"Dan kau kira aku senang duduk di sampingmu? Aku saja berdoa siang dan malam agar tidak satu sekolah denganmu."

"Pegang perkataanmu barusan! Aku akan mengabulkan doa mu, wahai Uchiha Sasuke!"

"Nona… anda tidak boleh lari dari masalah.. Cobalah untuk jujur.. katakan apa yang anda rasakan padanya, sebelum terlambat."

"Sasuke... Sebenarnya aku... Menyukaimu!"

...

Happy Reading !

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning! : This story were full of OCC and maybe Typos

SASUSAKU!

FINAL CHAPTER

...

Sakura masih saja terisak. Dia terus berlari kencang, melawan hembusan angin malam yang terasa semakin dingin.

"Air mata sialan ini tak mau berhenti," desis Sakura sambil mengusap matanya dengan kencang. Gadis ini menghentikan langkahnya, perlahan dia menengok ke belakang tubuhnya. Tak ada siapapun. Sang pujaan hati tidak mengejarnya. Sakura mengigit bibir bawahnya. Ini konyol, dia yang berlari menghindar tapi dia juga yang berharap untuk dikejar, "Ya...semuanya sudah jelas…semuanya sudah berakhir," ucapnya sambil tersenyum getir lalu kembali melangkahkan kakinya.

.

"Maaf dik, lima menit lagi taman bermainnya mau ditutup…" ucap seorang pegawai taman bermain itu pada Sasuke yang tengah duduk di bangku yang ada di sisi taman tersebut. Sasuke hanya mengangguk pelan, ia bangkit dari duduknya lalu berjalan menjauh tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Pegawai taman tersebut terlihat menggeleng pelan, "Ada-ada saja anak remaja zaman sekarang…"

Sasuke terus berjalan dengan kepala yang terasa nyut-nyutan, "Ukh!" Sasuke memukul keras tembok yang ada di sebelah kanannya. Darah segar menetes dari tangannya yang mengepal. Tapi ia tak memperdulikan rasa sakit yang ada di tangannya, rasa sakit di dadanya tak sebanding dengan itu.

"Sakura..." desisnya pelan.

.

.

Cklek.

BLAM!

Sakura membanting pintu depan rumahnya agak kencang, tangannya sedikit licin. Ketika membalik tubuhnya, Sakura mendapati Ayame yang sedang berdiri, raut wajahnya menggambarkan rasa cemas dan khawatir, "Nona... anda kemana saja? Saya sangat khawatir karena anda belum pulang sampai jam segini..."

Sakura diam tak menyahut, membuat Ayame mengangkat sebelah alisnya. Diperhatikannya wajah gadis itu baik-baik, ah ternyata matanya sembab. Sakura pasti habis menangis,

"Nee, Ayame-san...aku...tidak lari dari masalah 'kan? Apa yang sudah aku lakukan ini benar 'kan? Aku tidak terlambat menyampaikan perasaanku bukan? Dan...pilihanku untuk tidak membiarkannya bicara itu juga benar...iyakan?"

Ayame menatap Sakura dengan bingung. Apa yang sedang dibicarakan oleh majikan mudanya satu ini. Sakura pun mengambil langkah, berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

"Nona, tu-"

"Biarkan aku sendiri, kumohon,"

.

.

.

Setelah melepaskan jaketnya, Sakura langsung merebahkan tubuhnya. Dia benar-benar lelah. Hal-hal yang terjadi belakangan ini membuatnya pusing. Hidupnya terasa sangat rumit.

Tik.

Tik.

Tik.

Hanya suara jam yang terdengar di dalam gendang telinganya. Emerald Sakura menggerling, menerawang ke arah langit-langit kamarnya yang dicat putih.

"Moyet jelek! Monyet cacat!"

"Nyet! Ayo sini!"

"Kau punya mata tidak!"

"Woy! Lukisanku!"

"Sakura!"

"...sakura,"

Sakura mengedipkan matanya dengan cepat, berusaha menghilangkan bayang Sasuke yang tiba-tiba terlintas di otaknya. Ah ini menyebalkan, ini memuakkan. Kenapa bayangan laki-laki itu tak bisa hilang di otaknya walau sedetik? Sakura jengah jika terus begini. Dia benci pada dirinya yang seperti ini, dia benci jika dipandang lemah. Dia adalah gadis yang kuat.

Perlahan Sakura menutup kedua matanya. Kenangan saat ia dan Sasuke pertama kali bertemu pun bergulir...

.

.

"Nah anak-anak, hari ini kalian mendapatkan teman baru, dia baru pindah ke kota ini minggu lalu," jelas seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai guru TK, "ayo kasih tau teman-temannya nama kamu siapa," suruhnya dengan penuh senyuman pada seorang gadis mungil di samping tubuhnya.

"Aku Haruno Sakura," jawab Sakura sambil nyengir lebar. "Ayo kita main sama-sama!" sambung gadis kecil ini dengan semangat.

Guru TK tadi terlihat tersenyum kecil melihat murid barunya yang begitu hiperaktif dan tidak malu-malu untuk berteman. Setelah memastikan Sakura sudah berbaur dengan yang lain, guru tersebut pun meninggalkan kelas. Ini adalah jam bermain, murid bebas bermain dimana pun asal tetap di lingkungan sekolah.

"Loh, Sakura...kalau dilihat-lihat dahi kamu besar, ya?" ucap seorang gadis mungil seraya memegangi dahi Sakura-yang tengah asik bermain dengan boneka.

"Masa?" tanya Sakura lalu memegangi dahinya sendiri, mencoba mengukur-ukurnya dengan tangan.

"Ah iya memang dahinya Sakura agak lebar..." gumam beberapa teman barunya yang berada di sekitarnya.

"Ih! Dahinya lebar! Jelek!" teriak seorang anak laki-laki nakal yang sepertinya 'nguping' pembicaraan mereka. Teriakannya ini menarik perhatian teman-temannya yang lain, mereka segera berlarian menggerumbungi Sakura lalu menertawakan dahinya.

"Berisik!" teriak Sakura dengan wajah yang ingin menangis, kedua tangannya ia gunakan untuk menutupi telinganya. "Pergi!" teriaknya sekali lagi.

"Dahi lebar! Dahi lebar! Dahi lebar!" ejekan teman-teman satu kelasnya, membuat Sakura semakin sakit hati, hari pertama masuk saja sudah diolok seperti ini.

"Hentikaaaaaaan!" jerit Sakura, ia berlari kencang keluar kelasnya, menghiraukan ejekan teman-temannya yang semakin menjadi-jadi.

.

.

Sakura terus saja menangis, ia yang masih seorang anak kecil tentu saja sakit hati diolok seperti itu. Perlahan kakinya melangkah menuju mainan besar berbentuk goa yang berada di belakang ayunan. Mainan itu terlihat nyaman untuknya menjadi tempat persembunyian.

"Kamu siapa?" tanya seorang bocah berambut hitam yang berada di dalamnya, ketika Sakura memasuki mainan itu. "Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya," sambung bocah tadi.

Sakura menghentikan isakannya, "Sedang apa kamu di sini?" tanya Sakura.

"Ini markas rahasiaku, hanya aku yang boleh ke sini," jawab bocah itu, "kamu belum menjawab pertanyaanku...kamu siapa?"

Sakura mengusap matanya perlahan, "A-aku Sakura...baru pindah..." bocah laki-laki itu terlihat manggut-manggut, wajar saja dia tidak tahu gadis ini karena dia tidak masuk ke dalam kelas tadi.

"Lalu kenapa kamu nangis?"

Sakura menekukkan bibirnya, "Mereka mengejek dahiku, mereka bilang aku jelek, mereka bilang dahiku lebar! Huaaaaa." Sakura kembali menangis histeris, sedangkan bocah tadi telihat mengeluarkan sesuatu dari kotak mainan yang ada di sampingnya setelah sebelumnya memperhatikan Sakura yang tengah menangis.

"Lihat, boneka ini dahinya juga lebar, tapi dia tetap percaya diri, makanya dia disukai semua orang," ucap bocah tadi seraya menyodorkan sebuah boneka Barbie pada Sakura.

Sakura menghentikan tangisannya, ia memperhatikan boneka barbie yang diberikan bocah itu. Benar. Dahi barbie itu sama sepertinya, sama-sama lebar.

"Dahimu bagus kok, sama seperti Barbie itu, cantiknya juga sama."

Perlahan Sakura menyunggingkan senyum kecilnya,

"Ya kamu benar! Boneka ini sama cantiknya denganku!" Sakura tertawa pelan, "tapi kenapa kamu mainnya sama barbie? Kamu kan laki-laki?"

"Oh, barbie kan jadi sanderanya, dan Ultraman ini yang jadi pahlawannya," jawab bocah tadi lalu mengeluarkan berbagai robot dan boneka dari kotak mainannya.

"Hmm...kamu mau main culik-culikan, ya?" tanya Sakura antusias, bocah laki-laki itu mengangguk mantap.

"Dan ini penculiknya," jawab bocah itu seraya megeluarkan boneka berbentuk dinosaurus.

"Waaah... Lengkap ya? Boleh aku bermain bersamamu?"

"Ng tentu!" jawab bocah itu sambil tersenyum sekilas.

"Eh iya, nama kamu siapa?" tanya Sakura lalu duduk rapi di samping bocah itu.

"Uchiha Sasuke, panggil saja Sasuke."

.

.

Berhari-haripun Sakura lewati di TKnya itu. Teman-teman Sakura sudah tidak megejek dahinya lagi, sebab Sakura tak lagi memperdulikan ejekan mereka, membuat mereka menjadi capek sendiri.

"Aduh... Ayame-san lama..." gumam Sakura yang sedang duduk di ayunan. Ini sudah jam pulang, tapi ia tak juga dijemput dari tadi. Sakura menggerutu tidak jelas, dia kesal, dia tidak suka menunggu. Teman-temannya saja sudah dijemput.

"Ibu! nanti kita mampir ke toko es krim, ya!" seru seorang gadis kecil pada ibunya. Ibu gadis itu terlihat tersenyum lalu mengangguk mengiyakan permintaan anaknya.

"HOREE! Aku sayang ibu!"

Sakura tersenyum miris melihat pemandangan itu. Ah...dia merasa iri. Kapan ya Ibunya menjemputnya lalu membelikan es krim untuknya seperti itu?

"Sedang apa? Kenapa belum pulang?"

Sakura segera menolehkan kepalanya ke arah suara tadi. Emeraldnya menangkap sosok yang seharian ini menjadi teman bermainnya. Sasuke.

"Aku belum dijemput..." jawab Sakura sambil mengigit bibir bawahnya. Ekspresinya menyiratkan rasa sebal dan takut.

Sasuke terlihat menautkan alisnya, "belum dijemput? Memangnya rumah kamu dimana?"

"Di Konoha Graha blok empat nomor dua..."

Sasuke tersenyum tipis, "Itu sih dekat dengan rumahku, ayo kita pulang sama-sama." tawar Sasuke sambil meyodorkan tangannya.

Sakura menatap ragu, ia tidak ingin merepotkan siapapun. "Memangnya kamu tidak dijemput?"

"Aku anak pemberani, tidak perlu dijemput. Ayo?"

"Apa tidak apa-apa? Nanti kamu telat pulangnya, nanti kamu dimarahi..." tanya Sakura meyakinkan.

"Tidak apa-apa, kan rumahmu dekat denganku... Pasti hanya sebentar saja, lagipula nanti kamu sendirian di sini...Ayo? Mau atau tidak nih?"

Sakura tersenyum senang, langsung saja ia menyambut tangan Sasuke lalu berdiri "Ng! Ayo kita pulang sama-sama!"

Sepanjang perjalanan Sakura terus bercerita pada Sasuke, entah apa yang ia ceritakan. Sasuke hanya memasang telinga dan terkadangpun dia juga ikut heboh mengenai kisah yang Sakura ceritakan.

.

"Kita sudah sampai, ini rumahku!" seru Sakura sambil nyengir. "Mau masuk dulu?" tawar Sakura.

Sasuke menggeleng pelan, "Aku mau langsung pulang saja, sudah ya…Dah," ucap Sasuke lalu mulai mengambil langkah.

"DADAH!" seru Sakura sambil melambaikan tangannya pada Sasuke yang sudah berjalan jauh.

Tiba-tiba Sasuke menghentikan langkah kaki kecilnya, ia membalik tubuhnya ke arah Sakura yang masih memandangnya dari depan rumah, "Mulai besok kamu pulangnya sama aku saja, ya!" seru Sasuke.

Senyum sumringah tergambar jelas di wajah Sakura, "OSH!"

.

.

.

Lagi-lagi air suci mengalir dari pelupuk mata Sakura. Kenangannya bersama Sasuke sewaktu Tk begitu manis. Sasuke adalah teman terbaiknya kala itu. Tapi Sakura tahu jelas, dulu ya dulu, sekarang ya sekarang. Ia tak dapat memutar waktu, mengembalikan waktu maupun mengulang waktu. Dia tak dapat mengelakan fakta bahwa kini mereka berdua adalah musuh bebuyutan.

Yang menjadi pertanyaan adalah…

…apa yang menyebabkan mereka begitu bermusuhan?

.

.

o O o

.

.

Srrtt…

Tirai putih di kamar Sasuke terlihat melambai pelan, menandakan ada angin yang masuk dari jendelanya yang tidak tertutup sempurna. Sinar matahari terlihat menyeruak masuk dari celah tirai itu.

Sasuke mengerjapkan matanya perlahan, sinar matahari itu mengganggu tidurnya, "Duh…" ringisnya lalu bangkit dari posisinya, ia memegangi tekuknya yang terasa pegal. "Tidurku tidak nyenyak sama sekali," ucapnya pada dirinya sendiri. Matanya yang sedikit sayu terlihat menerawang, entah apa yang ia pikirkan. Tak lama ia pun beranjak menuju meja belajarnya, mencari kertas polio milik Sakura yang diambilnya dua hari yang lalu.

Alis Sasuke bertautan, "Loh? Mana kertas itu? Aku yakin meletakannya di sini," Sasuke langsung mengobrak-ngabrik meja belajarnya, mencari kertas polio itu. Namun nihil, kertas itu lenyap dari meja belajarnya. Sasuke meremas rambutnya dengan gemas, ini menambah sakit kepalanya saja.

"Ah, aku tanyakan saja pada ibu," Sasuke langsung bergegas keluar kamarnya, dia berjalan menuju dapur.

"Ibu…" panggil Sasuke pada Ibunya yang tengah menyiapkan beberapa lembar roti tawar untuk sarapan keluarganya. "Ibu lihat kertas polio yang ada di atas mejaku tidak?" tanya Sasuke buru-buru.

"Tumben kamu bangun pagi," jawab Ibu Sasuke sambil tersenyum jahil membuat Sasuke menekukkan bibirnya tanda bahwa ia kesal.

"Jawab pertanyaanku ibu…" dengus Sasuke.

Ibu Sasuke tertawa kecil, dia memang senang membuat anak bungsunya kesal, "Kertas-kertas di meja belajarmu ibu pindahkan ke ruang arsip, cari saja di lemari tempat buku-buku bekasmu dulu." setelah mendengar ini langsung saja Sasuke melongos pergi ke ruang arsip rumahnya.

Setelah sampai ke dalam ruang arsip, Sasuke mengambil langkah menuju lemari yang khusus berisi dengan buku-buku maupun kertas miliknya dulu. "Ini dia…" Sasuke mendesah lega ketika tangannya sudah memegangi kertas polio milik Sakura, "Untung tidak terbuang…"

Tuk.

Tiba-tiba segumpal kertas berwarna biru usang menggelinding jatuh dari lemarinya. Sasuke mengambil kertas itu lalu memeperhatikannya baik-baik, "Ini 'kan kertas Origami yang Sakura berikan padaku dulu…" gumamnya.

.

.

.

"Nee,nee Sasuke! Pohon itu besar sekali, ya? Rimbun lagi!" ucap Sakura ketika melintasi pohon besar yang berada di tengah taman kompleknya.

"Hn, iya." jawab Sasuke seadanya.

"Kudengar dari teman-teman, katanya kalau ada sepasang kekasih yang duduk di bawah pohon itu saat musim gugur pada malam hari, cinta nya bakal kekal abadi lohhh..."

"Hahaha...kamu percaya itu, Sakura? Itu kan tidak masuk akal..." jawaban Sasuke ini membuat Sakura mengembungkan sebelah pipinya,

"Tapi aku percaya itu!"

.

.

"Nah anak-anak! Karena ini sudah memasuki tengah-tengah musim gugur, seperti kata ibu kemarin kita akan tukar-tukaran kado! Kalian bawa kadonya 'kan?" seru Sang Guru TK pada murid-muridnya yang terlihat sangat gembira hari ini.

"Iyaaaa!" jawab para murid dengan semangat.

"Nah sekarang kadonya sudah bisa ditukar," ucap guru tersebut sambil tersenyum senang. Murid-muridnya langsung gaduh, menukarkan kado mereka pada teman yang mereka anggap sebagai teman terbaik mereka.

"Ini," ucap Sasuke sambil menyodorkan sebuah kotak kado pada Sakura. Sakura langsung menyambutnya dengan wajah sumringah, tanpa basa-basi lagi dia langsung membuka penutup kotak kado itu lalu mengeluarkan isinya,

"Waaahhh! Boneka Barbie lengkap dengan peralatannya!"seru Sakura dengan mata berbinar, "makasih banyak Sasuke!" serunya lagi sambil memeluk satu set boneka barbie tersebut.

Sasuke tersenyum sekilas lalu mengangkat tangannya, meminta bagiannya dari Sakura.

"Ah! Iya! Ini." Sakura meletakan sebuah origami bangau di tangan Sasuke lalu tersenyum manis. Sedangkan Sasuke hanya bisa membatu di tempat, matanya memperhatikan benda yang ada di telapak tangannya.

Sakura hanya memberikannya sebuah origami bangau? Jujur saja Sasuke mengharapkan Sakura memberikannya kado yang lebih dari itu. Ya setidaknya setimpal dengan kado yang telah ia belikan dengan seluruh tabungannya.

"Hanya ini saja, Sakura?" tanya Sasuke dengan wajah merengut.

"Hm...? Bukan hanya itu! Origami itu adalah simbol sebuah janji. Kamu harus menepatinya, ya!" jelas Sakura tanpa menghilangkan cengiran khasnya. Sasuke hanya diam. Dia tidak mengerti maksud Sakura. Terus terang saja dia sedikit kecewa.

.

.

Dua hari setelahnya…

Hari ini Sakura kembali sekolah setelah sehari sebelumnya ia tidak masuk karena terserang flu berat. Untungnya hari ini kondisinya sudah membaik. Tapi Ada hal yang aneh pada Sakura, dia benar-benar dalam keadaan badmood. Dia sama sekali tak mau berbicara dengan Sasuke. Seharian ini Sakura hanya berada di dalam kelas saja.

"Mungkin dia sedang tidak mood ngomong gara-gara terkena flu..." pikir Sasuke di dalam hatinya sambil memperhatikan Sakura yang tengah mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

"Sensei. Ini, aku berikan pada sensei saja."

Sasuke melototkan matanya, Satu set barbie yang ia belikan dengan seluruh tabungannya, Sakura sodorkan kepada guru mereka.

"Loh kenapa sakura? Ini kan kado dari Sasuke?"

"Aku tidak suka," jawab Sakura.

"Jangan begitu, Sakura…" bujuk sang Guru yang terlihat bingung.

"Ambil saja sensei!" seru Sasuke. "Aku lebih suka kalau sensei saja yang menerimanya!"

Sakura menatap sinis pada Sasuke, begitupula sebaliknya, "Iya sensei! Aku juga tidak perlu boneka jelek seperti itu!"

Sasuke semakin naik pitam. Ia tidak terima boneka yang ia beli dikatai seperti itu, "Kamu yang jelek! Dasar dahi lebar!"

Sakura melotot tak percaya, air mata keluar dari sudut matanya, "Aku juga membencimu! Dasar pembohong! PEMBOHONG!" teriak Sakura.

Dan adu mulut mereka terus berlanjut. Guru mereka saja sampai kewalahan melerai keduanya.

Saat pulang sekolah, Sasuke langsung berlari ke dalam kamarnya, ia mengambil origami pemberian Sakura lalu meremasnya dengan gemas, setelahnya ia langsung melemparnya asal-asalan,ia tak peduli lagi.

"AKU MEMBENCIMU!"

.

.

.

.

"Aku selalu bilang itu, ya…" Sasuke tersenyum miris, perlahan tangannya merapikan gumpalan kertas biru itu. Ternyata ada tulisan di dalamnya walau tulisan itu jauh dari kata bagus, mungkin seperti tulisan anak kecil yang baru bisa menulis dan membaca.

Aku menunggumu di bawah pohon besar yang ada di taman jam tujuh malam. Jangan telat, ya!

Dada Sasuke terasa sesak, napasnya terasa mencekat. Kenapa ia baru saja membuka origami ini?

Rahang Sasuke mengeras. Tangannya mengepal erat. Rasa bersalah menyelimuti dadanya. Sakura kecil pasti kedinginan seorang diri saat itu. Pantas saja Sakura terkena flu berat sampai-sampai tak masuk sekolah.

.

.

"Sasuke lama..." gumam Sakura sambil memeluk tubuhnya sendiri, mencoba menghalangi hawa dingin yang benar-benar menusuk tulang punggungnya. Di samping tubuhnya terdapat kotak kado besar yang berisikan robot Ultraman yang berukuran lumayan besar.

Berjam-jampun berlalu, Sakura tetap menunggu Sasuke. Ia menepis semua rasa takutnya, dia melawan hawa dingin yang menyelimuti tubuhnya, ia percaya bahwa Sasuke pasti akan datang.

Derap langkah terdengar, "Itu pasti Sasuke!" teriak Sakura dalam benaknya. Sakura membalik tubuhnya, memastikan yang datang itu adalah Sasuke.

Sakura terdiam.

"Nona..." panggil Ayame dengan tubuh yang bergetar, "ternyata anda ada di sini..." Ayame langsung memeluk tubuh Sakura, dia benar-benar khawatir pada majikan mungilnya ini. "sekarang sudah jam dua belas, nona... Ayo kita pulang..." desis Ayame.

Sakura menggigil hebat, air mengucur deras dari pelupuk matanya, "Sasuke..." gumam Sakura. "AKU BENCI SASUKE!"

.

.

.

.

Sasuke memejamkan matanya, ini semua terlalu mendadak dia ketahui. Semua masalah yang terjadi di antara dia dan Sakura, dimulai olehnya. Semua kesalahan ini bermula dari kesalahan mendasar yang ia perbuat. "Aku harus memperbaiki semua kesalahan ini,"

.

.

o O o

.

.

Tok tok

"Nona? Apa anda sudah bangun?" tanya Ayame pada Sakura yang berada di balik pintu yang baru saja ia ketuk.

"Sudah kok, masuk saja." jawab Sakura. Tanpa ragu, Ayame segera memasuki kamar Sakura.

Sakura tengah mematutkan dirinya di cermin meja rias, tangannya terlihat menyisir rambutnya yang panjang, "Ada apa, Ayame-san?"

Ayame terlihat ragu untuk membuka suaranya, membuat Sakura mengangkat sebelah alisnya heran. "Di bawah ada tuan Sasuke, nona..."

Sakura terdiam sebentar, "Untuk apa ayam gila sialan itu ke sini?" tanya Sakura, Ayame menggeleng tanda tak tahu.

Sakura mendengus, "Bilang saja aku tak mau melihat wajahnya."

"Baiklah nona..."

.

.

.

"Maaf tuan...tapi sepertinya nona Sakura belum ingin bertemu dengan anda.." jelas Ayame sesopan mungkin, sedangkan Sasuke hanya tersenyum miris mendengarnya.

"Begitukah..." desis Sasuke, "Eh, iya Ayame-san...aku mau minta tolong sesuatu...apakah bisa?"

"Tentu saja tuan,"

.

.

.

Sakura terlihat mondar-mandir di dalam kamarnya, raut wajahnya terlihat sangat penasaran. Untuk apa Sasuke ke rumahnya? Apakah Sasuke ingin membahas tentang pernyataannya waktu di taman bermain itu? Tapi kalau bukan... lalu untuk apa?

Tuk

Tuk

Tiba-tiba terdengar suara batu kerikil kecil yang dilempar ke arah jendela kamarnya, dengan segera Sakura berlari menuju jendelanya. Ah, ternyata Sasuke yang melempari batu itu. Sakura menekukkan bibirnya sedangkan Sasuke terlihat sedikit menyeringai. Melihat seringaian Sasuke, Sakura langsung membalikan tubuhnya, ia tak peduli, Sasuke hanya mencari perhatian saja.

Tuk.

Tuk.

Tuk.

Tuk.

Tuk.

Tuk.

Sakura menggertakan giginya dengan gemas. Dia membuka jendelanya, "WOY! BERISIK! Apa maumu! Nanti jendelaku pecah!" serunya.

Sasuke terkekeh, "Aku hanya ingin melihatmu marah..." ucap Sasuke, "...aku ingin menyampaikan sesuatu padamu...tapi tidak sekarang...mungkin saat acara promnight sajalah..." sambung Sasuke, sedangkan Sakura hanya menatapnya tak mengerti.

"Aku tidak ma—"

"Ini agar semuanya menjadi jelas, Sakura..." Sasuke memotong ucapan Sakura dengan cepat, "...sampai nanti." ucap Sasuke lalu berjalan menjauh, meninggalkan Sakura yang terpaku di depan jendela.

"Dia memang menyebalkan..." ucap Sakura sambil memegangi dadanya yang terasa bergemuruh.

.

.

o O o

.

.

"Nona! Anda cantik sekali!" seru Ayame dengan wajah berbinar. Ini pertama kali baginya melihat sang majikan berdandan.

Sakura mengenakan one-piece dress berwarna hijau muda, dengan bagian pinggang yang berpita warna pink lembut. High heels berwarna pink pun menghiasi kakinya. Rambut panjangnya ia biarkan terurai dengan poni yang terjepit rapi. Penampilan Sakura benar-benar seperti seorang putri.

"Ukh...berhenti menatapku seperti itu, Ayame-san..." dengus Sakura yang sedikit malu sedangkan Ayame hanya tertawa kecil.

"Baiklah nona... sebaiknya anda segera berangkat... pak supir sudah menunggu anda di luar..."

Sakura mengangguk kecil, lalu melangkahkan kakinya keluar rumah.

.

.

.

Di Perusahaan Haruno.

"Ayah..." panggil Ibu Sakura pada suaminya yang tengah berkutat dengan berbagai kertas di atas meja kerjanya.

Ayah Sakura terlihat menghentikan aktivitasnya lalu memperhatikan sang istri, "Ada apa bu? tumben ke ruangan ayah..." tanya Ayah Sakura. Orang tua Sakura ini memang bekerja satu kantor. Ayah Sakura adalah direktur dan Ibu Sakura adalah wakilnya. Karena keduanya sangat sibuk, di perusahaan yang berlantai dua puluh ini terdapat ruangan pribadi milik mereka berdua untuk tidur maupun beristirahat.

"Ada yang mengirim surat... ditunjukan untuk kita berdua..." ucap Ibu Sakura, air mata mengucur deras dari pelupuk matanya. Ayah Sakura terperanjat,

"Ibu kenapa?" ia berjalan mendekati istrinya, "memang apa isi surat itu, bu?"

Ibu Sakura langsung memberikan selembar kertas polio—yang mampu membuatnya menangis, pada suaminya.


Nama : Haruno Sakura

Kelas : 9A

Praktek Bahasa.

Pengalaman bersama keluarga.

Namaku Haruno Sakura. Biasa dipanggil Sakura. Kali ini aku akan menceritakan pengalaman bersama keluarga yang pernah kulalui... Tapi aku ragu... Apa yang dimaksud dengan keluarga? Ayah? Ibu? Aku tak tau pengalaman apa yang pernah kulalui bersama mereka...

Pengalaman menghabiskan liburan bersama mereka? Aku tak punya. Benar-benar tidak punya. Hanya Ayame dan pelayan rumahku yang menemaniku saat berlibur, oleh karena itu aku sudah menganggap mereka keluargaku sendiri. Lebih dari ayah dan ibuku sendiri.

Aku tahu betul mereka sibuk. Aku bisa mengerti. Ya, aku mengerti. Tak apa mereka tidak peduli padaku, tak apa pula jika mereka tidak mengganggapku ada. Tak apa jika mereka tidak memberikan kasih sayangnya padaku. Karena aku punya Ayame dan teman-teman lainnya.

Tapi aku bohong. Aku perlu mereka. Aku ingin menghabiskan waktuku bersama mereka. Aku tidak bisa menahan hasratku yang minta kasih dan cinta mereka. Aku membutuhkan perhatian mereka.

Aku tak pernah berani mengutarakannya. Aku selalu memendam semuanya. Aku tahu mereka sibuk mencari uang untuk menghidupiku. Tapi tidakkah mereka menyadarinya, aku tak perlu hidup serba berkecukupan, aku tak perlu harta yang melimpah jika mereka tidak ada di sampingku. Aku hanya perlu mereka. Aku perlu kasih sayang mereka.

Aku sayang ibu

Aku sayang Ayah

Ingin sekali aku mengucapkan kalimat itu pada mereka. Tapi aku tak pernah sempat. Mereka jarang di rumah. Aku ingin menelpon mereka, tapi aku tahu bahwa itu akan mengganggu mereka. Yang bisa kulakukan hanya diam. Menunggu keajaiban yang bisa mengubah hidupku, mengubah keluargaku.


Titik air suci keluar dari sudut mata lelaki paruh baya tersebut. Ini tulisan gadis semata wayangnya, ini tulisan anaknya, ini adalah curahan hati anaknya.

"Kita orang tua yang gagal, bu..." desis Ayah Sakura.

.

.

.

Sakura berjalan perlahan memasuki taman belakang sekolahnya, tempat diadakannya promnight. Di sana teman-teman satu angkatannya sudah banyak berkumpul. Mereka semua terlihat cantik dan tampan malam ini. Anak perempuan mengenakan dress dan anak laki-laki mengenakan tuxedo.

"Wah... aku pikir siapa... ternyata Sakura si ninja warior..." ucap Kiba yang menghampiri Sakura bersama Shikamaru dan Chouji.

Sakura tersenyum kecut, "Kalian memang menyebalkan..."

"Waaahh... Sakuraaa? kau cantik sekali!" seru Naruto yang baru saja datang, "pantas saja Sasuke jatuh cinta pada mu..."

"Eh?" Sakura membulatkan matanya kaget, sedangkan Naruto langsung menutupi mulutnya dengan tangan.

"Gawat! aku keceplosan!"

"Apa maksudmu, Naruto?" tanya Sakura intensif, dia mendekati Naruto yang sudah gemetaran.

Kiba hanya mendengus kecil, "Sasuke itu menyukaimu... bukannya kamu juga suka padanya?" pertanyaan Kiba ini membuat Sakura terperanjat.

"Kau tau darimana! eh.. Maksudku siapa yang bilang begitu!" Sakura gelagapan dengan wajah yang memerah.

"Melihat reaksimu begini saja sudah ketahuan..." gumam Shikamaru, "seluruh murid di kelas bahkan Kurenai-sensei pun sudah tau kalau kalian itu saling suka. Kalian saja yang terlalu munafik... menutupi perasaan kalian dengan berkelahi maupun adu mulut."

Cih. Kalimat Shikamaru barusan membuat Sakura mati kutu.

"Karena ini masalah kami, biarkan kami saja yang menyelesaikanya." ucap seseorang yang berdiri tepat di belakang Sakura. Detak jantung Sakura menjadi cepat, ia kenal betul dengan suara itu.

"Baiklah, Sasuke... sesukamu sajalah..." ucap Shikamaru lalu berjalan menjauh, disusul oleh Naruto, Kiba dan Chouji.

Dan yang tersisa di sana hanya Sasuke dan Sakura.

Sakura membalik tubuhnya, "kau mau apa? apa yang ingin kau bicarakan denganku...?"

Sasuke tersenyum sekilas lalu menarik tangan Sakura, menuntunnya menuju suatu tempat.

.

.

.

.

"Lepaskan!" Sakura menarik tangannya dengan paksa, "Ini sudah terlampau jauh dari keramaian tahu!"

Sasuke terdiam sebentar. Dia memperhatikan Sakura baik-baik, "Ternyata kau memang seorang perempuan, ya..."

Sakura terdiam, kepalanya tertunduk. Dadanya terasa sakit, jadi selama ini Sasuke memang tidak menganggapnya sebagai seorang perempuan.

"Aku hanya bercanda. Memang dari dulu kau itu adalah perempuan..." Sakura mengangkat kepalanya.

"...yang kusukai."

"Hentikan." ucap Sakura, tangannya mengepal kuat. "Aku tidak mengerti! Kau bilang kau membenciku! Kenapa sekarang kau bilang suka padaku? kau ini aneh!" seru Sakura, dia merasa Sasuke mempermainkan perasaannya.

"Hey! Kau juga bilang seperti itu! Awalnya kau bilang membenciku tapi waktu di taman bermain itu kau bilang suka padaku!"

"Itu hal yang berbeda!" teriak Sakura, "kau bilang pada Naruto kalau kau membenciku, tidak menganggapku sebagai perempuan..."

Sasuke berpikir sejenak lalu tertawa pelan, "Kau ini nguping pembicaraan kami waktu di loker, ya? Kalau nguping itu sampai selesai dong."

"Aku memang bilang begitu pada Naruto...tapi aku juga bilang bahwa aku ingin bersamamu terus.. Aku suka memandang wajahmu... aku pun berharap dapat satu sekolah, bahkan satu kelas denganmu lagi... Kalau kau tidak percaya tanya saja pada Naruto,"

Mendengar itu mata Sakura mulai berkaca-kaca. Ah, kesalahpahaman ini begitu menyakitkannya, "ke-kenapa kau baru bilang sekarang...? Aku...aku akan sekolah di Amerika, kau tahu!"

"Ya, aku tahu..." jawab Sasuke lalu tersenyum miris, "tapi kurasa pasti tidak jadi."

BipBipBip.

Tiba-tiba handphone Sakura berdering, langsung saja Sakura meraih handphone yang ada di dalam tas kecilnya, mata sedikit melebar melihat nama pemanggil di layar handphonenya.

"Ibu?" ucap Sakura ketika sudah mengangkatnya, "...ibu kenapa menangis?"

"Maafkan ibu, sayang..."

"Maaf apa bu...?"

"Ibu dan Ayah selama ini jarang memperhatikanmu... Kami seolah tak peduli padamu... Maafkan kami, sayang... maafkan kami..."

Sakura meneteskan airmatanya, sudah lama ini merindukan saat-saat seperti ini, "ibu dan ayah tak perlu meminta maaf... Sakura sudah memaafkan Ibu dan Ayah..."

"Kamu memang putri kami yang paling hebat, nak..."

"...terimakasih bu..."

"Sakura... ibu sudah membatalkan pendaftaran sekolahmu di Amerika... Ibu ingin kamu di sini saja, Ibu tidak ingin jauh darimu... tak apa kan, nak?"

Sakura tersenyum senang, "Iya bu. Sakura juga ingin tetap di sini saja..."

"Baiklah... besok ibu dan ayah akan pulang ke rumah... teleponnya ibu tutup dulu, ya... selamat malam sayang..."

"Iya bu... selamat malam..."

tuuttt tuutt tuutt

Sakura segera memasukan handphone ke dalam tasnya. Ia menatap Sasuke penuh arti.

"Apa yang sudah kau lakukan? ini ulahmu juga 'kan?"

Sasuke terkekeh, "Kertas poliomu yang kau buang ke dalam laci mejamu itu aku ambil, lalu kirim ke kantor ayah dan ibumu,"

"Darimana kau tau alamat kantor orangtuaku?" tanya Sakura dengan sebelah alis yang terangkat.

"Aku bertanya pada Ayame-san."

Sakura memijit dahinya, ternyata laki-laki di hadapannya ini cukup cerdik juga. Perlahan emeraldnya menatap onyx di hadapannya ini, "...terimakasih..." desis Sakura sambil tersenyum tulus. Sasuke benar-benar membawa keajaiban di hidupnya.

Sasuke tersenyum tipis, "Ini..." Sasuke menyodorkan kertas origami Sakura dulu, "maaf aku baru membukanya,"

Sakura terdiam lalu mengambil kertas usang itu, "...apa benar tulisanku dulu sejelek ini...?" tanya Sakura heran.

"Sampai sekarang tulisanmu juga begitu, kok."

Sakura menekukkan bibirnya tidak terima, "Apa maksudmu!"

"Maksudku, tulisanmu itu dari dulu ya sama saja, sama-sama tidak bisa dibaca." ledek Sasuke dengan cueknya.

"Dasar menyebalkan!" Sakura mengarahkan tangannya hendak meninju Sasuke, tetapi dengan mudah Sasuke menghindar lalu menangkap tangannya. Ia menarik Sakura ke dalam pelukannya.

"...maaf ya, kau pasti kedinginan malam itu..."

Mata Sakura melebar. Ya, dia sangat kedinginan malam itu. Dia kesepian malam itu. Tubuh Sakura bergetar, tangisnya terpancing oleh kata-kata Sasuke barusan. Malam itu dia kedinginan tetapi malam ini dia merasa begitu hangat.

"Kamu cengeng sekali, sedikit-sedikit menangis, tidak capek apa?" tanya Sasuke tiba-tiba.

Sakura langsung melepas pelukan Sasuke, "Kau pikir aku menangis gara-gara siapa!"

Sasuke terkekeh, "Jangan menangis Sakura, nanti semakin jelek," perlahan jemarinya menghapus air mata Sakura. Sasuke mengangkat wajah Sakura lalu mengecup keningnya dengan penuh kasih sayang.

Sakura memejamkan matanya, kecupan penuh kasih sayang itu mengobati semua rasa sakit yg ia rasakan selama ini. Perlahan Sasuke menurunkan ciumannya,

Ia mencium bibir Sakura sekilas.

"Saat ini hanya sekilas saja, tapi pas sudah SMA nanti—" Sasuke menjeda kalimatnya, perlahan seringaian tersungging di bibirnya,

"—akan kulumat habis..."

Wajah Sakura langsung berubah warna semerah tomat, "DASAR HENTAI!" Sakura langsung menarik rambut Sasuke dengan gemas. Sasuke hanya mengaduh kecil tanpa melawan.

"Tapi suka, 'kan?" goda Sasuke dengan seringaian nakalnya, membuat wajah Sakura bertambah merah.

"Dasar gila!" teriak Sakura lalu mengambil langkah menjauh, ia ingin kembali ke taman belakang sekolahnya saja. Lama-lama berduaan dengan lelaki di hadapannya ini membuat jantungnya terasa ingin melompat keluar karena berdetak terlalu kencang.

"Eits," Sasuke menangkap lengan Sakura, "belum selesai tahu." ucap Sasuke dengan wajah yang sedikit sebal.

"Apa lagi sih!" seru Sakura yang sudah jengkel.

"Kau mau jadi pacarku tidak?"

Sakura terdiam sesaat. Lima detik setelahnya bibir Sakura menyeringai, "tidak ah. Sepertinya menjadi musuh bebuyutanmu lebih mengasyikan,"

Sasuke memegangi kepalanya lalu menggeleng pelan, "bagaimana kalau musuh bebuyutan tapi berstatus pacaran?"

Sakura terkekeh geli, perlahan ia mengangkat kedua tangannya lalu menggandeng tangan Sasuke, "Sepertinya itu lebih mengasyikan!"

.

.

THE END


TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA!

MAAF KARENA SAYA SANGAT LAMBAN MELANJUTKAN FIK INI! MAAF PULA JIKA ENDINGNYA TIDAK MEMUASKAN!

Cerita masa kecil sasusaku yang di atas itu saya terinspirasi dari sebuah komik yang saya lupa judulnya ==a


SPECIAL THANKS TO : Eky-chan, Mugi-chan, Moth Reedglittle, Maya, 4ntk4-ch4n, Fiyui-chan, Lucy121, Natasya, Putri Luna, Uchiha titi-chan, eLLiz4'k4Wai-bAn93T, Novia ChanMutz SasuSaku 4Ever, Hanazawa Ayumi, miyank, Michimaki airi


Keluh kesah, protes maupun komentar sangat saya nantikan :)

REVIEW PLEASE :)