Summary :

Kakashi memperlakukannya dengan cara yang berbeda dari yang lain. Karena ia mempunyai perasaan khusus kepadanya. Sebuah perasaan benci. Hanya untuk Sakura.

.

.

Sakura's POV

Namaku Sakura Haruno. Sudah dua tahun aku tinggal di flat sederhana ini. Sebenarnya sih memang lumayan sulit untuk hidup sendiri, tapi untuk menghilangkan sifat manja—yang merupakan bawaan sejak lahir—lebih baik aku melatih kemandirianku dengan cara ini.

Aku tinggal mandiri bukan karena alasan tidak punya rumah. Yah, walau pun ayah ibuku sudah ada di alam sana, aku masih mempunyai nenek yang dari dulu tampak tidak rela membiarkanku tinggal sendirian. Sebenarnya ia ingin aku tinggal di rumahnya, tapi aku benar-benar tidak mau membuatnya kerepotan. Di usia renta sepertinya ia harus lebih banyak beristirahat dibandingkan memikirkan sesuatu yang berhubungan denganku.

Dan di pagi ini pun aku keluar kamar sambil menguncir rambut pink sedadaku. Kuhirup banyak-banyak udara segar untuk mengawali niat berjalan-jalan mengelilingi seluruh lantai di bangunan ini—rutinitasku tiap pagi untuk meregangkan badan. Cuaca yang cerah dan pemandangan yang indah. Minggu pagi ini sangat sempurna.

Tapi tiba-tiba saja terlihat seseorang pria berambut perak dari ujung lantai dua, membuat kedua alisku tertekuk. Entah dia mabuk atau kelelahan sehingga membuatnya berjalan ke arahku dengan menyeret tubuhnya yang tampak lemah di tembok, seperti tidak punya semangat hidup. Ketika ia hampir melewatiku, aku membuka suara. "Kau kenapa?"

Pertama dia hanya menatapku dengan mata onyx-nya yang sayu—terlihat mengantuk. Aku terpaku, kulit putih itu juga banyak mengeluarkan butiran bening dari pangkal dahinya.

"Apa kau sakit?"

Bukannya menjawab, ia malah membuang muka. "Aku tidak butuh bantuan. Pergi sana."

Sambil sesekali meredamkan batukan dengan telapak tangan, pria asing itu kembali menyeret langkahnya ke pintu ruangan flat yang terletak tepat di sebelah kamarku.

Aku baru tau ada tetangga seperti dia—apa orang itu baru di sini?

Ah, aku tidak peduli. Yang penting saat ia sudah memasuki kamarnya, kuciptakan dengusan kecil bersamaan dengan kedua tangan yang sudah berkacak pinggang. "Huh... dasar tidak tau terimakasih."

.

.

.

HATE YOU ALWAYS

"Hate you Always" punya zo

Naruto by Masashi Kishimoto

[Kakashi Hatake x Sakura Haruno]

Romance, Drama, Hurt/Comfort

AU, OOC, Typos, etc.

(kakashi beriris onyx dan dia ngga pake masker)

.

.

FIRST. Guru Baru

.

.

Keesokkan harinya adalah hari Senin, hari di mana aku sudah harus bersekolah lagi. Berbeda dengan tahun kemarin, kali ini aku malah sangat senang jika libur panjang telah usai, karena aku ingin terus belajar agar dapat masuk ke universitas yang menjadi targetku. Sudah dapat ditebak, aku adalah siswi tahun terakhir di Konoha Senior High School. Saat aku sudah sampai di kelas dan duduk di meja, Tenten mendatangiku dengan muka tertekuk.

"Sakura... lihat teman pirangmu itu, dia berisik sekali..."

Kuedarkan pandangan ke seisi kelas, dan menemukan Ino—orang yang mungkin dimaksud Tenten—sedang berteriak-teriak histeris ke teman-teman lain. Tak perlu waktu lama untuk Ino menyadari bahwa dirinya tengah kuperhatikan, dan tanpa diminta ia menghampiriku bersama senyum ceria.

"Ada apa? Pasti kau sedang menebar gosip tentang seseorang..." Aku bertanya sambil menatapnya malas. Ingatanku terus berputar mengenang gosip dari Ino yang pernah mengatakan bahwa 'Naruto menyukai Sasuke' dan dengan hebohnya membuat Hinata—pacar Naruto—nyaris membenci si Uchiha tertampan. Padahal mereka cuma teman yang kelewat akrab.

"Enak saja! Yang ini sudah bukan gosip lagi, tapi beneran!" Tandasnya sambil menggebrak meja saking kelebihan semangat.

"Memangnya ada apaan sih?" Tanya si cepol panda dengan nada heran. Walau pun malas mendengarkan, kadang gosip dari Ino ada sensasinya sendiri.

"Kalian berdua harus lihat guru biologi yang baru!" Teriakan ala fansgirl milik Ino mulai memekakkan telinga keduanya. "Ganteng bangeeet~!"

Aku tersenyum pasrah, sedangkan Tenten malah menguap lebar. "Memangnya kalau gurunya ganteng, pelajarannya juga bisa jadi gampang?"

"Sudahlah, Ten... kan itu karena kau tidak suka pelajaran biologi doang." Kucubit sekali pipinya yang sedang menyender di mejaku. "Lagipula aku juga tidak peduli ganteng atau jelek, yang penting dia ngajarinnya enak."

"Nah itu benar!" Seru Ino dengan mengacungkan jempol. "Enak dilihat maksudnya!"

Aku terkikik geli sembari bangkit dari tempat duduk. "Ino, aku ingin lihat guru itu."

"Ya! Tenten, ayo ikut kami!"

Si pemilik rambut coklat menghela nafas berat, tapi akhirnya ia mengikutiku dan Ino.

.

.

~zo : hate you always~

.

.

"Sekarang dia tuh lagi di mana, ya? Kok di ruang guru tidak ada?" Tanya Tenten yang sudah capek berputar-putar di gedung sekolah hanya untuk mencari si guru baru.

"Iya, ya..." Ino menghentikan langkahnya untuk beristirahat sebentar. Sangat terlihat dari paras cantiknya kalau ia sedang kecewa.

"Yaudah, kita tunggu jam biologi aja, hari ini kan kita ada pelajarannya." Kataku, mencoba menghibur. "Ayo, 10 menit lagi mau bel nih..." Kudahului mereka dengan melangkahkan kakiku ke arah tangga, berniat kembali ke kelas pelajaran pertama.

Tapi secara mendadak langkahku terhenti ketika akan melewati lab biologi. Tidak sengaja kulihat dari jendelanya ada seseorang di ruangan itu yang menggunakan jas laboratorium putih. Dan saat aku melihat rambutnya yang menurutku sedikit mencolok, kedua mataku melebar. Sepertinya si rambut perak itu sudah tidak asing di mataku. Ah! Apa jangan-jangan dia adalah pria aneh yang tinggal di sebelah kamar flat-ku...?

"Hei! Itu guru barunya!" Seru Ino yang tiba-tiba berteriak di sampingku, membuyarkan semua pikiran tentangnya.

"WAAH! Ganteng! Kalau gurunya seperti itu sih aku rela aja diajarin biologi seumur hidup!" Tenten yang tadinya cuek langsung kegirangan sendiri.

"Iya! Ganteng banget! Nilaiku bisa naik nih!"

Sedangkan aku hanya terdiam sambil melihatnya yang masih sibuk dengan tumpukan kertas di meja. Kenapa sewaktu melihatnya aku malah merasakan hal buruk, ya?

"Sakura, kok diem? Samperin yuk!"

Dengan enggan kepalaku mengangguk dan mengikuti Ino dan Tenten yang saat ini tengah mengetuk ruangan lab.

Tok tok tok.

"Masuk." Jawab yang di dalam—guru itu.

Suaranya berat dan terdengar sehat, tampaknya ia sudah lebih baikan dibanding keadaannya di tempo hari. Kuperhatikan teman-temanku yang sudah berkumpul di depan mejanya, aku pun berjalan untuk berdiri di sebelah Tenten dalam diam.

"Ohayou, sensei! Sensei guru biologi yang baru, kan?" Tanya Tenten, jelas ia hanya berbasa-basi.

"Hm."

"Salam kenal! Kami bertiga dari kelas 12-A. Aku Ino Yamanaka, dia Tenten, dan yang ini Sakura Haruno!" Ino memperkenalkan nama kami masing-masing dengan raut muka bahagia.

"Salam kenal, sensei!" Tenten juga tersenyum lebar.

"Salam kenal, sensei..." Akhirnya aku juga bersuara, tapi hanya terdengar seperti gumaman tidak niat.

Sedetik setelah itu, ia mengadahkan wajah. Mungkin ini bisa dibilang terlalu narsis, tapi aku merasa mata onyx-nya hanya mengarah padaku. Namun, bukannya senang aku malah menelan ludah. Tatapan guru ini terlalu dingin. Cepat-cepat aku membuang muka agar dapat memutuskan kontak mata. Kemudian dari kulihat dari ekor mata ia menggeser pandangannya ke Ino dan Tenten lalu menaikkan sudut bibirnya, membentuk senyuman.

"Salam kenal juga. Saya Kakashi Hatake, guru biologi kalian yang baru."

Eh...?

Kenapa hanya padaku dia memberikan tatapan dingin tadi?

Kuhela nafas panjang-panjang, mencoba melupakan apa yang kupikirkan. Selama bermenit-menit kubiarkan telingaku menangkap suara Tenten dan Ino yang berebut pertanyaan untuk guru yang dipanggil Kakashi itu. Aku terus terdiam, sampai akhirnya suara Ino membuyarkan lamunanku. "Aaahh, kenapa bel cepat sekali berbunyii!"

"Sakura, Ino, ayo kembali ke kelas. Nanti Asuma-sensei bisa marah."

"Iya..."

.

.

~zo : hate you always~

.

.

Jam terakhir di hari Senin, pelajaran biologi. Ini adalah pelajaran yang paling ditunggu-tunggu oleh Ino dan Tenten, padahal sewaktu Ibiki-sensei masih mengajar, mereka selalu mencak-mencak tidak jelas.

Kalau aku? Jangan tanya lagi... siapa pun gurunya, mau Ibiki-sensei yang terkenal killer atau yang lain-lain, aku tetap menyukai biologi. Tentu aku wajib menyukai pelajaran itu karena nantinya aku ingin menjadi dokter. Awalnya kami menempati ruangan lab laboratorium yang kosong tanpa Kakashi-sensei—karena sekolah kami menggunakan sistem moving class. Dan sewaktu sang guru baru memasuki ruangan, seperti dugaanku banyak yang berdecak kagum melihatnya.

Ya, kuakui dia memang tampan. Tapi aku merasa ada yang aneh.

Sesudah berdiri di depan kelas, pria dewasa yang berumur sekitar 25 tahunan itu menutup buku kecil yang bertuliskan kamus kantong biologi, lalu tersenyum ke seisi kelas. "Salam kenal, semua. Aku adalah Kakashi Hatake, guru biologi yang mulai sekarang akan menggantikan Ibiki-sensei." Ia memulai dengan ramah. "Kalian bisa memanggilku Kakashi-sensei."

"Baik, sensei!" Satu kelas menyahut serempak, dan seperti pikiranku mayoritas semua siswi menjawab penuh semangat, tentu saja minus aku.

Habis entah berlebihan atau apa, aku merasa orang itu tersenyum pada murid sekelas, tapi tidak untukku. Rasanya aku tidak dibagi senyumannya barang sedetik pun, sama seperti ketika pagi tadi, ia hanya memberikan senyumannya ke Ino dan Tenten. "Baiklah, hari ini selesaikan tugas praktek kalian yang dulu diberikan Ibiki-sensei."

Tanpa basa-basi aku langsung mengambil mikroskop dan potongan kentang busuk untuk menyelesaikan tugas praktek, yaitu mengamati bakteri yang terkandung di lendir sayuran tadi. Tugas itu hanya bertujuan untuk mengulang materi kelas 10. Kuputar-putar bagian dari mikroskop listrik yang kupegang, tapi aku sama sekali tidak menemukan titik fokusnya.

"Aah, kenapa tidak kelihatan?" Keluhku sambil terus mencoba mengamati.

"Wah, tumben kau punya hambatan di tugas praktek, Sakura-chan! Apa jangan-jangan kau berlagak tidak tau agar dapat diajarin Kakashi-sensei—?" Goda Naruto, rekan sekelompokku yang tidak pernah kerja. "Seperti mereka tuh..." Ia menunjukkan telunjuknya ke arah siswi-siswi yang menggerombol di meja guru.

Kucubit sikunya sampai kulitnya terpelintir. "Aku tidak termasuk orang gila perhatian seperti mereka, baka!"

"Hehe, maaf..." Ringisnya sambil memegangi siku yang kesakitan.

Aku terus memutar-mutar alat yang sebenarnya sangat kupahami ini, tapi entah kenapa rasanya aku selalu tidak mendapatkan titik fokus. Kupukul keningku yang terasa berat, kemudian melihat ke arah meja Kakashi-sensei. Naruto menyebalkan, gara-gara dia mulutku gatal untuk bertanya. Kupandangi sekitar meja Kakashi-sensei yang sudah sepi, mungkin murid-murid yang sengaja memenuhi mejanya sudah kembali ke tempat awal karena beberapa saat yang lalu Shikamaru—si ketua kelas—menegur mereka. Mumpung ada kesempatan, aku beranjak dari kursi dan menyamperinya. Di awal aku menunggu Tenten yang sedang bertanya. Lalu saat Tenten selesai, tanpa menatapku dia langsung kembali menaruh matanya ke mikroskopnya sendiri.

"Sensei, aku sudah mencoba mikroskop yang itu..." Walau ia tidak melihatku, kutunjuk mikroskop kelompokku yang saat ini sedang diotak-atik oleh Naruto. "Sepertinya mikroskop kelompok kami berjamur di bagian dalamnya. Boleh saya ambil yang lain?"

Kakashi-sensei hanya diam, menoleh pun tidak.

"Sensei—"

"Apa kau tidak lihat saya sedang apa?" Ia memotong kalimatku bersamaan dengan lirikan matanya yang terlihat sinis. Lalu ia menempelkan lagi matanya ke mikroskop.

Aku langsung mengerutkan kening, kaget ada guru yang seperti itu. Se-killer apapun Ibiki-sensei, ia tidak judes kayak tadi—yah mungkin pernah ke beberapa murid bandel yang gemar mengganggu pelajaran. Tapi tetap saja aku kesal, jelas-jelas aku bertanya dengan nada biasa, bukan merengek, manja atau pun apa... lagipula tadi sewaktu Tenten bertanya ia tampak normal-normal saja. Tanpa mengeluarkan suara lagi, kuputar tubuhku agar kembali ke meja, tapi langkahku terhenti saat mendengar suara Hinata yang sedang akan bertanya.

"Se-Sensei, aku tidak mengerti yang ini..."

Dari ekor mataku, kutatap dirinya yang masih fokus dengan mikroskop. Sempat kukira dia akan mengatakan hal yang sama ke Hinata, tapi ternyata aku malah dibuat kaget oleh tingkahnya. Dengan tenang dan tanpa tatapan sinis, ia menatap mata Hinata, lalu menjelaskan perlahan. "Kau harus tau dulu pengertian dasarnya—" Lalu penjelasan dari Kakashi-sensei tidak lagi kudengar karena sekarang aku sudah merutukinya dalam hati.

Apa-apaan guru baru itu! Aku punya salah apa sih sama dia!?

.

.

TO BE CONTINUED

.

.

Author's Note :

KakaSaku pertamaku! Terinspirasi dari 'kata-kata' my lovely and best sensei di sekolah yang selalu nyinisin aku—sekali lagi, sangat nyinisin AKU doang. Tapi di asli ngga ada romance-romance-an. Najong deh :P

Ini memang Sakura's POV semua. Tapi mungkin beberapa di chap besok-besok bakal ada Kakashi's POV sama normal POV. Karena masih awal, aku akuin fic ini aneh dan ngga jelas. Tapi aku usahain agar perasaan seorang murid yang disikapin ngga adil sama gurunya nanti makin kerasa.

.

.

Next Chap :

"Malam, Haruno."

"Apa kau mengira aku akan melakukan hal 'aneh' kepadamu, hm?"

"Harusnya aku yang marah. Aku guru di sini."

"Apa yang salah dengan penampilanmu hari ini?"

.

.

Review kalian adalah semangatku :')

Mind to Review?

.

.

THANKYOU