Disclaimer : Sampai kapan pun Bleach puny Tite Kubo. Ga bakalan jadi milik aku

Inspired by the Last Samurai Movie

Rated : M for Bloody, Sorry kalo bloody-nya kurang (lagi). Lemon? Ga bikin, soalnya asem

Genre : Romance?

Pairing : Ulquiorra dan Orihime

Warning : masih gaje juga, OOC, AU Setting, dan entahlah.

Buat yang udah review. Ini apdetnya. Semoga ga banyak typo n salah EYD. Sorry lagi kalo ga sesuai harapan readers.

RnR Please?

Happy Reading ^_^

Assassin

Chapter 3

Tubuh pucat itu jatuh. Kakinya tidak sanggup menahan berat tubuhnya,bila dia masih sadar, akan terlihat Grimmjow bersiap menghabisi nyawanya. Grimmjow menyeringai bangga. Dia menarik habis pedangnya dari tubuh Ulquiorra lalu mengangkat pedang itu tinggi-tinggi. Pangkal pedang tepat berada di atas rambut birunya, sedangkan ujung pedang dengan pasti mengarah ke jantung Ulquiorra. Grimmjow memutuskan untuk mengakhiri hidup Ulquiorra sekarang juga. Grimmjow mengayunkan pedangnya.

o0o0o

"Grimmjow," Grimmjow menoleh, mencari sosok yang telah menghentikannya. Mata birunya terkejut mendapati sosok yang berdiri di depannya. "Hentikan perbuatanmu itu," sosok berambut coklat mempertegas ucapannya.

"Aizen-sama?" Grimmjow tidak tahu harus berkata apa lagi. "Tapi, dia yang telah membunuh Ichigo, Aizen-sama."

"Aku tahu itu. Bagaimanapun Ichigo juga seperti adik kandungku. Tapi, kita harus mempelajari musuh kita. Dia salah satu dari musuh kita. Kita harus mencari informasi darinya. Kau harus mematuhi ku. Aku pemimpinmu Grimmjow. Kau mengerti?"Aizen menjelaskan dengan bijaksana. Grimmjow tidak bisa membantah lagi walau dia sulit menerima hal itu.

"Baik Aizen-sama." Grimmjow mematuhi.

"Cepat angkat tubuhnya, bawa ke desa kita," Grimmjow mengangguk dan menyuruh seorang pemuda berambut hitam panjang untuk mengangkat tubuh Ulquiorra.

"Byakuya, kau bawa dia," pemuda bernama Byakuya mengangguk. Dan menyeret tubuh tidak berdaya Ulquiorra dengan tangan kanannya. Mereka pun keluar dari hutan tersebut bersama dengan pemuda yang lain.

o0o0o

Ulquiorra POV

Aku membuka kulit di atas kedua mataku perlahan. Cahaya sialan itu menyakiti mataku. Dimana ini? Neraka? Sepertinya tidak. Surga? Itu lebih mustahil lagi.

"Anda sudah sadar rupanya," suara yang sangat merdu, menurutku. Siapa dia? Apa aku benar di surga? Karena aku melihat bidadari yang sangat cantik. Bukankah seharusnya aku di neraka sekarang? Mana mungkin ada bidadari di neraka, bukan?

"Anda benar-benar kuat. Anda masih bisa hidup setelah menerima luka seperti itu dan kehilangan banyak darah," bibir merah itu terbuka lagi.

"apa benar aku masih hidup?" tanyaku retoris. Gadis berambut orange yang duduk di sampingku mengangguk. Aku mencoba untuk bangkit dari posisi berbaringku. "Ahhh," rintihku. Tangan kiriku meraba perut kiriku yang terbalut perban. Sakit yang luar biasa kurasakan di bagian itu. Gadis itu mencoba menghalangiku untuk bangkit.

"Sebaiknya Anda jangan bergerak dulu," gadis itu berbicara sambil menahan bahu kananku. "Luka Anda belum sembuh benar," mata abu-abunya menatap perutku. "Saya takut luka itu akan terbuka lagi apabila Anda terlalu banyak bergerak," dia menambahkan.

"Pinggangku juga cukup sakit," aku memberitahunya.

"Ya… pedang Grimmjow-nii menembus perut Anda melalui pinggang. Grimmjow-nii membawamu ke rumah kami atas perintah pemimpin kami," aku menatap mata gadis di sampingku dalam. Ya, aku melupakannya, pemuda berambut biru itu. Apa pemuda bernama Grimmjow itu kakaknya, sehingga aku di bawa ke sini. Tapi, kenapa dia membiarkanku hidup? Aku lihat saat itu, dia sangat ingin membunuhku.

"Kau adik pemuda berambut biru itu?" Gadis itu berhenti sejenak lalu menganggukkan kepalanya perlahan. "Berarti pemuda berambut orange itu, juga kakakmu?" gadis itu terhenti lagi. Kali ini dia tidak menganggukkan kepalanya. "Apa dia adikmu? Maaf, karena aku yang," aku tidak melanjutkan kalimatku karena tangannya menghentikanku.

Dia mengangkat wajahnya yang menunduk. "Saya tahu," Wajahnya terlihat sangat muram. Ada sedikit rasa perih di dadaku. Dan ini bukanlah rasa perih luka fisik yang biasa aku rasakan. "Saya permisi dulu. Anda membutuhkan istirahat. Jadi, beristirahatlah, sebaiknya tidur," Gadis berambut orange mundur perlahan, masih dalam posisi duduk dia mundur dari hadapanku. Kepalanya menunduk hormat. Dia menggeser oshiire.

Rasanya aneh, gadis itu masih memakai kimono. Kamar ini juga seperti rumah tradisional jepang beberapa puluh tahun yang lalu. Padahal jepang saat ini sangat berkembang. Budaya barat telah merubah jepang, walau perlahan. Di tokyo, aku jarang sekali menemukan gadis yang masih memakai kimono dan kamar seperti ini. Aku menghela napas, sebaiknya aku tidur.

End of Ulquiorra POV

Di balik oshiire, tempat Ulquiorra terbaring, gadis berambut orange tertunduk lesu. Matanya basah, air asin mengalir deras dari pelupuk mata berwarna abu-abu miliknya. Dia kembali mengenang sosok pemuda berambut orange.

o0o0o

Oshiire bergeser. "Anda sudah bangun rupanya," gadis berambut orange memasuki kamar tidur Ulquiorra, kedua tangannya memegang sebuah baskom yang berukuran kecil dan sebuah handuk yang juga kecil. "Saya akan membasuh tubuh Anda. Anda sudah seminggu tidak mandi," gadis itu berbicara. Pemuda pucat mencoba membaui tubuhnya. Ekspresinya berubah seketika. Mata emeraldnya menatap gadis itu.

"Saya hanya akan membasuh sebagian tubuh Anda," gadis itu mendekati Ulquiorra. Gadis itu membuka baju pada tubuh Ulquiorra yang masih berbaring, terlihat banyak luka sayatan pedang di sana. Gadis itu membasuh tubuh bagian atas Ulquiorra dengan lembut. Mulai dari jari-jari, lengan, bahu hingga dada bidang pucat milik Ulquiorra serta punggung atas Ulquiorra, namun tidak dengan perut Ulquiorra karena tertutup perban. Gadis itu bergeser, tubuhnya dia sejajarkan dengan kaki Ulquiorra. Ulquiorra bergidik. Gadis itu membuka celana Ulquiorra perlahan. Gadis itu membasuh kedua kaki Ulquiorra mulai dari jari-jarinya hingga bagian paha. Tanpa disadari gadis itu, wajah Ulquiorra memerah.

"Bila nanti Anda merasa baikan, cobalah untuk bangkit dan berjalan. Aizen-sama ingin anda menemui beliau," Ungkap gadis itu.

"Aizen-sama?" Ulquiorra bingung.

"Dia pemimpin kami di sini," Gadis itu bicara lagi. " Ada yang ingin Beliau bicarakan dengan Anda," Dia menimpali. Ulquiorra mengangguk. Gadis berambut orange itu kembali memasangkan celana dan baju Ulquiorra.

"Oh ya… siapa namamu?" Ulquiorra bertanya penasaran, sejak tadi pagi dia ingin menanyakannya. Gadis itu tampak terkejut, namun wajahnya tersenyum.

"Saya Orihime. Saya permisi dulu," Gadis itu meninggalkan mata emerald yang menatapnya.

o0o0o

"Apa yang kau lakukan Ulquiorra! Bangkitlah bocah bodoh!" Seorang anak laki-laki berambut hitam berteriak pada Ulquiorra kecil. Anak laki-laki itu berumur 13 tahun sedangkan Ulquiora kecil baru berusia 8 tahun. Ulquiorra bangkit.

"Jangan memanggilku bocah bodoh! Kau juga masih bocah, Nnoitra!" Ulquiorra membalas teriakan yang ditujukan padanya.

"Hahaha… dan kau, jangan memanggilku seperti itu. Aku lebih tua darimu," Nnoitra mengayunkan pedangnya lagi. Ulquiorra menghindar. Perbedaan umur mereka memperlihatkan perbedaan kelas mereka dalam bermain pedang. Luka-luka sayatan pedang pada tubuh Ulquiorra juga memperjelas bahwa Nnoitra lebih jago dalam memainkan pedangnya.

Kali ini Nnoitra tidak main-main, dia mempercepat gerakannya. Seketika pedangnya menyayat tubuh bagian depan Ulquiorra. Darah menetes dari pedang Nnoitra. Anak laki-laki itu tersenyum. Tubuh Ulquiorra menghantam tempatnya berpijak. Nnoitra perlahan mengarahkan pedangnya ke lidahnya, lalu menjilati darah Ulquiorra. Anak laki-laki itu menatap tidak suka pada laki-laki tua di depannya.

"Apa aku perlu membunuhnya, Barragan-sama?" laki-laki tua yang dipanggil Baaragan tadi menggeleng.

"Bawa dia ke ruang pengobatan, aku masih membutuhkannya. Kau tahu itukan, Nnoitra," Nnoitra mengaguk lalu meyeret tubuh Ulquiorra yang tidak sadarkan diri.

Ulquiorra terbangun dari mimpi masa lalunya. 'Nnoitta Jiruga' batinnya. Matanya menatap kosong ruang tempatnya terbaring. 'Kenapa aku tidak mati saja!' batinnya lagi. Entah kenapa pemuda pucat itu merasa kepalanya sangat berat. Matanya terpejam lagi, hari masih gelap, dia meneruskan tidurnya kembali.

o0o0o

Sudah seminggu sejak pertama kali Ulquiorra membuka matanya di desa itu, desa Karakura. Ulquiorra sudah bisa berjalan walau pun masih tertatih-tatih. Seperti sekarang, ia berjalan menuju ruang makan di rumah itu. Semenjak dia bisa mulai berjalan lagi, Orihime tidak lagi mengantarkan makanan ke kamar Ulquiorra. Melainkan Ulquiorra yang mendatangi meja makan. Gadis berkimono putih itu telah menyiapkan sarapan, nasi kare (?)

"Anda sudah bisa berjalan lagi. Saya sarankan setelah sarapan, Anda menemui Aizen-sama," Orihime mengingatkan Ulquiorra.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan menemuinya setelah sarapan. Apa kau tahu apa yang ingin Dia bicarakan?" Orihime memandang Ulquiorra sejenak lalu menggelengkan kepalanya pelan.

"Grimmjow-nii yang akan mengantar Anda ke tempat Aizen-sama," Ulquiorra terkejut lalu mengangguk.

o0o0o

Desa Karakura sungguh indah. Desa ini berbeda sekali dengan distrik Hueco Mundo di pusat kota Tokyo. Tempat Ulquiorra dibesarkan itu merupakan tempat yang sangat menyesakkan. Pembunuhan sudah biasa mewarnai tempat itu. Pertengkaran antar genk yang biasa berakhir dengan banyaknya mayat yang tergeletak di jalanan Hueco Mundo merupakan hal yang lumrah di tempat itu. Kedamaian jauh sekali dari tempat itu.

Tidak itu saja, anak-anak yang dilahirkan di tempat itu telah dilatih untuk membunuh diusia yang sangat dini. Ulquiorra sendiri telah membunuh di usia 9 tahun. Orang pertama yang dibunuhnya adalah Nnoitra Jiruga. Ulquiorra sangat membenci anak laki-laki itu, hingga dia sanggup membunuh anak yang lebih tua darinya itu.

Rasa bencinya berkembang menjadi dendam sejak Ulquiorra melihat Nnoitra secara langsung membunuh kedua orang tuannya. Sejak saat itu, saat dia masih berumur 7 tahun, dia memutuskan untuk menjadi sangat kuat dan akan membunuh Nnoitra suatu hari nanti.

Setelah kematian orang tuanya, Ulquiorra diambil oleh Barragan Luisenbarn. Sama seperti Nnoitra, Ulquiorra dilatih menggunakan pedang dan dibiasakan dengan yang namanya mencabut nyawa. Nnoitra merupakan lawan latih tanding Ulquiorra sejak Ulquiorra bisa menggunakan pedang.

Flashback

Aku menatapnya ganas. Pedangku menyobek perutnya. Luka menganga yang cukup besar itu menyadarkan otak idiotnya bahwa aku tidak main-main kali ini. Aku pasti membunuhnya. Darah segar dapat dipastikan mengalir menyentuh sepatu hitam miliknya.

Dia berusaha membalasku. Tapi tidak cukup pintar menurutku. Tangan kiri kurusnya memegang perutnya yang nyaris mengeluarkan seluruh isinya. Aku akui dia sangat hebat dapat bertahan dengan luka seperti itu pada umurnya yang masih 14 tahun. Barragan-sama mengajarkannya dengan baik menurutku.

Tangan kanannya mengayunkan pedang kearahku. Aku menangkisnya dengan pedangku. Saat ini, Murcielago bukan milikku, melainkan milik Nnoitra. Kali ini aku menghujamkan pedangku tepat di ulu hatinya. Aku menghujamnya dengan sekuat tenaga hingga pedang itu mematahkan tulang punggungnya. Entah kenapa dia tersenyum saat itu dan itu membuatku muak.

Dengan cepat aku mengambil Murcielago dari tangannya. Seketika aku menggunakan Murcialago untuk menebas mantan tuannya. Menebas tubuh Nnoitra menjadi dua bagian. Dia mati saat itu juga. Aku mengayunkan Murcielago perlahan, aku menatap pedang bekas milik Nnoitra. Aku memandang darah yang terus menetes dari pedang itu. Untuk pertama kalinya, aku mengulurkan lidah dan menjilat darah itu, darah Nnoitra.

Tanpa ku duga, rasanya nikmat, tidak seperti bayanganku sebelumnya. Aku heran kenapa Nnoitra selalu menjilati darah lawan yang telah dibunuhnya. Sekarang aku tahu, darah itu lumayan juga. Sepertinya aku akan meneruskan kebiasaannya ini. Dan sejak saat ini juga, Murcielago menjadi milikku.

Aku mengalihkan pandanganku pada Barragan-sama yang mendekatiku. Dia menunduk untuk mensejajarkan dirinya dengan tinggi tubuhku."Kau… sungguh menarik," katanya sambil tersenyum menatapku lalu menatap mayat Nnoitra dan kembali menatapku. Dia mengusap kepalaku perlahan dan tersenyum lagi. Entah kenapa aku merasa sangat senang. Ini untuk pertama kalinya Barragan-sama tersenyum dan menyentuhku. Aku bangga, mungkin.

End of Flashback

Tak terasa, Ulquiorra berdiri di depan sebuah kuil. Grimmjow yang menemaninya sejak tadi menoleh kearah Ulquiorra. Kilat kebencian masih terbaca jelas dari mata birunya. Ulquiorra memakluminya.

Grimmjow masuk ke kuil itu di ikuti Ulquorra. Grimmjow mengisyaratkan Ulquiorra untuk berhenti mengikutinya dan menunggu di tempatnya berdiri sekarang. Perlahan Grimmjow mendekati Aizen. 'Itu adalah Aizen,' batin Ulquiorra. Ada sesuatu yang Grimmjow ingin katakan. Samar-samar Ulquiorra bisa mendengarnya.

"Untuk apa dia tinggal di rumah Orihime? Mengapa Anda memilih rumah adik anda sendiri? Anda tahu dia sedang berduka, bukan?" Grimnjow mencecar Aizen.

"Aku tahu. Tapi, aku membutuhkannya sekarang ini. Kau tahu musuh kita bukanlah kelompok yang biasa-biasa saja,Untuk itu aku membutuhkan pemuda itu dalam keadaan sehat. Aku ingin mempelajarinya," Aizen menjelaskan. "Dan aku percaya Orihime bisa menyembuhkannya," imbuhnya lagi.

"Anda tidak mengerti. Apakah Anda tahu? Orihime memintaku berkali-kali untuk mengizinkannya membunuh pemuda sialan itu," Grimmjow tidak mau menyerah. "Anda pikir wanita mana yang bisa merawat orang yang telah membunuh suaminya di rumahnya sendiri. Bisa-bisanya Anda membiarkan Orihime merawat pemuda yang jelas-jelas telah membunuh Ichigo, suaminya sendiri," Grimmjow menegaskan kalimatnya. Aizen hanya bisa menghela napas.

'Pemuda berambut orange itu? Suami Orihime?' batin Ulquiorra.

Masih bersambung readers!

Chap ini selesai juga.

Gomen kalau chap ini lagi-lagi tidak memuaskan.

Gomen kalau bloody-nya kurang lagi kayak chap sebelumnya, saya akui chap lalu parah banget kerusakannya. Saya sendiri ga ngerasain bloody-nya.

Semoga chap ini tidak mengecewakan. Sorry, kalo ngeboring-in

*Hime: aku udah nikah ama Icha? (Blushing)

*Ichi: iya, Hime. (Blushing) eh, icha… aku ama Hime udah itu, belum?

*Icha: itu apaan sih? Ga jelas ne. ga ngerti diriku, Ichi.

*Ichi: ituloh. Yang biasa dilakukan yang udah nikah. Ahhh, author jangan sok ga tahu deh loe. Loe kan dah biasa baca fic lemon. Ja-

*Icha: (ngebekap Ichi pake tangan) jangan sembarangan deh loe, jeruk! (Koq ada hawa ga enak gini ya…)

*Ulqui: author bodoh! Kenapa Hime-ku udah nikah ama si jeruk.

*Icha: glek! (nelen ludah) ehh, ga pa pa kan ulqui-kun? Kan ichi dah mati. Jadi-

Ulqui ngangkat jari telunjuknya. Sinar berwarna hijau keluar. Seketika author gosong

*Icha: (gosong) review ya (pingsan seketika)