Disc: Standard applied

Present/talk

past/thought

3. Komplikasi

Have you ever wonder where the story ends, and how it all began, I do

(Would You Be Happier - The Corrs)

"Kuharap kau tidak tertarik padanya..." Ulquiorra yang berdiri di belakangku berdiri begitu dekat sampai aku bisa merasakan hembusan nafasnya di telingaku, "Dia tidak pantas untukmu."

Aku tengah berada di apartemen Ulquiorra untuk memasak makan malam ketika tiba-tiba ia memulai pembicaraan ini. Hampir setiap hari aku datang ke tempat ulquiorra untuk memasakan makanan untuknya, membereskan kamarnya dan mencuci pakaian kotor, atau melakukan hal lainnya.

Aku tertawa gugup, agak sulit untuk tetap memasak sementara ia berdiri begitu dekat denganku dan berbisik di telingaku. Aku mengaduk sayuran yang kutumis menggunakan sumpit masak, aku mencoba agar tidak terdengar gugup, "Ya, aku tahu..." kataku sambil tetap membelakangi pria yang berusia lima tahun lebih tua dariku itu, "Aku hanya..." aku menelan ludah, percuma berbohong padanya. Ia bisa membaca pikiranku, "...ingin berteman dengannya."

Ia mendengus mendengarnya.

Aku berpura-pura berkonsentrasi pada masakanku.

"Teman? Untuk apa?" Nafasku tertahan ketika ia memeluk pinggangku dan menopangkan dagunya di pundakku, "Selama ada aku kau tidak membutuhkan teman."

Aku berbalik dan menatap Ulquiorra sambil tersenyum, sudah lima tahun dan selama itu juga ia terus berada di sisiku, "Mungkin kau benar."

Tapi ini bukan cinta...

Aku melepaskan diriku dengan lembut dari pelukannya dan beralih pada masakanku yang sudah matang. Aku dapat merasakan tatapannya yang terus mengawasiku menghidangkan makan malam untuknya.

Ulquiorra tidak mengatakan apa-apa lagi, ia hanya berdiri dan menatapku dengan tangan terlipat di depan dadanya. Terkadang tatapannya cukup membuatku takut. Ulquiorra tidak banyak bicara namun tatapan matanya seolah mengatakan semuanya. Sudah lima tahun aku mengenalnya tapi masih saja aku tidak pernah terbiasa dengan tatapannya itu.

"Yap, selesai." kataku sambil melepaskan celemekku

Ulquiorra mengikuti gerakanku dengan tatapannya.

"Nah," aku menuangkan secangkir kopi untuknya dan meletakkannya dia atas meja bersama hidangan lainnya, "Aku sudah selesai memasak, sekarang aku akan pulang.."

"Tunggu." Cegah Ulquiorra sambil menarik pergelangan tanganku.

"Ya?" Tanyaku sambil menatapnya, walau sebenarnya aku sudah tahu secara garis besar apa yang diinginkannya,.Aku menghela nafas. Ulquiorra masih menatapku, ia tahu bahwa aku berpura-pura tidak mengerti.

Selama beberapa detik kami berdua terdiam.

"Baiklah..." kataku akhirnya, "tapi tidak gratis ya?"

Ulquiorra tidak menjawab, ia hanya menarik lenganku ke arahnya dan mencium bibirku. Bibirnya terasa dingin saat menyentuh bibirku. Setelah beberapa saat akhirnya ia menjauhkan wajahnya dariku namun tangannya masih melingkar di pinggangku dan menarikku agar semakin rapat dengan tubuhnya.

"Hey, wanita..." Ia menumpukan dagunya di atas kepalaku dan memelukku, aku tidak bisa melihat ekspresinya saat itu, ragu-ragu aku melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya dan balas memeluknya, "Jadilah pacarku." ketika aku tidak menjawab selama beberapa detik, ia pun menambahkan, "Akulah pria yang pantas untukmu. Pria macam Kurosaki, selamanya tidak akan bisa kau miliki..."

Alih-alih menanggapi perkataannya, aku malah berjingkat untuk meraih wajahnya dan menariknya ke arahku. Ulquiorra tidak mengatakan apa-apa lagi dan balas menciumku.

Aku tahu ia benar namun aku tidak ingin mengakuinya.


"Maaf menunggu, ini pesanannya." Aku tersenyum sambil meletakkan piring-piring berisi makanan di hadapan pemuda bertubuh jangkung itu. Ia menatapku dengan kerut di dahinya namun aku membalasnya dengan senyuman. Aku berusaha untuk menahan diriku agar tidak salah tingkah di hadapannya, "Ada pesanan lainnya?"

"Apa kau tidak apa-apa?" Pemuda itu tidak menanggapi pertanyaanku dan balik bertanya padaku, "Kau tadi dimarahi kan?"

Aku tertawa gugup. Malu-malu aku menggaruk belakang kepalaku yang tidak gatal, "Ah, itu... Tadi aku memang berbuat salah kan?" Aku merasakan wajahku memanas, "Ulquiorra-kun hanya menegurku."

Kurosaki mengangguk dan untuk sesaat wajahnya terlihat lega tapi kemudian lagi-lagi ia tampak tegang, "Baguslah kalau begitu..." Ia menghela nafas dan kembali menatapku, "Ngomong-ngomong..."

Aku menunggunya melanjutkan perkataannya namun sepertinya ia kesulitan untuk berkata-kata.

"Ya?"

Aku menatap jakunnya yang bergerak turun naik saat ia menelan ludah. Kerutan di dahinya tampak semakin dalam dan wajahnya terlihat tegang. Aku menunggu dengan sabar selama nyaris semenit penuh sebelum akhirnya ia membuka mulutnya untuk melanjutkan kata-katanya.

"Boleh aku minta nomormu?"

Aku terdiam.

Melihat reaksiku, dalam sekejap Kurosaki menjadi panik. Wajahnya memerah dan suaranya sedikit bergetar, "Ka-kalau tidak bisa juga tidak apa-apa. A-aku mengerti..."

"Boleh kok."

"Eh?"

Aku tersenyum, "Boleh kok."


"Sudah kau pikirkan?"

"Eh? Apanya?"

"Soal jadi pacarku."

Aku tertawa.

Aku tengah berbaring di atas ranjang Ulquiorra bersamanya dan menjadikan lengannya sebagai bantalan kepalaku, "Oh Ulqui-kun, kenapa harus menjadi pacar? Tanpa menjadi pacar pun aku tetap mau berhubungan seks denganmu kan?"

Ulquiorra tahu aku berhutang budi terlalu banyak padanya, tanpa menjadi pacarnya pun aku tidak akan keberatan untuk melakukan apapun untuknya.

Ulquiorra menghela nafas. Ia menggunakan sebelah tangannya yang bebas untuk memijat dahinya, "Kau tidak mengerti, wanita... hubungan kita saat ini hanyalah sejauh hubungan bisnis saja. Aku tetap akan membayarmu untuk semuanya."

"Maka biarkan saja tetap seperti ini..."

Sebenarnya ia tidak perlu membayarku. Aku melakukan semua ini bukan karena terpaksa. Aku memang ingin membalas budi padanya dan aku tidak membutuhkan bayaran darinya. Sejak pertama kali bertemu, sudah banyak yang Ulquiorra lakukan untukku. Bahkan ia sampai membiarkanku bekerja di cafe miliknya...

Aku menyayanginya.

Tapi ini bukan cinta.

Aku menyibakkan selimut yang menutupi tubuhku dan beranjak dari tempat tidur.

"Kemana?" tanya Ulquiorra sambil menegakkan tubuhnya. ia meraih rokok yang tergeletak di atas meja di tepi tempat tidurnya dan menyulutnya. Ia melemparkan pemantik yang digunakannya untuk menyulut rokoknya dan lalu menyandarkan punggungnya di sandaran kayu tempat tidurnya sambil mengawasiku yang tengah memunguti pakaianku yang berserakan di lantai bersama pakaiannya.

"Sudah malam, aku harus pulang." kataku sambil melemparkan pakaiannya padanya, "Lebih baik Ulqui-kun segera berpakaian. Di luar hujan, Ulqui-kun bisa masuk angin..."

"Aku lebih suka begini..." gumam Ulquiorra sambil menghisap rokoknya, "Kau mau ambil uangnya sekarang?"

Aku menggelengkan kepalaku, "Transfer saja ke rekeningku."

Ulquiorra tidak mengatakan apa-apa, hanya mengawasiku mengenakan pakaianku dengan matanya yang berwarna hijau.

Setelah selesai berpakaian dan berbalik ke arah Ulquiorra dan tersenyum, "Aku pulang ya..."

Ulquiorra hanya melambaikan tangan ke arahku, ekspressi wajahnya tidak berubah sedikit pun.

Saat aku melangkah ke luar dari apartemen Ulquiorra, aku tidak repot-repot menggunakan payung. Aku membawa sebuah payung lipat yang tersimpan di dalam tas tanganku tapi aku hampir tidak pernah menggunakannya. Aku menyukai hujan. Hujan gerimis seperti ini sangat menenangkan dan berjalan di bawah hujan seperti ini bisa membuatku merasa lebih baik.

Di hari ketika aku pertama kali bertemu dengan Ulquiorra juga hujan seperti ini. Bulan april lima tahun yang lalu...


"Ini pertama kalinya kau melakukan seks?"

Aku mengangguk malu. Kami berdua berada di kamar hotel dan hanya mengenakan jubah handuk yang menutupi tubuh kami. Aku merasa malu sekali, entah mengapa pria di hadapanku ini tampak tenang-tenang saja. Apa dia sudah terbiasa dengan semua ini?

"Aku akan membayarmu empat kali lipat."

"E-eh?" aku terkejut saat mendnegar angka yang ditawarkannya. Setahuku pelanggan pertamaku ini hanyalah seorang mahasiswa dan menurut temanku mahasiswa sepertinya tidak biasanya membayar tinggi untuk jasa kami.

"Dengan satu syarat."

Mata hijau pelanggan pertamaku itu menatap langsung ke dalam mataku. Aku mencoba untuk mencari tahu apa yang ada di benaknya saat ini tapi wajahnya yang pucat tidak menunjukkan ekspresi apapun. Aku menggigit bibir bawahku sambil menunggu pria berambut hitam itu melanjutkan kata-katanya.

"Aku ingin kau selalu meluangkan waktumu untukku."

Aku mengerjapkan mataku, masih belum mengerti dengan maksud kata-katanya barusan.

"Kamu boleh menerima tamu lain, tapi aku ingin setiap kali aku membutuhkanmu kau meluangkan waktu untukku." Wajahnya masih tidak menunjukkan ekspresi apapun, "Aku akan membayarmu lebih, tentu saja..."

"Eh tapi..."

"Ulquiorra."

Lagi-lagi aku terkejut.

"Ma-maaf?"

"Namaku Ulquiorra."

"Ulquiorra?" bibirku bergetar saat mengucapkan namanya yang terdengar asing itu.

"Aku ingin kau memanggil namaku nanti saat kita malakukannya."

Wajahku bersemu merah. Bagaimana mungkin seseorang bisa mengatakan hal seperti itu dengan wajah tanpa ekspresi sama sekali sepertinya?

Aku mengangguk malu-malu, "Baiklah... Ul-ulqui-kun." Aku merasa gugup lebih dari sebelumnya, "Namaku..."

"Cukup, Wanita. Aku tidak perlu tahu namamu."

Ulquiorra tidak memberiku kesempatan untuk mengatakan apa-apa lagi.


Sejak aku bertemu dengannya, tidak pernah sekali pun Ulquiorra memanggil namaku. Selalu saja dengan sebutan "wanita". Aku tidak tahu apa yang salah denganku, setahuku ia memanggil Tatsuki dengan sebutan 'Arisawa'. Aku kaan merasa senang sekali kalau sekali saja ia memanggilku dengan sebutan "Inoue".

Aku tersentak dari lamunanku ketika tiba-tiba saja ponselku berdering tanda ada pesan masuk.

Aku merogoh tasku untuk mengeluarkan ponselku.

Nafasku terhenti sesaat saat melihat nama yang tertera di layar ponselku.

Ichigo Kurosaki.


Author's note:

Sebenernya aku masih sakit dan lumayan sibuk tapi karena PM terus berdatangan apa boleh buat, banyak yang nggak tahu kalau aku lagi hiatus, ya sudah sekalian aja aku update chapter ini sekalian ngumumin kalau aku (terpaksa) harus hiatus dulu. Sekarang aku lagi sibuk sekali dengan tugas akhir di kampus dan kesehatanku menurun. Terakhir check up ada masalah sama ginjal dan kadar glukosaku. Karena itu harus ngurangin kesibukan, termasuk cosplay, nulis, dan termasuk online. X( Targetku harus bisa lulus kuliah bulan Juli ini, itu pun sudah terlambat 4 bulan dari target awal sekitar february. Jadi harap maklum ya... Nulis juga cukup nyita waktu dan perhatianku soalnya sementara aku harus fokus sama skripsi.

Ah, kebetulan juga, sebenernya aku mulai kehilangan minat sama BLEACH, ^^;. Aku suka sama karakter2 Bleach tapi plotnya...errr... terlalu panjang. Aku sedang tergila2 sama DURARARA!, cuma 24 episode tapi ngena banget... (promosi)

Sorry author's notenya kepanjangan... BTW sorry telat tapi merry xmas n happy new year!

-recchinon-

click this

V

V

V