Naruto by Masashi Kishimoto

Our Marriage by Kyra De Riddick

Epilog


Hembusan angin musim semi yang sejuk membelai lembut wajah Sasuke yang tengah menatap sendu pada sosok seorang wanita yang memeluk dua bayi mungil berambut merah dalam buaiannya. Wanita itu tengah tersenyum lembut dan menatap lurus padanya dalam diam. Rambut pirangnya masih panjang namun ia biarkan terurai.

Meski usianya saat itu belum genap 16 tahun, ia terlihat sangat dewasa dan keibuan.

"Naruto," panggilnya lirih pada sosok yang kini hanya bisa ia tatap dalam sebentuk kenangan yang terbingkai rapi pada sebuah nisan berwarna putih. "Apa kau bahagia?" ia bertanya, namun hanya dijawab oleh desau angin musim semi yang melantunkan nyanyian indah. Menuntun seorang Uchiha Sasuke untuk memejamkan matanya dan menikmati keheningan yang ada. Merasakan kehadiran sosok dirinya yang telah kembali pada dekapan kasih sang Pencipta.

"Naruto." Kembali ia memanggil nama orang yang ia cintai itu. "Aku merindukanmu."

"Sejak aku meninggalkanmu. Setiap hari. Setiap waktu. Hingga kini. Aku masih merindukanmu."

Ia berbisik dalam keheningan di pinggir Oase tempat Naruto, sosok sang terkasih baginya, berlindung dalam buaian abadi. Menikmati setiap detik waktu yang ia lalui dengan bernostalgia akan sosoknya yang begitu ia rindukan. Begitu ia cintai.

Setelah merasa cukup, ia pun meletakkan buket mawar putih di dekat tempat peristirahatan terakhir dewinya, dan melangkah dengan berat hati meninggalkannya.

"Terima kasih, Sasuke."

Sasuke berhenti melangkah saat lamat-lamat didengarnya suara Naruto berbisik dalam indera pendengarannya. Tanpa berbalik lagi, ia melanjutkan langkahnya yang tertunda, kali ini dengan seulas senyum tipis yang menghiasi wajah pucatnya.

Ia tahu, ia tak perlu berbalik untuk memastikan suara yang ia dengar itu nyata atau hanya sekedar ilusi. Sebab yang ia tahu, dan ia pahami, adalah bahwa gadis itu masihlah hidup dalam hatinya. Sabaku No Naruto masihlah hidup bersama dengan cintanya yang tak pernah mati untuk gadis itu.

-oOOOo-

Kyra De Riddick

-oOOOo-

"Tousan!" suara panggilan khas anak kecil yang sudah akrab di telinganya membuat Sasuke membatalkan rencananya untuk segera masuk ke dalam taksi yang telah menunggunya. Ia pun berbalik dan mendapati dua sosok anak kecil berusia sekitar lima tahun, satu lelaki dan satu perempuan, berlari ke arahnya dengan wajah sumringah. Mengingatkan Sasuke akan senyum dari ibu kedua anak kembar itu. Naruto.

"Amaru, Karura," panggilnya lembut setelah berlutut dan menyejajarkan tinggi tubuhnya dengan dua bocah mungil yang menatapnya dengan wajah polos. "Tousan mau ke mana? Tousan tidak mau mengunjungi haha?" ucap kedua bocah itu bersamaan. Sasuke tersenyum kecil menatap kekompakan kedua saudara kembar di hadapannya.

"Tousan harus mengajar sekarang. Lagi pula kalian kan bersama Chichieu."

"Tapi-"

"Amaru-nii, jangan begitu! Tousan kan harus kerja!" Karura kecil menyela protes yang akan dilayangkan oleh kakaknya. Dan si kecil Amaru pun terdiam. Sasuke kembali teringat akan sosok ibu dari kedua 'anak'nya saat menatap si kecil Karura yang bersikap lebih pengertian dan bijaksana. Ia memang lebih mewarisi sifat ibunya ketimbang Amaru yang sedikit egois, seperti ayahnya.

"Amaru, Karura, lain kali kita pasti akan mengunjungi haha bersama tousan," suara berat seorang pria mengalihkan fokus mereka bertiga. Didapatinya Gaara melangkah dengan tenang menuju ke arah mereka.

"Gaara." Sasuke memanggil nama sahabatnya dengan pelan. Namun cukup bagi Gaara untuk menatapnya langsung.

"Dia sudah datang kemarin."

Gaara hanya menunduk menatap pada kedua anaknya. Titipan dari isterinya yang telah pergi mendahului dirinya. Isteri yang ia makamkan di tempat favorit mereka sewaktu kecil. Tempat yang harusnya hanya diketahui oleh keluarga mereka dan sebagian teman-teman mereka. Namun ada seseorang yang lain, yang ia tidak ketahui siapa, yang mengetahui tempat itu. Yang selalu mengunjungi rumah terakhir Naruto dan selalu meninggalkan sebuket mawar merah. Seseorang yang hingga saat ini masih menjadi misteri bagi mereka.

"Aku harus segera pergi." Ucapan Sasuke menyadarkan kembali Gaara dari pemikirannya. Ia pun hanya mengangguk singkat dan melihat kedua anaknya memeluk sosok Sasuke sebelum sahabatnya itu meninggalkannya bersama taksi yang telah lama menunggu.

-oOOOo-

Kyra De Riddick

-oOOOo-

"Namaku Uchiha Sasuke, untuk sementara akan menggantikan Orochimaru-sensei yang berhalangan untuk mengajarkan mata kuliah pengantar bisnis pada kalian." Sasuke menatap jengah pada para mahasiswa, khususnya para mahasiswi yang melihatnya dengan tatapan yang kira-kira berarti, "Ya ampun. Aku beruntung punya dosen setampan ini." Dan tatapan-tatapan bermakna sama lainnya.

Dasar anak kecil! Pikirnya. Kalau saja bukan permintaan Orochimaru-sensei, guru favoritnya sekaligus pembimbingnya sewaktu kuliah dulu, ia tentu tidak akan mau meninggalkan urusannya di kantor hanya untuk mengajari mahasiswa semester satu yang masih kekanakan itu. Dia sendiri heran, setahunya masih banyak dosen lain yang bisa mengajar, tapi kenapa malah dirinya yang dipanggil?

"Aku tidak suka ada yang terlambat. Dalam bentuk macam apapun," ujarnya tegas. Membuat semua mahasiswa di dalam kelasnya langsung duduk tegang. Ia melanjutkan pembukaan kuliahnya dengan langsung mengabsen para mahasiswanya.

"Akimichi."

"Hadir."

"Aburame."

"Dia sudah kembali, sensei."

Ucapan itu membuat Sasuke membisu. Dengan sedikit kaku, ia mencari sosok yang baru saja berbicara, dan mendapati sosok Aburame Shino yang diketahuinya merupakan teman SMA Naruto dulu.

Sedangkan Shino berbalik menatapnya dari balik kaca mata hitam miliknya. Tak mempedulikan tatapan heran dari teman-teman sekelas mereka. "Apa anda tak merasakan bagaimana angin menyampaikan kabar tentangnya, sensei?"

"Inuzuka." Mengabaikan ucapan Shino, Sasuke langsung memanggil nama berikutnya dalam absen di tangannya.

"Ha-hadir!"

"Uzumaki!"

"…."

"Uzumaki?"

"Uzu-"

"Hadir, sensei!" suara teriakan itu terdengar dari luar. Suara langkah kaki yang beradu dengan lantai dengan nada terburu-buru mengindikasikan bahwa si peneriak tengah berlari. Jantung Sasuke pun seolah ikut berlari mendengar teriakan dan langkah kaki yang terasa familiar itu. Dan dalam beberapa detik sosok itu muncul di balik pintu dengan napas terengah-engah.

Sasuke kembali membisu. Ia menatap tak percaya pada sosok yang tengah berdiri di hadapannya dengan sedikit salah tingkah disertai cengiran khas yang tak akan pernah dilupakannya.

Rambut pirang itu, mata biru itu, tanda lahir di pipi itu, wajah tan itu, dan senyuman riang itu. Hanya satu orang yang pernah memilikinya.

"Naruto…"

Mata biru di hadapannya menatapnya dengan tatapan bingung, lalu suara yang familiar itu terdengar berujar, "Ya, sensei?"


THE END

Cinta mungkin hanya satu,

Namun hadir untuk semua orang yang berharga bagi dirimu,

Cinta mungkin hanya satu,

Namun tak berarti ia hanya akan memilih pada satu hati,

Sebab terkadang cinta membuat kita harus memilih,

Mengorbankan yang lainnya untuk kebahagiaan abadi,

Menghadirkan tawa dan tangis, bahagia dan duka,

Cinta itu tulus dan murni,

Sebab ia tak akan memaksakan kehendak hati,

Cinta mungkin memberi luka pada hati yang tak terpilih,

Namun cinta itu takkan terabaikan oleh hati,

Sebab cinta terlahir dari hati,

Cinta itu misteri,

Tak pernah terduga dan tak pernah terasa ketika ia menyentuh hati,

Meski terkadang terabaikan,

Cinta selalu sabar menanti hati untuk menyadari,

Dan saat hati telah menyadari,

Cinta 'kan tersenyum bak bunga di musim semi.