Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

MARRIED AS A FOLLY © Kim Geun Hyun

Inspirated By K-Drama, Secret Garden

Warning: AU, Typo(s), Misstypo(s), OOC

'...' talking via phone

.

.

.

행복한독서

Haengboghan Dogseo! ^^

Selamat membaca! ^^

.

.

.

Chapter 1: Her Strange Hair

Tokyo University adalah universitas ternama di Jepang. Mahasiswa-mahasiswa di sana merupakan aset negara yang berharga. Bagaimana tidak? Mereka adalah orang-orang yang pintar dan berprestasi untuk negaranya. Tidak mudah untuk berkuliah di Universitas Tokyo ini. Tes masuk ke universitas ini sangatlah rumit dengan berbagai macam jenis tes dan sistem yang kompetitif. Semua kesulitan itu tidak cukup berarti bagi pria emo yang memiliki rambut belakang yang mencuat ke atas, Uchiha Sasuke.

Bagi Uchiha yang satu ini masuk dan berkuliah di Universitas Tokyo semudah ia membalikkan telapak tangannya, well semua Uchiha memang memiliki kecerdasan yang sangat istimewa dibanding manusia lainnya. Semudah itu pula, si bungsu Uchiha ini menyelesaikan skripsi dan sidang di umurnya yang dua puluh tiga.

Disaat semua teman-temannya bersorak gembira karena mereka sudah diwisuda dan menyandang gelar sarjana di belakang nama mereka, semua kegembiraan itu tidak berarti penting bagi pemuda penyuka buah tomat ini. Saat teman-temannya berbagi kebahagiaan dengan orang tua mereka yang walaupun sudah tua renta namun dengan suka cita dan rela datang ke kampus hanya untuk sekedar mengucapkan selamat atau memeluk mereka dengan bangga, Sasuke justru berjalan dengan gaya stoic-nya melewati teman-temannya.

Sekuat hatinya, ia mencoba mengacuhkan orang-orang yang sedang membagi kehangatan senyum dan riang tawa, tapi matanya tetap tidak dapat berbohong. Dia melirik ke kanan tepat di jam dua, sahabatnya si pirang—Naruto—sedang berfoto bersama ibu dan tunangannya, sementara ayahnya mengambil foto ketiga orang yang tidak asing lagi bagi Sasuke. Mereka berempat terlihat bahagia. Entah kenapa, melihat hal itu ia merasa jantungnya tertekan seolah dipukul puluhan kali oleh seorang karateka.

Puluhan pasang mata yang sedang bersuka cita itu memandang Sasuke dengan penuh rasa kagum, karena Sasuke terlihat begitu berkarisma dan gagah dengan Tuxedo hitamnya. Siapa sih yang tidak kenal dengan Uchiha Sasuke? Seorang anak bungsu dari Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto, pemilik Department Store terbesar di Jepang. Adik dari Uchiha Itachi, seorang penyanyi terkenal.

Uchiha Sasuke mewarisi darah ayahnya yang merupakan pebisnis handal. Ia juga mewarisi sifat ayahnya yang dingin, tertutup dan tegas. Lihat saja wajahnya yang selalu datar! Kau seakan dibuat untuk menggali apa arti setiap inci pergerakan otot di wajah itu ketika kau berbicara dengannya.

Sudah takdir seorang Uchiha untuk menjaga imej mereka agar orang-orang tidak menganggap remeh mereka. Tapi, dibalik itu semua Sasuke tetaplah manusia biasa. Dia merasa kesepian, hatinya begitu hampa dan kosong semenjak ia kehilangan matahari yang selalu menghangatkan hatinya—Uchiha Mikoto. Semeninggal ibunya tiga belas tahun yang lalu, Sasuke menjadi orang yang semakin dingin bak es yang ada di Kutub Selatan.

Mikoto meninggal saat usia Sasuke baru beranjak sepuluh tahun, dan sejak saat itulah Sang Ayah—Fugaku, membentuk pribadi Sasuke menjadi pribadi yang keras dan tanpa perasaan. Itu semua Fugaku lakukan karena Sasuke adalah pewaris tunggal Uchiha Department Store.

Pemuda bermata sehitam pekat malam ini sangat iri dengan kakaknya—Uchiha Itachi, yang sejak lahir sudah mewarisi bakat ibunya untuk menjadi seorang penyanyi. Hingga akhirnya saat Sasuke berumur lima tahun, nama Itachi sudah tercantum di akta pewaris studio musik termegah milik Uchiha Mikoto. Itachi tumbuh menjadi pribadi yang hangat seperti mendiang ibunya, berbeda sekali dengan Sasuke. Mereka bagaikan Matahari dengan Kutub Selatan.

Pemuda berkulit pucat ini menghela napas dan berniat berbalik arah. Ia tidak ingin keluarga Namikaze melihatnya, karena dapat dipastikan keluarga terkaya nomor dua di Jepang setelah keluarga Uchiha ini akan mengajaknya bergabung dan Sasuke sedang dalam suasana hati yang buruk saat ini.

Benar saja, baru saat Sasuke membalikkan badannya, suara cempreng milik Namikaze Naruto melengking memanggil namanya.

"SASUKE!" sontak semua mata memandang ke arah Sasuke dan itu membuat Sasuke sedikit tidak nyaman.

"Sial!" batin Sasuke merutuki Naruto yang sudah kebiasaannya membuat malu si Uchiha yang satu ini.

Mau tak mau Sasuke membalikkan badannya dan memandang keluarga Namikaze tersebut. Naruto segera berlari kecil menghampiri Sasuke dan menarik tangan Sasuke untuk bergabung bersama keluarganya.

Sasuke sedikit membungkukkan badannya memberi salam kepada ayah, ibu dan tunangannya Naruto. Sementara mereka bertiga tersenyum lembut dan sedikit membungkukkan badan mereka. Sudah sewajarnya mereka bersikap sopan kepada nama keluarga terpandang di Jepang ini. Ingin Sasuke membalas senyum lembut mereka, tapi rasanya di dalam otaknya susah sekali memerintahkan kedua sudut bibirnya untuk tertarik ke atas membuat sebuah senyuman.

"Hallo, Sasuke-kun! Lama tidak berjumpa, nak." Ibu Naruto—Namikaze Kushina, memeluk Sasuke singkat. Sasuke hanya diam saja dan mengangguk. Rasanya dia sangat rindu pelukan ibunya yang hangat.

"Aish! Okaa-san! Baru satu minggu yang lalu kau bertemu dengan Sasuke di rapat pemegang saham!" sahut Naruto. Ibunya yang gemas langsung saja mencubit pipi Naruto anak kesayangannya. Sasuke memandang nanar ibu dan anak yang sangat akur itu. Andai saja ibunya masih hidup...

"Di mana ayahmu, Sasuke-kun?" pertanyaan Ayah Naruto—Namikaze Minato, membuat Sasuke tersadar dari lamunannya.

"Beliau tidak bisa hadir karena harus menghadiri rapat pemegang saham di Seoul," sahut Sasuke dengan formal.

Minato menganggukkan kepalanya. "Kalau kakakmu, Itachi? Dia tidak datang juga?" tanya Minato lagi. Naruto, Kushina dan tunangan Naruto hanya bisa memandang Sasuke dengan tatapan prihatin.

"Ia harus pergi ke Hokkaido untuk shooting music video-nya," tutur Sasuke.

Kushina menepuk tangannya sekali dan itu berhasil mengalihkan perhatian keempat orang yang lainnya untuk menatapnya. "Kalau begitu, ayo kita rayakan wisuda kalian berdua bersama-sama! Ini pasti menyenangkan!" serunya. Sasuke tersentak dan berniat untuk menolaknya.

"Iya! Itu ide yang bagus! Benar 'kan Hinata-chan?" tanya Naruto pada tunangannya, Hinata yang sejak tadi terdiam dan hanya memandang mereka berempat.

"I-iya benar, Naruto-kun," jawab Hinata dengan senyum lembutnya.

"Maaf, sepertinya aku tidak bisa. Hari ini aku ada janji bertemu dengan klien dari Arab Saudi," tolak Sasuke dengan halus.

"Sasuke! Sekali-kali kau istirahatlah dari pekerjaanmu itu! Aku tahu jabatanmu sebagai Direktur bukan hal yang main-main, tapi ya Tuhan... ini 'kan acara wisudamu yang penting juga!" protes Naruto. Sasuke hanya mampu terdiam, sebenarnya dia sangat ingin sekali merayakan wisudanya namun ia lebih takut jika membuat ayahnya kecewa.

"Benar. Sesekali istirahatlah sebentar. Kau bukan robot, Sasuke-kun. Biar nanti aku yang bicara pada Fugaku," ucap Minato dengan bijaknya. Perlu diketahui, Minato dan Fugaku sudah bersahabat sejak kecil dan itu menurun ke anak-anak mereka.

"Tidak perlu, oji-san. Aku tidak ingin menyusahkanmu." Sasuke tetap kukuh untuk menolak.

"Sudahlah, tidak apa-apa. Bagiku, kau sudah seperti anak sendiri." Minato mengusap punggung Sasuke. Entah kenapa Sasuke merasa sangat nyaman sekali, ia bahkan tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh ayahnya sendiri.

"Baiklah! Kalau begitu, sebagai kenang-kenangan kita berfoto bersama!" Naruto menunjukkan cengirannya, "Hinata-chan, tolong ambil foto kami, ya!" pinta Naruto sambil mengambil kamera yang tadi dipegang Minato dan diserahkan ke Hinata.

Hinata mengangguk dan tersenyum. "Baik!"

Naruto berdiri di samping kanan Sasuke, ia merangkul bahu Sasuke. Di sebelah kiri Sasuke ada Kushina yang mengapitkan tangannya di tangan kiri Sasuke dengan lembut seperti kelembutan kasih sayang seorang ibu pada anaknya, Sasuke merasa sedikit demi sedikit hatinya yang hampa menjadi hangat. Di sebelah kanan Naruto adalah Minato. Minato meletakkan tangannya di bahu Naruto, ia benar-benar merasa bangga dengan anaknya ini.

Sasuke menengokkan kepalanya pada Kushina, Kushina tersenyum lembut padanya dan mengusap-usap lengan Sasuke seperti seorang ibu. Lalu Sasuke menolehkan kepalanya ke arah Naruto dan Minato, dua pirang Ini tersenyum pada Sasuke.

"Baiklah, kuhitung sampai tiga lalu bilang 'Cheese', ya?" kata Hinata dengan suaranya yang lembut.

"Oke!" Naruto mengacungkan jempolnya dan tersenyum lebar.

"1... 2... 3..."

"Cheese!"

CKLIK!

Saat ini, Sasuke merasa hidup. Ini pertama kalinya ia merasakan kehangatan sebuah keluarga setelah tiga belas tahun lamanya ia hidup dalam kekosongan. Dan dari foto itu terlihat jelas Sasuke merasa bahagia karena seulas senyum meskipun tipis terpampang di sana.

.

.

.

Satu tahun kemudian...

Seorang gadis yang dapat diperkirakan berusia sembilan belas tahun tampak sedang asik bekerja membersihkan lantai dengan mengepelnya. Ia memakai seragam petugas cleaning service yang di belakang punggung kemeja biru tersebut terpampang jelas nama perusahaan di mana ia bekerja sekarang, Uchiha Department Store. Di atas kantung saku kemejanya terjahit sebuah bordiran dengan tulisan Haruno Sakura.

Dengan ceria dia menyapa setiap pegawai kantor tersebut yang baru saja tiba di mal megah tampat mereka bekerja. Para pergawai itu memberikan senyumannya pada gadis itu untuk menyahut sapaannya, tapi tidak sedikit juga yang memasang wajah arogan dan jijik melihat gadis tersebut. Mendapati ekspresi yang tidak mengenakkan itu, Sakura hanya bisa menghela napas dan mengelus dadanya agar ia bisa bersabar untuk berkerja di sana, maklum saja ini hari pertamanya bekerja.

Saat mengepel di bagian sudut kanan lobi, seseorang memanggil Sakura. "Hey, petugas cleaning service berambut merah muda!" merasa ciri-ciri yang diteriaki itu seperti dirinya, Sakura segera menghentikan kegiatannya mengepel lantai dan menolehkan kepalanya ke sumber suara.

"Aku?" Sakura menunjuk dirinya sendiri. Pria berambut hitam dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya menganggukkan kepala dan menggerakan jarinya agar Sakura mendekat ke arahnya. Sakura meletakkan alat pelnya ke dinding gedung dan menghampiri laki-laki itu.

"Ada apa memanggilku, tuan?" tanya Sakura dengan sopan.

"Buatkan aku kopi dengan krim yang banyak dan kirim ke lantai sepuluh di depan ruangan Direktur Utama, ya!" perintahnya dengan gamblang lalu pergi meninggalkan Sakura untuk naik lift.

Sakura cengo di tempatnya. "Apa-apaan dia? Seenaknya menyuruhku tanpa kata 'tolong'!" dengus Sakura dan segera menuju dapur pantry.

Waktu menunjukkan pukul 08.00 pagi. Semua karyawan dari Uchiha Department Store berdiri berjajar di setiap sisi gedung menyambut kedatangan sang Direktur utama, Uchiha Sasuke. Mereka membungkukkan badan mereka ketika Sang Tuan Muda Uchiha berjalan melewati mereka.

Ketika Sasuke hendak masuk ke dalam lift, dia melihat alat pel yang tersandar di tembok. Kemudian dia menatap lurus lagi ke depan dan berkata, "Pecat petugas cleaning service yang meletakkan alat pel dengan sembarangan itu."

Mendengar direkturnya bicara, pria berambut perak yang melawan gravitasi membungkukkan badannya sedikit. "Baik, direktur."

Setelah Direktur Utama mereka masuk ke dalam lift keadaan di lobi menjadi ramai lagi. Para karyawan yang sejak tadi membungkuk segera berdiri tegak lagi. Sakura yang masih baru di mal tersebut merasa aneh dengan keadaan ini. Dengan memegang nampan berisi kopi pesanan laki-laki berambut hitam, Sakura segera menemui salah seorang SPG yang berambut pirang.

"Hey, Ino! Kenapa keadaan ramai sekali seperti ada pembukaan diskon saja?" tanya Sakura kepada si rambut pirang yang merupakan sahabatnya ini.

"Aish! Kau tidak tahu?" tanya Ino dan dijawab dengan tatapan bingung Sakura, "tentu saja kau tidak tahu. Kau 'kan karyawan baru di sini. Haaaah~! Tadi itu Direktur Utama Uchiha Sasuke baru tiba di sini," kata Ino menjelaskan.

"Lalu, kenapa jadi ramai?" tanya Sakura lagi.

"Itu karena setiap dia datang, kami sebagai pegawai harus berbaris dan memberikan salam hormat padanya!" jawab Ino sambil memukul-mukul punggungnya yang pegal. "aiiiish~! Sampai kapan peraturan bodoh ini berlangsung? Punggungku rasanya pegal sekali kalau harus terus menerus membungkuk ketika dia lewat," keluh Ino.

"Ckckck, bersabarlah, pig! Makanya kau jadi cleaning service saja sepertiku sehingga kau bisa bersembunyi di pantry!" cibir Sakura.

"Aku tidak mau! Lagipula, kalau kau bersembunyi dan tidak memberikan salam penghormatan kepada Direktur Uchiha, kau bisa dipecat!" ucap Ino dengan mimik yang seolah menakut-nakuti.

Sakura mendecak. "Masa hanya karena itu dipecat? Kekanakkan sekali direkturmu!"

"Sssstt! Jangan bicara begitu, nanti ada yang dengar bisa gawat!" Ino membekap mulut Sakura.

Sakura melepaskan tangan Ino yang membekap mulutnya. "Tenang saja, pig! Aku pergi dulu mengantar kopi ini!" seru Sakura dan berjalan meninggalkan Ino.

"Dasar si jidat lebar itu!" gerutu Ino, "aaaah! Pegalnyaaaa~!" Ino memijit-mijit lehernya dan berjalan menuju toko di mana ia bekerja sebagai kasir.

.

.

.

Sakura sudah sampai di lantai sepuluh, dia ternganga melihat lantai sepuluh yang berbeda jauh dengan lantai lobi maupun lantai-lantai sebelumnya yang merupakan lantai yang berisi dengan toko-toko yang menjual berbagai barang kelas atas. Lantai sepuluh ini terlihat lebih mewah, lebih besar dan lebih berkelas. Maklum saja, ini adalah lantai pimpinan perusahaan.

Sakura berjalan mencari-cari si pria berambut hitam tersebut dan akhirnya dia menemukan pria itu yang sedang duduk di meja kerjanya dekat sebuah pintu yang kelihatan sangat besar. Di sana ia bekerja sendirian.

"Permisi, ini kopi anda," kata Sakura. Lelaki ini segera mengangkat wajahnya yang tadi sedang menulis sesuatu.

"Taruh saja di situ," ucapnya sambil menunjuk sudut mejanya dengan dagu.

Sakura mendecih pelan lalu meletakkan cangkir tersebut di atas meja. "Baiklah, saya permisi dulu, tuan." Sakura membungkukkan badannya sedikit lalu berniat beranjak dari sana.

"Sai." Sakura yang mendengar orang itu menyebutkan sebuah nama segera membalikkan badannya dengan alis terangkat.

"Sai, itu namaku." Sai tersenyum manis membuat Sakura membeku di tempat. "kau pasti karyawan baru 'kan? Aku adalah sekretaris Direktur Utama, jadi aneh kalau kau tidak tahu namaku!" lanjutnya.

"Ah... iya betul," kata Sakura dengan senyum yang dipaksakan. "kalau begitu saya harus kembali ke pantry. Permisi, Sai-san." Sakura membungkuk dan berbalik pergi dari sana.

"Mengucapkan terima kasih pun tidak!" cibir Sakura saat berjalan menjauh dari meja Sai. Sementara Sai menyesap kopinya dengan tenang sambil menulis kembali sebuah laporan untuk Direktur Utamanya.

Di tengah perjalanannya menuju pantry, Sakura bertemu dengan Ino. Sakura melihat wajah Ino yang terlihat seperti cemas. Gadis berambut gulali inipun mengerutkan dahinya.

"Hosh... hosh... hosh..." Ino mengatur napasnya saat berada di depan Sakura, tidak lama kemudian dia menatap Sakura dengan serius. "kau dipanggil Kepala HRD!" seru Ino.

"Ada apa aku dipanggil ke sana?" tanya Sakura dengan bingung.

Ino menggelengkan kepalanya. "Entahlah, tapi perasaanku tidak enak sekali."

Sakura menepuk bahu Ino untuk menenangkannya. "Tenang saja," katanya sambil menyerahkan nampan yang tadi ia pegan pada Ino. "tolong taruh di pantry, ya!" lalu Sakura berjalan menuju lift untuk ke lantai sembilan, di mana ruang Kepala HRD berada.

"Semoga tidak terjadi apa-apa padanya," gumam Ino sambil merapatkan nampan di dekapannya.

.

.

.

Sakura berjalan cepat menuju ruangan Kakashi. Dia sudah tahu ruangan Kakashi karena sewaktu interview dia di-interview oleh Kakashi di ruangannya. Setelah mengetuk pintu, ada suara dari dalam yang menyuruhnya masuk. Sakura segera masuk dan berdiri di depan meja Kakashi.

"Silakan duduk, Haruno-san," kata Kakashi lembut. Sakura mengangguk dan segera duduk di kursi berhadapan dengan Kakashi.

"Ada apa anda memanggil saya?" tanya Sakura.

Kakashi mengambil napas panjang dan kembali menatap Sakura. "Maafkan aku sebelumnya, tapi mulai besok kau tidak bekerja lagi di sini."

Ucapan Kakashi bagaikan palu yang menghantam jantung Sakura. "Kenapa? Memangnya salah saya apa? Bukankah anda bilang kalau anda suka dengan motivasi saya untuk bekerja di sini meskipun hanya sebagai cleaning service?" tuntut Sakura.

Kakashi kembali menarik napas dalam. "Aku memang menyukaimu sebagai pegawai di sini, Haruno-san. Namun, di atas langit masih ada langit," tutur Kakashi lembut. Sakura terdiam, dia sekarang mengerti mengapa ia dipecat, lebih tepatnya siapa yang menginginkannya dipecat.

"Ini gajimu, Haruno-san." Kakashi menyodorkan sebuah amplop cokelat ke depan Sakura. Sakura tidak sedikit pun melirik amplop itu. Dia menahan amarahnya, terlihat dari rahangnya yang mengeras.

"Tidak, terima kasih, Hatake-san. Aku mengerti kenapa aku dipecat. Permisi." Sakura bangkit dari duduknya dan pergi bergitu saja dari ruangan Kakashi. Kakashi hanya bisa menghela napasnya. Dia sebenarnya menyukai kepribadian Sakura yang sangat semangat untuk bekerja.

Langkah Sakura besar-besar saat berjalan menuju lift yang ada di lantai sembilan. Tidak perlu menunggu terlalu lama, lift pun terbuka dan Sakura segera masuk ke dalam lift lalu menekan angka sepuluh di navigator lift.

.

.

.

Sasuke sedang membaca sebuah laporan yang baru saja diberikan Sai saat dirinya mendengar kerisuhan dari luar ruangannya. Konsentrasinya agak terganggu mendengar keributan-keributan yang ia tidak tahu karena apa. Sasuke tidak terlalu memusingkan hal tersebut karena dia kembali membaca laporan saham dari Sai.

BRAK!

Pintu berdaun ganda di ruangan Sasuke terbuka dengan kasar memunculkan sosok gadis berambut merah muda. Sasuke segera menengadahkan kepalanya melihat ke arah pintu. Matanya terpana melihat sosok gadis cantik yang sedang menatapnya dengan tatapan tajam. Sakura berjalan dengan cepat menghampiri Sasuke, sementara Sai yang tadi mencoba menghalanginya masuk masih mengekorinya di belakang dan menyuruh Sakura segera ke luar.

Mata onyx Sasuke terus mengikuti pergerakan tubuh Sakura saat melangkah menghampirinya. Ia melihat rambut Sakura yang berwarna aneh karena tidak ada orang berambut merah muda yang pernah ia temui kecuali Sakura saat ini. Jidat lebar Sakura yang tidak mengurangi kecantikannya. Alis rata Sakura, mata emerald Sakura yang indah dan menyejukkan seperti warna dedaunan. Hidung mancungnya. Bibir ranum merah muda yang menggiurkan. Pipinya yang padat. Kulitnya yang putih seperti porselen, dan tubuhnya yang langsing.

Mata Sasuke seakan terbius hingga tidak berkedip sekali pun saat memandang Sakura, sehingga ia tidak sadar jika Sakura sudah berdiri tepat di depan meja kerjanya.

"Ehem! Maaf Direktur, aku sudah melarangnya masuk tapi dia memaksa," deheman Sai menyadarkan lamunan Sasuke. Sasuke segera menolehkan kepalanya ke arah Sai.

"Hn," sahut Sasuke dan kemudian kembali menatap Sakura. Saat itu pula onyx Sasuke bertemu dengan emerald tajam dan sinis milik Sakura, tapi Sasuke malah terpesona dengan mata itu.

"Apa kesalahanku hingga kau memecatku?" tanya Sakura sambil menahan amarahnya.

Sasuke terkesiap mendengar pertanyaan Sakura. Dia baru menyadari kalau Sakura memakai baju petugas cleaning service. "Jadi, kau yang meletakkan alat pel sembarangan sehingga mengganggu pemandangan itu?" tanya Sasuke yang lebih tepat sebagai pernyataan.

Sakura mendengus kesal sambil memutar bola matanya. "Jadi itu alasanku dipecat? Oke, terima kasih atas waktu anda Direktur—" Sakura melirik papan di meja Sasuke yang tertulis namanya, "—Uchiha." Sakura segera ke luar dari ruangan Sasuke.

Sasuke menatap punggung Sakura yang makin menjauh. Dia menaikkan sebelah alisnya saat menyadari apa yang telah ia lakukan. Tanpa disadari oleh Sasuke, ia sudah menyunggingkan senyum tipis. Sai yang melihatnya segera mendekat ke meja Sasuke.

"Direktur? Anda baik-baik saja?" tanya Sai yang merasa aneh dengan senyum Sasuke.

"Hn," jawab Sasuke singkat sambil memasang wajah datar lagi.

"Kalau begitu, aku permisi dulu." Sai membungkukkan badannya sedikit lalu berjalan mundur dan ke luar dari ruangan Sasuke.

Sasuke kembali tersenyum saat terbayang wajah Sakura. Segera saja dia mengambil ponselnya dan mencari sebuah nama di sana, Uchiha Itachi.

'Moshi moshi, ada apa Sasuke-chan?'

'Jangan memanggilku begitu, baka! Aku ini Direktur Utama Department Store nomor satu di Jepang!'

'Ah... Gomen ne! Hehehe... ada apa Sasuke-chan? Eh maskudku Sasuke!'

'Hn. Aku ingin berbincang denganmu. Kau ada di mansion?'

'Iya. Tapi aku sed—'

KLIK. Sebelum pembicaraan selesai, Sasuke langsung memutuskan sambungan panggilannya membuat Itachi mendecak sebal.

"Selalu saja begitu!" dengus Itachi.

"Itachi-kun! Ayo latihan lagi!" seru teman-teman Itachi yang sedang berlatih sebagai penari latarnya.

"Ha'i!"

.

.

.

Itachi mengeringkan rambutnya dengan menggosokkan handuk di kepalanya, ia baru saja selesai latihan tari dan langsung mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Lelaki berusia dua puluh sembilan tahun ini tampak sangat sensual dengan memakai handuk saja yang melilit tubuh bagian bawahnya sehingga dada bidang six pact terlihat jelas.

Mansion-nya yang dominan memakai jendela besar ini dapat dengan jelas melihat siapa yang baru saja datang ke halaman mansion-nya dengan mobil sport putih. Sosok berambut seperti bokong ayam segera ke luar dari dalam mobil sport.

Sasuke segera memasukkan pin mansion Itachi yang sangat ia hapal, lalu ia segera menuju ruang rekreasi di mana tadi ia melihat Itachi yang sedang mengeringkan rambut panjangnya. Dengan gaya stoic-nya, Sasuke menghampiri Itachi yang sedang meminum jus mangga.

Sasuke membuka kacamata cokelat yang tadi ia pakai. "Gayamu benar-benar selangit, Sasuke-chan!" cibir Itachi saat melihat gaya Sasuke melepas kacamatanya.

"Hn?" sahut Sasuke dengan seringainya, lalu dengan seenaknya Sasuke duduk di sofa putih Itachi sambil menaikkan kedua kakinya di atas meja. Itachi hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Ada apa ke sini? Aku harap itu masalah yang penting, Sasuke." Itachi segera duduk di samping Sasuke sambil bercermin, memerhatikan apakah wajah tampannya luntur atau tidak saat mandi tadi.

"Aniki, apa kau pernah berkencan dengan gadis berambut aneh?" tanya Sasuke sambil menatap kakaknya.

"Pernah," jawab Itachi masih sambil berkaca.

"Lalu apa yang kau lakukan?" tanya Sasuke lagi.

"Tentu saja bersenang-senang!" sahut Itachi.

"Hn." Sasuke memakai kacamatanya lagi dan berdiri dari duduknya, membuat Itachi mengalihkan perhatiannya dari cermin ke Sasuke.

"Hey! Kenapa kau bertanya hal itu, Sasuke?" tanya Itachi.

"Bukan apa-apa." Sasuke melenggang pergi dari mansion Itachi membuat Itachi bingung. Dari pada memikirkan hal yang membuatnya bingung, Itachi memilih untuk masuk ke kamarnya dan memakai bajunya.

.

.

.

Sudah tiga hari sejak kejadian Sasuke bertemu dengan gadis berambut luar biasa ajaib itu, di otaknya jadi sering bermunculan wajah gadis tersebut yang ia belum tahu namanya. Tiba-tiba saja ponselnya berdering menandakan adanya panggilan masuk. Langsung saja Sasuke mengambil i-Phone hitamnya dan terpampang nama ayahnya di sana.

'Moshi moshi, otou-san. Ada apa?'

'Temui tou-san di restoran sushi yang biasanya. Tou-san ingin bicara penting!'

'Baiklah. Aku segera ke sana.'

'Hn.'

KLIK. Panggilan segera terputus oleh Sasuke. Dengan segera Sasuke bangkit dari singgasananya dan merapikan jasnya sebentar lalu berjalan ke luar dari ruangannya.

Sai yang mendengar suara pintu ruangan Sasuke terbuka segera menutup telpon kantor dan berdiri sambil membungkukkan badannya. "Direktur mau ke mana?" tanya Sai dengan senyum palsunya.

Sasuke melirik Sai sekilas. "Mau menemui ayahku. Pending semua kegiatanku hari ini." Perintah Sasuke.

Sai menganggukkan kepalanya. "Baik."

Sasuke baru beberapa langkah berjalan, namun dia segera berbalik menghadap Sai lagi. "Siapa nama gadis berambut aneh kemarin yang masuk ke ruanganku?" tanyanya.

Sai mengerutkan dahinya sedang berpikir. "Kemarin tidak ada gadis yang masuk ke ruangan direktur," sahut Sai.

Sasuke menghela napasnya. "Tiga hari yang lalu?"

Sai makin mengerutkan dahinya berpikir keras. Kemudian dia menjentikkan jarinya. "Gadis merah muda si cleaning service itu?"

"Hn."

"Namanya Haruno Sakura."

.

.

.

To be continue...

a/n: Annyeong haseyo! Bukannya menyelesaikan fict saya yang masih ngutang diselesaiin, eh malah bikin new story (-.- )" Mudah-mudahan fict ini berkenan di hati readers. Mungkin temanya pasaran tapi mau gimana lagi ya? Saya pengen banget bikin, jadilah begini. Khukhukhu...

Review? Kamsa hamnida, chingudeul! ^O^