama namja di sampingnya. Ia berbeda dengan ia tadi pagi. Ia bahkan tidak peduli denganku. Kenapa perasaanku menjadi tidak karuan seperti ini? Kenapa Sungmin bahkan tidak melirikku? Atau.. dia memang tidak mencintaiku?

Brak!

"Aish…"

"Gwaenchana?"

Aku menatap sepasang mata yang begitu indah. Bola mata bulat mirip kelinci. Dulu.. aku sangat menyukai mata ini. Terlihat polos. Manis.

"Ne, kau bisa melepaskannya. Minne-ah? Are you okay?"

"Ne, Donghae-ssi."

Aku menatap mereka tak berkedip. Seorang hoobae tanpa sengaja menubruk Sungmin, dan aku.. apa yang kulakukan? Tanpa sadar, aku sudah merangkul Sungmin.

"Gomawo Kyuhyun-ssi."

Eh?

"Annyeong."

Sungmin.

Kenapa dia tidak mengatakan apapun?

Kenapa justru namja bernama Donghae itu yang mengucapkan terima kasih? Memangnya dia siapanya Sungmin sih? Kenapa dia harus berdiri seakrab itu dengan Sungmin?

"Jangan tatapi dia seperti itu!"

Aku mendengarnya. Nada tegas dari yeojachinguku. Zhoumi.

"Aniyo, aku tidak sedang menatapnya kok. Kau cemburu ya?"

"Tentu saja. Kau pikir apa?"

"Jangan begitu chagiya.." suaraku manja.

Zhoumi memang blak-blakan. Itu bagus.

"Jadi kenapa kita masih di sini?" tanyanya. Ia menatapku jengah. Dasar tidak sabaran!

"Kajja," ajakku. Ku acak sebentar rambut merahnya. Ia tersenyum. Manis, sih. Tapi mereka tidak sebanding.

Mereka ya? Hmm.

OoOoOoOoOoO

Sungmin P.O.V

OoOoOoOoOoO

.

Kyuhyun babo!

Aku ingin mengatakan itu di depan wajahnya. Kenapa dengan begitu gampangnya dia bermesraan bersama Zhoumi di mana pun! Di semua tempat. Bahkan di koridor. Mereka itu kenapa sih? Kenapa seperti makhluk yang tidak bermoral? Aku benci kau yang seperti ini Kyuhyun. Kau benar-benar berubah. Ku akui aku marah melihat mereka. Tapi akan begitu bodoh kalau aku menunjukkan ekspresi cemburu. Lebih baik aku mengenakan topeng datarku lagi. Datar.

"Mianhae chagiya. Saranghae?" godanya. Aku mendengarnya dengan begitu jelas. Dua kata yang dulu sangat jarang ia ucapkan padaku. Chagiya. Saranghae.

Jarang.

Aku diam. Ku abaikan sepasang kekasih yang di mabuk asmara itu. Ku coba fokus pada cerita Donghae.

Brak!

"Aish…"

"Gwaenchana?"

Bola mataku melebar. Cho Kyuhyun tepat di hadapanku. Ini. Bukan. Saat. Yang. Tepat.

"Ne, kau bisa melepaskannya. Minne-ah? Are you okay?"

"Ne, Donghae-ssi."

Aku mengangguk menatap Donghae yang merangkulku dari pelukan Kyuhyun. Kenapa aku harus tersandung di depan mereka sih? Zhoumi pasti puas melihat kebodohanku. Memalukan.

"Gomawo Kyuhyun-ssi."

Eh? Donghae bahkan membungkuk dengan begitu sopan pada Kyuhyun.

"Annyeong," lanjutnya.

Ia menarikku dari situasi paling kaku sedunia! Aku bahkan tidak bisa mengucapkan sepatah katapun pada Kyuhyun. Tidak juga terima kasih. Aish, lidahku kelu. Terlalu sakit untuk kembali berbicara dengan Kyuhyun.

"Sungmin-ssi?"

"…"

"Min?"
"Eh, wae gereuyo?"

"Are you really okay? You look pale."

"Ah! Jinja? I'm fine. Don't worry."

Ku usap-usap wajahku. Kenapa aku harus terlihat pucat? Tunggu! Jangan-jangan..

Brak!

Setika sekujur tubuhku terasa keram. Punggungku sakit, seperti terbentur sesuatu yang keras. Donghae.. kenapa kau tidak menolongku?

"Min!"

Hal terakhir yang bisa ku lihat adalah wajah panik Donghae.

"Jangan begitu chagiya.."

Suara itu. Dia?

.


.

- to be continued -

.


thx for reading!

tinggalin jejak oke?

cup basah,

xoxo.