"I-ini..."

Sosok pemuda berambut kelabu itu tertunduk sembari memegang salah satu kertas―dari file 9D―yang sudah agak lusuh―sedikit teremat tangan sang pemuda.

Pemuda itu masih tertunduk. Namun, kini ia mencari-cari―menghamburkan isi file― keluar secara acak. Selalu, dan selalu. Ia menemukan hal yang sama dalam setiap kertas data murid. Tangannya terus mengacak rak untuk data siswa 9D. Terus, dan terus―hingga berserakan tak karuan.

"Ha-hah-haha―HAHAHA!" tawa meledak lepas dari bibir sang pemuda. Mata sapphirenya tertutup oleh tawa yang lebar―dan bukan merupakan tawa murni kebahagiaan.

Suara tawa menggema di ruang yang berisi rak-rak tumpuk menjulang. Ruang data siswa itu kemudian mengheningkan cipta―sesaat setelah tawa terhenti. Ketika pemuda itu membereskan apa yang sudah dikacaukannya. Dengan kesadaran atas apa yang ia perbuat, tentu.

Ia menghela napas panjang ketika tumpukan kertas telah memasuki file asalnya―kecuali selembar data yang masih tergenggam. Rematan melusuhkan ujung dari kertas tersebut. Menghancurkan kesempurnaan lembaran dengan sebuah foto di ujungnya. Foto siswa dengan rambut hitam pekat yang ditemani dua mata crimson yang memancar datar.

Pemuda itu mengambil napas; dan melepaskannya tepat dengan matanya yang terbuka. Sapphire miliknya menyorot ramah kemudian. Dengan suara kecil, ia mengucapkan satu kalimat dengan lembut.

"Dasar anak-anak..."


JEMPANG ala 9D!

Chap 5: JEMPANG ala 9D!

Disclaimer: Kuroshitsuji from Yana Toboso/Square Enix

Warning: AU, OC, OOC, typo. Rate T untuk bahasa yang sedikit keras kali ini. Based on true story with changed. First Fiction in FKI. Entah, apakah fiksi ini akan berorientasi menjadi ajang shounen-ai SebastianXCiel atau tidak...

Don't Like Don't Read!

JEMPANG ala 9D!: 2011: M. Gabriella


"Haah... guru itu sudah tahu rasanya. Well, saatnya kembali."

Gumaman terdengar dari siswa yang sedari tadi bersandar di tembok. Dirinya memacu kakinya untuk segera pergi dari tempat itu. Sebelum ketahuan menguping. Dalam waktu hitungan detik, hentak langkah tedengar membahana di koridor yang senyap.

.

.

.

Sebastian Michaelis―lebih dikenal sebagai ketua kelas 9D―berjalan perlahan menuju loker siswa. Siswa berambut kelam itu menuju ke salah satu loker dengan palang namanya; nomor 014, tidak buruk.

Tangan kuat miliknya memutar kunci loker, dan membuka pintu loker begitu kunci terbuka. Saat akan mengambil sepatu olahraga―pelajaran tetap berlangsung, setelah pelajaran fisika sang wali kelas―Sebastian menemukan suatu benda asing. Keningnya sedikit berkerut ketika mengetahui benar, itu bukan barang yang ada di lokernya sebelumnya.

Sepucuk surat. Itu hal yang mengganggu lokernya. Semula, ia pikir itu adalah surat cinta―well, dengan berat hati, haruslah diauki ia memang SANGAT populer―dari salah seorang siswi.

Namun, ada sedikit keanehan di surat itu. Bila itu adalah surat cinta, biasanya berwarna pink―merah dari Grell jangan dimasukkan hitungan―yang menggambarkan betapa kasmarannya sang pengirim. Sayangnya, amplop ini berwarna putih; dan itu adalah warna formal. Sebastian tertarik dan mulai membacanya kemudian.

.

Hei, ketua kelas, jangan buang dulu surat ini.

Kumpulkan teman-temanmu di fisika jam terakhir.

Yakinkan mereka untuk masuk kelas, apapun yang terjadi.

Walau dengan berat hati, aku harus mengakui bahwa hanya kau yang kuandalkan kini.

Kelas 9D butuh bicara baik-baik denganku.

Jangan abaikan surat iniatau kau mungkin akan menerima surat yang sama; namun dari Yang Terhormat Wakil Kepala Sekolah kita.

Sekian. Dari: Mr. Phantomhive (wali kelas 9D)

P.S: Jangan komentari bentuk suratku! Aku bukan guru bahasa!

.

Sebastian tersenyum sejenak. 'Gaya bahasa guru ini aneh,' pikirnya. Yah, kendati demikian, ia tak tahan untuk tak tersenyum kecil. Ia mengambil sepatu olahraga putihnya, serta meletakkan kembali surat putih itu.

Meregangkan tangan ke udara, Sebastian menguap dan berucap, "Yak, ada 'sedikit' pekerjaan untukku!".

Ia berlalu sembari menenteng sepatu olahraga putihnya. Sang ketua kelas tersenyum damai dengan menutup mata. Mengucapkan satu kalimat positif―tidak biasanya.

"Yeah, sesekali menyenangkan Ciel, tak masalah bagiku."

.

.

.

[Skip Time; Last Lesson | NOW, 9D]

.

.

.

Grek!

Tap. Tap. Tap.

Pintu 9D terbuka agak kuat. Beberapa murid menghambur masuk dengan tatapan berbeda untuk masing-masing individu―namun, jengkel dan kesal menjadi nomor satu.

Beberapa perusuh kelas―setidaknya, itu julukan mereka sebelum hari ini―memasuki kelas dengan menguap. Grell lebih parah... menguap sambil mengibaskan rambut merah panjangnya. Berakibat beberapa murid tertahan iklan-shampoo-gagal selama beberapa menit.

Beberapa pasang mata melihat jijik pada siswi yang menyandang gelar Ms. Middleford. Yang sedang ditatapi, hanya diam mengerjakan sesuatu―entah PR atau bukan, tidak jelas―dengan sibuknya. Beberapa lainnya, hanya mendumel tak jelas. Salah satunya bahkan mengeluarkan aura hitam, kala menepuk pundak sang ketua kelas.

"Sebastian Michaelis, jelaskan padaku... kenapa kita kembali lagi ke sini untuk mengikuti pelajaran bocah itu?" ucap Claude dengan nada datar. Mengucapkan tanpa ekspresi, dan menaikkan kacamatanya beberapa saat kemudian.

Sebastian menengok dengan aura tak kalah hitam. Ia hanya mengumbar senyum iblis miliknya. Senyum yang sangat amat memaksa. "Sebaiknya, jaga ucapanmu, Claude Faustus."

Sementara ada petir di antara kedua dahi-mulus-keduanya, sesuatu terjadi. Dengan entah dramatis atau malah kocak, petir itu terputus. Well, bukan karena mereka yang memutuskannya, melainkan siswa dengan mata sipit mucul di antara tubuh Sebastian dan Claude yang siap tempur.

"Sudah, sudah, hentikan," ucap Lau dengan senyum yang menambah kadar kesipitan matanya. Namun, beberapa saat kemudian, senyumnya terhenti dan terganti oleh suara dingin yang cukup keras, "karena sikap asli kita tak perlu dilihat orang luar."

Orang yang sadar akan hal itu, tertohok. Ia mencoba mengabaikannya. Ya, tentu semua sudah tahu bahwa memang yang disindir adalah seorang Elizabeth Middleford. Tragis memang, mengetahui bahwa mereka membenci salah satu teman sendiri dengan cap pengkhianat. Sebelum keadaan bertambah panas, pintu yang terbuka menyelamatkan Lizzie.

Grek!

"Hai, 9D! Kujamin kalian bosan melihatku―"

"―KALAU SUDAH TAHU, CEPAT KELUAR!" Alois Trancy berteriak marah pada sosok di ambang pintu. Pemuda berstatus guru wali kelas 9D itu hanya tersenyum angkuh. Melangkah masuk ke kelas tanpa mengindahkan tatapan aneh para penghuninya. Dengan ringan, Ciel menduduki meja guru di depan.

"Jangan berteriak begitu broken home-child," ucap Ciel datar. Namun demikian, wajahnya mengumbar senyum kemenangan menyaksikan reaksi Alois yang geram―namun ditahan Claude.

"Hee... mau menguji kami rupanya," lontar Lau yang duduk di bangku daerah belakang. Ia merupakan satu dari beberapa siswa 9D yang bertahan dalam posisi duduk.

"Kalau merasa bahwa kau adalah penerus got sebaiknya jangan ikut-ikutan, Lau," ucap Ciel dengan senyum tak bersalah. Mata sipit Lau langsung membuka mendengar apa yang Ciel ucapkan. Kendati ia menahan amarah, cengkraman di tangannya masih berdiam di tempatnya.

"Ka-kau! Dasar bocah... beraninya menghina kami dengan itu!" bentak Grell dengan wajah histeris. Gayanya yang serampangan menjadi sedikit tegas kali ini.

"Aduh... yang ayahnya pernah operasi implan payudara, kalau bisa diam saja, ya!" Ciel berkata dengan ringannya. Senyum masih menyertai wajahnya, saat wajah Grell memerah marah dengan mata membelalak.

"Hih, sepertinya, pengkhianat membeberkan segalanya untukmu," ucap Undertaker datar. Suasana 9D yang benar-benar panas ini membuat semua pihak bertindak defensif. Ciel masih tersenyum sambil berpikir, apa yang akan ia lontarkan untuk murid dengan perawakan seram itu. Namun, setelah menimang baik-baik, ia memutuskan menyimpan kalimat yang akan terlontar.

"Su-sudah, Mr. Phantomhive... hentikan...," ujar Lizzie lirih. Sayangnya, tanggapan kosonglah yang menyambutnya.

"Kau ini hanya mengoceh sejak tadi, guru baru," ucap datar dari sang ketua kelas. Sebastian Michaelis melipat tangannya di dada dengan tatapan datar. Tak peduli akan apa yang dilontarkan untuknya.

"Ah ya, masih ada sang ketua kelas di sini. Terima kasih, telah mengumpulkan teman sekelasmu, hei pembunuh," Ciel berujar dengan sangat ringan. Seolah apa yang ia ucapkan adalah hal biasa. Dan kali ini, apa yang diucapkan Ciel sungguh di luar kendali. Membuat Alois berteriak lagi.

"APA MAUMU, GURU SIALAN?"

Hening.

Diam untuk bermenit-menit kemudian. Ciel Phantomhive membuka suara dengan perlahan, kemudian.

"Mauku... untuk mengetes, seberapa tebal, topeng dari anak-anak pungutan Ratu. Seberapa keras, besi yang terpancang di kelakuan dari anak-anak dengan masalah berat bagi negeri. Seberapa tinggi, tembok yang diciptakan oleh kalian, anak-anak yang diberi hadiah dari Ratu―untuk bersekolah di sini."

Semua mata membelalak dengan posisi mulut yang membeo. Guru ini tahu segalanya. Apa rahasia dari 9D yang selalu hancur tiap tahun. Rahasia bahwa memang kekacauan itu tercipta sebagai refleksi siswa-siswi yang penat akan kehidupan dunia belakang mereka. Kehidupan yang tidak diinginkan mereka―yang ingin bebas seperti anak lainnya―membuat mereka bersenang-senang di sekolah yang didirikan penampung mereka.

Ya, Ratu merupakan pendiri St. Angel Mary. Sekolah yang aslinya merupakan sekolah penampung anak-anak di bawah umur yang sudah berhubungan dengan dunia belakang. Sekolah yang kemudian menjadi sekolah umum berkedok sekolah anak-anak berekonomi menengah ke atas.

Meski sedikit beralih fungsi, St. Angel Mary masih mempertahankan satu kelas setiap tahun dengan isi tujuan awal didirikannya sekolah ini. Sekolah yang memberikan satu kelas khusus untuk pelepasan penderitaan anak-anak tersebut, 9D.

Yang paling penting dari segalanya, St. Angel Mary berdiri bukan karena Ratu kasihan pada anak-anak itu. Melainkan karena mereka berbahaya, dan Ratu butuh memantau mereka. Sungguh ironi.

"K-KAU YANG TAK TAHU APA-APA MENGENAI KAMI, SEBAIKNYA DIAM!" bentak Maylene yang tak tahan dengan suasana ini. Sniper bayaran perempuan itu menahan menarik pistolnya di saku―untuk ditembakkan pada guru itu.

"Tidak, Maylene. Dia tahu segalanya. Termasuk mengenai kondisi dirinya juga. Kita bisa mendengar pengakuannya sendiri. Silahkan, Mr. Phantomhive," ujar Sebastian dengan senyum tanpa arti. Membuat beberapa murid terperangah. Sebelum mereka bisa berkomentar, Ciel langsung melanjutkan.

"Terima kasih, Sebastian Michaelis. Nah, semuanya, pernahkah kalian berpikir, mengapa yang datang ke sini sekarang, bukanlah guru lemah biasa―yang akan langsung angkat tangan atas kalian?" Ciel bertanya dengan tatapan melembut. Masih diam di meja gurunya. Semua―kecuali beberapa―tampak mengerutkan kening.

"Itu karena aku mempunyai masa lalu sama seperti kalian. Rumah orangtuaku terbakar habis oleh mafia suatu organisasi. Aku pun menjadi anggota organisasi itu, untuk membalas dendam pada orang yang telah membunuh kedua orangtuaku," Ciel berkata dengan nada yang berat. Tampak ia sedikit malas membuka masa lalunya. Ran Mao yang mulai tertarik, menyela Ciel.

"Lalu?"

"Lalu aku berhenti setahun yang lalu. Tentu kalian bisa menebak, bahwa aku telah membunuh orang yang menghancurkan hidupku―dan aku berhenti dari organisasi itu dengan rapi."

"A-apa, membunuh? Bocah sepertimu, bisa membunuh?" ujar Grell dengan terbata. Ia sedikit tidak percaya dengan apa yang guru di hadapannya perbuat.

"Jangan menilai sesuatu dari luarnya, Suttcliffe," ujar Ciel dengan menatap tangannya. Jemarinya bergerak-gerak sebelum mengepal kemudian, dan melanjutkan ucapannya. "Bisa kulanjutkan?"

Mendapat anggukan dari beberapa siswa, berarti mereka mulai tertarik. Ciel menarik senyum sebelum tersenyum.

"Aku kembali ke Inggris tak lama setelahnya. Ratu mengetahuinya dan langsung menempatkanku di sekolah ini. Memintaku mengajar 9D tanpa pemberitahuan mengenai apa yang akan kuhadapi di kelas ini," Ciel menutup matanya sembari mengingat permintaan Ratu, begitu ia kembali ke Inggris. Beberapa detik berlalu, dan pemuda itu melanjutkan ceritanya.

"Atas petunjuk dari Ruang Data Siswa―atas saran Middleford―aku mengetahui alasanku ditempatkan di sini. Ratu ingin aku mengajar―dan bertemu―dengan anak-anak yang senasib denganku. Yang lebih mengenaskan, Ratu menempatkanku di sini, sekaligus untuk mengawasiku. Well, sulit pasti bagimu, untuk percaya penuh pada bekas pembunuh yang kembali ke negerinya."

Ciel bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan ke tengah kelas―tengah para siswa-siswi 9D.

"Aku paham betul apa yang kalian rasakan. Kita mirip, anak-anak. Kita bisa berbicara baik-baik, jika ini alasan kalian membenciku. Kenapa tidak mencoba untuk berdamai, dan berkonsultasi untuk meringankan beban? Jangan menjudge orang dari luar, anak-anak."

Ciel mengakhiri 'khotbah'nya dengan senyum tulus. Membuat hampir seluruh kelas terperangah. Dengan malu, mereka melengos. Ya, guru itu berhasil.

Ciel Phantomhive berhasil menjinakkan 9D mulai detik ini.

"Kurasa, semua sudah selesai bukan, Mr. Phantomhive?" Sebastian bertanya dengan suara ramah―yang baru pertama kali didengar Ciel semasa ia menjejakkan kaki di St. Angel Mary.

"Aku―mewakili seluruh 9D, meminta maaf atas perbuatan kami," ucap Claude dengan menatap seluruh kelas yang mengangguk pasti padanya.

"Terima kasih, Peringkat Kedua," ucap Ciel dengan tersenyum manis pada Claude. Sayangnya, senyum itu tak meredakan kedutan di sudut dahi Claude. Ciel tidak mengacuhkan hal tersebut; dan memilih duduk kembali ke mejanya.

"Sudah, terima saja, Peringkat Kedua," kekeh Sebastian pada Claude. Menimbulkan petir tak kasat mata lagi di antara keduanya. Lau hanya tersenyum meringis melihat pertengkaran mini kedua temannya.

"Dasar anak-anak..."

Walau Ciel berkata dengan volume terendah sekalipun, semua telinga di 9D mendengarnya. Melihat gerak-gerik Ciel yang bersiap memulai jam pelajaran kedelapan―jam ketujuh habis hanya oleh 'khotbah' panas murid dan guru―para murid duduk kembali dan membuka buku fisika.

"Kerjakan halaman 123-125. Kujamin, Madam Red telah menerangkan untuk kalian. Ah, ya, kerjakan sebaiknya, karena nilai pertama kalian di pelajaran ini akan diambil dari hasil pekerjaan kalian."

Dengan tenang, semua kembali ke kegiatan belajar-mengajar. Ketenangan yang sangat amat jarang didapat di 9D.

Sang ketua kelas hanya tersenyum kecil sembari mengerjakan pekerjaannya.

.

.

.

Beberapa menit berlalu. Claude dan Sebastian menampilkan raut santai―yang berarti mereka telah selesai. Atas keajaiban apa, kedua rival itu menatap satu sama lain, tanpa sengaja. Paham bahwa persaingan bisa dimulai lagi, keduanya berlari secepatnya―saling mendahului dapat nilai―ke meja guru.

Namun, alis keduanya berkerut, ketika melihat di balik buku fisika membentang, Ciel tertidur. Mungkin, guru mereka lelah, setelah segala yang terjadi hari ini. Melihat hal ini, Claude mengisyaratkan pada teman-temannya untuk maju medekat. Sementara beberapa anak membereskan meja baru beralih maju, Claude berdialog dengan Sebastian.

"Hei, ketua kelas, sebaiknya kita bebas-tugaskan dia dari pekerjaan jahil sehari-hari kita," Claude berucap tanpa menoleh pada Sebastian. Namun, ia tetap dapat melirik seringai Sebastian dari sudut kacamatanya.

"Yeah, hanya untuk hari ini saja."

.

.

.

"Hei, semua! Jadi, kita akan menerima guru ini?" tanya Alois yang tiba-tiba sudah ada tepat di belakang Sebastian dan Claude. Keduanya beserta seluruh penghuni 9D menengok. Semua saling menengok dan mengangguk.

"Tentu saja, y-ya 'kan, kawan?" tanya Lizzie takut-takut―masih khawatir dimusuhi. Namun, senyumnya mengembang kala semua mengangguk dan tersenyum padanya.

"Yah, kalau begitu, apalagi yang dapat kita ucapkan, selain―" Lau berucap dengan jeda di akhir. Karena ia tahu, satu kelas akan melanjutkannya bersama.

.

.

.

"―Welcome to 9D, Mr. Phantomhive!"

Seketika, senyum mengembang tipis di wajah tidur sang guru. Sedang bermimpi indahkah? Tidak ada yang tahu. Hanya saja...

―Mimpi indahnya mungkin telah benar-benar terwujud kini.

.

.

.

.

.


.

.

.

.

.

fin.


A/N: Akhirnya... MASALAH SELESAI! Hiksu... JEMPANG ala 9D! tamat juga! Terima kasih atas dukungannya! :"D/

Thanks to: Mousy Phantomhive • Lacie C. Fraij • ClouLune Moonsky • nasaka • lanturn1412 • Nirmala Azalea Maurish • nekochan-lovers • SoraShieru • Seina Rokuta Hanagata • Claraferllia • qisty phantomhive evilLenoir • Kagami Hikari

.

Akhir kata, REVIEW!


edited: chapter six until chapter nine have been deleted due to one or two reasons. this story ends here. thank you for supporting! [03/11/13]