Rombongan para fukutaichou itu berjalan beriringan menyursuri jalan panjang Seretei. Mereka baru saja selesai menghadiri aple pagi. Pemandangan yang umum terlihat di pagi hari. Gelak tawa mereka, derap langkah kaki, percakapan ringan samapai ke gossip terbaru semunya terasa begitu umum seperti halnya kicau merdu burung di pagi hari.

"Renji!" panggil Byakuya dari kejauhan. Pimpinan devisi enam itu sudah berada di sana dari tadi. Mengamati rombongan para fukutaichou. Dia memang sudah menunggu mereka, menunggu wakilnya, Abarai Renji dan seseorang.

"Aku duluan ya," pamit Renji sebelum memisahkan diri. Dia berhenti tepat di sebelah kaptennya berdiri sambil melambaikan tangan sementara rombongan itu berlalu sambil sedikit menundukan kepala mereka dan memberi salam pada sang kapten devisi enam.

Byakuya seperti biasanya, angkuh, sikap yang umum dijumpai dari seorang pemuda berdarah biru walau diam-diam bola matanya sesekali mencuri pandang pada sosok gadis yang beberapa bulan terakhir terus mengusik hatinya. kakinya baru benar-benar meninggalkan tempat itu setelah merasa yakin gadis yang dicintainya itu tidak akan membalas tatapannya. Jangan kan membalas, dia bahakan tidak peduli dirinya ada atau tidak.

"Wow!" Matsumoto Rangiku memegang dadanya. Jantungnya berdetak kencang. Jantungnya memang selalu meloncat loncat kegiranan setiap kali melihat sosok Byakuya, laki-laki impiannya.

"Sudahlah Matsumoto-san, dia tidak akan pernah jadi milikmu!" ledek Kira.

"Bermimpi boleh kan!" Hinamori membela Rangiku sekaligus pembelaan untuk dirinya sendiri. sama halnya dengan Matsumoto Rangiku dia mengagumi Byakuya, meskipun impiannya tidak setinggi impian Rangiku yang berharap bisa menggantikan posisi Hisana, istri Byakuya yang sudah meninggal.

"Belajar lah dari Nanao, contohlah dia! Pintar, tidak bawel seperti kalian, tidak tergila-gila pada laki-laki yang tidak mungkin kalian dapatkan!" ceramah Omaeda yang bertubuh tambun.

"Bilang saja kau iri padanya!" balas Isane sengit.

Omaeda terdiam. Yang dikatakan Isane Memang benar. Dia iri, dia benci, dia tidak suka dengan laki-laki bernama Kuchiki Byakuya. Ada begitu banyak lelaki di Soul Society. Ada begitu banyak wanita di sini. Tapi kenapa hanya Kuchiki Byakuya yang begitu dipuja. Kenapa semua kaum hawa bisa begitu kompak menempakannya di daftar paling atas sebagai pria yang paling diidolakan. Tak tertandingi tak tersaingi.

"Tapi aku setuju dengan pendapat Omaeda sekali-kali contohlah Nanao, terutama kau Matsumoto! Bersikaplah sedikit lebih berguna untuk devisimu," Shuhei cekikikkan.

"Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing!" jawab Nanao menanggapi semua pujian untuknya. Dia sendiri menganggap pujian itu seperti angin lalu.

"Dengar tuh jawaban dia, bijaksanakan!"Iba memuji Nanao.

"Saya permisi dulu," pamit Nanao. Lalu kepalanya menengadah ke atas. Pimpinannya, Kyoraku sedang tidur-tiduran di atap di temani sebotol sake. "Taichou!" panggil Nanao dari bawah dengan wajah kesal. Diantara semua taichou yang ada di Gotei 13 mungkin dia satu-satunya orang yang tidak dapat diandalkan. Untunglah ada Nanao yang pandai. Dia mahir hampir di segala bidang dan setia mengikuti Kyoraku meski harus ke neraka sekalipun.

Shuhei menepuk pundak Nanao, memberinya sedikit dukungan semangat pada gadis berkaca mata itu sebelum pergi.

"Kasihan Nanao, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya Kyoraku tanpa seorang wakil seperti Nanao. Sabar, bijaksana, pintar, tidak banyak mengeluh," puji Rangiku.

"Rasanya tidak seperti seseorang ya?" Shuhei pura-pura berbisik pada Kira. Bisikan yang bisa didengar oleh siapa saja yang berada pada radisu dua meter di dekat mereka.

"Pasti repot punya pimpinan tukang mabuk, pemalas dan tidak bisa diandalkan seperti itu," Isane menambahkan.

"Iya, lebih baik mengurus seorang bocah arrogant dan sok tahu dari pada mengurus om-om pemabuk," kata Rangiku.

"Siapa yang bocah arrogant dan sok tahu itu!" Hitsugaya Toushiro entah sejak kapan berada di belakang rombongan itu.

"Eh…," Rangiku salah tingkah. Dia tidak menyangka ucapannya barusan di dengar langsung oleh Hitsugaya. Pelan-pelan dia menoleh sambil nyengir lebar. "Aku tidak bermaksud begitu, Taichou, hanya…,"

"Sudah tidak usah banyak bicara, cepat kembali ke kantor!" bentak Hitsugaya. Rangiku tidak punya pilihan selain mengekor punggung Hitsugaya. Dia berjalan anggun seperti layaknya seorang model yang sedang beraksi di atas catwalk. Memberikan suguhan menarik bagi kaum adam.

.

.

.

Kuchiki Byakuya mendatangi kantor devisi delapan seorang diri. Dia datang membawa berita penting menyangkut kasus penyerangan di Karakura town beberapa hari yang lalu. Sebenarnya ini bukan tugas dia, Renji saja cukup. Sayangnya si rambut merah saat ini tidak berada di Soul Society. Dia menugaskan Renji mengawasi adiknya yang juga bertugas mengurus masalah penyerangan tersebut di Karakura. Mau tidak mau dia sendiri yang pergi ke sana, ke kantor devisi delapan. Sebeanarnya Byakuya tidak keberatan. Dia juga berharap bisa beretemu dia, gadis yang telah membuat hatinya gusar, di sana. Kalau beruntung mengkin dia bisa beremu dengannya tanpa diganggu Kyoraku. Yah dia berharap saat ini Kyoraku terlalu sibuk tidur-tiduran di sutu tempat dengan capingnya yang menutupi wajanya dari terik sinar matahari.

Tok Tok Tok, terdengar suara pintu diketuk.

"Ya," jawab Nanao yang sedang sibuk di balik tumpukan kertas yang tingginya melebihi kepalanya jika dia duduk di kursi.

"Kuchiki Byakuya taichou ingin bertemu Anda!" jawab suara diluar sana.

"Baiklah!" balas Nanao cepat.

Ada apa lagi! Satu masalah belum selesai masalah lain sudah datang. Di saat-saat seperti ini dimana Kyoraku taichou! Dimana juga Abarai-san! Kemana menghilangnya mereka! Kenapa aku harus sendirian di ruangan ini! Kenapa bukan Abarai-san saja yang datang!

Pintu terbuka.

Nanao menatap ke arah pintu dari tempatnya duduk dengan gelisah. Kalau bisa dia ingin lari dari tempat ini, kalau saja taichou-nya ada di sana dia memilih meninggalkan ruangan ini lewat jalan belakang dengan alasan apa saja.

Seperti gerakan lambat sosok itu mulai terlihat. Rambut hitamnya yang sebahu. Haori putihnya yang melambai. Lalu wajahnya. Sosoknya, seorang Kuchiki Byakuya secara utuh. Dan sekarang sosok angkuh itu mulai melangkah ke arahnya.

Aku mau pergi! Jeritnya dalam hati.

Nanao berdiri dari duduknya. Posisinya adalah seorang fukutaichou, sedangkan orang yang melangkah masuk ke ruangannya adalah seorang taichou, jadi bagaimana pun juga dia harus bersikap sopan. Dia harus menyambut orang yang paling tidak ingin ditemuinya saat ini.

"Kuchiki taichou,"sapanya, "ada keperluan apa?"

Byakuya mengamati seisi ruangan lalu pintu di belakangnya di tutup. Sekejap matanya langsung menatap lurus Nanao.

"Dimana Kyoraku?" tanyanya, dia ingin memastikan bahawa di ruangan ini hanya ada mereka berdua.

"Taichou sedang istirahat, sebentar lagi dia kembali." Itu alasan yang selalu Nanao pakai untuk menutupi kemalasan pimpinannya. Saat ini Taichou-nya pasti sedang tidur-tiduran di suatu tempat atau yang lebih buruk sedang menggoda wanita.

Byakuya melangkah semakin dekat.

Nanao ingin melangkah mundur, kalau bisa dia malah ingin berlari pergi, tapi kalau dia melakukan itu justru akan terlihat aneh. Apa yang akan dipikirkan Byakuya tentang dirinya nanti.

"Ini laporan yang dikirim Renji," Byakuya menyerahkan sebendel laporan yang terjilit rapi dan dimasukkan dalam sebuah map plastik.

Nanao buru-buru menerimanya. Tanpa dia sadari jarak diantara mereka sudah jadi sedekat ini. Sampai sampai dia bisa mencium aroma wangi tubuh Byakuya. Melihat denga jelas setiap senti kulit tangan yang terjulur untuk menyerahkan laporan tersebut.

"Kenapa kamu tidak pernah melihatku?" tanya Byakuya. Pertanyaan personal, bukan menyangkut pekerjaan, pertanyaan sebagai seorang laki-laki kepada seorang wanita yang disukai.

Nanao mengepit laporan itu di dadanya. Kepalanya tertunduk. Pertanyaan Byakuya barusan membuatnya berharap bisa menghilang dari hadapan Byakuya secepatnya. Nanao tidak akan menjawab pertanyaan itu. Dia terlalu gugup dan terlalu takut, bahkan untuk menangkat kepalanya dan menatap lelaki di depannya.

Byakuya berbalik. Dia pergi meninggalkan ruangan itu dengan Nanao yang masih diam tertunduk. Nanao tidak akan menjawab pertanyaannya. Bahkan kalau bisa, Byakuya tahu, Nanao memilih tidak pernah bertemu dengannya. Byakuya sadar, mungkin bagi Nanao dirinya hanya penggangu. Dia sendiri bingung saat menyadari hatinya sudah tertawan oleh gadis berkaca mata itu. Mungkin satu-satunya wanita di dunia ini yang pernah dia temui dan tidak menganggap keberadaannya ada. Satu-satunya orang yang tidak menganggapnya sebagai seorang bangsawan Kuchiki atau laki-laki yang paling diidamkan sejagad. Byakuya berpendapat mungkin di mata seorang Nanao Ise dia hanya seorang manusia, sama seperti yang lain, yang datang dan pergi tanpa meninggalkan jejak apapun dalam hidupnya.

Sepeninggal Byakuya, Nanao terjatuh lemas dengan masih mendekap map yang tadi diberikan Byakuya. Wangi parfum laki-laki itu samar-samar masih tersisa di map yang saat ini dipeluknya. Apa maunya! Sampai kapan dia mau mempermainkan aku!

Pikiran Nanao melayang ke masa lalu, hari ketika dia baru memulai hari-harinya di Seretei sebagai seorang shinihgami termuda saat itu. Gelar itu sekarang sudah direbut Yachiru. Nanao yang kecil, yang jadi anak kesayangan Kyoraku, dia yang selalu bangga akan kepandaiannya, hari itu untuk pertama kali dia tahu bahwa diatas semua talenta yang dia miliki. Ada hal di dunia ini yang lebih berperan penting dibandinglkan semua talenta miliknya. Sosok seorang bangsawan muda yang akan mengancurkan semua kebanggannya.

.

.

.

Malam itu langit cerah, bulan dan bintang bertaburan menghasilkan cahaya yang cukup terang di Seretei. Seperti malam-malam biasanya, Nanao datang ke koantor Kyoraku dengan sebuah buku cerita di lengan kanan. Dia minta dibacakan cerita pengantar tidur. Tapi malam itu berbeda dari biasanya. Ada seseorang di kantor sang kapten, seseorang dari devisi enam mengenakan haori putih dan kenseikan di rambutnya. Waktu itu dirinya belum tahu apa arti kenseikan itu. Nanao yang masih kecil diam-diam menyelinap ke dalam dan duduk manis di lintai di salah satu pojok ruangan. Menunggu dan menunggu sambil memasang kuping. Mendengar pembicaraan kedua kapten. Sesekali tampak Kyoraku sedang menggoda seorang bocah laki-laki yang ada di tengah tengah mereka. Siapa dia! pikir Nanao saat itu. Anak tidak tahu diri itu! Dia bicara dengan Kyoraku taichou dengan sikap arrogant, membentak-bentak dan sedikitpun tidak memperlihatkan respek pada Kyoraku taichou, shinigami saja bukan!. Nanao tetap diam di tempatnya, menunggu dengan sabar hingga satu jam kedepan dengan rasa jengkel pada bocah laki-laki yang beberapa tahun lebih tua darinya dan tidak tahu sopan santun itu.

"Nanao-chan, sejak kapan kamu disana?" tanya Kyoraku yang akhirnya menyadari keberadaannya yang kecil di tengah ruangan yang besar itu. "Kemarilah," Kyoraku melambaikan tangannya, menyuruh Nanao untuk mendekat.

Ragu-ragu, sambil memeluk erat buku di dadanya dia berjalan mendekati kedua kapten dan bocah tersebut.

"Sini, aku kenalkan dengan cucu Kuchiki Taichou."

Nanao menatap tajam bocah laki-laki di depannya. Kalau ada kesempatan dia siap menyerang bocah itu kapan saja dan mengajarinya sopan santun.

"Jadi ini Nanao Ise? Anggota devisimu yang termuda?" tanya Ginrei Kuchiki sambil memperhatikan Nanao yang mungil.

'Dia hanya gadis kecil yang suka mendengarkan dongeng,' jawab Kyoraku dengan sedikit rasa bangga di nada suaranya.

Kyoraku menunduk supaya dia bisa sejajar dengan tinggi Nanao. 'Ayo, ulurkan tanganmu, jangan malu-malu Nanao chan, jangan buat Byakuya menunggu,' suruh Kyoraku pada gadis kecil tersebut.

Dengan berat hati Nanao mengulurkan tangannya. Mengajak bocah di depannya berkenalan. Lalu apa reaksi bocah itu! Dia hanya menatap tangan Nanao yang kemudia beralih ke wajahnya dan setelah itu membuang muka.

Mata Nanao menyipit. Dia pikir siapa dia! Meskipun cucu seorang taichou tidak perlu bersikap seperti itu. Gini-gini aku shinigami termuda di Gotei 13! Akhirnya dia menarik kembali tangannya dan ikut-ikutan memalingkan wajah.

"Anak-anak jangan sekarang," Ginrei geleng-geleng kepala menyikapi sikap cucunya yang terlalu dimanja. Mereka berdua lalu pamit. Diruang yang besar itu sekarang hanya tinggal Nanao dan Kyoraku.

"Siapa dia, taichou?" tanya Nanao.

"Dia Kuchiki Ginrei dan cucunya Kuchiki Byakuya. Kakek tua itu adalah kepala keluarga Kuchiki, kau tahu kan keluarga itu?"

Nano menggelang. Tidak ada nama Kuchiki di buku dongeng yang di bacanya. Dia hanya tahu nama itu sebagai salah satu nama kapten di Gotei 13.

"Ya, kau pasti belum pernah dengar," Kyoraku membelai lembut kepla Nanao, "Kuchiki itu salah satu dari empat keluarga great nobel di Soul Society. Berbaik-baiklah dengannya!"

"Kenapa?" protes Nanao.

"Karena cepat atau lambat bocah kecil itu akan menggantikan posisi kakeknya sebagai kepala devisi enam dan kepala keluaga Kuchiki."

"Lalu apa istimewanya?" Nanao tetap protes. "Aku dulu yang masuk ke gitei 13. Aku dulu yang akan jadi taichou. Dia yang harus hormat padaku! Aku lebih senior!"

Kyoraku tertawa keras melihat kepolosan Nanao, "Nanao chan, keluarga Kuchiki berbeda dengan rakyat jelata. Mereka mendapat perlakuan khusus, Byakuya kecil itu tidak akan meniti karirinya dari bawah seperti layaknya shinigami pada umumnya, seperti dirimu. Saat bergabung dengan Gotei 13 dia akan menduduki seat officer dan dalam waktu dekat dia akan menjadi pemimpin devisi enam, Nanao-chan."

"Itu curang! Semua orang berhak mendapat perlakuan yang sama! Mereka yang pintar dan rajin pasti lebih dulu jadi taichou!" Nanao berkata lantang. "Aku tidak suak keluarga Kuchiki!"

Kyoraku menyerah, dia hanya bisa menertawakan kepolosan Nanao yang masih begitu lugu. Dia masih terlalu kecil untuk mengetahui semua intrik politik di Gotei 13. Kyoraku sendiri bukan mengajarkan Nanao sebagai seorang penjilat, hanya saja dia merasa saat mereka dewasa, sebagai seorang shinigami yang bekerja di Gotei 13, tidak ada salahnya menjalin hubungan baik dengan seseorang dari golongan bangsawan. Belum lagi kalau suatu hari jika dia di pindah ke devisi enam. Bagaimana kalau Nanao tidak bisa bekerjasama dengan Byakuya. Imbasnya akan buruk pada karirnya.

Yah tapi itu masih akan terjadi beberapa tahun lagi. Mungkin suatu saat sering dengan bertambah dewasanya dia, Nanao akan merubah cara pandangnya. Karena Kyoraku sendiri yakin Nanao akan berada di deretan para petinggi Gotei 13 suatu hari nanti.

.

.

.

Nanao berdiri dari keterpurukannya. Kenangan yang menyebalkan. Kyoraku salah, sampai sekarang Nanao masih membenci perlakuan khusus yang didapat oleh mereka berdarah biru. Dia membenci Kuchiki Byakuya yang lebih sukses darinya. Seperti kata Kyoraku dulu, Byakuya tidak meniti karir dari bawah, dan mendapatkan jabatan itu dengan mudah. Berbeda dengan dirinya yang harus berjuang mati-matian dan hanya menduduki posisi fukutaichou. Bukan hanya itu, dari segi kemampuan dia juga kalah jauh. Semuanya, Nanao kalah dari laki-laki itu.

Lalu diatas semua kebencian itu, dia paling benci pada nasibnya. Hanya seorang gadis biasa saja. Rakyat jelata. Sampai kapanpun status sosial mereka tidak akan pernah sederajat. Dan dengan status yang harus dia terima tanpa bisa melawan, dia harus menerima kenyataan bahwa dirinya menyukai laki-laki itu. Cinta yang tidak seharusnya tumbuh karena cinta itu tidak akan pernah mendapat restu dari siapapun.

"Nanao," panggil Kyoraku.

Nanao menoleh. Kaptennya sudah ada di belakangnya. Dia terlalu sibuk melamun sampai-sampai tidak menyadari kedatangan orang lain di ruangan itu.

"Bersiaplah, kamu harus pergi membantu yang lainnya di Karakura town!" perintah atasannya.

Nanao langsung bertindak seperti yang diperintahkan. Dalam hati dia bersyukur. Kalau di Karakura town kemungkinannnya bertemu Byakuya jadi mengecil. Siapa tahu tugas kali ini akan memakan waktu lama dan dia membunuh cinta yang tumbuh subur di hatinya.