Disclaimer : Tite Kubo.

Warning : AU, OOC (maybe), typo(s).

Rate : T

Pair : Ggio Vega and Suì Fēng

Genre : Adventure, maybe Crime and maybe Romance.

Edited by YumitoClover


Ensnare's Fate.

Chapter 1


"Jadi, kau sudah menemukannya?" ucap seorang perempuan yang sedang duduk sambil menatap secangkir teh di hadapannya dalam sebuah ruangan gelap. Seorang pemuda membungkukkan badannya.

"Iya, dan aku berjanji akan membawa Ggio kembali ke sini." Tatapan mata pemuda itu berkilat tajam, dan perempuan tadi menyesap tehnya.

"Segera bawa tunanganku kemari, Tesla," perintah perempuan itu. Pemuda tadi kembali membungkukkan badannya.

"Tentu, Apache-sama." Setelah itu dia langsung berbalik dan keluar dari ruangan gelap itu, meninggalkan Apache yang tengah menatap teh di gelasnya sendirian.

xXxXx

Seorang gadis berambut biru tua dan berkepang, mengetukkan kakinya beberapa kali ke lantai, sambil bersedekap dan menatap sesosok pemuda—yang juga berkepang—sedang berciuman dengan seorang gadis yang ia kenal sebagai kakak kelasnya.

Pemandangan ini sudah biasa dia lihat, hampir setiap kali mereka pulang sekolah Soifon melihatnya. Gadis itu harus selalu berlarian kesana-kemari, hanya untuk mencari pemuda itu.

Pemuda itu membuka matanya dan menatap gadis berkepang di depan pintu, lalu ia mengangkat tangannya memberi isyarat untuk menunggunya. Gadis itu mendengus lalu menggeleng. Setelah itu dia langsung membuka mulutnya.

"Ggio!" bentaknya. Refleks si kakak kelas mendorong tubuh Ggio dan menjauhinya dengan wajah merah padam. Ggio langsung mengambil tasnya dan berjalan mendekati gadis berkepang tadi.

"Kita lanjutkan kapan-kapan, ya, Senpai," ucapnya sebelum menutup pintu. Gadis berkepang tadi, Soifon, langsung berjalan lebih dulu. Sambil sesekali dia mengumpat kecil. Ggio hanya bersiul pelan sambil mengikuti Soifon dari belakang.

"Kenapa kau suka sekali mengangguku?" tanyanya sambil membuka pembicaraan. Langkah Soifon berhenti dan dia berbalik menatap Ggio.

"Justru aku yang harusnya bertanya. kenapa kau suka sekali melakukan hal seperti itu?" Ggio hanya terkekeh, dan memandangi langit yang mulai berubah warna.

"Hei, mereka yang minta," jawabnya kemudian. Soifon mendengus dan kembali berjalan. Iris keemaannya bergerak memandangi rambut kepang gadis itu yang berkibar pelan. "Kau cemburu," ucap Ggio dengan pandangan mata yang kosong. Bukan, bukan pertanyaan yang terlontar tetapi sebuah pernyataan.

Sekali lagi Soifon berbalik dan menatap tajam Ggio. "Aku? Cemburu?" Ggio tersadar dari lamunannya dan menatap iris abu milik gadis itu. "Tidak mungkin." Dengan dua langkah besarnya, Ggio berhenti di hadapan Soifon.

"Bukan itu yang kumaksud, maksudku, kau cemburu karena belum pernah melakukannya, kan?" Pemuda berkepang itu menyeringai. Soifon mengerutkan alisnya dan langsung berbalik.

"Kenapa aku harus cemburu dengan hal yang sangat tidak penting seperti itu?" tanya Soifon dan terus melanjutkan langkahnya. Ggio kembali terkekeh dan mulai menjejalkan kedua tangannya ke dalam saku.

Dan dengan langkah besar lagi, ia telah berjalan sejajar dengan Soifon. "Shaolin Fon pembohong," ucapnya dengan suara rendah tepat di telinga gadis itu. Soifon mendengus dan langsung berjalan cepat, kembali memperlebar jarak antara mereka berdua.

Lalu, langkah Soifon berhenti di depan sebuah gang dan dia membalikkan badannya. "Dengar, aku tidak cemburu dengan hal-hal seperti itu, dan aku tidak peduli kalaupun kau mengataiku pembohong." Soifon langsung berbalik dan mulai memasuki gang itu.

"Soifon, aku selalu ada untukmu jika kau membutuhkan teman untuk berlatih!" teriak Ggio lalu pemuda itu langsung berjalan menuju rumahnya sendiri.

"Siapa juga yang mau berlatih dengannya," umpat Soifon sambil menendang kerikil yang ada di dekatnya. Gang itu selalu sepi pada saat-saat seperti ini, bahkan tak akan ada yang melewati gang itu selain Soifon. Tapi perempuan itu tidak takut, toh dia sudah terbiasa.

Tanpa mereka sadari seseorang sedang mengawasi mereka. Sosok itu berdiri di atas atap rumah dan mengenakan mantel hitam panjang. Rambut dirty blonde-nya tampak bercahaya tertimpa oleh semburat orange matahari yang mulai kembali ke peraduan.

Mantel hitam panjangnya berkibar pelan akibat tiupan angin yang baru saja melewati sosok itu. Matanya menatap fokus punggung Soifon yang berada paling dekat dengannya, punggung Ggio pun masih tertangkap oleh retina mata pemuda itu walau jaraknya sedikit lebih jauh.

Dengan pelan, pemuda itu melompat turun tepat mengarah ke Soifon. Gadis berkepang itu menghentikan langkahnya saat merasakan bayangan seseorang di atas kepalanya. Perlahan kepalanya terangkat dan detik itu juga matanya langsung terbelalak.

Dengan segera Soifon mengambil langkah mundur, tapi itu adalah keputusan yang buruk, karena pemuda itu langsung melayangkan tendangannya.

BUK!

"Soifon!" Ggio langsung menghentikan langkahnya saat mendengar bunyi debaman yang tak jauh dari tempatnya berdiri, dan tempat itu adalah tempat yang baru saja Soifon lewati.

Dengan segera Ggio berbalik dan berlari menuju tempat Soifon.

xXxXx

"Kapten Klub Karate Wanita memang hebat," puji pemuda itu lalu menurunkan kakinya yang ditahan oleh kedua tangan Soifon yang menyilang, namun sebagai gantinya tas Soifon terlempar entah ke mana.

"Apa masalahmu?" tuntut Soifon. Pemuda itu menyeringai dan dengan cepat tubuhnya hanya berjarak lima centi dari tubuh Soifon. Belum sempat Soifon berekasi sebuah pukulan mendarat di pipinya dan membuat gadis itu menabrak tembok di sampingnya.

"Tidak, tidak, aku tidak datang untuk bertarung tapi untuk membawamu pergi dari sini." Tesla menghampiri Soifon yang terduduk di aspal akibat pukulan yang baru saja dia terima. Cairan berwarna merah pun mulai mengalir dari sudut bibir Soifon.

"Apa maksudmu?" tanya Soifon sambil menahan rasa nyeri di pipinya. Tesla melebarkan seringaiannya.

"Kau akan aku bawa ke klan Hollow, karena kau adalah kunci seluruh harta peninggalan klan Shinigami." Soifon mengerutkan alisnya dan mulai bangkit dari tempatnya berdiri.

"Apa yang sedang kau bicarakan? K-klan? Hollow? Shinigami? Tuan, tampaknya kau sedang mabuk," ucap Soifon dengan tatapan tak percaya. Pemuda itu semakin menyeringai.

Dengan gerakan cepat, Tesla menangkap tangan Soifon dan memutar tubuh gadis itu hingga memunggungi pemuda itu. "Sesuai dugaan, ingatanmu telah dihapus oleh orang itu," ucap Tesla tepat di telinga Soifon.

"Kau salah orang," ucap Soifon dingin lalu menginjak kaki pemuda itu dan melepaskan tangannya dari genggaman pemuda berambut dirty blonde itu. Lalu, dia langsung mengambil tas yang tak jauh dari tempatnya.

Pemuda itu mundur beberapa langkah dan menjulurkan tangannya. "Aku punya cara lebih cepat untuk membuktikannya." Dan setelah itu tangannya menyentuh seragam Soifon, detik berikutnya seragam bagian belakang itu robek.

Langkah Soifon terhenti. Pemuda itu menyeringai saat melihat tato kupu-kupu di punggung gadis beriris abu itu. "Kaulah perempuan itu, kaulah Shaolin Fon pemegang kunci harta seluruh klan Shinigami, dan sekarang kau tak bisa mengelak, Nona."

"Soifon!" Soifon terbelalak saat menatap Ggio di ujung gang dengan napas yang terngah-engah. Dengan cepat Ggio berlari menghampiri Soifon yang sedang memegangi bahunya.

Pemuda tadi semakin melebarkan seringaiannya saat melihat Ggio berlari dengan cepat untuk gadis di hadapannya. Tesla langsung menarik Soifon ke belakangnya dan langkah Ggio pun terhenti.

"Apa yang kau lakukan pada Soifon?" bentak Ggio.

"Tesla Lindocruz," ucap pemuda itu memperkenalkan diri sambil membungkukkan badannya penuh hormat. Soifon semakin mengerutkan alisnya melihat sikap pemuda itu yang berubah drastis.

"Aku tidak menanyakan namamu!" bentak Ggio lagi dan langsung melayangkan pukulannya, namun dapat Tesla hindari dengan mudah. Saat Ggio kembali melayangkan pukulannya, Tesla langsung menahannya.

"Seharusnya kekuatan Anda tidak selemah ini, Ggio." Tesla meremas kepalan tangan Ggio dan setelah itu pukulannya mendarat di pipi Ggio. Tidak sekeras saat dia memukul Soifon tapi cukup membuat Ggio mundur beberapa langkah.

"Ruapanya, Anda benar-benar bersama dengan gadis ini, sungguh mengecewakan." Tesla melangkah mendekati Ggio dan kembali membungkukan badannya. "Aku akan datang lagi untuk menjemput Anda, Ggio-sama," bisiknya.

Ggio membelalakan matanya saat mendengar pemuda di hadapannya memberikan embel-embel '-sama' pada namanya. Tesla mengangkat tubuhnya dan kembali menatap Soifon di belakangnya.

"Aku hanya ingin memastikan keberadaanmu, Nona. Ingat baik-baik wajahku sampai kita bertemu lagi." Tesla menyeringai dan langsung melompat ke atas atap rumah dan menghilang secepat itu pula.

Hening. Kedua manusia berkepang itu saling terdiam dan berkutat pada pikiran maisng-masing. Sungguh, kata-kata pemuda bernama Tesla Lindocruz itu cukup mengejutkan.

Ggio yang pertama kembali ke akal sehatnya dan bergerak mengambil tas Soifon. Gadis berkepang itu tersadar dari lamunannya, saat merasakan langkah Ggio semakin dekat dengan tubuhnya.

Ggio menatap bagian punggung Soifon yang terbuka lebar, dan mengekspos tato kupu-kupu hitam di punggung itu. Ggio memejamkan matanya dan langsung membuka seragamnya, dan mengenakannya ke tubuh Soifon.

Soifon menatap kaus putih di tubuh Ggio dan menatap seragam pemuda itu yang kini berada di tubuhnya secara bergantian. Lalu, pandangan mata itu beralih ke iris keemasan si pemilik seragam.

"Apa maksud orang itu?" tanya Soifon. Ggio mendesah dan langsung menggenggam tangan Soifon.

"Sudahlah, tak perlu dipikirkan, ayo ... pulang," ajaknya. Masih terlihat jelas bias kebingungan di wajah mungil Soifon namun dia memilih untuk mengikuti teman masa kecilnya itu.

"Ggio, jangan ceritakan pada Urahara," pinta Soifon sambil menundukkan kepalanya. Ggio menatap gadis itu, lalu mengangguk.

"Ya."

xXxXx

"Okaeri, Soifon-san," sambut seorang laki-laki bertopi saat Soifon baru menjulurkan tangannya bersiap membuka pintu. "Ara? Vega-san? Kau mengantar Soifon-san?"

Ggio mengangguk, tapi Soifon diam dan tak menjawab. Urahara melirik seragam Ggio di atas seragam gadis itu. "Apa terjadi sesuatu dengan seragammu?" tanya Urahara.

"Bukan apa-apa, sampai jumpa besok, Ggio." Soifon langsung berlari masuk ke dalam kamarnya. Urahara melirik Ggio dan hanya dijawab dengan terangkatnya kedua bahu Ggio.

"Kau tidak ingin kembali ke rumah ini lagi?" tanya Urahara. Ggio langsung berbalik dan mulai melangkahkan kakinya.

"Tidak, terima kasih, Urahara-san," ucapnya tanpa membalikan badannya. Urahara menghela napas dan menutup pintu rumahnya.

xXxXx

"Ini semakin menarik," ucap seseorang dengan seringaian di wajah rubahnya. Flute yang sedari tadi berada di dekat mulutnya ia turunkan sejenak.

"Apa yang harus saya lakukan, Gin-sama?" tanya Tesla sambil menatap pria bermata sipit dan berambut silver itu. Pria itu tampak berpikir dan mengerutkan dahinya.

Setelah itu, sebuah senyum mengerikan terukir di wajahnya. "Kita temani mereka bermain, lagipula mereka yang akan menghampiri kita," ucap pria itu, lalu ia berjalan mengambil sebuah whiskey yang berada di atas mejanya.

Pria bernama Gin itu menatap Tesla sejenak, lalu menenggak whiskey di tangannya. "Amati saja mereka," perintah Gin dan meletakkan gelasnya kembali ke atas meja.

"Baik, saya permisi." Tesla membungkukkan badannya dan segera keluar dari ruangan itu. Gin bersiap memainkan flute di tangannya lagi, namun saat sedikit lagi menyentuh bibirnya, ia menghentikan gerakannya dan melirik Ulquiorra.

"Ulquiorra-san, kau menganggur?" Ulquiorra membetulkan posisi berdirinya dan menatap tuannya. "Kalau begitu, bagaimana kalau kau membuat permainan ini lebih menyenangkan?" seringaian di bibir Gin kembali terukir.

"Buat adikku dan gadis itu keluar dari rumah Urahara Kisuke. Dan ... aku mengizinkanmu melumpuhkan gadis itu terlebih dahulu," perintah Gin. Ulquiorra membungkukkan badannya.

"Sesuai perintah Anda, Gin-sama." Ulquiorra pun berjalan mendekati pintu yang membawanya keluar dari ruangan itu. Gin tersenyum dan memejamkan matanya, tangannya pun kembali bergerak, mengarahkan flute itu ke bibirnya.

Tak lama, sebuah alunan yang merdu keluar dari flute itu.

xXxXx

Sore itu, klub karate berlatih seperti biasa. Soifon berdiri dan menunjukan beberapa gerakan di depan barisan yang teratur itu. Sesekali telinganya menangkap pembicaraan dua orang anggota perempuan yang sedang membicarakan seseorang yang cukup menggemparkan sekolah.

Ya, sekolah cukup gempar hari ini dengan kemunculan seorang murid berambut hitam dan bermata emerald di sekolah mereka. Dia bukan murid baru di sekolah itu, karena ia tidak melakukan pengenalan diri seperti biasa, dan para guru juga tidak mengumumkannya.

Selama pelajaran pun pemuda itu berada di luar kelas, tidak mengikuti pelajaran sama sekali. Mereka pun mulai mengasumsikan bahwa pemuda itu adalah berandalan yang jarang masuk ke sekolah.

Dan kini, pemuda itu berdiri di depan pintu klub karate, sambil terus memandangi sang ketua klub. Setelah melakukan pemanasan Soifon pun menyuruh anggota klub untuk latihan bertanding bersama teman-temannya.

Soifon mengambil waktu itu untuk bersitirahat dan mengamati anggotanya. Alisnya berkerut saat menyadari pemuda bermata emerald itu sedang mengamatinya. Pandangan mereka bertemu.

Soifon berjalan menghampiri pemuda itu. "Mencari seseorang?" tanyanya. Pemuda bernama Ulquiorra Schiffer itu menatap datar Soifon.

"Tidak, aku ke sini untuk melumpuhkanmu." Seketika sebuah pukulan langsung dilayangkan oleh Ulquiorra, tapi langsung ditahan oleh Soifon. Tiba-tiba ruangan itu menjadi hening saat menyadari kedua orang itu akan berkelahi.

"Aku tidak memiliki waktu untuk meladenimu," ucap Soifon dingin. Ulquiorra mengatupkan kelopak matanya sejenak dan menghela napasnya. Lalu, ia menarik tangan Soifon.

"Kau tidak perlu meladeniku, karena aku tetap akan melumpuhkanmu." Setelah itu, Ulquiorra langsung menendang perut Soifon, hingga gadis itu terjatuh. Para anggota klub mulai berkasak-kusuk saat melihat adegan itu.

Soifon berdecak, dia tak terima jika dikalahkan di hadapan para anggota klubnya. Soifon bangkit dan mulai melancarkan serangannya. Tapi percuma serangannya dapat dipatahkan dengan mudah oleh pemuda itu.

"Akh!" erang Soifon, saat sekali lagi tubuhnya menghantam dinding ruang latihan itu. Darah kembali mengalir lancar dari sudut bibirnya. Keringat juga mulai turun dari pelipisnya.

Kuat. Pemuda di hadapannya itu kuat. Tidak ada satu gerakan pun yang dilancarkan laki-laki itu secara sia-sia. Soifon mengatur napasnya yang mulai terengah sampai seseorang dari klubnya maju untuk membantunya.

Soifon berdiri dan mengulurkan tangannya. "Mundurlah, aku dapat mengatasinya sendiri." Ulquiorra hanya menanggapinya dengan ekspresi dingin. Soifon kembali berlari menuju Ulquiorra.

Saat merasa dekat, Soifon berputar dan menendang pemuda itu. Tidak, hal itu tidak membuat kulit pucatnya mengeluarkan darah, tapi hal itu cukup untuk membuatnya terjatuh.

Soifon tidak memberi kesempatan bagi pemuda itu untuk bangkit, dan dia langsung memukul pemuda itu secara berkali-kali. Tapi, pemuda itu tidak lemah.

Dengan santai dia mengangkat kakinya dan kembali mengenai perut gadis itu. Kini posisi terbalik. Ulquiorra mencengkram seragam latihan Soifon dan mengangkat gadis itu perlahan.

Beberapa lebam mulai terlihat di kulit putih Soifon. Ulquiorra memutar tangannya dan menggunakan punggung tangannya untuk menampar wajah mulus itu.

"Kapten!" seru seseorang gadis berambut pendek.

"TIDAK ADA YANG BOLEH MEMBANTUKU!" teriak Soifon. Tentu saja, dia masih memiliki harga diri, mana mungkin dia memperoleh dengan cara licik seperti itu.

Gadis itu langsung berlari keluar dari ruangan latihan.

Soifon mengangkat kakinya dan mengenakan lututnya untuk menendang perut Ulquiorra. Pemuda itu mundur beberapa langkah dan melepaskan cengkramannya pada kerah Soifon.

Soifon membalas perbuatan pemuda itu dan menamparnya sekencang mungkin. Dan berhasil, darah mulai mengalir perlahan dari sudut bibirnya. Soifon bersiap memukul pemuda itu lagi, tapi tiba-tiba tangannya terhenti.

'Tidak, ini hanya latihan bukan ajang untuk membunuh,' batin Soifon.

Soifon menurunkan tangannya dan berbalik. "Aku sudah tidak ingin bermain lagi denganmu," ucap Soifon. Lalu, ia menatap anggotanya dan memejamkan matanya sejenak.

"Latihan dibubar—akh!"

Sret.

Seragam pada bagian punggung itu tercabik oleh senjata tajam yang ada di tangan Ulquiorra. Soifon menggerakan bola matanya ke arah Ulquiorra yang sudah berdiri di belakangnya.

Senjatanya yang—tampak seperti tangan dengan cakar yang tajam—basah oleh darah yang mengalir dari ujung cakar itu. "Aku tidak suka mengulangi perkataanku. Aku kemari untuk melumpuhkanmu."

Soifon terjatuh dengan perlahan ke lantai. Punggungnya terasa pedih dan darah yang semakin banyak terus mengalir. Para anggota klub hanya membelalakkan matanya saat melihat kaptennya tersungkur dengan darah dari punggungnya.

Beberapa wajah anggota klub itu memucat. "Keluar dari ruangan ini," perintah Ulquiorra dingin. "Atau dia… akan langsung kubunuh." Dengan tatapan ngeri orang-orang itu langsung berlarian keluar ruang latihan itu.

xXxXx

"Ggio! Ggio!" Tatsuki meneriakan nama pemuda berkepang itu di sepanjang koridor kelas dua. "Ggio, kau di mana?" teriak Tatsuki frustasi. Gadis itu menghentikan langkahnya. Ia biarkan tangannya bertumpu di kedua lututnya.

"Ggio ... SOIFON DALAM BAHAYA!" teriak Tatsuki dengan sekuat tenaga.

Ggio yang sedang berpelukan dengan seorang gadis di sebuah kelas yang tak jauh dari tempat Tatsuki, langsung membuka matanya dan mendorong gadis di hadapannya. Dengan cepat ia keluar dari kelas itu dan menghampiri Tatsuki.

"Di mana Soifon?" tanyanya sambil mencengkram kedua lengan Tatsuki. Tatapan matanya menajam, seolah siap menerkam Tatsuki saat itu juga jika ia tak memberikan informasi yang Ggio inginkan.

"Di ruangan latihan bersama orang itu," jawab Tatsuki cepat dengan napas tak beraturan. Ggio langsung melepaskan cengkramannya dan berlari menuju ruang latihan.

xXxXx

Ulquiorra menatap tato kupu-kupu di punggung Soifon yang terus mengeluarkan darah. Tapi, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Darah yang mengalir itu membentuk sebuah pola.

Kesadaran Soifon mulai hilang, tatapannya mulai kosong. "Rupanya benar kaulah kuncinya." Ulquiorra menarik Soifon untuk berdiri, tapi sepasang kaki Soifon terlalu lemah untuk menopang bobot tubuh gadis itu saat ini.

"Kunci? Apa yang kalian maksud?" tanya Soifon dengan sebelah matanya yang terbuka. Lalu, Ulquiorra memutar tubuh Soifon dan mengibaskan tangan kanannya yang mengenakan senjata itu. Tangan satunya menahan bahu Soifon.

Seketika, ujung senjata itu menajam dan membetuk cakar. Ulquiorra menyentuh aliran darah itu, namun tidak menusuk kulit Soifon. Gadis itu sedikit menyernyit sakit saat cakar itu menyentuh kulitnya.

Tiba-tiba aliran darah itu berhenti, lalu Ulquiorra mengarahkan cakar yang terdapat di jari telunjuknya dan menusukkannya tepat di tato kupu-kupu Soifon.

"Akh!" erang Soifon. Darah kembali mengalir deras saat luka itu semakin dalam dan aliran yang tadinya berhenti kembali mengalir lancar dan kembali membentuk sebuah pola.

BRAK!

"Soifon!" Ulquiorra memutar kepalanya menatap Ggio yang berdiri di belakangnya. Ia menarik cakar itu dari kulit Soifon dan gadis itu kembali mengerang. Ulquiorra belum melepaskan tangannya dari bahu Soifon.

"Ggio Vega...-sama," ucap Ulquiorra. Ggio menggertakan giginya dan mengepalkan tangannya.

"Jauhkan tanganmu darinya!" bentak Ggio dan bersiap memukul Ulquiorra. Tapi pemuda itu menarik Soifon ke depan tubuhnya dan memberikannya kepada Ggio yang sudah berjarak lima senti darinya.

Ggio menghentikan gerakannya dan menangkap Soifon yang langsung terkulai lemas di tangannya. "Aku akan mengambilnya, dini hari nanti. Dan Anda harus ikut denganku, apa Anda tidak ingin mengetahui siapa keluarga Anda ... yang sebenarnya?" Setelah itu Ulquiorra langsung meninggalkan ruangan itu.

Ggio menatap punggung Soifon yang mengeluarkan banyak darah. Ggio mengambil tas gadis itu dan mengambil seragamnya. Setelah itu ia kenakan untuk melapisi seragam latihannya yang robek.

Dengan hati-hati Ggio mengangkat tubuh Soifon dan menggendongnya … hingga mereka tiba di rumah Soifon.

xXxXx

Urahara langsung berlarian mengambil handuk untuk mengelap darah yang berada di punggung Soifon, saat Ggio baru saja tiba di rumah itu dan membaringkan Soifon di kasurnya.

Ggio memutar tubuh Soifon, agar Urahara dapat lebih mudah mengelap darah di punggung itu. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Urahara sambil mengelap darah itu.

"Dia diserang oleh seseorang yang ingin membawa Soifon," ungkap Ggio. Urahara menatap punggung Soifon yang mulai bersih dari darah. Tak lama, Soifon mengerjapkan matanya dan menatap Urahara.

"Mereka mengatakan sesuatu tentang klan Hollow, dan Shinigami, lalu aku adalah kunci." Suara Soifon mengagetkan Ggio yang duduk di sampingnya. Lalu Urahara meletakkan handuk itu ke dalam wadah kecil di sampingnya.

"Ururu!" panggilnya. Lalu, seorang gadis kecil datang dengan sebuah kotak P3K di tangannya. "Kita tunggu di luar, Vega-san." Ggio mengangguk dan mereka berdua pun keluar dari ruangan itu.

Ururu meminta Soifon untuk duduk sebentar karena dia akan membalutkan perban di punggung Soifon. Dengan perlahan Ururu membalutkan perban dari punggung Soifon hingga perut gadis itu.

"Jangan terlalu banyak bergerak, lukamu belum pulih sepenuhnya," pesan Ururu lalu menutup kotak P3K itu. Soifon mengangguk, lalu ia keluar dari kamarnya dan duduk di ruang tengah.

"Baiklah, aku tahu kau mengetahui sesuatu, Urahara," desis Soifon. Urahara mendesah.

"Apa yang dikatakan orang itu benar. Kau adalah pemegang kunci harta kekayaan klan Shinigami." Soifon terkekeh mendengar penjelasan Urahara.

"Kau gila? Baiklah, apa ini sejenis cerita heroine? Aku akan menyelamatkan dunia? Begitu?" Urahara menggoyangkan kipasnya dan menatap Soifon.

"Tidak, tato kupu-kupu di punggungmu adalah buktinya. Kau adalah keluarga yang mengabdi pada klan Shinigami yang secara turun temurun akan melindungi kerahasiaan harta klan itu."

Tidak terlihat reaksi mengejutkan dari wajah Soifon. "Anggap aku memang kunci itu. Lalu? Kenapa orang-orang ini mengincarku?"

"Saat itu klan Hollow menghancurkan klan Shinigami, tapi hingga detik ini mereka belum menemukan harta peninggalan klan Shinigami, yang menunjukkan mereka yang mengalahkan klan itu. Dan kau dapat mengantar mereka menuju harta itu," jelas Urahara.

Soifon terdiam sejenak, otaknya mengolah satu persatu kata yang tadi diucapkan Urahara. Lalu bola mata Soifon menangkap Ggio yang tengah duduk di hadapannya. Dia teringat ucapan Ulquiorra yang memanggilnya dengan sebutan: '-sama'.

"Lalu, siapa Ggio?" Urahara melirik Ggio dan memejamkan matanya sejenak.

"Dia temanmu saat kalian mengabdi pada klan Shinigami." Alis Soifon bertaut. "Tapi, aku tidak mengingatnya?" Urahara terkekeh.

"Tentu saja ingatan tentang klan Shinigami tak kau ingat. Ingatanmu telah dihapus, untuk melindungi kerahasiaan harta itu." Dahi Soifon semakin berkerut.

"Lalu, siapa kau?" Laki-laki itu kembali terkekeh.

"Aku ... hanya pelayan di klan itu." Soifon menyipitkan matanya. Dia tahu lelaki di hadapannya sedang berbohong. Tapi, dia memilih untuk berdiri dan kembali ke kamarnya.

Ggio ikut berdiri dan mengikuti Soifon. "Kau percaya kata-kata Urahara-san?" tanya Ggio saat pintu kamar itu tertutup.

"Entahlah," jawab Soifon dan mulai membaringkan tubuhnya. Ggio berjalan ke tepi kasur dan menyelimuti Soifon. "Yang lebih membuatku penasaran adalah—ah, sudahlah." Soifon memejamkan matanya. Tak lama Soifon mulai tertidur.

Ggio sendiri juga masih memiliki tanda tanya besar dalam kepalanya. Apa maksud orang-orang itu memanggilnya dengan sebutan '-sama'. Ggio membuka jendela kamar Soifon dan berjalan menuju balkon kamar itu.

Angin malam langsung mengibarkan kepangannya saat Ggio mengistirahatkan kedua lengannya di atas pembatas balkon itu. "Bagaimana keadaan gadis itu?" Ggio tersentak dan langsung memutar kepalanya.

Iris keemasannya terbelalak saat menatap Tesla berdiri di atas atap rumah itu. "Bukan aku yang menyerangnya, jadi jangan menatapku seperti itu." Tesla melompat turun.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Ggio tanpa basa-basi. Tesla terkekeh dan menyelipkan tangannya ke dalam saku.

"Hanya memastikan gadis itu tidak kabur. Ulquiorra sudah memberitahumu, dia akan menjemput gadis itu dini hari, tidak lebih tepatnya tengah malam nanti. Kau tahu, Ulquiorra tidak main-main dengan ucapannya."

Ggio mendengus. "Terima kasih atas informasinya," desis Ggio. Tesla kembali terkekeh dan merangkul bahu Ggio. Pemuda itu buru-buru menyingkirkan tangan Tesla dari bahunya.

"Padahal dulu kau suka merangkulku," gurau Tesla dan mulai bertopang dagu sambil menatap bintang di atasnya.

"Dulu? Apa yang sebenarnya terjadi? Pemuda bermata hijau itu juga menyebutkan sesuatu tentang keluargaku yang sesungguhnya. Apa maksud kalian?" Tesla mengalihkan pandangannya dan menatap Ggio.

"Tampaknya orang ini belum bangun dari tidur panjangnya. Kelak kau akan tahu. Tidak, maksudku, kelak Anda akan mengetahuinya, Ggio-sama," ucap Tesla dan membungkukkan badannya.

Lalu Tesla kembali melompat ke atas. "Jika kalian ingin kabur, masih tersedia waktu dua jam sebelum Ulquiorra datang," saran Tesla lalu melompat ke atap rumah yang lain.

Ggio melirik Soifon yang masih tertidur di kasurnya lalu menatap bulan yang bulat sempurna pada hari ini. Ggio mendesah dan kembali ke dalam kamar itu.

xXxXx

Dor! Dor! Dor!

Ggio terbangun dari tidurnya saat mendengar suara tembakan itu. Ggio langsung menggoyangkan tubuh Soifon di depannya. "Soifon, bangun!" Gadis berkepang dua itu mengerjapkan matanya beberapa kali dan bangkit dari tempat tidur itu.

"Ada ap—"

BRAK!

Perkataannya terhenti saat pintu kamar itu dibuka secara paksa oleh Urahara. "Kalian harus segera pergi, mereka datang, kali ini secara terang-terangan," ucap Urahara sambil membawa dua kotak di tangannya.

Soifon segera turun dari kasurnya dan mengambil beberapa pakaian ke dalam tasnya dan mengambil mantel panjang untuknya dan untuk Ggio. Lalu dia kembali menatap Urahara yang akan membuka kedua kotak itu.

Iris keemasan dan iris kelabu itu menatap isi dari kotak yang pertama. Kotak itu hanya berisi dua buah pistol, Urahara memberikannya satu untuk Soifon dan satunya lagi untuk Ggio.

"Pi-pistol?" tanya Soifon kaget. Urahara mengangguk. "Tapi, aku tak bisa menggunakannya." Urahara terkekeh.

"Dia bisa menggunakannya." Soifon menatap Ggio yang tengah menatap pistol itu dengan tatapan aneh. Ada perasaan familiar saat Ggio menyentuh benda itu. Lalu, Urahara membuka kotak yang satunya lagi.

Urahara mengambil sepasang senjata—yang berbentuk seperti tali dan di ujungnya berbahan metal dan berbentuk persegi panjang—untuk Ggio. "Ulurkan kedua tanganmu," perintah Urahara. Ggio mengulurkan tangannya dan Urahara melilitkan tali itu dan metal tadi berada di punggung tangan Ggio.

"Hentakkan tanganmu," perintah Urahara lagi. Ggio mengikutinya dan menghentakan tangannya. Seketika dari ujung metal itu membentuk senjata tajam yang datar, tipis dan panjang.

Lalu, Urahara memberikan satu senjata lagi untuk Soifon. Sebelum disuruh, Soifon sudah mengulurkan tangannya terlebih dahulu. Urahara melilitkan kain yang tampak seperti sarung tangan dan berwarna hitam dan emas.

Terdapat rantai emas di pergelangan sarung tangan itu yang menghubungkannya dengan sebuah cincin di jari tengah Soifon yang juga berwarna emas.

"Cara kerjanya sama seperti senjata Ggio. Gunakan hal ini untuk menghalau musuhmu," pesan Urahara. "Sekarang cepatlah pergi, Ururu sudah tak dapat menahan mereka lagi."

"Tapi, kami harus ke mana?" tanya Soifon.

"Temui Kyoraku, dia tinggal di perbatasan kota ini. Aku sudah menyiapkan motor di bawah kamar ini. Cepatlah sebelum mereka mengetahui motor itu," ucap Urahara lagi.

"Kya!" jeritan Ururu membuat Urahara semakin panik. Soifon menatap laki-laki yang telah merawatnya selama ini, lalu Urahara meletakkan tangannya di atas topinya dan tersenyum.

"Berhati-hatilah." Lalu, dia menatap Ggio dan mengangguk. Ggio membalasnya dan segera menarik Soifon untuk keluar dari kamar itu melalui jendela kamarnya.

Mereka berdua siap melompat. "Jangan menoleh apapun yang terjadi," ucap Ggio. Dan mereka berdua pun langsung melompat. Soifon langsung memejamkan matanya.

Tak lama terdengar bunyi tembakan yang mengarah ke mereka berdua. Ggio menginjak tanah lebih dulu, dan menangkap tubuh Soifon. Lalu, dia langsung mengarahkan pistolnya.

DOR! DOR!

Dua orang yang ada di atas atap itu langsung terjatuh. Soifon dapat merasakan Ggio tersenyum di balik ekspresi datar yang ia kenakan. Setelah itu, Ggio langsung menghampiri motor di dekat mereka dan menyalakannya.

BRUM!

Ggio memacu motor itu sekencang mungkin. Tak lama terdengar bunyi ledakan dari rumah itu. Soifon membelalakkan matanya. "Jangan berbalik," ucap Ggio. Soifon mengeratkan pegangannya pada ujung baju Ggio.

"Aku tahu dia bukan ayahku, dan aku juga sangat membencinya. Tapi, kenapa dengan diriku ini?" Soifon menggigit bibirnya, pelupuk matanya mulai terasa berat.

"Dia pasti baik-baik saja, 'kan?" tanya Soifon.

"Pasti."

Dari balik pepohonan di dekat rumah itu, seorang pemuda bermata emerald mendekatkan ponselnya ke telinga. "Misi sukses, kedua orang itu sudah keluar dari rumah Urahara Kisuke," lapor orang itu.

"Bagus. Setelah ini, Tesla yang akan mengawasi mereka, kembalilah ke markas," perintah orang itu.

"Baik."

xXxXx

Drap, drap, drap.

"Apache-sama, Ggio dan gadis itu sudah mulai bergerak," lapor Tesla yang sedang berjalan di belakang Apache. Gadis berambut pendek itu menghentikan langkahnya sejenak.

"Dan … sekarang Anda harus menuju markas di Kyoto." Kedua iris Apache yang berbeda warna itu menatap iris kecoklatan milik Tesla.

"Apa semuanya sudah disiapkan?" tanya Apache tanpa mengalihkan pandangannya. Tesla hanya menganggukkan kepalanya. Apache kembali memutar kepalanya dan melangkahkan kakinya.

"Akan kuberikan kejutan saat mereka tiba di Kyoto. Kau boleh pergi," perintah Apache.

Tesla membungkuk hormat dan langsung meninggalkan tempat itu.

"Akulah yang akan membangunkanmu dari tidur panjangmu, Ggio," gumam Apache pada dirinya sendiri.


To Be Continued.


A/N : Yo-ho~~~ aku dateng lagi loh dengan pair GgioSoi lagi pula, hihihi tapi genrenya berbeda loh hahahaha. Dan tetep kali ini aku masih make beta reader, kali ini kekasihku YumitoClover chu 3, makasih banget ya, sayang hihihihi. Yaudah gak usah banyak bla-bla-bla, langsung saja, bagaimana pendapat kalian tentang fic ini? Silakan utarakan di Review Page hihihi

Dan FYI, hari ini pas satu tahunnya aku bergabung dengan FFN loh~~ hihihihih

Makasih buat semuanya, yang meluangkan waktu untuk membaca fic ini

Sampai bertemu di Review reply dan chapter selanjutnya hihihihhi