Warning : AU, OOC, Horor tapi gak seram-seram banget, DON'T LIKE DON'T READ ! Genre gak jelas: Romance/Horror/Humor/Supernatural Disarankan : membaca saat malam agar bisa membayangkan situasinya! Super-panjang! Not edited yet: sudah pasti TYPO!

Chapter 4 setelah sekian lama… reader menunggu… untuk apdetan dariku… *ala Ridho Rhoma*

#hardly gaploked

Mungkin ada yang stress karena fic ini malah belok ke horror and Saku malah jadi ghostbuster. Maap ya, tapi mank basic ide ceritanya kan 'Kemampuan Sakura melihat roh'. Tapi ntar gak melulu hantu kok. Terutama saat klien terakhir alias Sakura sendiri, fic-nya bakal full romance. Tapi biar gak kecewa, chapter ini banyak mengandung NaruSaku juga kok.

To NaruNarurin: Thanks untuk ide horornya berbulan-bulan lalu, hahahaha

Thanks juga yang udah ripiu di chapter 3 kemaren:

Ellie, lalalaa, Annis Hanji, Hikari Meiko EunJo, Pingkan san, Rinzu15, Zhan, FidyDiscrimination, Khun, Namikaze 'cherry' Hatake, Ai Mishima, Deidei Rinnepero, athenafaa, inessegreen, Ren shiekaru, Chocomint the snidget, Naro nezzty, Yamanara ShikaIno,Lollytha-chan,kirihara kuma, SasuHina FC, osoi-chan is not osoi, HikariChuri, Hadiekavien's, NN, Tobito Ichiha, Michiru no Akasuna,elven lady18,Ridho Uciha, Uchirumaki Lacus, Hero chan, Yakusi Fuuku,NaRa'UzWa',Hikari-Hime,Enny love ShikaIno,NaruNarurin, Rey619, Temari Fanz, NaMIKAze Nara, Saqee-chan, Zanzhaki Akane, Ciaxx,Nara Aiko, The RED Phantom, Rere Aozora.

Yosh! Selamat membaca!

Summary : Sakura selalu mengeluh karena bakat melihat roh yang dimilikinya. Dia sangat sebal karena semua selalu berbisik-bisik tiap ia tanpa sadar ngobrol dengan hantu sekolahnya yang notabene seolah ia terlihat bicara sendiri. Dan saat batas kesabaran mencapai ubun-ubunnya, ia mengutuk kemampuannya sendiri. Lalu muncullah Dewa yang mengajukan syarat jika Sakura ingin kekuatannya hilang, ia harus membantu seorang malaikat junior yang super bodoh untuk mengemban tugas menyatukan cinta setiap pasangan. Setelah Ino dan Shikamaru, kini giliran sang Manager klub basket, Karin dan Suigetsu!

DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO-sensei

Sedikit Inspirasi dari Ryuk Deathnote, dan otak saya yang hobi berkhayal.

.

STUPID CUPID Chapter 4 : Perawat Misterius

.

"Ehm…"

Sepi reaksi. Siii—ng.

Ino mengerutkan dahinya menatap gadis berambut merah di hadapannya tetap pada posisi yang sama. Ia menarik napas lumayan dalam lalu bersiap bersuara lagi. "EHEEMM."

"Eh, Ino," jawab Karin sambil menoleh gugup. "Ada apa? Sampai mana tadi?"

Ino terkekeh pelan melihat tingkah sang gadis berambut merah. "Mana buku Sakura? Biar nanti kuberikan padanya. Pagi ini dia akan ke dokter dan istirahat sebentar. Nanti siang dia akan datang ke sekolah untuk sekedar menyerahkan laporan ilmiah kimia pada Kakashi-sensei."

"Oh…"

"Yah, kau kan tahu. Tuan tukang telat itu paling nggak menolerir tugas yang terbengkalai."

"Ah, baiklah."

Ino menarik alis kirinya ke atas. Ada apa dengan nona cerewet satu ini? Ino bangkit dari kursinya lalu mendaratkan pantatnya di atas meja agar tingginya sejajar dengan Karin yang sedari tadi berdiri.

Ia mengikuti pandangan Karin. Di ujung masih terlihat Suigetsu yang berjalan menjauh dari kelasnya. Ino tersenyum tipis lalu menepuk pundak Karin, "Kenapa?"

"Hah! Oh, itu? Nggak apa-apa…"

"Suigetsu memang agak aneh ya?"

Karin semula memilih diam namun akhirnya gadis itu mengangguk setuju. "Entahlah. Sepertinya akhir-akhir ini dia bersikap aneh padaku. Padahal seingatku akhir-akhir ini aku nggak bertengkar dengannya kok."

Karin menghela napasnya lagi sementara Ino memutar bola matanya. Ia sedikit mengingat insiden di tepi jalan saat ia menemani Hinata menguntit Sasuke. Ia masih ingat betul saat itu Suigetsu mengejar Karin yang lari setelah didorong Sasuke. Tapi masalahnya Ino tak tahu apa yang terjadi setelahnya.

"Karin, waktu pulang sekolah kau lari dan dikejar Su—"

KRIIING… Bel masuk jam pertama berbunyi.

"Wah, Bel…" keluh Ino sambil turun dari meja.

Karin menoleh pada gadis pirang itu. Pertanyaannya tadi belum terdengar jelas di telinganya, "Kau tadi tanya apa?"

"Hah? Oh, nanti saja ya. Setelah ini ada pelajaran Miss Anko. Sebaiknya kau cepat kembali ke kelasmu…"

Karin hanya mengangguk. Ia mengangkat bahunya lalu melangkah menjauh dari Ino. Dalam hati gadis yang biasanya acuh itu sedikit gelisah. Sikap anggota tim basket yang jahil itu kini berubah agak pendiam. Jujur saja itu sedikit mengusiknya. Aneh. Tak biasa. Mengganggunya dan membuatnya penasaran dengan apa yang terjadi. Karin menghela napas lagi dan melepas kacamatanya lalu berlari menuju kelasnya.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Kau benar baik-baik saja?"

Sakura menghentikan langkahnya. Tanpa mempedulikan lalu lalang siswa yang sedang istirahat siang dan melewati koridor tempatnya berdiri sekarang. Sakura memutar tubuhnya ke samping. Menghadap sang malaikat yang tak terlihat bagi mata siswa lainnya.

Sakura menyipitkan matanya sambil memandang malaikat di hadapannya. "Aku kan sudah bilang aku baik-baik saja."

"Tapi ka—"

"Sst!" Sakura mengacungkan jari telunjuk kanannya di depan bibirnya, memberi isyarat agar Naruto tak berbicara lebih jauh. Ia tahu betul malaikat cerewet satu ini mengkhawatirkan kondisi tubuhnya sehabis sakit. Tapi Sakura tahu sejauh mana ia sakit. Ia yakin betul sekarang ia sudah merasa enakan.

Naruto hanya mengangguk pasrah saat Sakura berbalik lagi dan mulai berjalan menyusuri koridor menuju ruang guru untuk menyerahkan buku laporan ilmiahnya. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan sang malaikat hanya melayang-layang di sampingnya untuk siap siaga kalau-kalau sang partnernya itu mendapat kesulitan. Entah sejak kapan ia malah keasyikan menjadi guardian angel sang gadis bermata emerald itu.

Lama melewati koridor dan melewati bebrapa kelas, Naruto akhirnya menghentikan gerakannya. Ia tak lagi mengikuti Sakura yang berjalan di hadapannya. Ia memilih berhenti di depan sebuah kelas. Mengamati seseorang yang kini berdiri di pintu.

Pemuda berambut merah yang saat ini pandangannya terlempar pada partnernya.

Pemuda ini… Naruto tahu pemuda ini. Bukan pertama kalinya ia melihat sang pemuda stoic itu menatap Sakura diam-diam. Ada yang berbeda dari tatapannya. Layaknya semalam saat ia menggendong partnernya pulang dari sekolah setelah menolong Ino dan Shikamaru.

FLASHBACK ON

"Begini lebih mudah kan?"

Sakura hanya mengeratkan pegangan lengannya di leher sang malaikat yang telah berubah wujud menjadi manusia agar bisa menggendongnya yang sedang tak enak badan dengan bridal style. Gadis itu perlahan mengangguk dan menenggelamkan kepalanya di leher Naruto.

"Kau demam Sakura-chan," ucap Naruto. "Kau benar-benar nekat pergi ke sekolah malam-malam begini."

Kemudian terdengar suara tawa pelan Sakura, "Memangnya kau bisa merasakan suhu tubuhku yang demam?"

"Iya."

"Mana bisa? Kau kan malaikat, Baka!"

Naruto mengangkat bahunya tanda ia juga tak paham alasannya. "Mungkin karena sekarang aku berwujud manusia seperti ini."

"…"

"Badanmu hangat. Aku juga bisa mencium bau cherry dari tubuhmu Sakura-chan…" puji Naruto.

Pukk.

Sakura memukul pundak Naruto pelan. Gadis itu memejamkan matanya dan makin menenggelamkan kepalanya di leher Naruto. Setengah berharap Naruto tak menyadari pipinya yang memeanas dan merona. Bodohnya.

"Kau bau ramen…" balas Sakura.

"Ramen?"

"Um… dan bau jeruk…"

Naruto langsung tertawa mendengarnya. Sakura hanya tersenyum, sosok partnernya ini, begitu hangat… dan menenangkan. Melindunginya. Andai pemuda ini manusia sama sepertinya. Bukan malaikat.

Sakura menghela napas pelan. Tapi apakah ada yang berubah jika pemuda ini adalah manusia?

Sakura tersenyum lembut kali ini. Setidaknya, Naruto yang menggendongnya ini kini berwujud manusia. Sedikit banyak, harapannya terkabul meski hanya untuk sementara.

Naruto terus berjalan menyusuri jalanan sepi menuju rumah Sakura. Ia menengok sesaat pada sosok bidadari yang tertidur dalam gendongannya. Wajahnya begitu tenang dan cantik. Perlahan, malaikat itu merasakan pipinya memanas namun sejurus kemudian ia tersenyum.

Dikecupnya kening gadis itu perlahan.

Set.

Naruto menengok ke pintu pagar sebuah rumah. Seorang pemuda berdiri di ambang pagar menatapnya yang sedang menggendong Sakura. Naruto sebenarnya tak peduli. Hanya saja ia heran karena pemuda itu menatap matanya dengan pandangan tak biasa. Dan lama Naruto saling pandang dengan pemuda berambut merah yang tak dikenalnya itu, sang lawan akhirnya melempar pandangannya pada gadis yang tertidur pulas dalam dekapan Naruto.

Naruto terus berjalan. Melewati pemuda itu. Mengacuhkan pandangan matanya.

FLASHBACK OFF

"Bagus, Sakura. Tadinya kukira kau tak akan datang mengantar tugasmu ini," ucap Kakashi. "Kau tahu kan, hasil laporan ilmiah ini cukup mempengaruhi nilai rekapmu nanti."

Sakura mengangguk tenang. "Iya, Kakashi-sensei."

Sang guru itu kemudian mengangguk dan tersenyum tipis di balik maskernya. Matanya kemudian menoleh cepat pada sosok wanita yang berjalan melewati ruang guru dengan tergesa-gesa.

"Shizune?" panggilnya.

Wanita yang dipanggil Shizune itu menoleh dan menghentikan langkahnya. Wajah cantiknya yang tadi tegang kini berangsur melembut saat ia mendapati sang guru Kimia memanggilnya, "Ah, Kakashi-san. Ada perlu apa?"

Kakashi terdiam sesaat. Begitu juga Sakura yang belum menyingkir dari sisi Kakashi dan memilih untuk tak bersuara sambil memandangi sang dokter ruang kesehatan. Kakashi menggaruk tengkuknya sesaat. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya melihatmu sepertinya tergesa-gesa. Aku juga tidak melihatmu sejak jam makan siang. Apa terjadi sesuatu?"

Shizune memiringkan kepalanya sesaat. Begitu ia sadar apa yang sedang terjadi, ia langsung mengangguk gugup. "Suigetsu, anggota klub basket barusan mengalami cedera kaki saat ia latihan basket. Setelah kucek sepertinya keadaan engsel kakinya bengkak. Jadi aku mau memberitahu Asuma-san bahwa Suigetsu akan kubuatkan rujukan ke rumah sakit di ujung jalan sekarang juga. Asuma-san kan wali kelasnya."

Kakashi lalu manggut-manggut paham.

"Memangnya parah?" tanya Sakura tiba-tiba memecah keheningan.

"Mata kakinya bengkak. Saat kucek ia juga bilang kakinya sulit digerakkan. Aku tak bisa memastikan, tapi mungkin ia harus menginap semalam di rumah sakit. Sejauh ini hanya ini yang bisa kuperkirakan."

Sakura mengangguk paham. Suigetsu cedera rupanya. Kasihan.

"Baiklah, aku pergi dulu," ungkap Shizune lembut.

"Ah biar kuantar. Tadi kulihat Asuma sedang di laborat komputer," tawar Kakashi. Shizune hanya mengangguk setuju mendengarnya. Kedua gurunya itu lalu pergi berlalu dari sana.

Sakura berbalik dan bersiap melangkah pergi. Ia melirik Naruto yang sedari tadi melamun tak jelas. "Naruto, kau ke—"

"Sakura-chan?"

Sakura menoleh dan mendapati sahabat pirangnya berjalan mendekat. "Ino."

"Kau baru saja menemui Kakashi-sensei ya?"

Sakura hanya mengangguk membenarkan.

Gadis pirang di sampingnya melongok ke ujung lorong. Memperhatikan sang guru berambut perak yang sedang berjalan beriringan dengan Shizune, "Itu…Shizune-san ya?"

"Iya… Kakashi-sensei bilang mau mengantar Shizune-san ke tempat Asuma-sensei."

"Untuk apa?"

"Mau memberitahu Asuma-sensei kalau Suigetsu cedera dan tidak bisa mengikuti kelasnya."

"Cedera?" tanya Ino heran.

"Iya, cedera kaki saat latihan basket."

"Oh begitu… Oh iya, ini bukumu. Karin tadi menitipkannya padaku," ucap Ino santai. "Oh iya, kira-kira Karin tahu tidak kalau Suigetsu cedera?"

Sakura mengangkat bahunya tanda tak tahu. Gadis itu lalu menepuk lengan Ino, "Aku perlu menanyakan sesuatu pada Karin tentang catatan buku ini. Bagaimana kalau sekalian kau memberitahunya soal Suigetsu. Bisa saja Karin tak tahu. Lagipula jam masuk pelajaran terakhir belum berbunyi."

"Oke," jawab Ino.

Sakura melirik Naruto yang hanya menatapnya dan tak berkomentar. Gadis berambut merah muda itu lalu memandang lagi sahabatnya, "Ayo!"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Kariiin!" teriak Ino dengan suara menggema.

Si gadis berambut merah yang dipanggil namanya menoleh. Ia menghentikan gerakan kakinya yang sedang menyusuri koridor sekolah dari lantai atas. Ino lalu berjalan cepat mendekat disusul Sakura di belakangnya.

"Kau mau kemana?" tanya si gadis pirang.

"Aku mau ke UKS."

"Mencari Suigetsu?" tanya Sakura cepat.

Karin yang awalnya diam akhirnya mengangguk cepat. "Kudengar dari Kimimaro si Bodoh itu cedera."

"Jadi kau belum tahu?" tanya Ino.

"Aku tadi ada kelas tambahan di lantai atas. Kalian tahu ya?"

Sakura dan Ino mengangguk serempak. Sakura melirik Naruto sesaat. Ia jadi bingung dengan tingkah Naruto. malaikat yang biasanya selalu banyak bicara seperti penjual dorayaki di kantin itu kini nampak terdiam. Bahkan seperti terkesan mengacuhkannya.

Sakura merenung sesaat sementara Ino dan Karin mengobrol. Sejak tadi Naruto mendiamkannya. Ah, bukan. Sejak kemarin malam saat ia tertidur di gendongan Naruto. sakura jadi bingung. Apa saat tidur ia menggumamkan sesuatu yang tidak mengenakkan? Mungkin memanggilnya baka-naruto? atau malaikat idiot? Atau si rakus tukang makan ramen? Um… Sakura tak yakin. Apa Naruto sekarang mulai merasa kerepotan karena harus berurusan dengannya?

Sakura menatap snag malaikat di sampingnya baik-baik. Entah kenapa si penggila ramen itu menatap direksi yang lain. Mau tak mau Sakura perlahan mengikuti arah pandangannya. Deretan kelas lain. Dan… Gaara?

Sedang apa Gaara berdiri di depan kelas? Yang lebih aneh, kenapa Naruto menatap Gaara seperti itu? Sakura berhenti berpikir ketika matanya menatap Gaara yang menyeringai singkat lalu masuk ke dalam kelasnya. Dasar bocah stoic aneh!

"Karin!"

Ketiga gadis berbeda warna rambut itu segera menoleh pada si pemilik suara maskulin. Juugo. Pemuda tinggi besar itu lantas mendekat pada Karin.

"Juugo? Kau dari mana? Ngos-ngosan seperti itu?" tanya Karin heran.

Juugo nyengir sesaat sambil mengatur napas. Ia melirik jam tangannya sesaat. "Oh, aku baru saja mengantar Suigetsu ke rumah sakit. Aku berlari dari rumah sakit barusan, takut telat masuk kelas."

"Lalu Suigetsu?" tanya Karin tanpa jeda. "Apa kata dokter? Kakinya baik-baik saja? Apa cederanya parah? Apa ia harus menginap?"

"…"

Sementara Karin menggebu-gebu bertanya, siswa di sekitarnya hanya melongo. Sesaat Sakura tersenyum. "Ehm… kau terlihat… khawatir sekali, Karin."

Kini giliran Karin yang melongo mendengar tuduhan Sakura. Ia mengerjab beberapa kali sebelum pipinya memerah. Sedetik kemudian tampang sangarnya muncul sambil menggetok kepala Sakura, "Tentu saja, Pinkhead! Dia kan anggota tim basket dan aku managernya…"

Ino dan Juugo kontan tertawa cekikikan.

"Santai saja, Redhead!" balas Sakura, "tak usah berteriak dengan muka merah begitu."

"K-Kau!"

"Sudah ah, kalian berdua!" lerai Juugo. "Suigetsu tak apa-apa, tapi sepertinya harus menginap dua hari."

"Dua hari?" seru Karin. Sedetik kemudian gadis itu buru-buru menutup mulutnya sendiri sambil melirik Ino dan Sakura yang terlanjur menyeringai kepadanya. Wajahnya mendadak memerah seperti udang rebus. "Ja-Jangan melihatku s-seperti itu!"

Ino malah tertawa sekarang, "Kenapa kau bicara seperti Hinata begitu? Andai Suigetsu mendengarnya…" goda Ino.

"Ino!" terang-terangan Karin langsung membekap mulut Ino agar tak menggodanya lebih jauh.

"Sudah, sudah…" lagi-lagi Juugo menengahi. "Daripada bertengkar lebih baik kau menjenguknya sepulang sekolah."

"Ide bagus!" seru Ino lagi, "aku ikut!"

"Eh? Kenapa kau ikut?" sela Karin cepat.

"Aku ikut deh…" tambah Sakura.

"Sakura juga?" imbuh Karin bingung.

"Ya ampun Karin, aku kan anggota cheers!" jawab Ino enteng, "lagipula anggap saja Sakura menemaniku. Dia kan punya kemampuan 'keren', pasti ngebantu banget soal suster aneh yang dikatakan Deidara."

"Suster aneh?" tanya Sakura heran. Ia langsung 'connect' begitu Ino mengatakan kata 'kemampuan keren'.

"Deidara bilang ada hantu suster di sana. Entahlah itu benar atau tidak aku juga nggak tahu. Katanya kalau suster itu mendatangi seorang pasien, pasien itu besoknya akan mati. Hiiy…" Ino mulai begidik ngeri.

Sakura melirik ekspresi Karin yang aneh. Gadis itu nampak 'kosong' mendengar penjelasan Ino. Si gadis pirang yang juga menyadarinya sesaat nyengir lalu menepuk pundak Karin keras sehingga gadis itu menoleh.

"Tenang saja," jawab Ino sambil menyeringai nakal. "Belum tentu susternya datang ke kamar Suigetsu."

"Ap-Apaan sih!"

Ino tertawa lagi.

Riii—ng…. Bel masuk berbunyi nyaring.

"Pokoknya aku ingin ikut. Aku akan ke rumah sakit duluan, nanti kau telepon aku ya Ino." Sakura lalu beranjak pergi diikuti Naruto yang sejak tadi diam. Ino hanya mengangguk sebelum akhirnya berlari ke kelas. Begitu juga Juugo dan Karin.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Naruto…"

Sakura menghentikan langkah kakinya. Menatap sosok melayang di sampingnya yang terus melayang ke arah depan tanpa menyadari bahwa gadis itu sudah berhenti.

"NARUTO!"

Glek! Barulah Naruto akhirnya berhenti melayang saat suara seram Sakura terdengar. Pemuda itu menoleh cepat dan mendapati sakura menatapnya tajam. Naruto menengok kanan-kiri jalanan menuju rumah sakit yang nampak sepi.

"Kau itu kenapa?" tanya Sakura kesal.

"Hah?" tanya Naruto bingung.

"Sejak tadi kau mengacuhkanku. Kau sakit?" tanya Sakura tak sabar. "Memangnya aku ada salah padamu?"

Naruto terdiam sesaat, "Aku kan malaikat. Mana mungkin sakit! Hahahaha…" Naruto sempat tertawa, tapi kemudian ia terdiam lagi. Pemuda itu menunduk seolah memikirkan sesuatu. Ia memang memikirkan sesuatu. Tentang Sakura. Juga tentang pemuda berambut merah tadi. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Tapi Naruto terlalu bodoh untuk tahu apa yang dirasakannya. Untuk itulah ia memilih diam. Ya Tuhan, kenapa ia harus terlahir sebagai malaikat tanpa memori? Setidaknya kalau ia benar-benar pernah hidup sebagaimana manusia, ia akan sedikit memahami apa nama perasaan gundah yang ia rasakan sekarang.

Sakura menatap Naruto yang mengalihkan pandangannya dengan kesal. Apa-apaan ini? Gadis itu kesal karena meskipun Naruto hanya partner terpaksa karena ulah Tobi, tapi setidaknya jangan bersikap acuh padanya. Sudah cukup dulu ia kesal karena tak punya teman disebabkan kemampuan anehnya. Dan sekarang saat teman-temannya mulai menyapanya lagi, kini giliran Naruto yang bersikap 'jauh' darinya.

Gadis itu melangkah cepat meninggalkan Naruto yang masih sibuk dengan pikirannya. Sakura melangkah cepat. Tidak, gadis itu setengah berlari. Hingga akhirnya kakinya benar-benar berlari menuju rumah sakit. Dadanya sesak.

Brukk.

Sakura jatuh terjengkang ke belakang sementara yang ditabraknya juga terjatuh di aspal halaman rumah sakit.

Mata Sakura melebar. Ia cepat-cepat bangkit dan membungkuk mohon maaf, "Maafkan aku. Aku tidak sengaja…"

Pemuda yang ditabraknya segera bangkit dan meraih handphone-nya yang terjatuh. "Iya Ayah… aku juga baru sampai depan. Pemotretannya tadi molor…" keluh sang pemuda sambil memunguti tas-tas kertas yang dibawanya.

"Sekali lagi maafkan aku…" ucap Sakura tak enak.

Pemuda itu hanya menggeleng, "Tidak apa-apa nee, saya juga nggak melihat-lihat. Kita sama-sama lari barusan. Dan saya juga sedang sibuk menelepon."

"Iya, tapi sekali lagi maaf."

"Tak masalah," balasnya lagi. "Iya, Ayah. Aku segera kesana. Ah, ayah bawel!" seru pemuda itu di telepon sambil berlari kencang masuk ke teras rumah sakit. Sakura melongo melihat pemuda berambut jabrik itu.

Sakura menarik napas dalam-dalam karena lega. Tapi mata gadis itu kemudian tertuju pada lembaran kain memanjang yang tergeletak di aspal. "Syal?" gumamnya pelan. "Jangan-jangan punya pemuda tadi?"

Sakura mengeluh lagi sebelum akhirnya memungut syal biru panjang itu. Ia melirik sebuah jahitan nama di ujungnya yang dirajut dengan benang oranye. "Um… ini namanya ya?" gumam Sakura bingung.

"Namanya…Konohamaru…"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Mendokusai…"

Karin melirik pemuda berambut nanas yang berjalan tak jauh darinya. Gila benar si jenius satu ini! Sejak melangkah keluar dari gerbang sekolahan, selalu kata itu yang meluncur keluar dari mulutnya. Entah sudah berapa kali si Pinapple-head itu mengeluh.

"Ino! Apa kau nggak bisa menyuruh pacarmu nggak mengeluh seperti itu?" seru Karin kesal. Seingatnya tadi ia hanya berencana datang dengan Juugo ditambah Ino, dan Sakura yang sudah duluan ke rumah sakit. Dan nyatanya sekarang ada Shikamaru, pacar baru si pirang ratu gossip dan juga si miss perfect Hyuuga Hinata. Ia cukup heran melihat tak biasanya Hyuuga satu ini boleh pergi main sebelum pulang ke rumah.

Dalam hati Karin bersyukur ternyata Sasuke, pemuda pangeran sekolah yang pernah jadi pujaannya itu tak ikut Hinata kali ini—setidaknya Karin tak buta untuk melihat betapa overprotective-nya seorang Uchiha Sasuke pada kekasihnya yang lemah lembut ini.

Kalau Sasuke ikut, bisa jadi moodnya akan tambah buruk dan ia pasti gondok seharian. Bagaimana tidak? Um… cemburu mungkin. Yaah, sedikit lah…

"Shikamaru, berhentilah mengeluh," pinta Ino.

"Ha—h, kenapa aku jadi ikut kemari?" tanyanya bingung.

Ino menaikkan alis kirinya. Seingatnya justru si pemalas ini yang memaksa ikut. Bukannya dia yang menarik-narik tangannya agar ikut ke rumah sakit?

Shikamaru yang menyadari tatapan tak enak dari kekasihnya menghela napas pelan, "Ini karena kau tadi bilang rumah sakit ini ada hantunya. Akhir-akhir ini aku sensitive dengan kata 'hantu', troublesome…"

"Jadi kau ikut cuma khawatir pada Ino?" seru Karin tak percaya.

Shikamaru memutar bola matanya malas, "Tentu saja tidak. Suigetsu kan teman sekelasku juga."

"Iya Karin. Jangan sewot begitu ah…" ujar Juugo takut-takut.

"Juugo. Kau—"

"Sudah… J-Jangan ribut teman-teman… sebentar lagi k-kita sampai…" ungkap Hinata. Karin melirik Hinata sebentar. Ia masih sebal sih karena gadis ini berhasil merebut hati Sasuke, tapi ya… sudahlah. Toh ia bilang ia datang untuk mewakili Sasuke yang mendadak harus menemui kakaknya di bandara.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Ehem…"

Naruto makin memperkeras desahan napasnya mendengar deheman barusan. Pemuda jabrik itu tidak menoleh dan memilih untuk tetap menunduk memandangi permukaan alas dunia malaikat yang putih bening. Kedua tangannya masih sibuk mencengkeram rambut pirangnya.

"Kau kenapa, Naruto-kun?"

Naruto melirik sesaat lalu memasang muka memelas.

"Tak biasanya kau kemari jam segini. Akhir-akhir ini aku merasa kau sering sekali datang. Tugasmu di bumi bagaimana? Partnermu menyebalkan?"

Naruto menggeleng lemah lalu mengangkat wajahnya, mencoba menatap mata lawan bicaranya, "Apa kau dulu juga seorang manusia, Matsuri?"

Matsuri tersenyum lembut mendengarnya, ia setengah terheran mendengar pertanyaan aneh barusan, "Memangnya kenapa?"

"Aku… merasa aneh melihat Sakura. Belum lagi ada seorang siswa yang membuatku penasaran."

"Aneh? Aneh bagaimana?"

"Ya… aneh… Itulah makanya aku kebingungan. Kalau kau pernah jadi manusia, mungkin kau tahu apa nama perasaan aneh ini…" keluhnya.

"Coba jelaskan sedikit…" pinta Matsuri sabar.

Naruto menarik napas dalam-dalam kemudian tersenyum lembut, "Entahlah… pertama aku bertemu dengannya, kesan pertama dia adalah gadis yang cantik. Beberapa detik kemudian dia terkesan seperti gadis kasar. Kadang dia tertawa, tapi terkadang aku bisa merasakan kesedihannya."

"Empati mungkin?" sahut Matsuri.

"Beberapa waktu lalu aku berubah wujud manusia dan aku menggendongnya pulang—uhm… atau boleh dibilang memeluknya…" Wajah Naruto mulai merona tipis tanpa ia sadari.

Mendengarnya Matsuri langsung mengangguk dan menyeringai, "Aaaha…"

"Aku bisa merasakan badanku menghangat—maksudku… sebagai seorang malaikat itu kan aneh."

"Kalau kau malaikat utuh sepertiku sih seharusnya begitu…"

Naruto terdiam sesaat. Tunggu, apa maksud ucapan malaikat berambut pendek ini barusan?

"Takdirmu benar-benar sesuai catatan yang ada meskipun sempat kacau."

"Ap—"

"Matsuri, Ayo!"

Matsuri yang merasa namanya dipanggil segera bangkit dari duduknya, mengacuhkan Naruto yang sebenarnya ia sadari bahwa pemuda itu kebingungan dengan perkataannya. Ia lebih memilih bergegas melambaikan tangannya ke Kankurou.

"Matsuri, tunggu!" panggil Naruto yang ikut bangkit. "Aku tak tahu kalau hari ini kau turun ke bumi…"

"Aku menggantikan Hidan. Lagipula aku memang sering menggantikannya untuk tugas ini…." jelas Matsuri. "Oh iya, kudengar Sakura partnermu itu ada di rumah sakit yang akan kudatangi hari ini, kalau kau dengar soal cerita hantunya, abaikan saja. Atau setidaknya jangan ikut campur kalau tak ingin berurusan dengan Kankurou."

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Suigetsu sedang di ruang radiologi."

Karin hanya mengangguk malas lalu menjatuhkan tubuhnya di kursi sofa dekat tempat tidur. Hinata memilih untuk menata keranjang buah yang ia bawa untuk ditata di atas laci sementara Ino dan Juugo menunggu di dekat pintu.

Tak berapa lama kemudian Suigetsu memasuki kamarnya dengan bantuan seorang perawat meski kemudian sang perawat memilih pergi meninggalkan ruang kamar tersebut.

"Bagaimana? Menginap?" tanya Shikamaru sambil menyalakan rokoknya di dekat jendela kamar agar asapnya tidak masuk.

Suigetsu mengangguk lemah lalu merangkak naik ke ranjang, mengacuhkan Karin yang sebenarnya sudah ia sadari keberadaannya sedari tadi.

"Shikamaru… matikan rokokmu…"

"Ino… ini hany—"

"Matikan atau kau yang kumatikan." Ino melotot sembari mengancam. Memaksa sang pemuda yang akhirnya hanya mengangguk malas sambil meletakkan batang rokoknya di asbak.

Sakura terkikik pelan begitu juga Juugo dan Hinata. Hanya Suigetsu dan Karin yang pikirannya entah melayang kemana. Sesekali keduanya saling melirik meski selalu tak berpapasan pandang.

Suigetsu menghela napas panjang sambil merebahkan punggungnya di ranjang. Ia menatap langit-langit dengan malas. Karin sebenarnya menyadarinya, hanya saja gadis itu malas menyapa Suigetsu duluan. Yang benar saja? Biasanya juga Suigetsu yang cerewet, kalaupun akhir-akhir ini ia aneh pasti bukan salahnya kan?

Itulah yang ada dalam pikiran Karin.

"Mana Sasuke?" tanya Suigetsu pada Hinata yang duduk di dekat Ino dan Sakura.

"Ah, i-itu… Sasuke-kun tidak bisa menjengukmu hari ini. Mungkin besok bisa," jelas Hinata, "tapi apa kau menginap Suigetsu-san?"

Suigetsu mengangguk malas.

"Memangnya parah?"

Semua yang ada dalam ruangan terdiam mendengar sang gadis berambut merah menyala akhirnya angkat bicara. Suigetsu pun tak langsung menjawabnya. Ia mengambil jeda beberapa saat sebelum akhirnya bersuara lagi, "Dokter yang khusus menangani soal cederaku baru besok sore datang ke Tokyo. Jadi aku mungkin akan menginap dua hari."

Tentu bukan hanya Karin yang menyadari bahwa nada bicara Suigetsu barusan terdengar aneh, terkesan tak peduli pada pertanyaan Karin.

"Bagaimana kau bisa cedera?"

"Untuk apa kau tanya-tanya? Aneh rasanya kalau kau mendadak perhatian seperti itu…"

Semua yang ada di ruangan terdengar menahan napas. Mereka sadar betul hubungan Karin dan Suigetsu memburuk. Hanya saja sejauh ini hanya Ino yang sedikit memahami kenapa Suigetsu bersikap seperti itu. Apalagi kalau bukan insiden beberapa hari lalu. Sebenarnya sudah cukup lama.

"Aku kan managermu."

"Kalau kau manager, kemana kau saat kucari?"

"Aku kan tidak setiap waktu harus ada di lapangan basket," jawab Karin setengah emosi. "Lagipula apa susahnya mencariku. Kau bicara seolah-olah cederamu itu salahku."

Ino hanya tersenyum tipis, 'cedera hati sih iya…' batinnya.

Suigetsu bergegas duduk dan menatap tajam Karin, "Tentu saja, Kacamata! Aku mencarimu karena khawatir tapi kau malah tak ada!"

Karin mengerutkan dahinya bingung. Sedikit banyak ia merasa pembicaraannya tak nyambung dengan Suigetsu. "Apa sih maksudmu?"

Hinata yang benci pertengkaran mulai merasa tak enak, "Su-Sudah… jangan bertengkar… kita sedang di rumah sak—"

"Waktu siang itu aku mencarimu yang menangis seperti orang gila! Kau waktu itu dimana!" imbuh Suigetsu kesal.

"Kau yang gila!" balas Karin, "Aku sama sekali tak mengerti arah omonganmu, Bodoh!"

"Aduh… mereka malah bertengkar," keluh Ino pada Sakura. Gadis itu sempat menengok pada Shikamaru yang memilih untuk membuang pandangan ke luar jendela tak mau tahu. "Apa Karin lupa bahwa hari itu Suigetsu mengejarnya? Aku saja masih ingat," bisiknya pelan.

Sakura kini mulai berkeringat dingin. Mana mungkin ia sekarang berteriak bahwa Suigetsu salah paham. Dan gadis yang waktu itu ia kejar sebenarnya bukanlah Karin, melainkan Naruto. Aduh, bagaimana ini?

"A-Ah! Suigetsu, jangan berteriak. Kau tahu, ototmu harus rileks agar penyembuhanmu berlangsung cepat!" sahut Sakura menengahi. "Memangnya kau betah tinggal di rumah sakit ini lama-lama?"

Ino yang tahu niat baik Sakura mulai mendukung. "Betul kata Sakura-chan. Memangnya kau mau ketemu hantu suster itu?"

"Hantu?" tanya Hinata pelan. Ah, ia masih cukup sensi dengan kata satu ini rupanya. Shikamaru pun akhirnya menengok ke arah kekasihnya.

"Iya, kudengar dari Deidara, kadang, ada satu malam seorang perawat dengan pakaian terusan membawa sabit besar berwajah menyeramkan mendatangi kamar seorang pasien dan pasien itu esoknya akan meninggal."

"Apa?" tanya Suigetsu heran sekaligus tak percaya.

"Ya, itulah makanya kau harus cepat keluar dari rumah sakit ini…"

"Aku tidak pernah mendengar rumor itu," sahut Shikamaru, "Kau yakin? Kalau itu benar, harusnya rumah sakit ini sepi pengunjung kan?"

"Aku sudah tanya ulang pada Deidara. Memang banyak yang tak percaya, karena memang suster itu hanya datang di saat-saat tertentu, tidak setiap ada pasien meninggal. Dan juga hanya sedikit yang pernah melihat sosoknya. Yaaah… tidak ada salahnya mencegah kan?" jawab Ino santai.

Suasana mendadak mencekam. Juugo mulai berkeringat dingin sementara Shikamaru yang dasarnya bukan pemuda penakut memilih untuk menganalisa dengan otaknya. Sakura tetap celingukan mencoba mencari sosok malaikatnya yang tak nampak sejak tadi sementara Hinata mulai gemetar.

"Kok sunyi?" bisik Ino pada kedua sahabatnya.

Hinata memaksakan dirinya untuk tersenyum sebelum akhirnya dengan jujur mengatakan, "Um… Ino-chan… aku tahu kalau kau mencoba untuk mencairkan suasana antara Suigetsu dan Karin, tapi…"

"Tapi apa?"

"Aku rasa itu malah memperburuk suasana."

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Uhuk…" Naruto melangkah menjauh dari gerbang rumah sakit. Ia mengurungkan niatnya menyusul Sakura yang sejak tadi ada di dalam. Malaikat itu tampak lemas dan tak bertenaga. Perlahan ia menjauh dan bersandar di sebuah tiang listrik di tepi jalan. "Matsuri bilang tidak ada apa-apa, tapi kenapa…"

"Kenapa energiku menurun drastis saat mendekat ke gedung itu? Ada apa ini?"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Langit sudah gelap sejak tadi. Ah, di luar sedang hujan, bagaimana ini?" keluh Ino sambil melangkah berdampingan dengan Shikamaru dari kantin. Di belakangnya berjalan Sakura dan Ino juga Karin sementara Juugo memilih untuk makan malam di kamar Suigetsu sambil menemani sahabatnya itu.

"Ah, sebentar lagi mobil jemputanku datang. A-apa tak apa kalau aku pulang duluan?" tanya Hinata.

"Aku dan Ino akan naik taksi. Sebaiknya kau bareng Hinata, Sakura…" usul Shikamaru. "Lagipula ini sudah jam sembilan malam. Kita terjebak gara-gara hujan deras ini."

Sakura dan Hinata hanya bisa mengangguk pasrah. Benar-benar miskin pilihan. Terutama Sakura, sadar atau tidak, ia merindukan partnernya yang tak muncul di dekatnya.

"Uhm… ternyata rumah sakit ini memang seram saat malam ya…" bisik Ino pelan.

Karin menarik napas berat, "Jangan aneh-aneh, Blondie…"

"J-jangan-jangan cerita Ino-chan t-tentang h-hantu itu memang benar…" Hinata mulai memasang mata berkaca-kaca. Sebal karena lagi-lagi di saat seperti ini tidak ada Sasuke di sampingnya.

"Haaah… kau gampang sekali perca—"

Kllak!

Kalimat Karin terhenti saat suara pintu terbuka keras terdengar nyaring di lorong belakangnya. Tentu semuanya mendengar suara tersebut dan langsung menghentikan langkahnya. Jalanan lorong antara kantin ke kamar Suigetsu memang sangat sepi. Gadis berambut merah itu melirik Hinata dan Sakura yang berdiri di sampingnya.

Sreeek.

Terdengar suara gesekan yang cukup lemah tapi masih terdengar jelas di pendengaran mereka berlima. Hinata yang merasa tak enak dan memegangi tengkuknya sejak tadi memilih untuk tetap menunduk sambil memegangi pergelangan tangan Sakura.

Sakura-lah yang paling pertama menoleh ke belakang. Ia terbiasa melihat sosok aneh-aneh. Itulah alasan ia tak begitu khawatir. Tapi Karin boleh khawatir saat ia melirik mata Sakura yang melebar. Gadis berambut pink itu tak bersuara, hanya pandangan matanya menajam di lorong di belakangnya.

Bersamaan dengan Ino dan Shikamaru, Karin akhirnya memutar tubuhnya. Dan sedetik kemudian ekspresinya tak jauh berbeda dengan Sakura. Ia melongo, melihat sosok samar melangkah menjauh. Dua sosok samar dari belakang yang gelap. Yang berdiri di belakangnya tampak tinggi kokoh tak seperti manusia. Perlahan tapi pasti dua sosok itu menghilang ditelan kegelapan.

"I-itu orang kan?" tanya Ino sambil mencengkeram lengan Shikamaru.

Sakura menghela napas pelan. "Auranya… aku tak yakin."

Karin menoleh cepat, "Tunggu! Kalau memang yang barusan itu hantu, kenapa kami juga bisa melihatnya?"

Sakura menghela napas pelan, "Ada beberapa kondisi orang biasa juga mampu melihatnya…" jelas Sakura tenang sebelum akhirnya menengok pada Hinata dan Ino, "Hinata bisa melihat sosok Hantu penjaga perpustakaan dan Ino pernah melihat hantu Lab biologi yang membuat Tayuya pingsan."

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Brakk!

"Kau harus cepat keluar dari rumah sakit ini!" teriak Karin di depan Suigetsu.

Pemuda itu hanya memasang tampang kaget sesaat lalu air mukany kembali tenang. Ia tidak berkomentar dan menatap Karin santai.

"Kubilang kau harus segera keluar dari rumah sakit ini!"

"Apa pedulimu?"

Shikamaru, Ino, Sakura, dan Hinata yang ngos-ngosan dan baru mencapai kamar Suigetsu hanya bisa melongo melihat sikap panik Karin. Gadis itu khawatir rupanya.

"Memangnya ada apa?" tanya Juugo ikut tegang.

"Rumah sakit ini memang berhantu…" jelas Shikamaru tenang. Sebenarnya ini tak masuk logikanya. Tapi sejak berhadapan dengan Orochimaru, ia mulai membuka pikirannya untuk hal-hal yang di luar realistis.

"Suigetsu!" bentak Karin.

Suigetsu hanya menyeringai sesaat, "Jangan sok peduli padaku. Atau karena kau memang sudah menyerah pada Sasuke? Toh hantu itu takkan ke kamarku."

Karin menggigit bibir bawahnya. Gadis itu melepas kacamatanya dan meraih kerah pakaian Suigetsu dengan kesal, "Mati saja kau!" teriaknya sebelum akhirnya gadis itu berlari keluar.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Sungguh, kalau aku jadi suaminya, aku akan mengurungnya saja di rumah. Aku heran melihatnya, padahal ia penakut, tapi senang sekali ngotot ingin tahu."

Shikamaru tertawa pelan. Pemuda itu memperlambat laju jalannya, membiarkan ketiga gadis di depannya menjauh sementara ia berdampingan dengan sahabatnya, "Kau benar-benar posesif, Sasuke."

"Sifatnya yang seperti ini merepotkan."

"Hei, itu kalimatku…" sahut Shikamaru, "yah, wanita memang merepotkan sih…"

Ino melirik Sakura sesaat. Sahabatnya itu benar-benar pendiam hari ini, lebih parah disbanding kemarin. "Ada apa Sakura-chan?"

Sakura hanya menggeleng pelan.

"Syal yang k-kau pakai itu milik siapa?" tanya Hinata.

"Oh, ini milik seorang pemuda. Dia kemarin datang ke rumah sakit ini," jelas Sakura sambil membelai syal itu, "aku harap ia masih ada di sini jadi ia bisa menyadari syalnya ada padaku."

"Lalu apa yang mengganggu pikiranmu?" tanya Ino.

"Uhm… Sakura-chan, bukannya apa-apa s-sih, aku merasa kau agak berbeda. Maksudku biasanya kau sering berbicara… um… sendirian, aku rasa dengan temanmu itu?" ucap Hinata ragu.

"Aku tidak melihatnya sejak kemarin."

"Eh, dia pergi darimu?"

Sakura menggeleng lagi. "Dia aneh. Semalam dia datang ke kamarku saat aku tidur…"

"B-bagaimana kau tahu?" tanya Hinata.

"Saat aku bangun, aku sudah memakai selimut. Padahal seingatku aku tidak memakainya," kata Sakura, "dan syal ini… semalam aku menggantungnya tapi tadi pagi syal ini ada di bantal sampingku."

"Oh begitu ya…" jawab Hinata.

Ino yang sedari tadi berpikir kemudian menyeringai, "Hei Forehead…"

"Apa?"

"Malaikatmu itu setiap malam tidur seranjang denganmu?" goda Ino.

Mendadak wajah Sakura merah padam mendengar ucapan Ino. Ia cepat-cepat membuang muka dan mempercepat langkahnya, "Pasien yang k-kamarnya dekat kantin itu benar-benar meninggal. Kita harus pastikan malam ini hantu itu tidak datang ke kamar Suigetsu."

"Foreheeeaaad…" goda Ino lagi sementara Hinata terkikik pelan.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Karin berjalan pelan sambil celingukan. Gadis itu pada akhirnya datang ke rumah sakit meski setengah hati—merutuk kenapa ia bisa sekhawatir dan sepeduli ini pada bocah yang akhir-akhir ini mengacuhkannya. Karin melingkarkan syal di lehernya dengan erat, mencoba mengurangi dinginnya udara malam rumah sakit yang mencekam.

Gadis itu duduk di taman di tempat yang bisa leluasa memperhatikan kamar Suigetsu, di taman yang cukup gelap dan terhalang pepohonan tinggi. Karin ingin memastikan bahwa hantu suster itu tak akan masuk ke kamar Suigetsu. Toh, ia bukan gadis penakut, meski ia akui ia cukup terkejut dengan sosok asing—yang ditengarai sebagai hantu—yang semalam ia lihat di lorong dekat kantin.

Ah, betapa menjengkelkannya.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Ah, telepon dari Hanabi…"

Hinata menengok sebentar ke teman-temannya kemudian perlahan berjalan keluar kamar untuk mengangkat telepon sementara Sasuke juga mengikuti langkahnya.

Shikamaru menguap pelan. Sepertinya pemuda itu benar-benar mengantuk. Mau tak mau ia mengeluarkan sebatang rokok dan pematiknya, "Ino, aku keluar dulu."

"Shika! Kau mau merokok ya!" seru Ino. Kekasihnya itu tak sempat menjawab si Pirang dan keburu melangkah keluar kamar. Ino menghela napas panjang, mengeluh kesal pada kebiasaan Shikamaru itu. Gadis itu melirik Sakura yang memandangi jendela sementara Suigetsu hanya sibuk membaca komik yang dibawakan Sasuke. Ah, membosankan. Malam-malam begini mending mendatangi Shikamaru di luar. "Forehead, aku ke Shikamaru duluan."

Sakura menoleh dan mengangguk pelan. Gadis itu mengikutkan pandangannya pada sosok Ino yang menghilang di balik pintu sebelum akhirnya menoleh pada sang pasien yang terduduk di ranjang.

"Hubunganmu dengan Karin terlihat memburuk, Suigetsu."

Suigetsu dengan santai tak mengalihkan pandangannya dari halaman komik yang dibacanya, "Biarkan saja."

Sakura menundukkan kepalanya sesaat, sadar apa yang menjadi penyebab pertengkaran dua temannya dan ia tahu ia ikut andil dalam hal ini. Terlebih ia mengetahui kebenaran bahwa dua insan manusia ini hanya salah paham.

"Gara-gara Karin yang waktu itu lari setelah ditolak Sasuke ya?"

Suigetsu tak dapat menyembunyikan kekagetannya saat mendengarnya. Ia tak tahu bahwa ada Sakura yang tahu kejadian itu. Ia melirik Sakura sebentar meski akhirnya membaca komiknya lagi. "Aku tak mempedulikannya. Toh dia tak pernah peduli padaku. Selalu Sasuke dan Sasuke. Benar-benar menyebalkan."

Sakura sebenarnya tak tahu dengan apa yang harus ia lakukan. Ia tak mungkin mengatakannya pada Suigetsu tentang Naruto. tapi bagaimana kalau begini jadinya? Sakura tak berkata banyak, ia lebih memilih untuk berpikir.

"Suigetsu…" desahnya pelan.

"Hm?"

"Apa yang bisa kau lihat tak selalu artinya benar, dan apa yang tak bisa kau lihat bukan berarti tak nyata…"

"Hah?"

"Perasaan Karin, hanya Karin yang tahu," jelas Sakura. "Lupakan soal kejadian itu. Mungkin ia memang lupa kalau kau mengejarnya."

"Itu artinya ia tak pernah menyadari bahwa aku ingin membantunya kan?"

"Tapi kan ada kalanya waktunya tak tepat," jawab Sakura, "Bukankah lebih bagus kalau Karin melupakan kejadian tentang Sasuke dan move on? Apa menurutmu akhir-akhir ini Karin terlihat murung sejak kejadian itu?"

Suigetsu terlihat bingung sesaat. Sakura benar. Meski yang dilihat matanya saat itu Karin menangis, tapi hari berikutnya Karin bersikap seolah tak ada apa-apa. Ia tetap santai seperti biasa, dan Suigetsu tak lagi berpikir soal Karin yang sedih, ia malah dibutakan emosi hatinya karena Karin tak mengingat ia yang khawatir padanya. Gadis itu nyatanya baik-baik saja. "Tidak." Suigetsu menggeleng lemah.

"Sasuke tidak membuatnya sedih…"

"…" Suigetsu mengangguk.

"…justru tingkah anehmu kan yang membuatnya sedih."

"Eh?"

"Kalau kau menyukainya dan ingin melindungi perasaan Karin, kenapa malah kau yang menyakiti perasaannya?"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Hinata melambaikan tangannya tinggi-tinggi pada sebuah mobil sedan yang terlihat menjauh dari area parkir rumah sakit. Barulah setelah sedan itu menghilang dari pandangan matanya ia menurunkan tangannya. Hinata menengok sosok di sampingnya yang dengan santainya memasukkan kedua tangannya di saku celananya.

"Sasuke?"

"Hn?"

Hinata tersenyum simpul lalu melingkarkan syal yang dibawanya di leher Sasuke. Ia juga mengeratkan syal yang ia pakai. "Sama!" serunya senang. Syal rajutan yang dibawakan Hanabi memang syal buatannya yang sengaja ia samakan corak birunya seperti yang ia buatkan untuk Sasuke. Corak ungu-biru tua yang ia selingi sedikit garis putih.

Sasuke menghela napas, setengah senang setengah merasa norak juga. "Ayo masuk!"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Mata Karin yang tadinya mengantuk kini melebar mendengar suara bisikan tepat di tengkuknya. Tangannya bergetar dan dahinya berkeringat dingin. Gadis itu mencoba menoleh tapi tubuhnya keburu kaku.

"S-Siapa k-kau?"

Sosok di belakangnya menyeringai tanpa Karin sadari. "bukankah aku memang alasan kau ada di sini malam ini? Kau takut aku mengambil nyawa pemuda yang kau cintai itu kan?"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"S-Shika? Bagaimana ini?"

Shikamaru terdiam. Sedikit banyak tangan Ino yang menggenggam lengannya menguatkannya. Jujur, sosok angker di depannya ini lebih mengerikan dibanding hantu Orochimaru yang pernah menawan kekasihnya dalam cermin. Tubuhnya tinggi menjulang. Badannya terbalut kain hitam yang panjang dengan membawa tongkat seperti pisau besar di punggungnya. Dan wajahnya, penuh bekas jahitandan catseperti tato hitam.

"Minggir anak muda…" suaranya terdengar berat dan mencekam.

"S-Shika, apa perlu aku juga meminta bantuan Sakura?" bisik Ino gemetaran.

"Mau apa kau!" teriak Shikamaru.

"Tentu saja mengambil nyawa pasien seperti biasanya, anak muda… Minggir kalian berdua atau nyawa kalian yang kuambil."

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Sasuke, kenapa kita tetap memutari lorong ini?" tanbya Hinata bingung sambil menengok kanan kiri.

Sasuke hanya menggeleng pelan. Ia sendiri bingung kenapa mereka tak kunjung menemukan kamar Suigetsu.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Aneh, kenapa Ino dan yang lainnya nggak kembali-kembali?"

Suigetsu hanya mengangkat bahunya. Ia sendiri tak tahu kenapa teman-temannya sudah hampir dua jam tak kembali ke kamarnya.

Sakura melangkah pelan mendekat ke pintu kamar saat mendadak ia merasa tekanan berat menyerang perasaannya. "Pintunya… dilindungi lapisan roh."

Suigetsu memiringkan kepalanya, "Maksudmu?"

"Sesuatu terjadi di luar."

"Apa?"

"Kita terkunci. Ada makhluk dengan kekuatan berat di luar. Kita terjebak dan aku tak bisa membantu mereka di luar."

Suigetsu berpikir sebentar kemudian mengangguk paham, "Lalu bagaimana? Apa tidak ada yang bisa kau lakukan?"

Sakura menggeleng pelan, "Aku hanya bisa membuka segel ruangnya agar kita bisa mendengar suara dari luar."

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Jangaaan…"

Matsuri menoleh malas melihat sosok yang meringkuk di atas rumput taman. Matsuri memutar bola matanya sehingga wajahnya mulai menampakkan darah dari mata dan bibirnya, mengubah wajah cantiknya menjadi seram. Ia berusaha agar gadis itu menyerah saja.

"Sebenarnya kenapa kau ngotot sekali menghalangi pekerjaanku? Aku hanya mau mengambil nyawa orang. Apa sih untungnya untukmu menggangguku," keluh Matsuri.

Karin hanya menunduk, "Kau tidak boleh membunuhnya… kumohon…"

Matsuri menyeringai. Awalnya ia mengira ini akan membosankan, tapi berhubung ia tahu betul Naruto tak bisa masuk ke rumah sakit ini, tak ada salahnya ia membantu pekerjaan Naruto yang terbengkalai.

"Beri alasanmu, Nona…"

"D-Dia temanku…"

"Maaf, tak cukup… takdirnya memang harus mati."

"Tidak, kumohon…."

Matsuri hanya mengangkat bahunya. Ia berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Karin.

"Tunggu!"

Matsuri menghentikan langkahnya. Ia bisa mendengar jelas langkah tertatih-tatih gadis di belakangnya yang akhirnya berhasil mendahului langkahnya. Gadis ini tak takut dengan tampang seram Matsuri rupanya.

"Minggir!"

"Tidak!" Karin malah merentangkan tangannya menghalangi langkah Matsuri.

"Aku bisa mencabut nyawamu juga kalau kau tak menyingkir."

Karin kali ini nampak kaget. Tidak. Sudah terlanjur. Biarlah saja. "A-Ambil nyawaku kalau memang itu bisa mengganti nyawa Suigetsu!"

"…"

"A-Aku… dia sahabatku! Aku tak akan membiarkanmu membunuhnya!" teriak Karin kesal. Gadis itu nyatanya menangis. "Dia tak punya keluarga! Dia selalu mencari perhatian dan menyebalkan. Tapi dia sahabatku! Temanku! Juga orang yang berharga… untukku!"

"Oh ya?" ejek Matsuri.

"Ambil nyawaku saja!"

Matsuri tersenyum tipis sebelum akhirnya sosok di belakangnya bersuara, "Kau main-main lagi ya?"

Matsuri menoleh malas, "Ah, Kankurou… hanya sebentar. Kau mengganggu nih…"

"Ayo, sebentar lagi kita harus pergi."

"Iya…iya… sebentar lagi kujemput pasiennya…"

"Tidak boleh!" teriak Karin lagi.

Kankurou melirik Karin sesaat. "Kenapa tidak kaubuat tidur saja. Dua orang penggangguku di lorong sana juga kubuat tertidur. Ayo!"

Matsuri akhirnya mengangguk dan mengangkat tangannya. Karin yang masih gemetaran tak bergerak, tetap menghalangi jalan Matsuri. Tapi nyatanya Matsuri tersenyum dan…

Klek.

Pintu kamar Suigetsu terbuka. Menampakkan sosok Sakura dan Suigetsu yang berdiri di balik pintu.

Matsuri tak banyak bergerak. Ia terseyum singkat sebelum berbalik.

"Tunggu!" panggil Karin lagi. Tapi Matsuri bersiap masuk ke kamar sampingnya.

"Apa lagi? Aku harus mencabut nyawa nenek di kamar ini."

"J-Jadi kau…" Karin nampak melongo.

"Targetku bukan kekasihmu kok…"

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Suasana koridor sekolah pagi ini benar-benar ramai. Lalu lalang siswa memenuhi jalanan menuju kelas. Beberapa diantaranya berlarian dan sebagian berhenti untuk menunggu temannya yang lain. Setiap siswa terlihat sibuk masing-masing, membicarakan segala sesuatu yang makin meramaikan suasana koridor.

Berbicara soal film, pelajaran, sale, guru, komik, bahkan gossip. Namun tidak halnya dengan empat siswa yang berjalan malas berdampingan.

"Hoaahhm…" keluh Shikamaru lebar-lebar. "Sial hantu semalam! Aku dan Ino dibuat ketiduran, padahal kupikir ia mau membunuh kami."

Sasuke mengacak rambut ravennya, "Kau pikir kau saja yang sial? Aku dan Hinata berputar-putar di lorong yang sama semalaman."

"I-Iya…" Hinata mengangguk setuju. "Sakura-chan? Kenapa senyum-senyum?"

Sakura makin melebarkan senyumnya. "Tidak kok. Hanya saja 'temanku' semalam tertidur di ranjangku saat aku pulang."

"Teman?" Sasuke mengernyitkan dahinya.

"Maksudmu malaikatmu itu?" tambah Shikamaru.

Sakura mengangguk senang, "Dan lagi, lihat itu…" Sakura menunjuk ujung lorong tempat dua temannya berlarian. Suara keduanya nyaring sekali menggema di koridor.

"Ayo… katakan saja…"

Duakk. "Sudah kubilang kau salah dengar semalam!" teriak Karin dengan wajah sedikit, err… merona.

Suigetsu malah tertawa dan terus berjalan mendekat pada Karin, "Kau bilang aku sahabatmu, temanmu, juga orang yang saaaaangat berharg-mph!"

"Diam!" Karin membekap mulut Suigetsu dengan wajah yang makin merah padam. Gadis itu melirik semua temannya yang memandanginya di koridor. Malu, gadis itu segera melepas tangannya dari mulut Suigetsu.

Chu!

Karin melotot saat ia sadar Suigetsu berlari setelah, err… mencium pipinya. "SUIGETSU! AWAS KAU!"

Suasana koridor lagi-lagi riuh. Semua tertawa melihat kejadian barusan. Sepertinya hubungan kedua anggota club basket itu mengalami kemajuan di bidang romance.

"Mereka serasi sekali…"

"Ino-pig!" seru Sakura.

"Hehe, maaf telat, motor Deidara tadi harus dibetulkan…"

"Bilang saja kau kesiangan," sahut Sasuke enteng.

Ino menjulurkan lidahnya lalu tersenyum. "Eh, Deidara ingin ke pantai musim panas kali ini! Bagaimana! Kita sewa villa yuk!"

"Liburan?" tanya Shikamaru malas.

"Ya! Dia ingin berenang di pantai, kalian kan tahu cerita Deidara yang selalu bilang kolam renang kita ada hantunya."

"Kita ke pantai mana?" tanya Sasuke malas.

"A-ah! Keluargaku punya villa. Kita ke sana saja, bagaimana?" tawar Hinata.

"SETUJU!" seru para gadis.

TBC

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

At the backstage

SAKURA : Hahaha, chapter ini gaje sekali

NIGHT : Night bener2 kehabisan energi… jadinya pas nulis lagi gak mood. Ceritanya jadi berantakan, maap ya…

NARUTO : Aku nggak keluar ya…

NIGHT : Cuma bentar doank… kan tugasmu digantiin Matsuri

DEIDARA : Chapter depan giliranku, un?

NIGHT : Betul sekali!

KONOHAMARU : Syalku?

NIGHT : Sabar ya, ntar suatu saat kamu muncul lagi kok… Yap! Hahaha, oke anak-anak, waktunya…

ALL CHARA : REVIEW ya…!

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Yeah, chapter 4 hantu Perawat Misterius SUIKARIN: KLIEN Ke-3 STUPID CUPID selesai juga! MAF CERITANYA ABAL… puanjang pula…

Night tahu kalau adegan puncaknya agak rush, mau gimana? Night lagi blank… Minggu depan night baru bisa update WAMN atau CATCH ya… minggu ini fic ini ajah…

CHAPTER DEPAN : Project keempat. Klien : DEITEMA.

Oke, night mohon untuk yang udah baca, yang bilang Bagus, Jelek, mau Ngasih saran, Protes, diharapkan…

.

R E V I E W

I

I

V