Attention! : Fic ini adalah bonus chapter dari fic saya yang sebelumnya, Saikyoudai's Side Story. Namun jika anda belum membaca S.S.S., langsung membaca fic ini juga tidak apa karena fic ini terkesan 'lepas' dari S.S.S. dan di dalam fic ini tidak terlalu banyak hal yang berkaitan dengan S.S.S. Santai saja dalam membaca ;)


Based on 'Eyeshield 21' by Riichirou Inagaki & Yuusuke Murata

Bonus Chapter From Saikyoudai's Side Story

Genre : Romance-Drama-and maybe Angst [tetep ngga ngerti genre X'Da]

Rated : T

Pairing : HiruMamo [Minor Pairing : Taka X OC]

Chapter : 1 of 4

Author alert : gaje, abal, ide pas-pasan, biasa aja, datar, garing, kayak sinetron, lebay, mohon hati-hati dalam membaca, jangan lupa review yak! X'D

An Eyeshield 21 Fanfic,

Learn to Say 'BROKE UP'

by Uni-hime Karin Scarlet

1st Lesson : Impossible Word

WARNING!

Contains OC, and maybe more OOC than my previous fic. If you hate OC or OOC, don't read this *weird* fic.


Melodia L'arcobaleno Italian Café, 06.52p.m.

Melodia L'arcobaleno. Sebuah café Italia elit yang berada di pusat kota Tokyo. Seluruh menunya adalah masakan Italia dengan minuman wine-wine kelas atas. Biasanya hanya orang-orang asing ataupun orang-orang kalangan atas yang datang ke sini. Namun malam ini sebuah keajaiban terjadi. Seorang pemuda dan seorang gadis―yang diyakini sebagai mahasiswa―menempati salah satu meja di café itu. Kenapa disebut keajaiban? Tentu saja, tadi telah dijelaskan bahwa café ini adalah café kelas atas, harga menu di café ini pun sudah tentu kelas atas juga. Lalu bagaimana caranya seorang mahasiswa dan seorang mahasiswi bisa berada di sini? Kalau mereka berasal dari keluarga kaya, itu mungkin saja. Namun sayang sekali, tampang mereka adalah tampang orang biasa.

"Suzuna, kenapa aku merasa kalau orang-orang sedang memperhatikan dan membicarakan kita, ya?" tanya pemuda berambut coklat bernama Sena Kobayakawa itu pada gadis di depannya.

"Tentu saja, kau pikir anak muda dengan tampang 'biasa' seperti kita ini selalu bisa masuk dengan mudah ke café mewah ini? Mungkin hanya sekali dalam 10 tahun, Sena," jawab gadis berambut biru bernama Suzuna Taki tersebut.

Ya, Sena Kobayakawa dan Suzuna Taki. Mereka berdualah yang telah sukses menggemparkan seisi Melodia L'arcobaleno Café. Sena Kobayakawa dengan tuxedo-nya yang biasa-biasa saja, dan Suzuna Taki dengan gaun biru tuanya yang juga biasa-biasa saja. Jelas pakaian itu terlalu 'biasa' untuk ukuran café ini.

BLETAAAKK

Aw, kenapa Suzuna memukul author?

Jelas saja, masa' gaun seperti ini masih dibilang biasa!

Kalau kau tidak percaya, lihat saja sekelilingmu! =.='

Memang benar. Para tamu Melodia L'arcobaleno Café terlihat begitu glamor. Suzuna dan Sena sih hanya terlihat seperti anak-anak. *author mohon diri untuk kabur karena nggak mau ditimpuk Suzuna lagi =.='*

"Suzuna, kau benar-benar yakin Mamori-neechan dan Hiruma-san akan datang?" tanya Sena sekaligus memotong perdebatan antara Suzuna dan author.

"Yakin sekali! Kemarin aku melihatnya dengan mataku sendiri!" jawab Suzuna tegas. Sena mengerutkan alis setengah tidak percaya. Suzuna pun menceritakan hal yang dilihatnya kemarin.

Flashback

Langit mulai tampak kemerahan begitu Suzuna meluncur keluar dari Enma Daigaku.

GABRUUKK

"Aw!" Suzuna tak sengaja menabrak seseorang di tikungan.

"Gomennasai!" ucap Suzuna dan orang yang ditabraknya bersamaan. Lalu mereka membuka mata dan menatap wajah satu sama lain.

"Suzuna?"

"Mamo-nee?" Suzuna kaget. Orang yang ditabraknya itu ternyata Mamori Anezaki.

"Aduuh, maaf banget Mamo-nee, aku benar-benar tidak sengaja. Biar kubantu bereskan," sahut Suzuna. Ia mengambil barang-barang yang berserakan di jalan karena ulahnya tadi. Barang bawaan Mamori kala itu cukup banyak. Kebanyakan data statistik tentang tim-tim amefuto dari bebagai universitas. Suzuna memungut sebuah buku, dan sebuah kartu terjatuh dari dalam buku itu. Suzuna mengambilnya. Apa ini?

Melodia L'arcobaleno Italian Café

Ordinato da tavola : 5 [1]

07.00p.m.

Acquirente, [2]

Youichi Hiruma

Suzuna melongo membaca tulisan yang ada pada kartu tersebut. Bukan hanya karena tidak mengerti, tapi karena nama yang tercantum pada kartu itu. Suzuna membuka matanya lebar-lebar lalu mendekatkan kartu itu ke matanya. Ia cermati baik-baik tulisannya untuk memastikan ia tidak salah baca.

YOUICHI HIRUMA

Ternyata mata Suzuna tidak salah. Memang nama itulah yang tercantum di sana.

SRET

Dengan cepat Mamori merebut kartu yang ada di tangan Suzuna. Sungguh gerakan yang terlambat, karena Suzuna telah melihatnya, melihat nama yang tercantum di kartu itu.

"Eeh, sudah ya Suzuna, aku sedang terburu-buru, sampai jumpa!" salam Mamori seraya berlalu meninggalkan Suzuna. Tuh kan, jelas kartu itu benar, kalau tidak pasti Mamo-nee tidak akan terburu-buru begitu, hmm…

Flashback End

"Aku yakin sekali! Walaupun aku memang nggak ngerti bahasa di kartu itu, tapi jelas-jelas nama You-nii tertulis di situ!" Suzuna menegaskan dengan mata berapi-api. Ah Suzuna, setiap melihat wajahmu yang seperti itu aku jadi ingin menangis... Karena setiap wajahmu seperti itu rasanya aku akan terlibat dalam hal yang berbahaya, batin Sena.

"Sst, Sena! Sudah jam 7 nih! Cepat pakai headset-mu! Aku sudah memasang alat penyadapnya di bawah tempat gula tadi, dengan headset ini kita dapat mendengar semua pembicaraan mereka!" perintah Suzuna dengan cepat. Sena pun segera melakukan apa yang diperintahkan Suzuna dengan cepat pula.

-Learn to Say 'BROKE UP' © karin-mikkadhira-

Melodia L'arcobaleno Italian Café, 07.00p.m.

Seorang gadis berambut coklat digelung dan seorang pemuda berambut spike pirang memasuki Melodia L'arcobaleno Café. Gadis itu terlihat sangat anggun dengan gaun elegan berwarna violet yang membalut tubuhnya. Sementara itu pemuda yang ada di sampingnya juga terlihat gagah―walau sedikit menakutkan―dengan setelan Armani yang dikenakannya. Seorang waiter menghampiri mereka dan mempersilakan mereka melepas mantel masing-masing. Gadis berambut coklat itu melepas mantel putihnya yang terlihat hangat, dan pemuda berambut pirang itu juga melepas mantel hitamnya yang terlihat mahal. Sang waiter menerima kedua mantel tersebut, lalu mempersilakan gadis berambut coklat dan pemuda berambut pirang itu untuk duduk di meja yang sudah dipesan. Meja nomor 5.

"Mereka datang! Tutupi wajahmu, Sena! Soalnya dari sudut ini wajahmu bisa terlihat oleh salah seorang dari mereka!" oceh Suzuna dengan cepat. Sena menanggapinya dengan ekspresi bingung.

"Tutupi? Dengan apa?" tanya Sena kebingungan. Sena mengedarkan pandangannya pada semua barang yang ada di atas meja, dan kelihatannya tak ada benda yang bisa digunakan untuk menutupi wajahnya.

"Ini! Aku sudah membawa ini untuk jaga-jaga. Detektif Suzuna tak mungkin melewatkan perlengkapan penyelidikannya!" jawab Suzuna sambil mengedipkan mata. Ia memberikan beberapa lembar koran pada Sena. Sena mengerutkan alisnya. Penyelidikan apa? Bukannya penguntitan ya?

Mamori dan Hiruma masih duduk dalam diam di meja nomor 5 tersebut. Mamori memandangi Hiruma, sementara Hiruma memandangi sekitarnya, memastikan tidak ada orang yang dia kenal di café itu. Hiruma mengedarkan pandangannya, lalu menyeringai seakan telah menemukan mangsa. Dan yang menjadi mangsanya malam itu tidak lain ialah Sena, yang sayangnya kurang sukses meyembunyikan tubuhnya dengan koran yang diberikan Suzuna. Hiruma langsung tahu kalau gadis yang duduk di depan 'cebol sialan' itu adalah 'cheer sialan'. Kekeke, si cebol sialan itu tambah tinggi rupanya, Hiruma menyeringai.

"Youi―" Mamori tiba-tiba membelai tangan Hiruma. Dengan cepat Hiruma menghentikannya dengan sedikit gerakan di tangan.

"Eh?" Mamori masih bingung dengan tindakan Hiruma barusan. Hiruma pun memberikan isyarat dengan kode tangan yang hanya diketahui olehnya dan Mamori. Mamori terbelalak saat mencerna kata demi kata yang diucapkan 'tangan' Hiruma. Bersikap seperti biasa, kita akan membicarakan soal amefuto sampai si cebol sialan dan cheer sialan yang sedang menguntit kita dari meja nomor 12 itu pergi, ucap 'tangan' Hiruma.

"Nah, mau pesan apa, manajer sialan?" tanya Hiruma langsung setelah gerakan tangannya berhenti.

"Untuk makanan pembukanya bagaimana kalau Bruschetta[3]?" jawab Mamori tenang.

"Bagus juga, minumnya? Aku mau Espresso saja deh," balas Hiruma.

"Kalau begitu aku pesan Capuccino," balas Mamori lagi. Hiruma pun segera melambaikan tangannya untuk memanggil waiter. Seorang waiter segera menghampiri mereka dan dengan cepat mencatat pesanan mereka. Sementara itu di meja nomor 12 yang cukup jauh dari meja nomor 5 tersebut, seorang gadis sudah mulai merasa gerah.

"Pesan-pesan melulu! Cepat bicara! Ngomongin tentang hubungan kalian kek, atau apa gitu!" kata Suzuna sewot sambil membanting headset-nya. Sena berusaha menenangkannya.

"You― Eh, Hiruma-kun, ano…" ucap Mamori seakan mengabulkan harapan Suzuna. 'Antena' di atas kepala Suzuna pun mulai bergerak dan ia cepat-cepat membetulkan kembali posisi headset-nya.

"Apa?" tanya Hiruma datar. Namun sebenarnya Hiruma menyeringai dalam hati.

"Jadi… bagaimana tentang pertandingan melawan Oujou Daigaku? Menurutku sih, mainkan saja semua pemain angkatan kita. Aku yakin Shin juga akan turun tangan," kata Mamori datar, jelas, tegas, aktual, tajam, dan terpercaya. *halah lebay, emang berita apa? XD*

"Aku setuju. Turunkan si rambut liar sialan, dread sialan, dan tahi lalat sialan di offense maupun defense," balas Hiruma.

"Bagaimana kalau masukkan Akaba?"

"Ah, ya, dia juga akan sangat berguna, kekeke," jawab Hiruma sambil mengambil secarik tisu dari tempat tisu di hadapannya. Lalu diambilnya pulpen dari saku jasnya. Ia pun mulai menggambar beberapa formasi amefuto di ;kertas tisu tersebut.

"Kita bertaruh dengan Wishbone, biarkan si rambut panjang sialan itu berlari atau melompat atau berjalan di udara atau apalah sesuka dia, bolanya akan kuserahkan pada si rambut liar sialan," Hiruma menjelaskan. Lalu mereka mulai berdebat tentang formasi, bahkan sampai menghabiskan 2 gulung tisu toilet.

Sementara itu, cukup jauh dari meja nomor 5, aura neraka begitu terasa. Aura itu berasal dari seorang gadis bergaun biru tua, Suzuna Taki.

"Apa? Apa-apaan ini? Kita datang ke sini untuk menguntit kencan mereka tapi mereka datang ke sini hanya untuk membicarakan amefuto? Lucu hah!" umpat Suzuna. Kesal. Bagaimana tidak? Seluruh usaha yang Suzuna keluarkan hanya untuk malam ini, hanya untuk memuaskan rasa keingintahuannya yang besar terhadap pasangan setan dan malaikat itu, gagal, total. Bayangkan bagaimana pengorbanan Suzuna. Dari mengajak Sena, menyiapkan kostum, properti, dan memesan tempat, semua diatur oleh Suzuna. Ia bahkan merelakan semua uang yang ada di dalam celengannya. Suzuna melepas headset dan menyingkirkan semua peralatan menyadapnya yang lain. Dihadapkannya telapak tangannya di depan wajah. Menguntit mereka berdua adalah kesalahan terbesar yang pernah kubuat.

Hiruma menyeringai. Dipanggilnya waiter dan ia meminta agar mangkuk gulanya diganti dengan yang baru.

"Cukup, Sena, aku mau pulang," ucap Suzuna lemas seraya berdiri.

"Eh? Apa tidak kita tunggu dulu sebentar lagi?" tanya Sena. Suzuna menggeleng lemas.

"Sudah cukup, sebaiknya kita pulang sebelum Mamo-nee dan You-nii menyadari kita menguntit mereka. Toh apa yang akan mereka lakukan itu hak mereka, sebaiknya kita tidak menggangunya," jawab Suzuna. Sena tersenyum kecut. Biasanya Suzuna pantang menyerah dalam hal seperti ini. Tapi kalau Suzuna sudah bilang begitu, mau tidak mau Sena harus menyetujuinya. Suzuna pun menggandeng Sena keluar dari Melodia L'arcobaleno Café.

"Sudah pergi, ya?" tanya Mamori sambil meletakkan pulpennya. Hiruma mengangguk kecil sambil meneguk Espresso-nya.

"Suzuna nggak marah, tuh? Nanti dia jadi sebal lagi karena sikap kita seperti ini," balas Mamori sedikit khawatir. Hiruma tersenyum tipis.

"Setidaknya dia jadi sadar betapa buruknya menguntit seseorang, kekekeke." Hiruma terkekeh. Mamori yang sedang meneguk Capuccino-nya pun tersedak begitu mendengar kata-kata Hiruma.

"Uhuk… uhuk… Betapa buruknya menguntit seseorang katamu? Memang kamu tahu betapa buruknya itu?" tanya Mamori sangsi.

"Tentu saja! Kekekekekeke," jawab Hiruma masih sambil terkekeh.

"Lalu kenapa kau terus-terusan melakukan hal itu walau tahu itu buruk?" tanya Mamori lagi. Sebenarnya Mamori sudah mengetahui jawaban Hiruma, tapi ia masih penasaran. Hiruma terkekeh semakin keras.

"Tentu saja karena itu menyenangkan! Kekekekeke. Memang ada alasan lain ya?" jawab Hiruma santai. Mamori melambaikan tangannya, mengisyaratkan kata 'tidak' pada Hiruma. Suasana pun menjadi hening sesaat. Hiruma masih mengecek 'formasi tisu' tadi, kalau-kalau ada yang bagus. Hari ini ia tidak membawa laptop Sony VAIO dan senapan AK-47 kesayangannya. Mungkin ada rencana lain? Entahlah, hanya Hiruma yang tahu…

Mamori menatap lembut Hiruma. Jarang-jarang Mamori bisa menatap Hiruma dengan tatapan seperti ini. Lebih tepatnya ia tidak bisa melakukannya. Fakta bahwa Mamori dan Hiruma berhubungan―sebagai kekasih―hanya diketahui oleh Agon, Yamato, dan Taka. Sena dan Suzuna sendiri tidak tahu pasti―mereka hanya mengira-ngira. Sebenarnya Mamori ingin, ingin sekali, bisa menatap Hiruma seperti ini setiap hari, setiap saat. Namun Hiruma selalu menghindarinya saat ia memberikan perhatian lebih. Karena itu, malam ini adalah malam yang cukup spesial baginya.

"Oke, mereka sudah pergi. Lalu sekarang, apa?" tanya Mamori memecah keheningan―dan penuh harap.

"Apanya?" Hiruma balik bertanya sambil tetap mengutak-atik 'formasi tisu' tadi.

"Haah? Kau yang mengajakku kemari dan kau yang memesankan tempat. Kalau seandainya tadi Sena dan Suzuna tidak ada, apa tujuan kita kemari?" tanya Mamori lagi, sekarang lebih jelas.

"Apa tujuannya? Tentu saja untuk makan malam, manajer baka! Memangnya kau pikir aku mengeluarkan uangku, membelikanmu gaun, membayarimu ke salon, dan pesan tempat di sini untuk apa?" jawab Hiruma sambil memotong Bruschetta-nya. Mamori meringis. Membelikanku gaun? Membayariku ke salon? Memangnya siapa yang menginginkan hal itu? Kau sendiri yang tadi sore tiba-tiba menyeretku ke butik dan salon! Itu pun kamu nggak bayar kan?

"Jadi cuma itu? Terima kasih deh untuk gaun dan salonnya, aku pergi," ucap Mamori seraya beranjak dari duduknya. Mamori kesal. Hiruma mengikis semua harapannya hanya dalam 30 detik. Hiruma segera merespon gerakan Mamori dengan menahan tangan Mamori.

"Duduklah, jangan emosi begitu. Kaubahkan belum menyentuh Bruschetta-mu," kata Hiruma melembut [?]. Mamori hanya merengut dan kembali duduk. Jari-jari Hiruma mulai menyapu poni Mamori. Mamori menepisnya dengan satu gerakan.

"Jangan sentuh aku," ucap Mamori ketus. Dialihkannya pandangannya dari wajah Hiruma. Aku nggak mengerti apa maumu, kupikir malam ini akan berbeda, ternyata sama saja…

"Kau kenapa sih? Ayolah, tatap aku seperti biasa," balas Hiruma sambil menepuk pelan kepala Mamori. Mamori tersentak. Maksudnya? Menatapnya seperti biasa? Jadi selama ini dia sadar setiap aku menatapnya? Mamori merasakan perlahan wajahnya memanas dan pipinya merona merah. Disingkirkannya tangan Hiruma dari kepalanya.

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan," dusta Mamori. Hiruma menatap tajam Mamori, mencoba menebak-nebak apa yang dipikirkan Mamori. Mamori enggan menatap Hiruma. Seharusnya ini benar-benar menjadi malam yang istimewa…

SET

Hiruma tiba-tiba saja mengangkat kedua tangannya. Ia menyerah. Pikiran Mamori tak dapat ditebaknya. Hiruma memberikan kode agar Mamori mau menjelaskan semuanya. Mamori menghela napasnya yang terasa berat. Kenapa aku bisa menyukai orang seperti dia?

"Tidak ada yang perlu kujelaskan. Malah seharusnya kaulah yang menjelaskan semua ini," kata Mamori malas. Hiruma mengangkat salah satu alisnya.

"Aku? Apa yang harus kujelaskan?" Hiruma balik bertanya dengan wajah tanpa dosa. Mamori tertawa kecil sambil menepuk-nepuk kepalanya sendiri.

"Ahahaha. Lucu, Youichi. Jangan bilang kau lupa hari ini hari apa," jawab Mamori masih sambil tertawa kecil. Hiruma mengerutkan alisnya. Memangnya hari ini ada apa? Aku mengajaknya makan malam memang hanya untuk bersenang-senang saja, kok.

"Baka-mane, jelas hari ini hari Sabtu 'kan?" jawab Hiruma masih dengan wajah datar―bisa dibilang polos. Mamori menghentikan tawanya dan menatap tajam Hiruma.

"Jadi kau benar-benar lupa?" tanya Mamori kali ini dengan nada yang agak tinggi. Hiruma menggeleng kecil. Pasrah. Wajah Mamori berubah kemerahan. Bukan karena malu, Mamori kali ini benar-benar kesal. Mamori mengepalkan tangannya, berteriak dalam hatinya. Jadi? Dia mengajakku makan malam bukan untuk merayakan hari ini? Pintar sekali! Seharian ini aku sudah bahagia kerena kupikir ini semua adalah hadiah darinya untuk hari ini. Ternyata... Kau bodoh Mamori, benar-benar bodoh…

"Bagus, Youichi. Kupikir kau hanya berakting," ucap Mamori dengan nada membentak. Jarang sekali Mamori marah seperti ini, karena Mamori memang tidak bisa marah. Apa sebenarnya yang Hiruma lupakan sehingga membuat Mamori marah?

"Kenapa kau marah? Ini bukan hari ulang tahunmu 'kan?" tanya Hiruma. Sayangnya itu bukan pertanyaan yang tepat saat ini. Hiruma sangat bingung―walaupun hal itu tak nampak di wajahnya. *bahkan author tak mampu membayangkan wajah Hiruma dalam keadaan ini =A=*

Hiruma tidak menemukan jawaban apapun di dalam otaknya. Apa? Hari ini hari apa? Apa yang mungkin kulupakan sampai membuatnya marah begini? Apa? Jawab, otak sialan!

Mamori tersenyum tipis dalam kemarahannya. Ia bisa menerka sedikit raut kebingungan dan kepanikan di wajah Hiruma. Lucu. Mamori sangat ingin tertawa. Namun ia lebih ingin marah daripada tertawa. Hati kecil Mamori mulai mengambil alih pikiran Mamori.

Katakan padanya agar dia sadar!

"Tch." Mamori bedecak―tidak biasanya. Membangunkan Hiruma dari usahanya untuk menemukan jawaban dalam otak sialannya. Mamori mulai melemparkan pandangan kau-ingin-tahu-apa-salahmu pada Hiruma yang sedang kacau, dan Hiruma pun menerimanya dengan pasrah. Mamori kembali beranjak dari duduknya. Kali ini Hiruma tahu, Mamori akan pergi dan ia takkan bisa mencegahnya. Keadaan sialan ini jauh lebih menyebalkan dibanding saat aku dikalahkan Clifford sialan saat permainan poker sialan itu, batin Hiruma.

"Kau mau tahu ini hari apa?" tanya Mamori dengan aura 'jahat' yang sangat menekan. Mamori bagai hakim yang mau memberikan vonis mati pada terdakwa. Hiruma pun terasa kecil di hadapannya. Mamori terlebih dahulu memberikan senyum kemenangan―yang biasanya dilakukan Hiruma―untuk membuat Hiruma semakin frustasi. Tidak disangka, malaikat yang meniru setan dapat mengalahkan setan itu sendiri.

"Hari ini adalah hari jadi kita yang pertama, satu tahun hubungan kita, Youichi…"

Hiruma tersentak. Itulah jawaban yang sedari tadi ia cari di otaknya. Kapasitas otak Hiruma memang superior, dan tak biasanya Hiruma melupakan sesuatu, walau hal kecil sekalipun. Mungkin bisa dibilang ini adalah hal pertama yang Hiruma lupakan, tanggal jadiannya dengan Mamori. Ya, dan baru saja Mamori mengatakannya secara final. Mamori menang. Hiruma mulai mengumpat dalam hatinya. Damn it! Kenapa wanita selalu mengingat hal yang tak penting begitu sih?

"Kau sudah puas 'kan? Aku pulang, akan kukembalikan gaun ini besok," ucap Mamori seraya berbalik. Namun entah kenapa, jauh di dalam lubuk hatinya ia tidak merasa menang. Sebaliknya, ia merasa sakit. Seandainya saja Youichi sedikit lebih peduli dengan hal seperti ini... Aku takkan kesal begini... sesal Mamori. Air mata mulai menggenangi matanya.

"Baka-mane, tunggu, aku… aku tahu kau marah…" Hiruma mencoba berbicara. Mungkin ini pertama kali dalam hidupnya ia benar-benar speechless. Hiruma benar-benar tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Hiruma hanya menatap lirih punggung Mamori, berharap Mamori berbalik dan memaafkannya.

"Kau tahu, berapa lama aku menunggu?" Mamori kembali mengeluarkan suaranya dengan tetap membelakangi Hiruma. Hiruma mencoba mendengarkan Mamori dengan seksama, walaupun dadanya mulai terasa sakit.

"Kau tahu berapa lama aku menunggu saat ini? Saat aku bisa memandang mata hijau emerald milikmu, saat aku bisa membelai tanganmu, bersandar di pundakmu dan menceritakan keluh kesahku. Satu tahun sudah, aku menunggu, Youichi… Kita selalu berusaha menyembunyikan hubungan kita, bersikap seakan kau memperbudakku seperti biasa dan berkomunikasi seperlunya di depan orang-orang. Namun tak tahukah kau, aku menginginkan lebih? Saat aku mencoba membicarakan tentang kita, kau selalu mengalihkan pembicaraan, dan sudah satu tahun kau melakukan hal itu, Youichi… Tak bisakah kau luangkan satu hari saja dari 365 hari itu untukku?" ungkap Mamori. Air mata bercucuran melewati pipinya. Mamori telah mengungkapkannya, semua yang terpendam jauh di dalam hatinya selama satu tahun ini. Dan sepertinya Mamori tidak menyesal mengungkapkan itu semua. Kini hatinya lebih lega dibanding saat ia memojokkan Hiruma tadi.

Hiruma terdiam dan menundukkan kepala, dengan tangan terlipat di depan dadanya. Kata-kata Mamori barusan tertancap sangat kuat dalam hatinya. Hiruma sangat yakin Mamori sedang menangis sekarang, dan tak lama lagi Mamori akan pergi, mengingat beberapa pengunjung Melodia L'arcobaleno Café sudah memberikan perhatian kepada mereka. Hiruma berdecak. Jadi itu yang dia rasakan selama ini? Jadi semua itu yang dipendam si baka-mane selama satu tahun ini?

"Mamori―" Hiruma kembali mencoba berbicara. Namun Mamori dengan cepat merespon panggilan Hiruma dan berbalik. Matanya sudah sangat basah. Ia menatap sayu Hiruma.

"Sudahlah, sebaiknya kita pu―"

DRAP

Mamori belum menyelesaikan kalimatnya, dan ia lari begitu saja, meninggalkan Hiruma yang berdiri speechless. Hiruma terbelalak. Ia yakin ia tahu apa yang akan Mamori katakan tadi. Hiruma terdiam, akan lebih baik jika ia tidak mengejar Mamori sekarang. Sementara itu Mamori berjalan gontai menuju stasiun. Hari ini benar-benar hari yang tidak menyenangkan baginya. Mamori yakin betul bahwa ia takkan mampu melanjutkan kalimat terakhirnya tadi. Ini semua rumit dan datang terlalu cepat. Sekarang Mamori perlu mengistirahatkan hatinya.

-Learn to Say 'BROKE UP' © karin-mikkadhira-

BLAMM!

Hiruma membanting pintu kamar apartemennya dengan penuh nafsu. Ia melepas jasnya dan melemparnya ke lantai. Ia lepas dengan kasar dasi dan kancing kemejanya.

PRAAANGG

Hiruma menyapu benda-benda yang ada di atas meja dengan tangannya. Pigura-pigura foto dan bermacam-macam hiasan meja yang tadinya ada di atas meja itu kini terpecah belah dan berserakan di lantai. Digenggamnya tepi meja itu dan ditundukkannya kepalanya dalam-dalam. Hiruma frustasi, sangat frustasi. Belum pernah sekalipun Hiruma seperti ini. Dan yang membuatnya seperti ini adalah gadis yang ia sukai. Sungguh ironi.

"Apa yang terjadi padamu? Kau kalah berjudi?" terdengar suara seseorang dari dapur. Suara itu berpadu dengan suara air yang mengalir dan dentangan alat-alat makan. Sepertinya seseorang yang bicara barusan sedang mencuci alat-alat makan. Namun, siapakah gerangan?

"Berisik kau. Cepat kemari, aku butuh bantuanmu," jawab Hiruma seraya merebahkan tubuhnya ke sofa besar yang ada di ruang tengah. Tak lama kemudian seseorang pun muncul dari dapur. Seorang gadis berambut pirang yang masih memakai celemek. Ya, dia adalah adik Hiruma, Rise Hiruma. [A/N: Rise Hiruma sudah muncul dalam fic pertama author yang berjudul 'The Second Devil of Deimon' =D]

"Apa yang bisa kulakukan untuk kakakku yang kelihatannya sedang stress ini? Khukhukhu, ekspresimu lucu sekali, Youhi," tanya Rise dengan senyum ala 'putri setan' miliknya. Ia menghampiri kakak satu-satunya itu dan membelai bahunya dari belakang. Rise belum lama tinggal dengan Hiruma, dan lagi sebenarnya ia melakukannya dengan sangat terpaksa. Ia belum menemukan tempat tinggal yang cocok untuknya, dan dengan sangat terpaksa Rise menghampiri kakaknya untuk menumpang tinggal sementara, sekalipun itu artinya ia harus menjadi 'budak' kakaknya itu selama ia tinggal di sini.

"Kau sudah berpengalaman dalam hal ini, dengarkan ceritaku dan beri satu kesimpulan yang jelas," jawab Hiruma sambil menyeringai.

"Baiklah, ceritakan semuanya, Youhi," kata Rise menyetujui. Hiruma tahu benar siapa Rise. Walaupun Rise adalah adiknya yang memiliki sifat 'setan' yang tidak jauh berbeda dengannya, Rise tetaplah seorang gadis. Dan semua gadis itu sama saja, tertarik dengan masalah cinta. Rise sudah mempunyai pengalaman akan hal ini, karena itu Hiruma yakin, bercerita kepada Rise akan sangat membantu.

-Learn to Say 'BROKE UP' © karin-mikkadhira-

But I've been screamin' and fightin'

And kissin' in the rain

And it's two a.m. and I'm cursin' your name

You're so in love that you act insane

And that's the way I loved you

Suara indah Taylor Swift dengan lagu The Way I Loved You mengalun dari mini compo di kamar Mamori. Mamori sendiri tertelungkup di atas tempat tidurnya, memeluk bantalnya erat. Butir-butir air mata masih mengalir dari pelupuk matanya. Taylor Swift sudah menyanyi satu album penuh, namun itu tak mampu menghentikan air mata Mamori. Mamori justru menangis semakin kencang saat Taylor Swift mengalunkan beberapa lagu. Jujur, sejak tadi Mamori meneriakkan nama Hiruma dalam hatinya.

Aku memang bodoh! Apa yang kulakukan tadi? Aku tidak mungkin bilang putus…


Author's Italian Dictionary ! :D

[1] Pesanan meja nomor : 5

[2] Pemesan

[3] Makanan Italia berupa roti bulat yg dipanggang dan diatasnya diberi bawang, olive oil, serta daging atau sayuran sesuai selera, agak mirip pizza.

Author's Cuap-cuap ! :D

Makasih banget buat semuanya, yang udah ngedukung Saikyoudai's Side Story sampai akhir, maaf banget saya nggak bisa nyebutin satu-satu. Untuk bonus chapter ini, nggak bisa panjang-panjang, maaf banget m(_ _)m

Tapi saya harap kalian masih mau mendukung saya ! :'Db

Nggak bisa ngomong banyak-banyak nii, semangat terus buat kita semua ! jangan kalah sama ulangan dan tugas yg menumpuk ! X'Db

Thanks to Taylor Swift with the song 'The Way I Loved You' :D

RnR fic saya yg lain yaa ! Ditunggu loh, jangan segan-segan mengirim kritik, saran atau pesan apapun ^ ^ [surat cinta juga boleh asal jangan surat tagihan nd ancaman pembunuhan ! XD]

Yg punya fb nd twitter bsa mengakrabkan diri denganku di :)

-fb search : Karin Lighthalzen

-twitter : bontalotte

Thx all, maaf cerewet ! XD

Devil Bat Ghost !