Yo! Minna-san ^o^

Terima kasih masih setia membaca dan me-review fanfic ini ^^

Time to reply the reviews.

Ayano464cweety :

Sankyuu ^^ Ini sudah di update.

Silahkan baca dan review lagi ^o^

Fragmented Purgatory :

Sankyuu ^^

Hai, wakatta ne. ^^

I'll do my best. please RnR again. ^o^

Anonimous :

Sankyuu ^^ Ini sudah di update.

Hidup ULQUI-HIME ! XD

silahkan baca dan review lagi. ^^

Alright!

Sudah balas review, mari kita lanjut ceritanya.

Enjoy! ^^

Jiya Hayasaka present :

An Ulqui-Hime Crime/Angst fic

AKU HARUS MEMBUNUHMU, ONNA

3rd Chapter

Semi AU. OOC. Gajeness spreading out.

BLEACH Kubo Tite

Happy read, Minna-san. ^^

Ulquiorra's POV

'Ngghh...dimana aku ini?' pikirku.

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku perlahan. Sulit, kelopak mata ini terasa begitu berat untuk tetap terbuka. Aku merasa seperti orang yang baru saja terbangun dari tidur yang teramat sangat panjang. Kepalaku pening, semua yang kulihat—sekelilingku serasa berputar-putar. Tubuhku terasa kaku, aku hampir-hampir tidak bisa bergerak. Yang aku tahu sekarang hanya lah, aku terbaring di atas sebuah tempat tidur besar di dalam sebuah kamar yang berisi begitu banyak perabotan mewah—yang jelas ini bisa dipastikan bukan rumahku.

Setelah merasa sudah cukup sadar—dengan menghimpun seluruh tenaga, aku mencoba bangkit sambil bertumpu pada pinggiran tempat tidur. Aku seperti orang ling-lung. Sekarang berada di mana pun aku tak tahu. Aku mencoba mengingat kembali apa yang sebelumnya terjadi padaku.

'Ah! Pria berambut biru itu—baju putih dan—kacamata. Dia masuk, membekapku dan aku dibawa...'

Aku memejamkan mataku, dengan harapan aku bisa mendapatkan ingatan yang lebih. Namun nihil, sepertinya hanya itu saja yang masih menempel dalam memoriku. Entah apa yang sudah terjadi saat aku tertidur. Aku melirik jam tangan murahan bekas pakai satu-satunya milikku yang kubeli di pasar loak. Jam menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit—malam hari.

'Celaka! Sudah berapa lama aku tertidur?Ibu...aku belum menengoknya hari ini!'

Aku merasa begitu panik. Satu-satunya yang kuingingkan adalah mencari jalan keluar. Ada dua pintu di ruangan ini. Satu pintu biasa yang besar, dan satu lagi pintu geser yang lebih kecil. Aku setengah berlari menuju pintu yang besar namun...

"Sial! Terkunci!" gerutuku.

Mataku menelusur setiap sudut di kamar ini mencari kunci yang kira-kira bisa membuka pintu itu. Tapi percuma saja, aku tidak menemukannya. Bagian kecil otakku yang masih berfungsi menyatakan bahwa seseorang mengunciku dari luar—entah siapa, mungkin saja pria rambut biru yang 'bertamu' secara tidak sopan itu.

Aku mencoba pintu yang lebih kecil dan...

Terbuka!

Namun itu sama sekali bukan jalan keluar. Itu, pintu kamar mandi—hanya aroma lily khas cairan pembersih lantai yang semerbak menyerbu hidungku.

Terbesit sebuah ide dalam kepalaku. Melakukan hal yang sedikit tidak terpuji yang sering kulakukan saat masih kecil jika ayah menghukumku dan mengunciku di gudang—yaitu, merusak kenop kuncinya. Aku beralih kembali menuju pintu yang besar melancarkan aksiku, berusaha membuka paksa kenop kuncinya dengan cara—ah, sudahlah—sulit menjelaskannya. Tapi tetap saja, kenop itu terlalu kokoh untuk bisa dirusak olehku yang hanya berbekal tangan kosong.

"HEI! BUKA PINTUNYA! SIAPA PUN, BUKA PINTU!" aku berteriak tidak karuan sambil menggedor pintu—putus asa. Aku sudah kehabisan akal untuk mencari cara keluar dari ruangan ini. Semoga saja ada yang mendengarkan teriakanku.

'Seandainya ada jendela... Ya! Itu dia, jendela!'

Aku berlari ke arah satu-satunya tirai besar berwarna putih namun tidak transparan tepat di sebelah cermin besar berbingkai glitter silver. Aku menyingkap tirai itu secepat yang kubisa. Namun, lagi-lagi kenyataan tidak mendukungku untu bisa keluar. Di balik tirai itu memang jendela—jendela yang dilengkapi dengan teralis besi seperti yang sering kulihat di film-film ber-setting penjara.

Ya, mungkin sekarang aku memang berada di penjara. Penjara yang sangat mewah namun tetap saja, aku sama sekali tidak menyukai ini. Di luar sana tidak ada yang terlihat—begitu gelap dan sepi.

"Pasrah" Mungkin itu lah kata yang paling tepat untuk mengondisikan aku sekarang. Duduk diam terpaku di sofa yang hampir tidak bisa kunikmati empuknya itu.

Tentu saja, siapa yang bisa merasa nyaman dalam situasi seperti ini. Tidak ada yang bisa dilakukan disini, kecuali mengamati barang-barang mahal tak bernyawa.

-oOo-

Normal POV

Wanita itu berjalan ala pramugari memasuki kediaman Aizen dan antek-anteknya. Dia mungkin salah satu dari mereka, terlihat dari pakaiannya yang juga serba putih. Usianya mungkin sekitar 20an tahun. Rambut baby-green mencoloknya yang panjang dibiarkan tergerai begitu saja—tampak sedikit kurang rapi tertiup angin, tapi memberi sedikit kesan liar pada dirinya.

Dia bisa dibilang cantik, tiap lekukan wajahnya menyatakan dengan jelas bahwa wanita itu bukan keturunan jepang asli. Mungkin darah western—Amerika atau Prancis juga mengalir dalam dirinya. Seorang wanita seksi yang tentu saja banyak diidam-idamkan para pria borjuis.

Ia mengenakan hotpants dan blus turtle-neck yang mempertontonkan dengan jelas dadanya yang mungkin berukuran cup-C atau lebih itu. High-heels silver 10cm bertali turut unjuk penampilan di kakinya yang jenjang dan mulus—membuatnya semakin tampak menarik dan sempurna.

Wanita itu berjalan menempuh lorong demi lorong—menelusur ruang demi ruang. Sepertinya ia mencari sesuatu—atau seseorang, mungkin. Yang jelas, tersirat hasrat yang menggebu di setiap pandangan atau lirikan matanya.

"Grimmjow!" pekiknya senang karena sepertinya ia telah menemukan apa yang dia cari-cari. Ia berlari kecil menghampiri Grimmjow yang tengah bersantai sambil menikmati segelas wine di balkon.

"Nel!" sahut Grimmjow dengan wajah gembira.

Grimmjow memegang bahu Nel, "Aku cemas..." katanya.

"I'm back, Honey..." kata Nel sambil menyentuh pipi Grimmjow dengan sayang.

Grimmjow kemudian memeluk Nel mesra, Nel pun seolah tak ingin kehilangan momen indah itu. Ia membiarkan kepalanya terbenam dalam pelukan Grimmjow.

"Aku merindukanmu." bisik Nel.

"Aku juga." jawab Grimmjow sambil mengecup lembut bibir merah merona sang pujaan hati.

"Wah...wah... Romantis sekali. Grimmjow, I envy you." seru Gin yang sejak tadi diam-diam ternyata sudah memperhatikan dua sejoli yang sedang bermesraan itu.

"Gin!" pekik Nel dan Grimmjow bersamaan.

"Ckckck...sampai menyahut pun kompak. Kalian memang serasi." kata Gin dengan nada jahilnya.

"Rubah sipit! Sejak kapan kau disitu, hah?" Grimmjow lagi-lagi melontarkan death glarenya.

"Hmmm...belum lama, sih. Yang jelas, aku melihat adegan berciumannya." kata Gin sambil memonyongkan bibirnya—menirukan gaya Grimmjow mencium Nel tadi.

"Brengsek! Awas kau!" Grimmjow sudah mau mengeluarkan tinju mautnya, beruntung Nel sigap menahan.

"Sudahlah, Grimmjow. Jangan bertengkar terus." cibir Nel dengan gaya ngambek ala anak kecil yang tidak dibelikan lolipop oleh ibunya.

"Tepat sekali, Nona Nel. Pacarmu ini tempramen sekali." kata Gin sembari meraih tangan Nel dang mengecupnya—sengaja dilakukannya untuk membuat Grimmjow cemburu.

CRAAATTT!

Beberapa tetes darah terciprat ke lantai.

"AARRRRRGGGGGGHHHH!" teriakan Gin yang kesakitan membahana sehingga membuat hampir semua barang pecah belah di rumah itu retak-retak.

"Rasakan kau, Rubah busuk!" kata Grimmjow sambil memamerkan senyum kemenangan.

"Oh, Honey. Kau kan tidak perlu sampai mencakarnya seperti itu." kata Nel.

"Dasar kau serigala beringas!" kata Gin yang masih berurai air mata memegangi bekas cakaran Grimmjow yang membentuk codet huruf 'X' seperti yang dimiliki Kenshin-Samurai X—letaknya pun sama pula.

"Memang. Karena itu aku mencakarmu. Nah, sekarang siapa yang lemot, Rubah jelek?" tantang Grimmjow sambil dengan bangga mengacungkan kukunya yang masih berlumur sedikit darah Gin.

"Huh! Aku tidak ingin membahasnya." kata Gin lalu pergi meninggalkan Grimmjow dan Nel. Bisa ditebak, Gin menuju kamarnya mencari kotak P3K.

'Huh... Dasar serigala banci! Terkutuk kau Grimmjow...' gerutunya dalam hati.

Di kamar Gin...

"Mana ya First Aid Kit-nya?" Gin membongkar lemari dan laci-laci di kamarnya. Mencari kota P3K yang sebenarnya hasil curian dari rumah bersalin tempat Aizen menugaskannya untuk menculik bidan tukang aborsi.

"Ini dia!" seru Gin sambil mengangkat tinggi-tinggi kotak P3K nya yang ternyata tersimpan dalam tumpukan kardus popoknya sewaktu masih bayi.

Setelah mengobati lukanya, Gin teringat akan sandera yang dikurungnya—Ulquiorra.

'Apa dia masih hidup ya? Aku bahkan belum memberinya makan...' batin Gin lalu meninggalkan kamarnya yang masih berantakan—menuju kamar tempat Ulquiorra dikunci.

-oOo-

Ulquiorra yang masih termenung di kamar mulai merasakan sedikit hawa-hawa horor setelah mendengar—entah teriakan siapa itu. Ditambah lagi, suara teriakan tadi sampai bisa meretakkan cermin dan kaca jendela.

'Apa aku bisa selamat dari tempat ini?' pikirnya sambil mengusap.

CEKLEK!

Suara kunci pintu yang dibuka menghentikan suara-suara hati Ulquiorra yang berkecamuk. Gin memasuki kamar Ulquiorra sambil membawa banyak makanan yang aromanya sangat menggugah selera dalam sebuah nampan besar.

"Hai, teman." sapa Gin ramah.

Ulquiorra melotot, memandangi Gin yang sama sekali ia tidak kenal tiba-tiba menyapanya dengan nada sok akrab.

"Hey, jangan menatapku seperti itu!" kata Gin sambil meletakkan nampan yang dibawanya di hadapan Ulquiorra.

"Siapa kau ini?" celetuk Ulquiorra.

"Aku? Oh, kita belum berkenalan ya?" tanya Gin.

"Perkenalkan, Ichimaru Gin. Pria paling tampan kedua setelah Aizen-sama di Mansion ini." kata Gin dengan gaya ala pelayan 'Moe-moe ~chu' andalannya.

Ulquiorra langsung il-feel seketika.

"Nah, makanlah. Nanti kalau kau mati, aku bisa repot." kata Gin seraya menunjuk ke arah nampan yang berisi makanan itu.

"Ini, untukku?" tanya Ulquiorra.

"Tentu saja, emo boy. Eh, boleh kan aku memanggilmu begitu." kata Gin dengan nada jahilnya.

Ulquiorra yang baru saja ingin mengambil lauknya, dengan cepat menatap Gin dengan tatapan maut nan menusuk.

"Eh...baiklah..baiklah.. Aku mengerti. Cukup namamu saja." kata Gin.

Ulquiorra menon-aktifkan tatapannya barusan dan melanjutkan kembali kegiatan santap-menyantapnya.

Gin lalu bertanya lagi, "Tapi, namamu siapa?" tanya Gin.

"Uwwkwiioowwaa Shiwwfee.." ucap Ulquiorra dengan mulut dipenuhi makanan.

"Kunyah dulu sampai habis baru katakan lagi siapa namamu." kata Gin yang sweat drop melihat nafsu makan Ulquiorra yang sudah tak terbendung.

"Ulquiorra Schiffer." kata Ulquiorra setelah selesai mengunyah dan menelan makanannya.

"Oh, baiklah. Ulqui... Selagi kau makan, bisa ku tinggal sebentar?" kata Gin.

Ulquiorra hanya mengangguk.

"Oh, iya. Jangan lupa, setelah kau makan, cepatlah mandi. Pakailah baju yang ada di drawer yang ada di kamar mandi. Handuknya juga ada di dalam situ." jelas Gin.

"Iya, baiklah." sahut Ulquiorra yang masih konsentrasi dengan makanannya.

Gin pun pergi meninggalkan kamar Ulquiorra dan tidak lupa menguncinya, lantas berjalan menuju ruangan sang Aizen-sama.

-TBC-

Yosh~ ^o^

Jumpa lagi, bersama saya...! *tepe2*

Gin FC : kenapa Gin harus gaya 'Moe-moe~chu' segala, hah? *bawa drum minyak gas + korek api*

Author : kenapa? Protes? *dibakar hidup2* XD

Gin : Horreee! Makan author panggang! Sankyuu, para Gin-mania! *lambai2* XD

Author : #$%^&*!#$%^ =.="

Nah, sesuai janji kan?

Kali ini scene Ulqui nya banyak, deshou? ^^

Well, mungkin update berikutnya akan agak lambat dari biasanya.

Soalnya minggu ini Author udah kembali melakukan rutinitas sekolah .

Next chapter, Aizen akan mendeklarasikan *lebay* apa tugas Ulqui yang sebenarnya.

Terus, si Ulqui akan pergi ke Karakura untuk mencari orang yang harus dibunuhnya.^^

Penasaran? So that, keep RnR. ^^

I love you, Minna-san...! ^^

Jiya~chu