Title: 八紘一宇-Hakko Ichiu

Rate: T

Disclaimer: Hidekaz Himaruya as the creator of Hetalia; Wikipedia freelance writers and editors; Redmond, W.A as the writer of Second Sino-Japanese War ans Russo-Japanese War in Encarta; The Dorling Kidersley as the writer of 'Sejarah Dunia' book; Apocalypse: Second World War belongs to NGC.

Pairing: Implied Dark!JapanxJapan in this chapter =w=+

Warning: OOC, OC, selfcest; you've been warned, though there's no romantic relationship between them. Torture, violence, blood, shonen-ai, and probably mistaken information of the exact events; and historical contents.


A/N: I decide to make this fic after I've seen a lot of Dark!Japan in pixiv, and I need a long time on deciding because it means I have to find sooo many sources . Also this is for celebration for me of getting perfect score in my Japanese midterm test XD *shot*. This fic relates to Russo-Japanese War, Second Sino-Japanese War, World War 2 (focuses on Pacific War), and our-struggles-to-fight-the-Japanese-War . Anyway, please tell me if you feel there's some mistake in here..and enjoy! 8D


29 Mei 1905


Angin laut menerpa dirinya yang sudah dibalut oleh luka dan peluh keringat. Namun sosoknya tetap bergeming; mata cokelatnya yang hangat hanya fokus pada moncong kapal yang perlahan-lahan lenyap, ditelan oleh ganasnya ombak. Dia baru saja memenangkan perang melawan salah satu negara Eropa yang dikenal sebagai salah satu dari beberapa yang paling berkuasa—Imperial Rusia. Dia mengembalikan pedangnya ke dalam sarung, dan mulai berjalan menjauhi tepi laut. Dia bisa merasakan betapa lebar senyumnya saat itu.

"Kerja yang bagus Kiku... Ah, maksudku Jepang."

Pemuda berambut hitam tersebut langsung menoleh ke asal suara yang baru saja didengarnya. Entah suara itu terdengar sangat familiar walaupun dia bisa merasakan betapa dinginnya suara tersebut. Senyumnya mendadak pudar dan matanya melebar. Peluh berubah menjadi keringat dingin dan bulu kuduknya merinding; ditambah dengan kulitnya makin memucat.

"Aku harap dengan ini, kamu bisa membanggakan Omikami Amaterasu."

Begitu pemuda tersebut mengedipkan matanya sekali; sosok yang baru saja mengajaknya bicara sudah lenyap. Tanpa jejak. Pemuda tersebut merasa limbung dan perlahan-lahan jatuh, namun berat badannya masih ditopang oleh dengkulnya yang sudah menyentuh tanah terlebih dahulu. Sekarang kedua tangannya—yang bersarung putih walaupun dipenuhi noda darah—memegangi kedua sisi kepalanya dengan erat. Nafasnya menjadi memburu dan tidak teratur. Matanya memanas dan dia bisa merasakan air sudah menggenangi pelupuk mata. Kenapa? Padahal dia sangat membenci perang yang selalu menyakiti dirinya; dan kenapa tadi dia sempat tersenyum? Dan terakhir...sosok yang paling dibencinya kembali muncul.


29 Januari 1932


"Kiku! Aku tahu maksud dari rencana busukmu, aru," sahut Wang Yao tercekat; tidak lupa dia menggebrak meja agar sosoknya bisa terlihat tegas. "Aku tahu kau sebegitu inginnya memiliki Shanghai, walaupun untung saja hal ini bisa dicegah oleh Meiguo dan Yingguo—Amerika dan Inggris—karena mereka berdua masih memiliki kepentingan dengan Shanghai, aru."

"Aku tahu kau membenci mereka berdua, Kakak. Karena itu aku mengambilnya dari mereka," jawab Kiku sambil meletakkan dagunya di atas telapak tangannya.

"Dan aku juga tahu kau mengklaim bahwa insiden itu merupakan sabotase tentaraku, aru," balas Yao sambil mengernyitkan alisnya. Kepalan di tangannya semakin kuat, kuku jarinya nyaris merobek kulit telapak tangannya.

"Atas dasar apa Kakak mengklaim hal tersebut?" tukas Kiku dingin, raut mukanya menunjukkan kebosanan walaupun situasinya sedang memanas.

"Aku..."

"Sudah cukup. Aku tidak punya waktu untuk melanjutkan perdebatan konyol ini. Permisi." Kiku segera berdiri dan meninggalkan Yao sendirian di ruang pertemuan. Yao terduduk lemas sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. Entah apa yang sudah kulakukan dalam merawatnya sejak kecil? Apa yang terjadi padamu, Kiku...


Februari, 1932


"Katakan halo untuk pengasuhmu sekarang, Manchukuo."

"Halo...Jepang. Benarkah mulai sekarang aku menjadi negara?"

"Tentu saja, Manchukuo. Aku akan menunggu LBB untuk mengakuimu sebagai negara yang sah."

"Terima kasih banyak, Jepang!"

"Dan aku membolehkan kau untuk melakukan perdagangan opium."

"Benarkah Jepang? Terima kasih banyak sekali lagi, Jepang!"

"Bukan masalah."

~O~O~O~O~

Dengan langkah yang dipercepat Kiku memasuki kamar yang sudah disediakan untuk negara (boneka) asuhannya dan segera mengistirahatkan badannya di kursi yang sudah tersedia. Manchukuo bisa mendengar bahwa orang tua asuhnya sedang mengumpat—yang hanya bisa terdengar sebagai gumaman. Manchukuo hanya bisa terdiam sambil memainkan jari tangannya sendiri. Tak lama kemudian Kiku mulai angkat bicara.

"Sial!"

"Kenapa, Jepang?"

"LBB tidak mengakuimu sebagai negara yang sah. Cih."

"Ke-kenapa?"

"Entahlah. Dengan begini, aku terpaksa keluar dari lembaga bodoh itu."

"Jepang...maafkan aku."

"Tidak apa-apa...memang sejak awal organisasi bodoh itu sangat tidak pantas untukku." Kiku memaksakan tersenyum kepada anak asuhnya. Manchukuo berpendapat bahwa senyum orang tua asuhnya sangat berbeda dengan senyuman yang pernah dia lihat sepanjang hidupnya. Manchukuo kembali terdiam; hanya memandangi Kiku yang sekarang mulai menulis beberapa laporan mengenai identitas dirinya.


8 Juli 1937


"Harusnya aku sudah tahu bahwa pembentukan negara Manchukuo hanya sebagai boneka busukmu, Jepang." Yao melipat tangannya dan mengistirahatkan badannya dengan bersandar di dinding. "Untungnya LBB menolak untuk mengakui, jika tidak, aku yakin perang ini sudah pasti dimulai lebih awal, aru."

Kiku hanya terdiam, kemudian senyum tipis muncul di wajahnya. "Padahal maksudku hanya latihan militer bersama, tapi kenapa juga harus berperang?" nada Kiku yang terdengar meremehkan membuat amarah Yao semakin tak tertahankan.

"BUKANKAH AKU SUDAH BILANG TIDAK SATU PUN ORANG JEPANG YANG BOLEH MASUK KE KOTA YUANG PEN?" bentak Yao dengan penuh amarah. Dia menarik kerah Kiku dengan wajah yang penuh dengan kekesalan...dan keletihan. Senyum Kiku semakin melebar.

"Tidak satupun yang bisa menghalangi latihan tentaraku, Kakak," ujar Kiku kalem. "Sekalipun itu adalah hal yang paling menakutkan—yaitu melawan saudara sendiri, bukan?"

"KAU-!" Yao mendorong Kiku sekuat tenaga, hingga Kiku terjatuh dan punggungnya menabrak vas dan vas tersebut pecah menjadi kepingan tak berharga. Kiku hanya terdiam walaupun senyumnya masih belum menghilang dari wajahnya.

"Kalau begini, kita akan berperang," Yao memicingkan matanya yang sudah dibanjiri oleh air mata. "Sungguh Kiku...jika kau tidak membunuh Zhang Zuolin dan mendirikan negara boneka Manchukuo...kita...sudah...pasti..."

Kiku berusaha berdiri dengan sisa tenaganya. "Kematian jenderal itu sudah terkubur sembilan tahun lamanya. Dia memang pantas mati karena dia akan menyerahkan Manchuria ke Kuomintang untuk mempersatukan kita berdua; dan ingat saja itu ulah para perwiraku dan aku tidak mengambil tindakan apapun karena itu akan membuat tentaraku semakin kuat." Kiku menghela nafas. "Dan aku sangat menentang kegiatan Long March yang sudah kalian lakukan; aku tahu itu dimaksudkan mengumpulkan kekuatan untuk menentang ekspansiku di Cina."

Bulir-bulir air mata mengalir perlahan di pipi mulus Yao. Yao kembali terisak. "Apa yang membuatmu sebegitu inginnya menguasaiku?"

Senyum Kiku kembali terkembang di wajahnya. "Atas titah Omikami Amaterasu, aku akan melakukan apapun untuk memimpin seluruh Asia. Baiklah, aku permisi, dan ups. Kita sedang berperang tanpa peringatan resmi satu sama lain."

Yao kolaps dan segera menumpahkan air matanya. Kiku tahu bahwa dia baru saja menyakiti kakaknya sendiri dengan jalan perang (dan debat). Namun tidak ada jalan lain, karena dia harus melaksanakan titah sang Dewa dan harus menghabisi semua yang menghalangi jalan untuk mencapai tujuan.


1 Desember 1941


"Anak yang penurut," komentar Kiku begitu membuka pintu bawah tanah dan langsung memandangi tawanannya. "Padahal kamu adalah negara, tapi kenapa kamu tidak mempunyai tenaga dan akal untuk kabur dari sini dan meluruskan hubunganmu kembali dengan kakakmu yang tercinta?"

"INI SEMUA SALAHMU!" isak Jepang kesal; suaranya sedikit tertutupi oleh kain putih yang menutupi sebagian besar mulutnya. "Aku sangat membencimu."

"Sayang, padahal aku sangat menyukaimu, walaupun aku sangat membenci kepolosan dan sifatmu yang lembut dan kalem," tanggap Kiku yang sekarang berjalan mendekati tawanannya perlahan. Tangannya mengelus rambut Jepang yang sekarang berantakan. Pasti dia sudah berusaha keras untuk meloloskan diri.

"Diamlah," pinta Jepang yang nada bicaranya melemah. "Apa yang sudah kau lakukan pada Yao-nii?"

Kiku hanya terdiam dan segera duduk di lantai yang lembab; di sebelah tawanan istimewanya. "Kami berdua sama-sama tidak menyatakan perang, padahal jelas-jelas tentara kakakmu sudah banyak berkorban untuk melawan tentaraku. Sebenarnya aku cukup kasihan karena tentaranya...sama sekali bukan tandingan tentaraku."

Mata Jepang melebar. Walaupun kondisi ruangan bisa dibilang gelap namun Kiku bisa melihat ekpresi Jepang yang sudah bisa ditebak. Air mata kembali mengalir dari kedua mata cokelat Jepang.

"Ah, kau dulu juga punya sahabat yang bernama Alfred itu kan? Sialan, setelah dia berusaha mencegahku untuk merebut Shanghai, ternyata dia juga menghentikan perdagangan minyak denganku. Sahabat macam apa itu, Jepang? Kalau begini, terpaksa aku harus bertindak lebih tegas. Lagipula, aku dengar situasi di Eropa sudah memanas...ah mereka menyebutnya dengan Perang Dunia kedua," jelas Kiku sambil terus memandangi wajah Jepang; dia penasaran ekpresi apa lagi yang akan Jepang tunjukkan. Kiku tersentak begitu melihat bukan air mata lagi yang mengalir dari mata, namun darah segar. "Dan aku sudah menandatangani perjanjian bersama Jerman."

"To-tolong...ja-jangan...la-lawan Alf-Alfred-san. Wa-walaupun dia mungkin terlihat bo-bodoh ta-tapi di-dia terla-lu kuat untuk dilawan," pinta Jepang dengan nada tercekat, sesenggukan, nafas tidak teratur, keringat dingin terus mengalir, diperparah dengan darah yang terus mengalir dari kelopak matanya tanpa henti. "Ji-jika ka-kamu mela-melawan Al-Alfred-san; maka akan membawa kehancuran untuk masa depan kita. Rakyatku, serta Kaisar akan dalam bahaya."

Kiku mendengus kesal. "Hei Jepang, aku sudah melangkah sejauh ini." Kiku meraih sapu tangan dari kantung seragamnya dan mengusap darah Jepang secara lembut. "Kau masih ingat pertemuan itu? Saat kita berhasil merebut Kepulauan Sakhalin dari Imperial Rusia? Itu kuanggap sebagai gebrakan besar bagi kita untuk melawan orang Eropa. Aku pikir kekuatan Imperial Rusia dengan Amerika hampir sama."

"APA KAU BODOH? MEMANGNYA AKU TIDAK TAHU KALAU KAMU SUDAH KALAH BERKALI-KALI DARI UNI SOVIET SELAMA PENDUDUKANMU DI CINA?" bentak Jepang yang wajahnya makin memerah karena amarah sudah menumpuk di pikirannya. "TIDAK ADA LAGI IMPERIAL RUSIA! SEKARANG MEREKA UNI SOVIET! DAN MEREKA JAUH LEBIH KUAT DARIPADA IMPERIAL RUSIA!"

"Wow. Padahal aku belum pernah menceritakan kekalahanku melawan si kol-holz itu."

"Karena kamu adalah aku," sahut Jepang ketus. Jepang sudah tidak tahan lagi, ingin rasanya dia melepas semua rantai yang melilit seluruh badannya dan segera kabur dari ruangan—yang sepertinya bunker walaupun lembab dan gelap—serta segera meluruskan hubungan diplomatiknya dengan kakaknya dan Rusia.

"...dan kau pasti tahu bahwa aku sedang menjalani hubungan netral dengan Rusia saat ini~" Kiku sepertinya tidak terkena efek dari kemarahan yang baru saja dilimpahkan Jepang. Jepang mendengus kesal.

"Jangan. Pernah. Menyatakan. Perang. Kepada. Amerika-san."

"Tidak akan," balas Kiku yang langsung saja membaringkan tubuhnya di lantai. "Bisa saja si kolholz akan membantuku untuk melawan si maniak hamburger itu. Lagipula...aku sangat membutuhkan bahan bakar untuk melaksakan ekspansiku, Jepang. Mengertilah."

" ... "

"Kau tahu titah dari Omikami Amaterasu? Kita harus berdiri sebagai pemimpin Asia di sini. Dan untuk melaksanakan politik ekspansi kita harus berperang; dan itu sangat membutuhkan banyak bahan bakar. Dan dikarenakan sahabatmu yang manis menghentikan perdagangan minyaknya denganku, maka aku harus mendapatkan sumber dari tanah lain. Kau tahu maksudku? Aku akan menguasai seluruh Asia dan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di sana. Daan...aku pikir sahabatmu sangat mengganggu karena letaknya yang cukup dekat; atau mungkin termasuk lingkup wilayah Asia. Aku harus menyingkirkannya; atau sahabatmu yang akan menguasai seluruh Asia. Mengerti kan, Jepang? Sekali mendayung tiga pulau terlampaui." Kiku membeberkan semua angan-angan yang lebih cocok disebut rencana berperang. Jepang bisa merasakan darahnya sudah habis untuk mengalir dari matanya. Dia tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa terpaku memandangi sisi gelapnya yang asyik berbaring dan baru saja menjelaskan semua rencana busuknya.

Kiku segera beranjak dari tidurnya dan merapikan seragamnya yang hitam legam yang dipenuhi dengan lencana kehormatan. "...ini semua demi Omikami Amaterasu, Jepang." Kiku kembali jongkok di depan Jepang dan menarik dagu Jepang agar dia bisa bertatap muka dengan tawanannya secara langsung.

Namun reaksi Jepang jauh dari apa yang telah ia perkirakan. Jepang baru saja meludah ke mukanya. Dengan penuh amarah Kiku segera bangkit dan menendang pipi Jepang dengan keras. Jepang terjatuh dan tersungkur tak berdaya. Nafas Jepang kembali tak teratur karena dadanya terasa sesak.

"Walaupun kau sudah disekap hampir selama dua puluh tahun ternyata kau tetap sombong," ucap Kiku sarkatis. Pandangan tajam mata merahnya hanya mengarah pada sesosok tawanan yang tidak berdaya. "Dan aku harus berterima kasih padamu. Semua persiapan untuk menyerang sahabatmu sudah beres, dan pada hari Minggu aku akan menyingkirkannya dari peta Asia. Salam."

Rasa sakit dari tendangan sisi gelapnya barusan sama sekali tidak terasa karena hatinya-lah yang terasa sakit. Sisi gelapnya sudah menghancurkan hubungannya dengan kakaknya, dan sekarang sedang bersiap untuk memutuskan persahabatan dengan Amerika. Ditambah dengan ambisinya untuk menguasai seluruh Asia—yang berarti akan menyakiti semua saudaranya. Air mata kembali membasahi pipi Jepang dan membentuk genangan kecil di lantai. Entah apa yang harus dia lakukan untuk menghentikan kegilaan sisi gelapnya...


[1] Selama 1904-1905, Imperial Rusia dan Jepang berperang karena Rusia ingin menguasai Asia timur, dengan mendirikan pertahanan militer AL di Port Arthur, Cina bagian utara. Namun karena usaha Anglo-Japanese alliance untuk menghentikan Rusia dalam melaksanakan ekspansinya, akhirnya Rusia tetap diam. Tapi Jepang mendadak menagajukan perjanjian kepada Rusia untuk menyerahkan kekuasaan Korea, Rusia menolak dan setelah itu Jepang menyerang Rusia. Kemenangan diraih oleh Jepang, sekaligus menandakan untuk pertama kalinya manusia Asia menang melawan manusia Eropa. Jepang mendapatkan kekuasaan di Korea dan memiliki Kepulauan Sakhalin, Port Arthur, Liaoyang, dan Manchuria (yang akan dibentuk menjadi negara boneka Manchukuo); walaupun di Perjanjian San Fransisco (kalau gak salah) kepulauan itu dikembalikan ke Rusia lagi, dan Korea dipecah menjadi dua.

[2] 28 Januari 1932, Jepang berusaha merebut Shanghai dari Cina dan mereka berdua berperang. Namun mereka dihentikan oleh AS-Inggris karena AS-Inggris sangat memerlukan Shanghai; baik secara ekonomi maupun politik.

[3] Februari 1932, Jepang membentuk negara boneka Minchakuo yang berada di sebelah utara Cina, yang dikuasai seluruhnya oleh Jepang. Namun karena perdagangan opium diperbolehkan jadinya LBB tidak mengakui Minchakuo dan membuat Jepang keluar dari LBB.

[4] LBB alias Liga Bangsa-Bangsa, dibentuk oleh Presiden Woodrow Wilson (AS) setelah Perang Dunia I berakhir. Namun dianggap gagal dan dibubarkan setelah Jerman menyerang Polandia pada tahun 1939.

[5] 7 Juli 1937, tentara Jepang sedang berlatih di Cina dan dilarang untuk masuk ke Yuan Peng Country. Hal tersebut membuat Jepang menyerang Yuan Peng Country dan itu membuat pemerintah Cina di Nanking untuk terus bertahan. Ini awal dari Second Sino-Japanese War.

[6] Juli 1938 dan Mei-September 1939, Jepang bertemu dengan Uni Soviet di Cina dan Jepang selalu kalah dalam perang di antara mereka berdua.

[7] Agustus 1941. AS melakukan embargo pada Jepang sehingga Jepang kesulitan memperoleh bahan bakar—diikuti dengan Belanda dan Inggris. Dan pada tahun yang sama pada tanggal 7 Desember, pangkalan AL AS di Hawaii diserang mendadak; tanpa pernyataan perang oleh Jepang. Hal ini membuat AS dan Jepang sama-sama bergabung dalam PD II, diikuti oleh Cina secara resmi menyatakan perang terhadap Jepang, plus Jerman-Italia menyatakan perang terhadap AS.

[8] Omikami Amaterasu a.k.a Dewa (Atau Dewi? -w-) Matahari ahahaha. Sama kayak Ibu Pertiwi-nya Indonesia :DD


A/N: Yap begitulah, itu hasil riset saya [kalau ol pake Wiki kalo gak ol pake Encarta ;w;], dan ingatan saya soal pelajaran kelas 9 [kanjen Ibu Heppy T_T], serta acara dokumentasi PD II [saya ngarep ada siaran ulang] orz orz. Kalau ada kejanggalan bilang saja, saya sangat terbuka akan hal itu. Jepang adalah Honda Kiku yang kita kenal dan Kiku adalah dark!Japan. Seragam hitam yang dipakai dark!Japan sama seperti seragam petinggi tentara AL Jepang selama PD II. Silahkan dilihat sendiri lol :D. Dan kalau masih ada yang kesulitan membayangkan kayak gimana Dark!Japan...silahkan ikuti link ini~ (hilangkan spasi ya =w=+).

h t t p: / s1193. photobucket. com / albums / aa3 44/ morty gengar/ ? action =view & current = 11 792 325 . jpg

Setelah saya liat-liat...maaf ya kalau alurnya kecepeten. Saya pinginnya fokus ke PD II, bukan post-PD II ;w;/. Besok semoga panjangan ficnya daripada penjelasannya orz