Onigirly

by

Shena BlitzRyuseiran


Disclaimer: Masashi Kishimoto

Pairing: SasuxHina

Rated: T for 'Tobat' mungkin bakalan turun jadi K+ atau malah K. Ahihihihihi...

Warning: AU, entah kenapa Konoha jadi punya sawah, Sasuke diem-diem tapi OoC juga! Absurd abis, gaje puoool!

Summary: Disentuh cewek? Pingsan. Dipeluk cewek? Pingsan. Dicium cewek? Mati tuh kayaknya! Itulah takdir Uchiha. "Kutukan? Tapi Sasuke puteraku itu terlahir untuk gadis-gadis Konoha, Ki Orochimaru!"


.

.

Fugaku mengehela nafas berat. Wajahnya dingin tanpa ekspresi. Semakin menajamkan pandangannya pada pemuda di hadapannya, Uchiha Sasuke.

"Jadi aku harus bagaimana sekarang, Ayah?" tanya Sasuke pelan.

Fugaku semakin sulit bernafas. Kali ini tanggung jawab sepenuhnya ada di tangannya. Tapi harus bagaimana lagi?

Memang karena sebuah keteledoran di masa lalu, Sasuke lah yang harus menanggung akibatnya.


Flashback

Tujuh belas tahun silam, lahirlah Uchiha junior kedua di tengah-tengah keluarga pasangan Fugaku-Mikoto. Anak laki-laki sehat dan tampan. Fugaku menatap tidak percaya pada puteranya yang diberi nama Sasuke ini. Ternyata gen bawaannya bisa menghasilkan bayi tampan ini, sama halnya ketika Mikoto melahirkan anak pertama mereka, Itachi.

Seperti dalam tradisi keluarga Uchiha, setiap bayi yang lahir, pihak keluarga pasti mengadakan pesta selamatan dan siraman rohani oleh Dai kondang Hidan yang akan menyampaikan beberapa patah kata dan mendoakan*fuah*untuk si kecil.

Datang tak dijemput, pulang tak diantar!

"Bagus ya~ aku gak diundang pada pesta ini!" sebuah suara menyebalkan yang berasal dari Ki Orochimaru, kuncen gunung Hokage, mengagetkan semua tamu-tamu yang sedang dalam masa sukacita ini.

Fugaku menutup mulutnya. Dia lupa! Satu orang yang WAJIB diikutsertakan ke dalam kategori 'Tamu yang harus diundang, kalau tidak diundang bisa bikin repot!' adalah Ki Orochimaru.

"Maafkan saya, Ki! Saya benar-benar lupa!" sesal Fugaku.

Pemilik rambut panjang bak iklan shampo yang masih hitam memukai walaupun usianya hampir kepala enam ini hanya membuang muka saja.

"Cuih! Apa dengan minta maaf bisa mengubah suasana hatiku yang sedang kesal karena tidak kebagian makanan ini, HAH?" teriaknya geram.

Fugaku sekuat tenaga menahan untuk tidak sweatdrop. Jadi karena makanan.

"I-ini…Ki Orochimaru. Ambil saja semuanya!" Mikoto mengambil nampan besar berisi makanan dan mengulurkannya pada Orochimaru. Tapi Orochimaru langsung menepisnya dengan dramatis.

"Dengar ya! Aku tidak bisa melupakan dendam makanan ini. Karena itu aku akan mengutuk puteramu itu sebagai balasan sakit hatiku ini!" teriak Orochimaru sambil menunjuk bayi laki-laki yang ada di gendongan Mikoto, Sasuke.

Semua tamu-tamu langsung terkejut dibuatnya.

"Aku akan membuat anakmu mati muda! Menginjak usia tujuh belas tahun, dia akan pingsan setiap kali ada perempuan yang menyentuhnya dan mati bila ada perempuan yang menciumnya! Uwehehehe…" teriaknya sambil tertawa antagonis.

"A-apa! Itu kutukan yang sangat nista sekali!" Itachi kecil mulai menyuarakan diri. Menentang keras kutukan ini.

"Jangan banyak cingcong lo, cing!"

Fugaku mulai bergetar dan berteriak-teriak histeris. "Tapi Sasuke puteraku itu terlahir untuk gadis-gadis Konoha, Ki Orochimaru!"

Ki Orochimaru berkacak pinggang. "Protes mulu!" decaknya.

"Bagaimana menghilangkan kutukannya?" tanya Itachi kecil. Heran, si Itachi kok bisa ngerti gitu sama pokok permasalahan yang bahkan Fugaku yang notabenenya orang dewasa saja kurang begitu paham soal ini. Rasanya seperti tidak logis saja.

"Gampang. Wanita yang menyentuh anakmu, tapi anakmu itu tidak pingsan, itulah jodoh anakmu!" serunya.

"Bagaimana menemukannya?" gumam Fugaku.

"Kau pikirkan saja sendiri tujuh belas tahun lagi! Yu' ya' yu!" Ki Orochimaru langsung menghilang ditelan asap putih setelah sebelumnya membawa serta nampan berisi makanan yang ditepisnya barusan.

End of Flasback


Tentu saja dengan sedikit kata-kata yang ditambah-tambahkan, Fugaku bisa meyakinkan Sasuke kalau kutukan itu bukanlah kesalahan siapa-siapa. Dia memang tidak ingin dibenci oleh anaknya ini.

Ki Orochimaru itu tahu sekali apa yang ditakutkan oleh Fugaku. Mikoto telah lama wafat dan meninggalkan beban keluarga seberat ini seorang diri padanya yang sudah renta ini. Itachi, jelas tidak bisa dipergunakan saat ini. Dan hidup di kota itu memang mengerikan. Anak-anak gadis di sini memang terkenal keagresifannya. Fugaku sudah mendengarnya dari semenjak Sasuke memasuki usia TK dimana banyak anak-anak perempuan yang menyentuhnya. Waktu itu sih gak apa-apa. Tapi sekarang sudah tujuh belas tahun nih!

Sasuke tidak tahu apa yang terjadi padanya. Kutukan itu ia dengar dari Ayahnya.

Efeknya mulai terasa saat usia Sasuke genap tujuh belas tahun pada 23 juli lalu. Bertepatan pada hari itu, Sasuke selalu pingsan bila disentuh oleh anak perempuan. Padahal biasanya tidak pernah begitu.

Saat disentuh perempuan, tiba-tiba saja kepala Sasuke terasa pening bukan main, kakinya mulai kram, ingin muntah darah dan beberapa saat kemudian semuanya terlihat kabur.

Kenapa semua kabur? Karena saat ini sedang terjadi kebakaran!

Hal ini dikemukakan secara langsung oleh Haruno Sakura-saksi mata-yang mengaku baru saja menyentuh jari telunjuk Sasuke, tapi Sasuke langsung pingsan di tempat. Berbeda lagi dari pengakuan Yamanaka Ino yang merasa hanya menyentuh lengan Sasuke, kemudian dikejutkan dengan robohnya Sasuke dari tempat duduknya. Dan kita kembali dibingungkan oleh pengakuan Karin yang bilang kalau dia baru akan menyentuh pipi Sasuke, tapi Sasuke sudah pingsan duluan. Padahal baru kepegang poninya doang!

Dan inilah laki-laki yang terbuang karena kutukan.

Sasuke melangkahkan kakinya semakin cepat. Ransel hitam besar setia di gendongannya. Matanya sekali-kali melirik ke secarik kertas yang dipegangnya, alamat Kakek Madara.

Menurut pemikiran Fugaku yang dilandasi dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh teman-temannya, Sasuke lebih aman tinggal di desa daripada di kota, tinggal bersama Kakek kandung Sasuke. Karena sampai saat ini, Fugaku belum siap mental untuk kehilangan Sasuke.

Sasuke melewati jembatan kecil yang menghubungkan suatu desa di tempat itu. Semakin dipercepat saja langkah kakinya. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul 09.06. Sudah mulai siang, tapi tidak terasa panas sama sekali. Padahal cuaca sedang tidak mendung.

"Aduh, Ujang. Kasep-kasep teuing!" sapa seorang ibu-ibu yang sedang berjongkok untuk menanam padi saat Sasuke melewat ke sawah.

Sasuke hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Mengingat dia tidak tahu apa yang diucapkan oleh ibu-ibu barusan. Tapi kata Ayahnya, 'kasep' itu berarti ganteng atau tampan. Jadi ibu-ibu barusan bilang dia tampan? Ah, biasa aja!

Kali ini Sasuke harus melewati jembatan yang lumayan panjang yang terbuat dari bambu. Di bawahnya sungai berair jernih mengalir dengan derasnya. Terlihat beberapa orang yang hilir mudik mengangkut barang dan hasil panennya ke seberang jembatan.

Tak lama akhirnya Sasuke tiba di jalan besar juga. Jalanan beraspal yang tidak terlalu besar. Berbeda dari kota dengan mobil-mobil besarnya, jalanan ini hanya dilewati pengendara sepeda [roda tiga] dan satu dua mobil pickup.

"Sasuke?"

Sekelebat bayangan seseorang dari depan yang berlari ke arahnya, membuat Sasuke memicingkan matanya. Dia membetulkan letak ranselnya. Saat semakin dekat saja, barulah Sasuke mengenali sosok tersebut.

"Kakek? Kakek!" Sasuke mengerjap-ngerjapkan matanya. Kemudian ikut menyamai langkah sosok tersebut.

"Beneran ini Sasuke?" tanya sosok yang diketahui bernama Uchiha Madara ini dengan kedua tangan diletakkan di masing-masing pundak Sasuke, mengguncang-guncangnya.

"Beneran lah~ masa ini halusinasi?" ujar Sasuke.

Kakek Madara menuntun Sasuke berjalan dengan tangannya yang merangkul pundak Sasuke. Dia tidak percaya. Cucu yang dulunya masih setinggi lututnya ini sekarang sudah tumbuh jauh lebih tinggi darinya. Dan…semakin tampan seperti dirinya. Dan banyak lagi hal-hal yang seperti dirinya yang disandingkan dengan Sasuke.

"Kenapa gak bilang-bilang mau ke sini sekarang? Kalau bilang, Kakek jemput di perapatan," ujarnya sambil berjalan. Sasuke hanya mengangguk mengerti. "Untung kau tidak tersesat!" lanjutnya lagi sampai keduanya memasuki halaman sebuah rumah. Rumah Kakek Madara. Memangnya siapa lagi orang di desa ini yang mengecat tembok rumahnya dengan motif uchiwa selain dari keluarga Uchiha?

Sasuke dan Kakek Madara menyamankan diri duduk di kursi di teras rumah. Kicauan burung peliharaan di sangkar rumah ini, membuat rasa lelah Sasuke akibat berjalan jauh semakin berkurang. Pemuda yang punya rambut semodel Noctis Lucis Caelum itu memejamkan matanya sejenak saat angin sejuk menerpa wajah dan menggoyangkan sedikit helaian rambut hitamnya.

Sasuke menghela nafas.

"Kau jadi sering pingsan?" berkat pertanyaan itu, Sasuke kembali membuka matanya. Menatap ke arah kakeknya yang memasang tampang serius. Kakek Madara adalah salah satu orang yang tahu kutukan itu.

"Umm…" Sasuke bergumam tidak jelas sambil memiringkan tubuhnya ke samping. Kembali ia menutup matanya.

Kakek Madara merengut lalu beranjak dari kursi dan menepuk pelan kepala Sasuke. "Jangan tidur di sini. Masuk ke rumah!" perintahnya.


Kakek Madara dikejutkan oleh kedatangan Kades ke rumahnya. Biasalah, kalau ada tamu atau sanak keluarga dari luar desa, kita wajib melapor 10x24 jam. Dan berita kedatangan Sasuke sebagi cucu dari Uchiha Madara sudah tercium sampai ke pelosok desa. Udah kayak bangke aja si Sasuke!

"Oh, jadi ini yang namanya Nak Sasuke?" seru Kades bermarga Hyuuga itu saat melihat Sasuke keluar dari dalam rumah. Sasuke menutup mulutnya yang baru saja akan menguap itu. kemudian berjalan menghampiri Kakek Madara dan Kades yang sedang duduk-duduk tersebut.

"Nah, Sas! Perkenalkan, ini Hiashi-san, Kepala Desa di sini," kata Kakek Madara memperkenalkan.

Sasuke mengangguk dan menjabat uluran tangan dari Hiashi.

"Yah, mungkin hanya itu saja. Kalau begitu, saya permisi pamit dulu," Hiashi bangkit dari kursi yang diikuti juga oleh Kakek Madara.

"Loh, buru-buru sekali?"

Hiashi tertawa renyah. "Itu, mau melihat-lihat dulu yang lagi kerja di sawah. Sekalian mau ngenterin makanan buat mereka," jelas Hiashi. Ketiganya sudah sampai di depan tembok pagar rumah sampai sebuah suara mengalihkan perhatian mereka.

Dari arah kiri datanglah seorang gadis yang berjalan anggun menghampiri ketiganya. "A-ayah," serunya.

Sampai gadis tersebut berdiri di samping Hiashi, Sasuke hanya memperhatikannya saja. Gadis berponi yang seumuran dengannya menenteng rantang ukuran sedang di tangan kirinya. Sepintas terlihat jari telunjuk kiri si gadis itu memakai plester luka. Rambut indigo-nya dikepang dua, khas gadis-gadis desa. Dia memakai rok berwarna putih selutut dengan motif bunga lavender, dan menggunakan sweater cewek berwarna ungu muda untuk atasannya.

Berhubung Sasuke tidak tahu nama gadis ini, marilah kita panggil saja si gadis ini dengan sebutan 'gadis berambut kepang'.

"Ini puteri saya. Namanya Hinata. Hyuuga Hinata,"

Marilah kita panggil dia Hinata.

"Hinata, ini dia Sasuke-san yang baru datang dari kota itu," ucap Hiashi pada Hinata.

Hinata mengangguk pelan kemudian melempar senyum manis. "Sa-saya Hinata," ucapnya malu-malu. Tangan kanannya terulur ke depan Sasuke. Sasuke tidak bergeming.

Dengan cepat Kakek Madara sudah ada di depan Sasuke, membelakanginya.

"Ahahaha…Maaf, Hinata. Sasuke ini orangnya sedikit alim. Tidak boleh bersentuhan dengan yang bukan mukhrimnya," kata Kakek Madara.

Hinata tersentak kaget. Buru-buru dia menarik kembali tangannya yang terulur itu. Dengan wajah cemas Hinata membungkuk beberapa kali untuk meminta maaf.

"Hm. Begitu ya?" Hiashi terlihat mengusap-usap dagunya. "Sekarang ini sulit sekali menemukan pemuda seperti cucu Anda, Madara-san," katanya melirik sekilas ke arah Sasuke yang saat ini tengah mengalihkan pandangannya ke samping. Kemudian menoleh pada Hinata yang tertunduk malu di sebelahnya. "Hinata ini puteri kesayangan saya. Mungkin saya bisa percayakan Hinata pada cucu Anda," lanjutnya.

"A-apa?" Sasuke kaget bukan main. Dia kan datang ke sini agar jauh dari gadis-gadis yang mengakibatkan dia kehilangan kesadaran. Kenapa malah disuruh mempercayakan Hinata pada dirinya? Apa maksudnya itu?

"Tentu saja. Sasuke ini orangnya bisa diandalkan!" jawab Kakek Madara mantap sambil merangkul pundak Sasuke.

Bahkan Kakeknya ini juga tidak bisa diandalkan. Sama seperti Ayah yang juga tidak bisa diandalkan! Like father, like son!


Akhirnya Sasuke dan Hinata pergi berdua juga.

Salahkan pada Kakek Madara yang bilang Hinata ini bisa mengajaknya melihat-lihat desa Konoha. Aduh, padahal kaki Sasuke baru sembuh dari pegal-pegalnya, sekarang malah diajak jalan kaki lagi. Ugh!

Tapi nanti kalau Hinata menyentuh dan macam-macam pada Sasuke bagaimana? Masa nanti dia pingsan di depannya sih?

"Justru Kakek curiga kau yang akan macam-macam padanya!" Kakek Madara hanya menimpalinya seperti itu.

Sasuke sedikit tertohok mendengarnya. Kakeknya ini apa sudah gila? Mana berani Sasuke macam-macam sama puteri kesayangan Kepala Desa.

Tapi tak apalah. Yang namanya Hinata ini kelihatannya cewek pendiam dan pemalu. Jangankan nyentuh, melihat wajah lawan bicara saja kelihatan kayak yang gak ikhlas gitu. Mana berani dia nyentuh-nyentuh Sasuke. Kecuali yang pas mau kenalan itu. Yang itu kan kasusnya beda. Dia gak tahu soalnya. Dimana-mana yang namanya gak tahu itu, gak bakalan jadi dosa. Kecuali kalau gak tahunya dibuat-buat.

Asalkan ngajaknya bukan ke sawah sih, Sasuke oke-oke aja! Tapi pernyataan itu langsung digugat habis oleh Madara yang langsung menyampaikan pidato berjudul 'Mutiara Dalam Lumpur' pada Sasuke. Ngomong apaan sih?

Sepanjang perjalanan, keduanya hanya terdiam saja. Gak enak banget! Tidak ada yang punya keinginan untuk memulai pembicaraan. Pembicaraaan kecil seperti mantan pacar, misalnya?

"Kenapa harus ke sini?" tanya Sasuke pendek. Menatap tidak suka pada Hinata. "Kenapa harus ke sawah?" rengutnya kesal.

Hinata menoleh sebentar. "A-aku harus mengantarkan ini," jawabnya sambil mengacungkan rantang yang dibawanya sejak tadi ke depan Sasuke.

Sasuke menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Menatap punggung Hinata yang semakin jauh meninggalkannya. Mendengus kesal, Sasuke mulai menggulungkan celana hitam panjangnya sampai sebatas lutut. Berbeda dari kaki para laki-laki di desa ini yang hitam juga ditumbuhi bulu kaki yang keriting, kaki Sasuke jauh lebih putih dan mulus dari kaki para wanita kebanyakan di desa ini. Dengan bulu kaki yang saling silang [ini bulu kaki, apa sikat gigi] hasil dari cukur bulu kaki yang rutin dilakukan oleh Sasuke, bisa terlihat hasilnya saat ini.

Sasuke mulai melangkahkan kakinya. Pijakan pertama….

Pnyek!

…kotoran sapi!

"Mooooo…"


Keduanya duduk bersebelahan di saung milik salah seorang petani di sawah itu. Sasuke melirik sekilas ke arah gadis di sampinganya. Hinata terlihat menutup matanya sambil menghirup dalam-dalam udara yang masuk ke paru-parunya. Angin memang berhembus pelan. Memainkan helaian demi helaian poni rambut Hinata. Pandangan Sasuke pada Hinata langsung terhenti saat kedua bola lavender milik gadis Hyuuga itu terbuka dan balas menatapnya.

Sasuke langsung mengalihkan wajahnya ke arah lain.

"Oh, iya!" Hinata berseru. Sasuke kembali menoleh ke arahnya. Hinata tampak sedang membuka kotak berbungkuskan taplak meja-halah- yang sedari tadi dibawanya itu.

"Ini Sasuke-san," ucap Hinata menjulurkan sebuah nasi kepal di depan wajahnya.

Sasuke sweatdrop. "I-ini…Onigiri?" tanyanya agak ragu. Hinata mengangguk mantap.

Sasuke menerima onigiri tersebut dari Hinata-tanpa bersentuhan dengannya. Sedetik kemudian, bahu Sasuke terlihat bergetar. Kemudian dia terkikik geli. Gila aja ya, onigiri…onigiri yang itu, yang biasa Sasuke makan di bawah pohon Sakura untuk hanamian, sekarang dia memakannya di sawah? Ampun DJ! Hinata ini benar-benar merubah kodrat alam!

Menurut Sasuke ini lucu? Sudah pasti lucu!

Tapi kikikkan Sasuke langsung lenyap ketika melihat onigiri yang dipegangnya ini. Menatap onigiri ini tajam-tajam. Hingga onigiri-nya bolong gara-gara tusukkan mata Sasuke.

'Di onigiri kenapa ada darahnya?' batin Sasuke. 'Bukan! Bukan darah! Pasti selai strawberi. Inovasi baru sebuah onigiri!'.

Tak sengaja arah pandangnya tertuju pada jari telunjuk kiri Hinata yang memakai plester luka.

'Ini memang darah!' jerit Sasuke dalam hati.

"Sa…Sasuke-san, ti-tidak dimakan?" tanya Hinata.

Sasuke bingung sendiri. Dia meletakkan kembali onigiri tersebut di kotak, mengatakan kalau dia sama sekali tidak lapar karena sudah makan di rumah tadi. Hinata yang pada dasarnya orang yang penuh perhatian ini, hanya mengangguk saja.

Akhirnya Sasuke meraih gelas yang ada di hadapannya dan menuangkan air di tempat minum yang dibawa Hinata, kemudian meneguknya.

"Hah!" Sasuke bernafas lega saat air dingin itu mengalir di tenggorokannya yang terasa kering. Kemudian berniat meletakkan kembali gelasnya. Tapi gerakkannnya sempat terhenti ketika Hinata mendekat dan semakin mendekat ke arahnya, kemudian mengulurkan sebuah sapu tangan dan mengusap tetesan dari air yang diminum oleh Sasuke barusan.

Sasuke berjengit. "Ma-mau apa kau?" karena terlalu panik dan mundur ke belakang terlalu cepat, membuat Sasuke menubruk tiang dari bambu di saung tersebut. Menyebabkan saung sedikit bergoyang dan…

Braaaak!

Sebuah panci yang sengaja ditaruh di atas saung, tanpa basa-basi lagi jatuh dan menimpa kepala Sasuke.

Sasuke pingsan di tempat.

"S-Sasuke-san…Sasuke-san…"

TBC


Kata Ui:

Dibilangin jangan pegang cewek juga. Loh, si Sasuke gak pegang ya? hohohoho...

Oke, bayangin aja si Sasuke and family itu tinggal di Konoha tapi di kotanya, sedangkan Hinata di Konoha tapi desanya. Walaupun agak-agak bikin pusing, demi kelancaran cerita, pikiran aja kayak gitu. XDD

Gak tau musti ngomong apa. Review, minna-san?

Ciao!