Selamat Datang!

Saya datang membawa chapter keenam. Maaf kalau saya ekstra telat updetnya.

Semoga kalian menyukainya dan saya ucapkan selamat membaca!^^'


Bleach

Tite Kubo

The Lonely Prince

Neary Lan


Chapter 6

Wound

Ulquiorra dan Orihime masih terdiam melihat kemunculan Grimmjow dan Neliel yang memergoki mereka berdua dalam keadaan yang tidak menguntungkan. Ulquiorra dapat melihat jelas seringaian Grimmjow makin melebar dan itu terlihat sangat menyebalkan baginya. Neliel tetap diam tetapi nampan berisi mangkuk bubur yang dipegangnya selalu hampir dalam keadaan terjatuh. Tatapan mata Neliel menunjukkan sorot ketidakpercayaan atas penglihatannya akan kejadian yang dilakukan oleh pemuda pucat yang sudah dianggap sebagai adiknya tersebut. Kemudian Neliel pun menatap Orihime yang mana gadis berambut orange itu hanya menundukkan kepalanya dengan wajah yang memerah.

Ulquiorra bangkit dari posisinya yang berjongkok di hadapan Orihime. Pemuda pucat itu menatap kedua orang di hadapannya dengan sorot mata yang dingin seolah-olah mereka berdua adalah pengganggu baginya. Sedangkan Orihime hanya diam dengan keadaan kepala menunduk. Ia merasa malu dengan kejadian yang menimpa dirinya.

"Kenapa melihatku seperti itu?" hardik Ulquiorra. Kedua tangan berada di dalam saku celana, gaya khas Ulquiorra.

Grimmjow makin menyeringai lebar. Pemuda berambut biru itu merasa senang sekali ketika mendapati Ulquiorra dalam keadaan yang tidak biasanya. Berduaan dengan seorang gadis yang wajahnya memerah hanya karena Ulquiorra menghisap jari gadis itu. Grimmjow memang belum tahu kenapa Ulquiorra melakukan hal tersebut kepada Orihime, namun apa pun alasannya Grimmjow tetap merasa senang karena hal ini bisa menjadi tambahan pada catatan hitamnya tentang Ulquiorra.

"Hehehehehe! Tidak perlu malu seperti itu, Ulquiorra. Kami sama sekali tidak tahu kalau kalian sedang menikmati waktu berdua," kata Grimmjow memancing amarah Ulquiorra.

"Tidak ada yang namanya menikmati waktu berdua, Grimmjow. Ini tidak seperti dugaan picik yang ada di otak kecilmu itu," kata Ulquiorra sarkastis.

"Ka-kalau begitu apa yang sedang kamu lakukan pada Orihime?" tanya Neliel yang sejak tadi tidak bisa membendung rasa keingintahuannya.

Ulquiorra merasa nada bicara Neliel terkesan menandakan bahwa ia telah melakukan hal yang buruk kepada Orihime. Mata abu-abu Orihime hanya membulat mendengar pertanyaan Neliel dan pemikirannya pun hampir sama dengan Ulquiorra. Tentu saja itu membuat wajahnya semakin memerah.

Aduh, tampaknya mereka salah paham. Schiffer tidak melakukan hal-hal yang aneh padaku, dia hanya membantuku meskipun aku…

Wajah Orihime kembali memerah. Ia tidak dapat meneruskan kata-kata dalam pikirannya. Apa yang dilakukan Ulquiorra terhadap dirinya tadi terus berputar-putar di kepalanya. Orihime tidak sadar ketika dirinya sedang mengalami pergolakan batin Grimmjow telah berdiri di sampingnya. Pemuda berambut biru itu memegang tangan Orihime dan menatap jari yang dihisap oleh Ulquiorra.

"K-Kak Jeagerjaquez?" Orihime kaget melihat tangannya dipegang oleh Grimmjow.

"Tenanglah. Aku hanya ingin tahu ada apa di jarimu ini sehingga membuat si maniak kelelawar itu menghisapnya," kata Grimmjow tenang mengamati jari Orihime.

"Apa maksudmu, maniak kucing? Kamu ingin aku mematahkan semua tulang-tulangmu itu?" seru Ulquiorra. Sorot matanya menatap tajam Grimmjow.

Grimmjow tidak mempedulikan perkataan Ulquiorra. Ia sibuk mengamati jari Orihime dan mendapati jari gadis tersebut terdapat luka irisan. Mata birunya menangkap sebuah pisau yang terjatuh di dekat kaki Orihime bersamaan dengan apel yang setengah terkelupas. Kemudian Grimmjow menatap Orihime hingga membuat gadis itu salah tingkah dan wajahnya semakin merona.

Ke-kenapa Kak Jeagerjaquez menatapku seperti itu?

"Sudah kuduga," kata Grimmjow.

"A-apa?" tanya Orihime bingung.

"Kenapa, Grimmjow? Apa maksudmu?" tanya Neliel yang heran melihat Grimmjow memegangi tangan Orihime sambil menatapnya serius. Wajah serius yang perlahan berubah menjadi senyuman menggoda yang selalu Grimmjow tunjukkan pada Neliel jika pemuda itu menyudutkannya.

Ulquiorra juga heran dengan sikap Grimmjow. Di dalam hati ia bertanya-tanya apa yang ingin dikatakan pemuda berambut biru itu selanjutnya. Ulquiorra pun tidak akan segan-segan menghajar Grimmjow jika pemuda itu mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal tentang dirinya, apa pun itu. Hal itu telah dicamkan Ulquiorra dalam kepalanya karena Grimmjow menatapnya sekilas dengan tatapan mengejek. Tangan Grimmjow yang sedari tadi memegang tangan Orihime kini telah dimasukkannya ke dalam saku celana.

"Kenapa melihatku seperti itu?" hardik Ulquiorra yang merasa tidak nyaman dengan tatapan Grimmjow.

"Sudah kuduga kalau kau itu memang vampir," kata Grimmjow yang membuat Orihime dan Neliel mengangkat alis mereka dan menatap Grimmjow dengan wajah kebingungan.

"Kamu benar-benar menginginkan tulang-tulangmu itu patah sehingga tidak akan ada satu pun dokter di dunia ini yang akan menyembuhkanmu, Grimmjow?" ancam Ulquiorra, kedua tangannya telah terkepal. Aura gelap menyelimuti pemuda bermata emerald tersebut.

Grimmjow hanya tenang sambil tetap menyeringai dan tidak menghiraukan ancaman Ulquiorra, meskipun ia merasa kali ini Ulquiorra benar-benar serius dengan ucapannya. Neliel yang sama sekali tidak mengerti apa maksud perkataan Grimmjow tersebut memutuskan untuk meletakkan nampan yang ada di tangannya di dekat meja terdekat dan segera menghampiri Orihime. Orihime kaget melihat Neliel yang langsung meraih tangannya yang sedari tadi dipegang dan diamati oleh Grimmjow.

"Boleh kulihat jarimu?" tanya Neliel yang mendapat anggukan dari Orihime.

"Hm, jangan berkata seperti itu, Ulquiorra. Oh, tetapi haruskah aku sedikit takut dengan ancamanmu itu?" ledek Grimmjow yang tanpa diketahuinya telah membuat kedua tangan Ulquiorra semakin terkepal erat seakan menahan luapan emosi yang memuncak bagaikan gunung merapi yang siap meletus.

"Jangan membuat suasana panas, Grimmjow," hardik Neliel yang sedang memperhatikan jari Orihime. Neliel melihat ada luka di jari Orihime. "Ah, jarimu terluka, Orihime!" seru Neliel dengan suara yang cukup keras.

"Ng, iya. Tadi aku…"

"Jari gadis itu teriris pisau dan mengeluarkan darah, lalu si vampir itu menghisapnya karena tidak tahan dengan aroma darahnya yang menggoda," potong Grimmjow sambil mengusap-ngusap dagunya. Bahkan sebagian dari kata-kata Grimmjow tersebut mengutip dari salah satu novel vampir milik Ulquiorra yang iseng-iseng dibacanya.

"Enyahkan fantasi bodoh dari otak keledaimu itu. Tampaknya kamu benar-benar ingin merasakan yang namanya patah tulang," kata Ulquiorra dingin. "Tangannya memang teriris pisau dan aku hanya menghisap darahnya agar tidak semakin banyak yang keluar, tetapi ternyata si bodoh ini malah membuat dugaan-dugaan tak berarti," kata Ulquiorra yang ingin keributan konyol yang terjadi di kamarnya segera berakhir.

Grimmjow tersenyum. Namun, sebelum Ulquiorra bertindak untuk menghapus senyuman mengejek dari wajah Grimmjow, Neliel telah lebih dulu mendaratkan pukulan manisnya di atas kepala Grimmjow. Pukulan keras dari Neliel itu membuat Grimmjow mengerang kesakitan dan menatap si gadis yang telah menghancurkan suasana hatinya yang sedang senang mengejek Ulquiorra itu dengan tatapan tajam setajam katana milik para samurai di masa Shogun terdahulu. Neliel tidak menghiraukannya dan kembali memperhatikan jari Orihime. Sementara itu Orihime hanya bisa terdiam memperhatikan tiga orang berbeda karakter yang kini memasuki kehidupannya atau mungkin malah sebaliknya. Dirinyalah yang mungkin memasuki kehidupan mereka bertiga.

Ah, kenapa jadi begini… Hanya karena jariku yang terluka malah membuat kehebohan seperti ini dan Schiffer… Ah, maafkan aku yang telah mengganggu waktu istirahatmu… Seharusnya kamu beristirahat agar cepat sembuh, bukannya bersitegang dengan Kak Jeagerjaquez… Maafkan aku…

"Kenapa kau memukul kepalaku, Nel? Aku hanya mengatakan kenyataan," kata Grimmjow yang tetap mempertahankan fantasinya.

"Jangan bicara yang aneh-aneh! Ulquiorra pasti hanya ingin membantu Orihime dan dia bukan vampir seperti khayalanmu itu, Grimmjow. Demi Tuhan, sejak kapan kamu tertarik dengan cerita fiksi seperti itu?" tanya Neliel yang tidak suka adik kesayangannya disamakan dengan makhluk penghisap darah tersebut.

"Aku tidak pernah tertarik dengan cerita fiksi seperti vampir dan sebagainya, hanya sekedar iseng," kata Grimmjow cuek. "Dia yang tertarik." Grimmjow menunjuk Ulquiorra.

"Jangan tunjuk aku seperti itu, rambut biru bodoh. Neliel, lekas obati luka gadis itu!" perintah Ulquiorra.

Neliel mengangguk dan segera mengajak Orihime keluar dari kamar Ulquiorra. Orihime mengikutinya. Sebelum keluar dari kamar Ulquiorra, Neliel menatap Grimmjow sesaat dan berkata, "Bubur untuk Ulquiorra kuletakkan di meja itu. Tolong kamu berikan kepada Ulquiorra dan pastikan dia memakannya, Grimmjow."

"Hah, kenapa harus aku?" protes Grimmjow. "Aku tidak mau!"

"Kamu harus mau! Pokoknya harus mau! Tolonglah, Grimmjow," kata Neliel yang nada bicara awalnya terdengar memaksa, namun tiba-tiba berubah menjadi pelan dan penuh permohonan sambil menatap Grimmjow seperti anak kecil minta dibelikan permen.

"Apa-apaan itu? Jangan tatap aku seperti itu!" seru Grimmjow. Ia tidak suka mendapat tatapan seperti itu apalagi jika Neliel yang melakukannya. Seolah-olah ia tidak bisa menolak sekaligus kesal karena tidak bisa menolaknya.

"Aku sudah kenyang, Neliel," kata Ulquiorra datar.

"Aku tahu, tetapi aku ingin kamu memakan bubur buatanku itu. Oke, sampai nanti dan jangan lupa dimakan buburnya!" seru Neliel sambil berlalu meninggalkan kamar Ulquiorra dengan Orihime di sampingnya.

Pintu kamar Ulquiorra pun tertutup. Keributan yang sejak tadi terjadi kini telah reda. Namun, jika Grimmjow masih berada di kamar pemuda bermata emerald tersebut, maka keributan yang sesungguhnya akan segera terjadi. Tidak ada yang tidak mengetahui bahwa jika Ulquiorra dan Grimmjow ditempatkan di dalam suatu ruangan yang sama dan hanya berdua, maka perang dunia ketiga pun akan dapat terjadi. Dengan kata lain bukan keputusan yang bijak membiarkan kedua orang yang selalu berselisih tersebut ditinggalkan berdua.

Ulquiorra dan Grimmjow saling bertatapan karena baru menyadari mereka kini tinggal berdua. Kedua bola mata berbeda iris tersebut saling menatap tajam bagaikan dua pedang yang saling siap menghunuskan lawan yang ada di hadapannya masing-masing. Namun, tatapan itu tidak berlangsung lama ketika Grimmjow memutuskan kontak mata mereka dan berjalan menuju meja tempat Neliel meletakkan nampan berisi bubur buatannya untuk Ulquiorra. Tangan kekarnya mengambil nampan di meja tersebut.

"Kenapa kamu masih ada di sini?" tanya Ulquiorra dingin.

Grimmjow menatap Ulquiorra dengan malas. "Kau lupa apa yang dipesankan oleh kakak tersayangmu itu padaku? 'Bubur untuk Ulquiorra kuletakkan di meja itu. Tolong kamu berikan kepada Ulquiorra dan pastikan dia memakannya, Grimmjow.' Huh, yang benar saja dia minta tolong seperti ini padaku," kata Grimmjow yang menirukan perkataan Neliel padanya tadi.

"Terpaksa, Grimmjow? Lebih baik tidak kamu lakukan jika tidak menginginkannya," kata Ulquiorra yang mulai naik ke ranjangnya. Ia kembali ke posisi menyandar pada sandaran tempat tidur.

"Aku memang tidak ingin bersikap baik kepadamu. Aku hanya memenuhi permintaan Neliel untuk memberikanmu bubur ini. Huh, dia berkata ini buatannya sendiri padahal ada campur tangan Yylfordt di dalamnya," cibir Grimmjow menatap nampan yang berada di tangannya.

Grimmjow berjalan mendekati tempat tidur Ulquiorra dan meletakkan nampan tersebut di meja di dekat tempat tidur tersebut. Ulquiorra menatap pemuda berambut biru yang lebih tua empat tahun darinya itu dengan datar. Di dalam hati ia merasa harus mewaspadai tindakan pemuda tersebut, meskipun ia merasa bahwa Grimmjow mungkin memang tidak akan melakukan hal-hal yang aneh. Namun pengecualian untuk debat tanpa akhir yang biasanya mereka lakukan.

"Segera makan bubur itu," perintah Grimmjow.

Ulquiorra melirik tajam ke arahnya dan berkata, "Kamu tidak dengar apa yang kukatakan tadi? Aku sudah kenyang!"

"Aku tahu dan tak peduli. Apa pun alasanmu kau harus tetap memakannya," ujar Grimmjow, kedua tangan terlipat di dada.

"Jangan memerintahku, Grimmjow. Kamu tak berhak melakukannya," kata Ulquiorra dingin. Ia tidak suka ada orang yang memerintahnya apalagi Grimmjow, kecuali kedua orangtuanya. "Kamu saja yang makan."

"Kau benar-benar keras kepala. Aku heran kenapa Neliel begitu memperhatikanmu. Ketika mendengarmu sakit saja dia langsung panik dan bergegas ingin kemari," dengus Grimmjow. "Menurutku orang sepertimu tidak ada yang perlu dikhawatirkan, meskipun kau demam hingga di atas tiga puluh derajat."

"Apa kamu sedang memujiku?"

"Itu takkan pernah terjadi. Berkhayallah dalam mimpimu, Ulquiorra."

"Seharusnya aku yang berkata seperti itu, Grimmjow. Silakan berkhayal dalam mimpimu tentang kemenangan yang takkan mungkin terwujud dalam kenyataan."

"Sombong sekali ucapanmu itu. Aku pasti akan mengalahkanmu. Bahkan jika ingin aku bisa menyerangmu di saat kondisimu seperti ini. Tetapi takkan kulakukan karena itu tindakan seorang pecundang."

"Demi harga diri," gumam Ulquiorra yang mengalihkan wajahnya ke arah jendela.

Ulquiorra menatap ke luar jendela dengan pandangan yang mulai kosong. Ia bahkan lupa dengan keberadaan Grimmjow di kamarnya. Grimmjow yang tidak mengerti kenapa Ulquiorra tiba-tiba menjadi diam merasa risih karena ia tidak suka ada keheningan di antara mereka. Ia menggaruk-garuk kepalanya dan mencoba menemukan kata-kata untuk memecahkan keheningan tersebut. Memancing amarah Ulquiorra menjadi satu-satunya ide yang terlintas di kepala Grimmjow, namun ia mengurungkannya karena sejujurnya ia malas untuk berdebat dengan pemuda yang takkan pernah bisa dikalahkannya dalam hal adu mulut. Meskipun hal itulah yang selalu dilakukan Grimmjow setiap harinya jika bertemu dengan Ulquiorra.

Grimmjow tidak suka suasana seperti ini. Ia tidak suka sepupu sekaligus saingannya itu mengacuhkannya. Grimmjow mencoba ide mustahil yang terlintas di otaknya. Ia mengambil mangkuk bubur di meja dan menyendokkan bubur secukupnya. Sejujurnya ia enggan untuk melakukan ini tetapi setidaknya dapat memecahkan keheningan di antara mereka termasuk ingin mengganggu pemuda tanpa ekspresi alias Ulquiorra tersebut.

"Hei, Ulquiorra," panggil Grimmjow.

Ulquiorra pun menoleh ketika mendengar panggilan Grimmjow. Pemuda berkulit pucat tersebut mengangkat alisnya sambil menatap bingung pemuda berambut biru yang saat ini sedang mengacungkan sendok berisi bubur di hadapannya. Ulquiorra menatap mata biru itu dalam-dalam seolah ingin mencari tahu apa makna dibalik tindakan Grimmjow tersebut.

"Buka mulutmu!" perintah Grimmjow dengan wajah yang sangat enggan akan tindakannya tersebut.

"Kamu bercanda, 'kan, Grimmjow?" tanya Ulquiorra waspada.

"Apa aku terlihat seperti orang yang sedang bercanda, Tuan Muda Schiffer?" Grimmjow benar-benar ingin menghajar dirinya sendiri ketika ia harus bertindak seperti ini kepada Ulquiorra. Suatu hal yang sama sekali takkan pernah terbayangkan di pikirannya. Bahkan dalam pikiran gilanya sekali pun.

"Aku tahu kamu bercanda. Hentikan kepura-puraanmu itu!" perintah Ulquiorra.

Grimmjow sudah tahu bahwa Ulquiorra tidak akan menerima dirinya yang tiba-tiba bersikap tak biasanya sambil dengan jelas menunjukkan wajah keengganannya tersebut. Baginya reaksi Ulquiorra tersebut sudah membuatnya lega untuk memecahkan keheningan yang menyesakkan ini. Namun, melihat Ulquiorra yang menolak mentah-mentah tindakannya tadi malah membuatnya ingin menggoda pemuda tersebut.

"Kenapa, Ulqui dear? Kau tidak ingin kusuapi, ya?"

"Jangan bercanda, Grimmjow!"

"Tch! Menolak kebaikan orang itu tidak baik."

"Aku tidak butuh kebaikanmu."

"Dingin sekali. Oh, aku tahu. Kau tidak ingin disuapi olehku karena kau hanya ingin disuapi oleh gadis berambut orange itu, 'kan?"

Bagaikan bidak raja putih yang terkepung oleh bidak menteri dan bidak benteng hitam dalam permainan catur, ucapan Grimmjow tersebut telah membuat Ulquiorra merasakan hal yang sama dengan bidak raja putih. Checkmate untuk Ulquiorra. Kata-kata Grimmjow tadi membuat Ulquiorra bungkam seketika. Lidahnya terasa sulit untuk merangkai kata-kata balasan yang ingin ditujukannya pada Grimmjow. Grimmjow mulai mencium sesuatu yang menarik dan ia sebenarnya cukup terkejut mendapati Ulquiorra yang selalu bisa membalas setiap perkataannya tersebut mendadak diam hanya karena perkataan yang dikaitkan dengan Orihime. Pemuda berambut biru itu tersenyum penuh misteri dan menjauhkan sendok yang sedari tadi diacungkannya di hadapan Ulquiorra. Ulquiorra tidak suka jika Grimmjow sudah tersenyum seperti itu. Ia tidak akan membiarkan dirinya terperangkap oleh jebakan Grimmjow.

"Nah, Ulquiorra. Aku mulai mencium sesuatu yang menarik."

oOo

Neliel dan Orihime berada di suatu ruangan yang tidak terlalu jauh dari kamar Ulquiorra. Di ruangan itulah Neliel mengobati luka Orihime. Beberapa dari isi di kotak P3K tersebut dikeluarkan seperti kapas untuk membersihkan luka, obat merah dan plester yang berserakan di atas meja. Neliel terlalu panik melihat luka Orihime yang sebenarnya tidak terlalu parah sehingga hampir saja semua isi dari kotak P3K tersebut dikeluarkannya. Sebenarnya Neliel bisa saja mengobati luka Orihime di kamar Ulquiorra karena ada kotak P3K juga di kamarnya. Namun, Neliel lebih memilih untuk membawa Orihime ke ruangan lain agar ia bisa mengajukan beberapa pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi di antara gadis itu dan Ulquiorra.

Seumur hidup Neliel mengenal Ulquiorra belum pernah sekali pun dilihatnya pemuda itu bersikap demikian terhadap seorang perempuan. Sejak kecil bahkan hingga sekarang Ulquiorra tidak pernah dekat dengan seorang perempuan manapun apalagi menjalin suatu hubungan spesial. Neliel tahu itu mengingat sikap dingin Ulquiorra terhadap siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan sehingga terkesan mustahil untuk pemuda yang selalu menutup rapat dirinya itu. Walaupun Ulquiorra selalu bersikap dingin terhadap siapa pun, tetapi anehnya para gadis penggemarnya justru sangat banyak. Perempuan yang dekat dengan Ulquiorra hanyalah ibunya dan Neliel, meskipun sebenarnya Neliel yang mendekati Ulquiorra bahkan meminta pemuda itu untuk menjadi adiknya yang tentunya ditolak dengan tegas oleh Ulquiorra.

Neliel mulai membersihkan luka Orihime. Orihime sedikit mengernyit kesakitan ketika Neliel membersihkan lukanya, namun ia mencoba untuk tersenyum agar Neliel tidak terlalu khawatir. Setelah itu Neliel meneteskan sedikit obat merah dan menempelkan plester di jari Orihime sehingga luka irisan pisau itu telah tertutup. Neliel tampak puas dengan hasil kerjanya.

"Nah, sudah selesai," kata Neliel ceria.

"Terima kasih, Kak Neliel," ujar Orihime memperhatikan jarinya. "Maaf, sudah merepotkan kakak," lanjut Orhime.

"Ah, itu bukan masalah. Aku sama sekali tidak merasa direpotkan," kata Neliel sambil merapikan isi kotak P3K. "Kamu terluka dan tentu saja harus diobati. Untung saja Ulquiorra sudah memberikan pertolongan pertama sehingga lukanya dapat segera diatasi."

Orihime langsung memerah mendengar perkataan Neliel. Bayangan tentang kejadian Ulquiorra yang menolongnya tadi kembali menari-nari di kepalanya. Walaupun Orihime tahu yang dilakukan Ulquiorra hanyalah tindakan pertolongan pertama, tetapi ia tetap merasa malu sendiri jika mengingat ekspresi wajah dan sentuhan Ulquiorra di jarinya. Tanpa sadar Orihime menggeleng-gelengkan kepalanya dengan wajah yang sangat memerah.

Lagi-lagi aku teringat kejadian tadi. Ah, benar-benar memalukan! Lupakan Orihime, lupakan. Jangan diingat-ingat lagi.

"Kamu tidak apa-apa, Orihime?" tanya Neliel yang merasa kebingungan dengan tingkah Orihime.

"Ah, iya. Aku tidak apa-apa," jawab Orihime cepat.

"Kamu yakin? Wajahmu memerah seperti itu. Apa jangan-jangan kamu malah demam karena luka itu?" tanya Neliel yang membuat Orihime terdiam karena pertanyaan tidak masuk akalnya tersebut.

"Ma-mana mungkin tiba-tiba demam hanya karena luka teriris pisau. Aku baik-baik saja," ujar Orihime tersenyum sambil berusaha untuk meyakinkan Neliel bahwa dirinya dalam keadaan baik.

"Hm, benar juga. Itu tidak masuk akal," kata Neliel tertawa.

Orihime merasa lega karena Neliel mempercayai ucapannya. Namun, Orihime tidak tahu bahwa sejujurnya Neliel masih sedikit meragukan ucapannya tersebut. Tiba-tiba saja Neliel teringat sesuatu dan menyeringai tipis kepada Orihime. Orihime yang menatap seringaian Neliel merasa bergidik ketakutan dan sama sekali tidak mengerti kenapa Neliel menyeringai seperti itu padanya.

"Aku tahu kenapa wajahmu memerah," kata Neliel tersenyum misterius.

Orihime menelan ludah mendengar perkataan Neliel. Di dalam hati ia berharap Neliel tidak mengatakan hal-hal yang dapat membuatnya malu setengah mati. Sayangnya harapan Orihime tersebut tidak dapat semudah itu untuk terwujud.

"Itu pasti karena kejadian tadi, 'kan? Ketika kamu dan Ulquiorra sedang berduaan di kamar," tebak Neliel sambil tersenyum jahil.

"Eh?" Orihime panik sendiri. Bagaimana ini?

Tebakan yang jitu dari seorang Neliel. Terlalu jitu hingga membuat harapan Orihime kandas seketika. Tidak ada sepatah kata ataupun kalimat penyangkalan terucap dari bibir Orihime. Ia hanya terdiam dengan wajah yang merah padam hingga ke telinga. Bayangan akan kejadian tadi kembali menguasai pikirannya. Tanpa sadar ia menatap jarinya yang semula terluka kini telah diobati. Hanya dengan menatap jari tersebut Orihime kembali teringat akan sentuhan Ulquiorra, sentuhan yang tak pernah terkira dari seorang pemuda dingin seperti Ulquiorra. Walaupun sentuhan itu terasa dingin, namun Orihime dapat merasakan sekujur tubuhnya menjadi hangat.

Ulquiorra telah benar-benar menguasai seluruh pemikiran Orihime. Hanya Ulquiorra seorang. Orihime merasa ada yang tidak beres dalam dirinya jika memikirkan Ulquiorra. Ia merasa dirinya seakan terbius oleh pesona seorang Ulquiorra dan ia sama sekali tidak tahu kenapa dirinya semudah itu dapat terbius oleh pesona sang Pangeran Es. Orihime telah beberapa kali merasa jatuh dalam pesona Ulquiorra hingga pada kejadian yang tak terduga di kamar sang pangeran tadi. Orihime merasa malu jika mengingatnya dan ia merasa sulit untuk menghapus bayangan akan kejadian tadi dari pikirannya. Hal itu terbukti dengan wajahnya yang kembali memerah ketika Neliel kembali mengingatkannya pada kejadian tersebut. Neliel merasa senang melihat perubahan gelagat Orihime dan itu semakin membuatnya tertarik untuk menggoda gadis orange di hadapannya tersebut.

"Yang kukatakan tadi benar, 'kan?" selidik Neliel. Senyuman jahil semakin terkembang di wajahnya.

"Eh, itu… Aku…" Orihime tergagap hingga sulit untuk berkata-kata dengan jelas. Ia hanya menundukkan kepalanya, sementara tangannya memain-mainkan ujung roknya.

"Ayolah, Orihime. Jangan tergagap seperti itu," kata Neliel.

Orihime semakin bingung untuk menjawab pertanyaan Neliel atau bisa dikatakan tidak ingin menjawabnya. Itu benar-benar memalukan untuk dikatakan apalagi ketika melihat Neliel tersenyum penuh makna padanya dan instingnya mengatakan ia harus mewaspadai Neliel. Neliel sendiri yakin bahwa tebakannya tersebut benar, hanya saja ia ingin mendengar langsung dari mulut Orihime, mencoba sedikit mengerjainya. Ia tahu bahwa tidak mudah untuk Orihime berterus-terang padanya. Karena Orihime terus terdiam mau tidak mau Neliel menghela nafas pertanda menyerah untuk mengerjainya.

"Sudahlah, kalau tidak mau mengatakannya. Ayo, angkat wajahmu dan lihat aku," ujar Neliel.

Orihime segera mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Neliel. Bola mata keduanya saling bertatapan. Neliel tersenyum menatap Orihime, di dalam hati ia merasa gemas terhadap gadis berambut orange itu. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa tindakan Ulquiorra tadi telah membuat gadis di hadapannya ini kalang kabut dan tak berhenti melenyapkan rona merah di wajahnya. Neliel yakin Orihime adalah salah satu dari sekian juta gadis di luar sana yang jatuh ke dalam pesona Ulquiorra Schiffer. Selain itu mungkin hanya Orihime satu-satunya gadis yang pernah merasakan langsung sentuhan dari Ulquiorra, meskipun mungkin tindakan itu terjadi hanya karena reflek semata serta situasi maupun kondisi yang mengharuskan Ulquiorra bertindak demikian.

"Kamu beruntung, Orihime," kata Neliel tersenyum.

Orihime tidak mengerti maksud dari pernyataan Neliel tersebut. Kemudian ia bertanya, "Eh, beruntung? Apa maksud kakak?"

Neliel tertawa kecil sebelum ia mulai berkata, "Ya, kamu gadis yang beruntung. Bertahun-tahun aku mengenal Ulquiorra tidak pernah kulihat dia bertindak seperti tadi, apalagi terhadap perempuan. Ulquiorra terkenal dingin sejak kecil dan pembawaannya selalu tenang. Dia juga sangat cuek terhadap sekelilingnya." Neliel berhenti sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Aku sedikit kaget melihat dia melakukan pertolongan pertama kepadamu. Padahal waktu kecil dia tidak pernah bersikap begitu ketika aku terluka," dengus Neliel.

"Maksud kakak?"

"Diperlakukan oleh Ulquiorra seperti tadi, Orihime," ujar Neliel yang kembali membuat wajah Orihime memerah. "Waktu kecil aku pernah terjatuh hingga lututku berdarah dan kebetulan Ulquiorra lewat. Aku memanggilnya untuk minta bantuan, tetapi dia hanya diam sambil menatapku datar, aku rasa dia juga melirik lututku yang berdarah. Hampir beberapa menit dia berdiri menatapku dan tidak melakukan apa pun atau setidaknya melakukan pertolongan pertama."

"Schiffer hanya diam saja melihat Kak Neliel terluka?"

"Ya, menyebalkan sekali. Lalu, dia pergi begitu saja meninggalkanku, tetapi untung Grimmjow datang dan menolongku," dengus Neliel yang merasa kesal mengingat kejadian masa kecilnya tersebut. "Waktu aku menghampiri Ulquiorra dan bertanya kenapa dia mengabaikanku, Ulquiorra hanya menjawab 'Aku tidak diperlukan'. Huh, jawaban macam apa itu? Sama sekali tidak kumengerti. Saat itu Ulquiorra benar-benar keterlaluan sekali padaku, ingin sekali kucakar-cakar wajah pucatnya itu dan kujambak-jambak rambut hitamnya yang sehalus sutera itu," omel Neliel sambil menghentak-hentakan kepalan tangannya di meja.

Suasana tiba-tiba hening setelah Neliel mengakhiri ceritanya. Wajah gadis berambut hijau tersebut tertekuk. Orihime hanya bisa memperhatikannya dalam diam, ia tidak tahu apakah harus berkomentar atau tidak.

Kelihatannya Kak Neliel benar-benar kesal. Benarkah dulu Schiffer bersikap seperti itu?

Tiba-tiba Neliel tertawa kecil, kelihatannya ia sedang kembali mengenang akan masa-masa kecilnya dulu. Orihime merasa kebingungan melihat Neliel yang tersenyum seorang diri. Sejak tadi Orihime menangkap ekspresi kekesalan di wajah Neliel, namun sekarang ekspresi itu berganti menjadi senang. Di dalam hati ia ingin mengetahui apa gerangan yang telah membuat Neliel tertawa. Neliel yang sedari tadi tertawa seorang diri mulai menyadari pandangan kebingungan di wajah Orihime terhadapnya.

"Ah, maaf. Tiba-tiba saja aku teringat masa kecilku," kata Neliel disela-sela tawanya. "Hm, aku selalu merasa kesal jika mengingat cerita tadi, namun sampai saat ini aku tidak bisa menemukan satu alasan pun yang membuatku harus membenci tindakan Ulquiorra tersebut. Aku tidak tahu kenapa aku bisa berpikiran seperti itu. Kesal tetapi tak bisa membenci. Aneh, ya?"

"Ah, sepertinya begitu," komentar singkat Orihime. Menurutku memang aneh.

"Sudahlah, itu hanya masa lalu. Tetapi, jika seandainya kamu diposisiku apa yang akan kamu lakukan, Orihime?" tanya Neliel meminta pendapat.

Orihime kebingungan sesaat, namun dengan sedikit keraguan ia menjawab pertanyaan Neliel tersebut. Ia berkata, "Jika seandainya aku diposisi kakak mungkin aku juga akan kesal dan mencari tahu sejelas-jelasnya kenapa Schiffer bersikap demikian."

"Sudah kuduga. Sejak dulu aku selalu ingin mencari tahu, tetapi yang kuhadapi ini adalah Ulquiorra. Tidak mudah untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari dirinya. Alih-alih mendapatkan jawaban yang kuinginkan ia malah memberiku jawaban layaknya misteri yang harus kupecahkan. Karena itu aku lebih memilih diam dengan rasa penasaran yang seakan menghantuiku seumur hidup. Hahaha, aku semakin bertambah aneh, ya?" gurau Neliel yang menyadari arah pembicaraannya semakin membingungkan.

Orihime pun merasa ucapan Neliel ada benarnya sehingga ia dan Neliel pun tertawa. Mereka tidak menyadari sudah berapa lama pembicaraan yang sedang berlangsung tersebut terjadi. Topik pembicaraan mereka pun selalu mengenai Ulquiorra. Bahan topik yang menarik namun menyelipkan beberapa misteri di dalamnya.

Tak lama kemudian Orihime dan Neliel berhenti tertawa, kemudian keduanya saling bertatapan dalam diam. Bibir keduanya masih membentuk senyuman yang cantik hingga membuat pria manapun yang melihatnya akan langsung jatuh hati. Neliel segera beranjak dari kursi yang didudukinya dan mengambil kotak obat yang terletak di meja untuk dikembalikan ke tempatnya semula. Kemudian ia menoleh pada Orihime dan memberi isyarat agar gadis itu juga beranjak dari kursinya.

"Ayo kita kembali," ajak Neliel yang disertai anggukan dari Orihime. "Aku merasa tidak aman meninggalkan mereka berdua lama-lama terutama Grimmjow. Dia pasti akan mencari permasalahan lagi dengan Ulquiorra," tambah Neliel cemas.

"Ah, iya," ujar Orihime yang berjalan di belakang Neliel. "Ng, apa Schiffer dan Kak Jeagerjaquez benar-benar tidak bisa akur walau hanya sesaat?" tanya Orihime polos.

Mendengar pertanyaan Orihime membuat Neliel menghentikan langkahnya dan berbalik untuk menatap si gadis berambut orange yang juga menghentikan langkahnya. Keduanya bertatapan dalam diam. Tampaknya Orihime mulai menyadari bahwa pertanyaan yang diajukannya tersebut seharusnya tak perlu dipertanyakan jika mengingat gerak-gerik kedua pemuda bertolak belakang yang selalu terlihat tak sudi menatap satu sama lain dan sangat menguasai perbendaharaan kata-kata untuk saling mengumpat. Mata berbeda iris yang selalu berkilat tajam dan insting untuk menjatuhkan lawan yang telah berakar kuat di dalam hati keduanya. Pertanyaan Orihime membuat Neliel menghela nafas.

"Orihime, aku sudah pernah bilang 'kan kalau mereka berdua itu tidak pernah akur. Mereka itu sepupu sekaligus saingan yang tak pernah mau mengalah satu sama lain. Dan aku tidak mau ambil pusing soal persaingan mereka karena aku maupun orang lain tidak diizinkan untuk ikut campur," kata Neliel sambil mengibas-ngibaskan tangannya. "Kamu mengerti, 'kan?"

"Iya, aku mengerti," jawab Orihime.

"Karena itulah kita harus segera kembali. Aku tidak bisa membayangkan apabila saat ini mereka sedang saling mengacungkan pedang kayu di leher masing-masing. Oh, aku harus menghentikan mereka," ujar Neliel yang tiba-tiba panik.

Tangan ramping Neliel membuka pegangan pintu dan segera berlalu meninggalkan ruangan tersebut dengan Orihime yang masih berjalan di belakangnya. Langkah gadis berambut hijau tersebut sangat tergesa-gesa bahkan ia nyaris berlari meninggalkan Orihime. Orihime pun berusaha untuk menyamakan langkah-langkahnya dengan Neliel karena ia tak ingin terpisah dengan gadis itu. Sambil berjalan mata abu-abu Orihime juga memperhatikan sekeliling dari isi rumah Ulquiorra yang selalu membuatnya tercengang.

Kak Neliel cepat sekali jalannya. Kalau tertinggal bisa-bisa aku tersesat di rumah Schiffer yang luas ini. Ng, rumah ini benar-benar luas, koridor-koridornya banyak dan panjang, pintu-pintunya pun banyak dan entah ada ruangan apa saja dibalik pintu-pintu tersebut. Perabotan dan barang-barang pecah belah yang terlihat mahal dan tak terhitung jumlahnya. Ah, ini bukan saatnya memperhatikan isi rumah Schiffer.

Orihime kembali mempercepat langkahnya, namun matanya tetap sesekali melirik-lirik isi rumah Ulquiorra. Melihat betapa luasnya rumah Ulquiorra membuat Orihime mengakui bahwa ucapan Ulquiorra ketika ia pertama kali menginjakan kakinya di rumah ini ada benarnya. Pemuda itu pernah melarangnya untuk menggunakan toilet lain di rumahnya yang luas ini dengan resiko akan tersesat. Orihime bersyukur Ulquiorra bersedia meminjamkan toilet di kamarnya karena keadaan rumah Ulquiorra benar-benar bagaikan labirin di mata Orihime. Tampaknya ia akan butuh peta atau pemandu jika ingin menjelajahi rumah bagai istana ini. Menjelajahi layaknya sedang mengunjungi suatu objek wisata yang terkenal.

Apa yang kupikirkan? Memangnya rumah Schiffer objek wisata?

oOo

Ulquiorra masih diam semenjak Grimmjow menjebaknya dengan pertanyaan yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya. Andaikan pun ia memikirkannya, namun ia sama sekali tidak percaya dengan reaksi tubuh yang diberikannya. Ulquiorra Schiffer, si pangeran berdarah dingin yang terkenal dengan kata-kata sarkastis yang mudah meluncur bagaikan aliran sungai dari mulutnya serta tak mampu untuk dipatahkan maupun dibalikkan oleh lawan bicaranya kini terdiam seribu bahasa. Rangkaian-rangkaian kalimat hasil karya lidah profesionalnya hilang sekejap dan tergantikan dengan kebisuan. Otak jeniusnya mendadak beku oleh elemen es yang diidentikkan dengan dirinya. Hanya mata hijau bagaikan batu emerald yang kini sedang menatap tajam seseorang, yakni tatapan itu terfokus pada seorang pemuda berambut biru dengan mata safir yang juga membalas tatapan dari si pemilik mata hijau dengan sama tajamnya.

Grimmjow masih berdiri di hadapan Ulquiorra yang tengah bersandar pada sandaran tempat tidurnya. Kontak mata keduanya sama sekali tidak berhenti atau bisa dikatakan tidak ada yang berniat untuk menghentikannya. Namun, raut wajah keduanya terlihat jauh berbeda. Ulquiorra yang selalu memasang wajah datar yang nyaris menutupi celah emosinya kini harus sedikit merubah ekspresi pada wajahnya. Wajah tampan dengan kulit pucat itu terlihat menunjukkan emosi marah, namun tetap berusaha untuk terlihat tenang. Berbanding terbalik dengan Grimmjow yang wajahnya terlihat senang, seringaian ejekan yang tercipta dari dua belah bibirnya terlihat semakin lebar. Ulquiorra sama sekali tidak menyukai senyuman Grimmjow tersebut.

"Hei, sampai kapan kau akan diam dan memelototiku seperti itu? Tidakkah kau berniat untuk menjawab pertanyaanku tadi, Ulquiorra?" tanya Grimmjow memulai pembicaraan.

Ulquiorra masih diam karena ia belum bersedia untuk membuka suara. Ia bahkan tidak mengerti kenapa hal ini bisa terjadi padanya dan mulai berpikir bahwa ini sama sekali bukan dirinya. Ia mulai tidak seperti Ulquiorra Schiffer yang biasanya dengan mudah membalas apa pun ucapan maupun cemoohan yang dilontarkan oleh Grimmjow. Kediaman Ulquiorra ini telah menjadi hiburan menarik tersendiri bagi Grimmjow karena tidak biasanya ia dapat membungkam mulut tajam Ulquiorra semudah membalikkan telapak tangan.

"Kau masih tetap diam saja. Tidakkah kau berniat untuk membalas perkataanku seperti biasanya?" ledek Grimmjow dengan senyum sinis tersungging di bibirnya.

Ulquiorra menahan gejolak amarah di dalam dirinya ketika mendengar ledekan Grimmjow tersebut. Tanpa diketahui oleh Grimmjow bahwa tangan pucat Ulquiorra diam-diam meremas kencang sprei tempat tidurnya, namun tidak terlihat jelas karena tertutup selimut. Ulquiorra merasa kali ini ia benar-benar ingin menunjukkan emosinya dengan jelas terutama ketika melihat senyuman Grimmjow yang seolah-olah menyatakan bahwa kali ini kemenangan telah berpihak padanya.

Ulquiorra kesal karena Grimmjow menjebaknya dengan pertanyaan yang dikaitkan dengan Orihime Inoue. Gadis yang mulai muncul di dalam kehidupannya, gadis yang menurutnya aneh dan tak jera-jera untuk mendekatinya meskipun telah berkali-kali lidah tajam dan sikap dinginnya menyakiti hati si gadis. Hal yang mengejutkan Ulquiorra adalah kehangatan gadis itu yang hampir mirip dengan kehangatan yang dimiliki oleh ibunya, wanita yang hampir setiap hari dirindukannya terutama ketika ia sedang dalam keadaan sakit seperti ini.

"Oh, ayolah, Ulquiorra. Mau sampai kapan kau berdiam diri seperti mayat hidup seperti itu? Ups! Kau tidak berhak marah karena kulit pucatmu telah membuktikannya," ledek Grimmjow lagi. Kali ini ia berharap Ulquiorra mau membalas ucapannya karena ia tidak ingin menang mudah. Ia yakin jika Ulquiorra membalasnya, maka ini akan jadi pertarungan penuh umpatan yang akan berjalan sangat seru walaupun kesempatannya untuk menang tidak begitu besar.

Ulquiorra hanya mendecih sambil membuang muka ke arah lain. Keputusan telah dibuatnya selama berdiam diri tadi, ia akan meladeni sepupu tersayangnya itu. Perlahan-lahan Ulquiorra mulai dapat menguasai dirinya kembali. Ia menatap Grimmjow seperti vampir yang haus darah, namun dengan emosi yang luar biasa tenang. Grimmjow mulai menyeringai ketika melihat sepupu tercintanya itu telah menunjukkan reaksi seperti biasanya.

"Kau benar-benar seperti kucing bersuara serak yang berisik, Grimmjow Jeagerjaquez. Tidak bisakah kau menutup mulutmu itu? Suara serakmu benar-benar menggangguku," ujar Ulquiorra sambil menatap tajam Grimmjow.

Kau? Ah, ternyata dia benar-benar marah. Ini akan menarik.

"Wow, kau sudah kembali sadar rupanya dan... Hei! Siapa yang kau sebut kucing bersuara serak?" seru Grimmjow.

"Tentu saja kau," jawab Ulquiorra.

"Sembarangan! Kau sendiri vampir pucat berhati dingin yang haus darah wanita. Aku harus memperingati gadis orange itu agar tidak dekat-dekat dengan makhluk kegelapan sepertimu," balas Grimmjow.

"Tch, kekanakan sekali. Mau sampai kapan kau berimajinasi seperti itu. Tidak sadar umur. Kusarankan padamu untuk mengurangi membaca novel horor jika itu berdampak buruk untuk imajinasimu, Grimmjow," sindir Ulquiorra sambil menyeringai.

"Apa-apaan wajahmu itu? Kau mengejekku, ya? Ini tidak ada hubungannya dengan novel horor!" bantah Grimmjow sambil mengacungkan jarinya kepada Ulquiorra.

Grimmjow sama sekali tidak menyangka bahwa kali ini ialah yang mulai terpancing oleh ucapan Ulquiorra. Seperti biasanya ia yang memulai dan pada akhirnya ia yang merasa kesal sendiri karena tidak bisa menang melawan lidah tajam Ulquiorra. Grimmjow mulai berpikir kalimat balasan apa yang akan diucapkannya setelah Ulquiorra bicara nanti. Ia tidak mau kalah secepatnya. Di saat otaknya sedang berpikir mata birunya tak sengaja melihat ke arah mangkuk bubur di dekatnya. Senyum kembali terkembang di bibirnya.

"Kupikir memang ada hubungannya karena kau tidak bisa membedakan antara fantasi dan realita," kata Ulquiorra dengan kedua tangan terlipat di dada. Keningnya berkerut ketika melihat Grimmjow mengambil mangkuk berisi bubur yang tak sepenuhnya buatan Neliel. "Apa yang akan kau lakukan dengan mangkuk bubur itu?"

"Ah, pertanyaan bagus, Ulquiorra!" seru Grimmjow.

"Apa maksudmu? Jika kau ingin memakannya silakan saja," ujar Ulquiorra cuek.

"Aku tidak akan memakan bubur ini karena ini adalah untukmu. Ayo kusuapi sebelum buburnya benar-benar dingin," kata Grimmjow tersenyum manis yang terkesan dibuat-buat sambil mendekati ranjang Ulquiorra dan mengacungkan sesendok bubur kepadanya. "Ayo buka mulutmu, Ulquiorra."

"Apa yang kau lakukan, Grimmjow? Berhenti atau aku akan menghajarmu," ancam Ulquiorra.

"Hei, jangan menolak seperti itu. Aku hanya melakukan apa yang dipesankan Neliel padaku. Lagipula sejak tadi kau terlalu banyak bicara, Tuan Muda. Setidaknya bubur ini dapat membungkam mulutmu itu," kata Grimmjow lagi dengan nada manis yang membuat Ulquiorra benar-benar ingin segera menghajarnya.

"Kubilang jangan mendekat!" kata Ulquiorra dingin.

Grimmjow sama sekali tidak mendengarkan perkataan Ulquiorra. Ia terus mendekati ranjang Ulquiorra dengan tetap mengacungkan sesendok bubur padanya. Dapat dilihatnya mata Ulquiorra yang berkilat tajam padanya seolah ingin mengulitinya hidup-hidup. Grimmjow segera berhenti ketika melihat tangan Ulquiorra yang berancang-ancang untuk memukulnya. Ia tersenyum atau lebih tepatnya menyeringai lebar.

"Huh, sudah kuduga kalau kau benar-benar ingin disuapi oleh gadis orange itu, 'kan?" goda Grimmjow.

"Jangan bicara sembarangan!"

"Hei, aku tidak bicara sembarangan. Sejak tadi kau tidak mau kusuapi padahal aku sudah berbaik hati untuk menyuapimu. Kau sama sekali tidak menghargai kebaikanku," ujar Grimmjow mendramatisir.

"Aku tidak sudi menghargai kebaikan orang yang penuh kepura-puraan sepertimu, Grimmjow," dengus Ulquiorra.

"Ucapanmu benar-benar membuatku tersinggung," ujar Grimmjow meletakkan mangkuk tersebut. Tiba-tiba Grimmjow menepuk kedua tangannya. "Ah, aku tahu! Kau memang tidak ingin disuapi gadis itu tapi kau ingin meminum darahnya seperti yang kau lakukan padanya tadi, 'kan? Tch, ternyata kau benar-benar vampir, Ulquiorra."

"Enyah saja kau, makhluk biru!" desis Ulquiorra yang tak terima dikatai vampir untuk kesekian kalinya oleh Grimmjow.

Tiba-tiba sebuah bantal melayang dan mendarat dengan keras di muka Grimmjow. Sebelum Grimmjow berniat protes kepada si pelaku yang tak lain adalah Ulquiorra sebuah bantal kembali mendarat ke mukanya disusul dengan bantal-bantal lainnya. Grimmjow berusaha menghindar tetapi selalu terlambat bahkan beberapa buku pun mulai melayang ke arahnya. Lemparan buku terakhir berhasil ditangkap oleh Grimmjow.

"Hei, hei! Kenapa kau melempariku bantal dan buku seperti itu?" seru Grimmjow menyingkirkan buku di tangannya. "Lihat, siapa sekarang yang kekanakan? Bukankah lebih efektif langsung menghajarku ketimbang melempariku?"

"Tutup mulutmu! Otakmu benar-benar sudah teracuni bacaan horor itu. Kusarankan kau untuk berhenti mengkonsumsi bacaan seperti itu agar kau tidak mencampurbaurkan fantasi konyolmu ke dalam kehidupan nyata," ujar Ulquiorra dingin. "Saranmu kuterima karena sejak tadi kau terlalu banyak bicara, Grimmjow. Tampaknya aku memang harus membungkam mulut besarmu itu," ujar Ulquiorra dengan aura gelap yang mulai menyelimutinya. Ia mulai bangkit dari tempat tidurnya dan berhadapan dengan Grimmjow.

"Wow, jiwa iblismu mulai bangkit. Ini akan benar-benar menarik, Ulquiorra. Aku akan melayanimu," kata Grimmjow bersemangat sambil merenggangkan otot-ototnya.

Sebelum duel di antara mereka terjadi pintu kamar Ulquiorra terbuka dengan keras. Kedua pemuda itu menoleh dan mendapati Neliel dan Orihime yang ternyata memasuki kamar Ulquiorra. Neliel terlihat berjalan terburu-buru untuk menghampiri Grimmjow dengan wajah yang seram dan dengan cepat ia melayangkan pukulan kasih sayangnya tepat di atas kepala Grimmjow. Grimmjow langsung mengeluh kesakitan sambil memegang kepalanya yang selalu menjadi langganan pukulan dari Neliel. Orihime hanya terkejut melihat perbuatan tiba-tiba Neliel dan Ulquiorra tidak memberikan respon apa pun selain helaan nafas.

Grimmjow menatap galak Neliel yang kini berdiri di hadapan Ulquiorra. Sebelum ia ingin menyuarakan protesnya Neliel justru berbalik menatap Ulquiorra dengan pandangan khawatir seorang kakak pada adiknya. Hal ini membuat Grimmjow semakin naik darah.

"Hei, apa yang kau lakukan, Neliel?" protes Grimmjow.

"Kamu tidak apa-apa, 'kan Ulquiorra? Grimmjow tidak berbuat kasar padamu, 'kan? Tenang saja, kakak akan melindungimu jika ia berbuat kurang ajar padamu," kata Neliel yang tidak mempedulikan ucapan Grimmjow dan malah memegang pundak Ulquiorra sambil memeriksa keadaannya.

"Aku tidak apa-apa, Neliel. Aku tidak butuh perlindunganmu dan aku bisa menjaga diriku dari makhluk biru itu," gumam Ulquiorra menjauhkan tangan Neliel dari pundaknya.

"Tetapi—" ucapan Neliel terpotong oleh Grimmjow yang membalikkan tubuhnya agar dapat berhadapan dengannya. "Ada apa, Grimmjow?"

"Beraninya kau mengacuhkanku, Nel. Asal kau tahu bocah seperti dia tidak pantas kau lindungi," desis Grimmjow mencengkeram bahu Neliel.

"Kenapa tidak? Dia adikku dan kamu sudah mengganggunya, jadi wajar jika aku melindunginya," seru Neliel melepaskan cengkeraman tangan Grimmjow di bahunya.

"Aku tidak peduli. Yang jelas kau harus bertanggung jawab, kepalaku sakit gara-gara pukulan mautmu itu," gerutu Grimmjow menunjuk kepalanya.

"Yakin kamu baik-baik saja, Ulquiorra?" tanya Neliel yang kembali mengabaikan Grimmjow.

"Aku baik-baik saja, Neliel," ujar Ulquiorra menghela nafas melihat sikap protektif Neliel. Ia tidak suka diperlakukan seperti anak kecil oleh gadis yang selalu mengaku sebagai kakaknya itu.

Grimmjow yang melihat pemandangan seorang kakak mengkhawatirkan adik yang diperankan Neliel dan Ulquiorra itu membuatnya kembali naik darah. Ia kesal karena gadis berambut hijau itu mengabaikannya dan lebih memilih pemuda pucat yang selalu menolak dianggap adik oleh si gadis. Dengan emosi yang sudah memuncak Grimmjow segera menarik tangan Neliel dan berniat membawanya keluar dari kamar Ulquiorra. Neliel sempat memberontak, tetapi Grimmjow lebih kuat darinya hingga ia terpaksa mengikuti Grimmjow. Sebelum meninggalkan kamar Ulquiorra, Grimmjow sempat berseru kepada Orihime yang sejak tadi diam membisu menyaksikan tingkah ketiga orang tersebut. Gadis itu terkejut mendengar seruan Grimmjow.

"Hei, gadis orange! Kau temani si pucat itu, aku ada urusan dengan gadis berisik ini!" seru Grimmjow yang mendapat protes dari Neliel dan lirikan tajam dari Ulquiorra serta wajah kebingungan dari Orihime.

"Hei, siapa yang kamu sebut gadis berisik?"

"Eh, anu…"

Belum sempat Orihime menyelesaikan ucapannya Grimmjow dan Neliel telah berlalu dari kamar Ulquiorra. Suara adu mulut antar keduanya masih terdengar hingga sayup-sayup tidak terdengar lagi. Orihime menjadi kebingungan mendapat perintah dari Grimmjow bahkan ia ragu untuk menurutinya. Ia sama sekali tidak ada hak untuk berlama-lama berada di kamar Ulquiorra. Niatnya semula kembali ke kamar ini adalah untuk pamit kepada Ulquiorra setelah Neliel mengobati lukanya. Tetapi niatnya sama sekali tidak berjalan mulus.

Dengan ragu-ragu Orihime melirik Ulquiorra yang masih berdiri di tempatnya semula sambil memegangi kepalanya. Ia mulai gugup ketika Ulquiorra juga menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Raut wajahnya tidak menyiratkan amarah melainkan hanya datar. Orihime merasa salah tingkah dan ingin segera beranjak dari kamar si pucat yang sepertinya tidak mau menunjukkan suasana hatinya yang sedang buruk.

"Ng, aku… kurasa aku harus pamit pulang agar kamu bisa beristirahat," kata Orihime memecahkan kesunyian. "Aku minta maaf karena sudah mengganggu waktu istirahatmu," ujar Orihime mencoba tersenyum sebisanya dan berharap tidak menambah buruk suasana hati Ulquiorra.

Ulquiorra tidak memberikan jawaban apa pun melainkan berjalan ke arah Orihime. Tatapan mata tanpa emosi itu tak lepas dari Orihime hingga membuat gadis itu ingin segera melarikan diri. Ia takut dengan tatapan Ulquiorra yang seakan memerintahkannya untuk tidak beranjak dari kamarnya. Tubuh gadis itu gemetar dan ia merasa panik ketika Ulquiorra telah berdiri tepat di hadapannya. Entah kekuatan apa yang dimiliki oleh Ulquiorra hingga membuat Orihime tetap diam di tempatnya dan membalas tatapan matanya dengan wajah ketakutan.

"Kamu gemetaran?" tanya Ulquiorra yang menyadari kepanikan Orihime. "Apa kamu takut padaku?"

"A-aku ti-tidak… Anu, aku…" Orihime kembali panik menjawab pertanyaan Ulquiorra. Ia selalu kebingungan menjawab setiap pertanyaan Ulquiorra dikarenakan ia sendiri pun tidak mengerti apa yang dilakukannya, apa yang diinginkannya, dan apa yang ada dipikirannya mengenai Ulquiorra.

Kamu menyukai Schiffer, 'kan?

Kata-kata Tatsuki terngiang di kepala Orihime. Sahabatnya itu yakin bahwa dirinya menyukai Ulquiorra, namun ia tidak meyakininya. Yang disadarinya hanyalah bahwa ia tertarik pada Ulquiorra sementara alam sadarnya berkata sebaliknya. Orihime menyukai Ulquiorra. Hanya perlu waktu hingga ia menyadarinya dan perlu pengalaman dalam menghadapi calon pemuda yang mungkin akan menjadi cinta sejatinya di masa depan.

"Aku tidak perlu jawabanmu. Yang kuperlukan…" Ulquiorra menggantung perkataannya.

Tiba-tiba saja Ulquiorra maju selangkah mendekati Orihime hingga membuat gadis itu pun memundurkan langkahnya. Terus seperti itu hingga pada langkah selanjutnya Orihime terhenti ketika lengan pucat Ulquiorra memegang sebelah lengannya. Gadis itu sempat menahan nafas saat Ulquiorra menjatuhkan kepalanya di bahunya. Nafas Ulquiorra memburu dan wajahnya penuh keringat. Hal ini membuat Orihime terdiam sesaat dengan wajah merona.

"Schiffer," panggil Orihime pelan. "Ka-kamu baik-baik saja?"

Tidak ada jawaban dari Ulquiorra yang tengah memejamkan matanya, entah tertidur atau tidak. Tampaknya pertengkaran dengan Grimmjow tadi terlalu menguras tenaganya yang baru setengah pulih hingga tidak heran jika kini ia kelelahan. Orihime merasa kebingungan dan tidak tahu harus melakukan apa. Kakinya terasa lemas seakan tidak mampu menahan beban tubuhnya ditambah lagi dengan Ulquiorra yang bersandar padanya. Walaupun ini bukan pertama kalinya Ulquiorra bersandar padanya tetapi Orihime lebih memilih dipelototin Ulquiorra daripada berada dalam kondisi yang menyulitkan ini. Tetapi setelah dipikirkannya kembali dipelototin Ulquiorra juga bukanlah pilihan yang baik. Pikiran Orihime pun mulai kacau.

Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Siapa saja tolong aku!

Saat Orihime sedang kebingungan Ulquiorra justru tidak mempermasalahkan apa yang kini dilakukannya. Ia memang tidak mengerti kenapa ia ingin bersandar pada gadis itu saat rasa lelah menguasainya. Ketika tatapannya tertuju pada Orihime tadi ia kembali teringat saat ia memeluk gadis itu. Mengingat bagaimana saat kulitnya bersentuhan dengan kulit dari tubuh lembut dan wangi Orihime serta kehangatan dan rasa nyaman yang ditimbulkannya. Karena hal itulah yang mendorongnya untuk bersandar pada Orihime.

Tidak sanggup berdiri dengan kaki yang lemas membuat tubuh Orihime dan Ulquiorra merosot ke bawah. Posisi mereka sama sekali tidak berubah. Kepala Ulquiorra masih berada di bahu Orihime tanpa mengetahui bahwa gadis itu tengah berjuang meredam degup jantungnya yang sangat kencang. Wajahnya semakin memerah ketika kedua tangan Ulquiorra mulai memerangkap tubuhnya dalam pelukan. Dapat dirasakannya hembusan berat nafas pemuda itu bahkan sepertinya suhu tubuhnya juga mulai naik. Pikiran Orihime kembali kacau. Ia sama sekali tidak mengerti kenapa Ulquiorra yang dingin itu kembali memeluknya lagi.

Bagaimana ini? Schiffer memelukku! Aku benar-benar terperangkap!

"Hangat," gumam Ulquiorra pelan. Matanya masih terpejam.

Aku tidak mengerti dengan apa yang kulakukan. Tetapi dia benar-benar hangat dan membuatku tenang.

"Ka-kamu mengatakan sesuatu, Schiffer?" tanya Orihime. "Kamu tidak tidur, 'kan?"

"Kepalaku sakit," gumam Ulquiorra.

"Kepalamu sakit? Kalau begitu kamu harus kembali ke tempat tidurmu dan beristirahat," kata Orihime yang dengan ragu-ragu meletakkan kedua tangannya di punggung Ulquiorra. Ia sama sekali tidak berniat untuk memeluk Ulquiorra tetapi ia terpaksa melakukannya.

"Aku ingin makan apel," gumam Ulquiorra lagi.

"Eh, ba-baiklah," sahut Orihime. "Se-sebelumnya lepaskan aku dulu, Schiffer," pintanya.

Seperti anak kecil yang penurut Ulquiorra melepaskan pelukannya pada Orihime. Mereka bertatapan sejenak hingga Orihime segera memalingkan wajahnya ke arah lain. Ulquiorra yang menurut Orihime telah bersikap aneh itu hanya menatapnya tanpa ekspresi. Kemudian Ulquiorra bangkit berdiri disusul dengan Orihime. Pemuda itu hampir terjatuh kalau Orihime tidak segera menahannya. Ia menjadi cemas melihat kondisi Ulquiorra setelah memeriksakan keningnya yang ternyata kembali panas.

"Badanmu panas lagi, Schiffer. Kamu harus segera istirahat," kata Orihime cemas. "Apa perlu kubantu berjalan?" tawarnya.

"Tidak perlu," tolak Ulquiorra.

Ulquiorra berjalan menuju tempat tidurnya sementara Orihime berjalan di belakangnya sambil memungut bantal-bantal serta buku-buku yang berserakan saat Ulquiorra dan Grimmjow bertengkar tadi. Setelah meletakkan barang-barang tersebut pada tempatnya Orihime segera melaksanakan perintah Ulquiorra yang ingin memakan apel. Dengan hati-hati dikupasnya apel-apel tersebut agar jarinya tidak teriris kembali. Sementara itu Ulquiorra yang tengah duduk di tepi ranjang kembali memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Melihat hal tersebut membuat rasa khawatir Orihime semakin besar. Ulquiorra yang menyadari keberadaan Orihime di dekatnya membuatnya mengangkat kepalanya untuk menatap si gadis.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Ulquiorra.

"Me-mengupas apel. Bukankah Schiffer tadi bilang ingin makan apel, makanya kukupaskan," kata Orihime tersenyum dan kembali berkonsentrasi pada apel yang tengah dikupasnya.

Ulquiorra menatap Orihime dalam diam. Sebenarnya ia tidak serius dengan permintaannya tadi. Dalam diam Ulquiorra mulai berpikir ada yang aneh dengan dirinya. Ia tidak begitu suka Orihime terlibat dengan dirinya, namun gadis itu tetap nekat berada di sekitarnya. Padahal ia telah bersikap buruk pada Orihime dan gadis itu masih bertahan menghadapinya. Kalau orang lain pasti sudah mengibarkan bendera putih pertanda menyerah padanya, kecuali Neliel atau mungkin juga Grimmjow. Rasa empati yang dimiliki Orihime membuat Ulquiorra kesal karena ia tidak suka dikhawatirkan seperti anak kecil. Ia pun merasa kesulitan untuk mengusir gadis itu karena di sisi lain ada yang membuatnya ingin menahannya. Ulquiorra tahu hal ini aneh dan sangat tidak masuk akal untuk orang sepertinya yang lebih berpegang pada logika dan realita.

Kenapa orang sepertinya berada di sekitarku? Apa yang diingikannya?

Selama ini tidak ada gadis yang bertahan lama di dekat Ulquiorra, kecuali Neliel. Mereka akan mundur dan memilih mengaguminya dari jauh. Rasa tertariknya pada lawan jenis memang berkurang, namun bukan berarti orientasinya menyimpang. Baginya omong kosong bernama cinta itu buang-buang waktu. Ia tidak percaya cinta lain selain cinta dari kedua orangtuanya, terutama ibunya. Pikirannya hanya penuh dengan tanggung jawab yang tengah menantinya sebagai penerus keluarga. Waktu yang ia miliki tidaklah banyak untuk menyelesaikan masa sekolahnya dan bersenang-senang layaknya anak muda pada umumnya. Karena itulah Ulquiorra tidak punya waktu untuk meladeni Orihime yang terjerat pada pesonanya. Secepat mungkin ia ingin menjauhkan gadis itu dari kehidupannya.

Orihime sadar bahwa sejak tadi Ulquiorra menatapnya, namun ia mengabaikannya dan berpura-pura fokus pada kegiatannya. Ia tidak bisa membalas tatapan Ulquiorra yang akan berakibat buruk buat jantungnya dan kemungkinan lebih dari satu jarinya akan teriris kembali. Tiba-tiba saja Ulquiorra berdiri dan mendekati Orihime yang duduk tepat di samping tempat tidurnya. Tangan pucatnya menarik Orihime untuk berdiri hingga pisau dan apel yang setengah terkupas itu jatuh ke lantai. Ulquiorra mendorong Orihime ke atas tempat tidurnya. Orihime yang terkejut dengan tindakan tiba-tiba Ulquiorra tersebut tidak sempat untuk bertanya ketika pemuda itu telah menaiki ranjang dan menindihnya. Secara teknis Ulquiorra tidak terlalu menindihnya karena pemuda itu bertumpu pada kedua lengannya yang berada di sisi kepala si gadis serta lututnya.

Posisi seperti ini membuat Orihime menahan nafas dan jantungnya berdetak sepuluh kali lebih kencang. Takut-takut ia menatap Ulquiorra yang berada di atasnya hingga membuat wajahnya memerah. Wajah Ulquiorra terlihat lebih jelas dan dekat bahkan deru nafas hangatnya menerpa wajah Orihime. Ia bisa melihat betapa tampannya wajah pucat yang tengah berkeringat itu, kedua mata berwarna bebatuan emerald yang selalu menutupi emosi, hidungnya yang mancung serta bibir tipisnya yang menggoda bahkan ia dapat mencium bau mint dari tubuh Ulquiorra. Orihime tahu ini bukan saatnya mengagumi mahakarya Tuhan di hadapannya dalam keadaan terperangkap seperti ini.

Apa yang Schiffer lakukan? Kenapa ia menindihku seperti ini?

Batin Orihime menjerit keras. Ia benar-benar tidak tahu apa yang ada dipikiran Ulquiorra hingga membuatnya melakukan hal ini. Ulquiorra tentu menyadari kepanikan gadis di bawahnya dan menikmatinya dalam diam. Ia benar-benar harus membuat gadis itu menyerah untuk terus terlibat dengannya. Ini memang pertama kalinya Ulquiorra mendesak seorang gadis apalagi di atas tempat tidur. Ia bahkan bisa melihat secara dekat wajah cantik Orihime yang sempat membuatnya terpesona hingga tanpa sadar ia mendekatkan wajahnya ke wajah Orihime. Bola mata Orihime membesar dan dengan cepat ia memejamkan matanya, tidak berani melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Ulquiorra segera menghentikan aksinya ketika kesadaran mulai mengambil alih tubuhnya.

"Kenapa gemetar?" tanya Ulquiorra pada Orihime yang masih memejamkan matanya.

Orihime tidak menjawab. Sejak tadi ia berusaha meredam suara jantungnya apalagi ketika mendengar suara rendah Ulquiorra. Perlahan ia membuka matanya dan melihat betapa dekatnya wajah Ulquiorra dengannya bahkan hidung mereka nyaris bersentuhan. Orihime merasa kepalanya berputar-putar dan wajahnya memanas. Ulquiorra segera menarik wajahnya tanpa mengubah posisi mereka.

Wa-wajahnya dekat sekali!

"Kamu takut padaku?" tanya Ulquiorra dingin.

Orihime bingung harus menjawab apa. Dengan mengumpulkan keberanian ia mencoba menatap Ulquiorra.

"Ke-kenapa Schiffer melakukan ini?" tanya Orihime gugup.

"Kenapa katamu?" tanya Ulquiorra balik. "Akan kuberitahu." Ulquiorra memberi jeda sesaat sebelum melanjutkan perkataannya. "Dengarkan baik-baik karena aku tidak ingin mengulanginya. Mulai besok kamu harus menjauhiku."

"Apa?" tanya Orihime yang lamban memproses ucapan Ulquiorra.

Ulquiorra tidak berniat mengulanginya tetapi tetap dikatakannya.

"Lamban sekali. Ini yang terakhir, kamu harus menjauhiku," ujar Ulquiorra dengan nafas memburu. Kepalanya semakin bertambah pusing, namun ia berusaha untuk bertahan.

Otak Orihime berhasil memproses ucapan dingin Ulquiorra hingga membuatnya terdiam. Pemuda itu memintanya untuk menjauhinya.

"Kenapa?" Tanpa sadar kata itu terucap dari bibir Orihime.

"Perlukah kuberitahu alasannya?" tanya Ulquiorra yang dijawab Orihime dengan anggukan. Ulquiorra pun menghela nafas sebelum menjawab. "Itu karena kamu menyebalkan. Aku tidak suka kamu berada di sekitarku."

Kata-kata Ulquiorra tersebut membuat Orihime bungkam. Ia tidak menyangka bahwa Ulquiorra begitu tidak menyukainya seakan ia adalah pengganggu. Padahal ia hanya ingin berteman dengan Ulquiorra, tetapi pemuda itu justru menolaknya.

"A-aku hanya ingin berteman dengan Schiffer," gumam Orihime lemah.

"Berteman? Jangan bercanda. Kamu tidak perlu membuang-buang waktumu untuk orang sepertiku karena aku pun tidak punya waktu untuk omong kosong semacam itu, Orihime Inoue," kata Ulquiorra sarkastis. "Jadi jangan mendekatiku lagi."

Ucapan Ulquiorra kali ini benar-benar membuat hati Orihime terluka bahkan lebih sakit daripada ketika jarinya teriris pisau. Tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca hingga setetes air mata pun jatuh mengalir di pipinya. Ulquiorra terkejut mendapati Orihime yang menangis. Ia segera menarik tubuhnya dan duduk di tepi ranjang. Orihime segera menghapus air matanya dan bangkit dari tempat tidur. Ia berdiri membelakangi Ulquiorra dan berbalik dengan wajah tersenyum.

"Ah, sepertinya aku harus segera pulang. Maaf sudah mengganggu waktu istirahatmu. Sesuai permintaanmu aku tidak akan mengganggu Schiffer lagi," kata Orihime tercekat, air matanya mulai mengalir kembali. "Ah, sepertinya mataku kelilipan," katanya sambil menghapus air matanya. "Kalau begitu aku pamit dulu. Semoga lekas sembuh, Schiffer."

Orihime memberikan senyuman terbaiknya sebelum berlalu dari kamar Ulquiorra. Si pemuda hanya menatap kepergian si gadis dalam pandangan yang sulit diartikan. Ketika punggung Orihime telah menghilang dibalik pintu kamarnya Ulquiorra mencengkeram sisi-sisi tempat tidurnya. Wajah Orihime yang menangis masih jelas dalam ingatannya. Ia sadar bahwa kata-katanya sudah kelewatan, tetapi tidak ada yang dapat dilakukannya. Ia harus melukai gadis itu terlebih dahulu sebelum semuanya terlambat. Sebelum gadis itu terlanjur berharap banyak padanya.

Ulquiorra pun merasakan sakit di dadanya. Ia tidak mengerti kenapa rasa sakit itu menghujamnya. Ia tidak yakin ini ada hubungannya dengan Orihime. Selama ini Ulquiorra tidak pernah merasa sakit setelah mengatakan hal-hal yang menurut orang lain sangat menyakitkan. Tetapi kali ini ia merasakannya bagai ditusuk ribuan jarum dan disayat-sayat pisau. Kondisi tubuhnya mulai melemah hingga akhirnya ia menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur. Lengan kanannya menutupi matanya sementara tangan kirinya mencengkeram dada kanannya.

Sakit. Apakah rasa sakit ini yang kamu rasakan?

Sementara itu Orihime yang masih menangis terus berlari di koridor rumah Ulquiorra. Ia ingin cepat-cepat keluar dari rumah tersebut hingga lupa untuk berpamitan kepada Kepala Pelayan Aaroniero, Neliel, dan Grimmjow. Ia terus berlari bahkan hampir beberapa kali menabrak para pelayan dan kali ini ia malah menabrak seorang pemuda hingga terjatuh.

"Apa yang kau lakukan? Berlari di tengah koridor itu berbahaya," serunya kesal. Tetapi ekspresinya langsung berubah ketika menyadari siapa yang ditabraknya. "Oh, rupanya gadis orange."

Orihime yang ternyata menabrak Grimmjow itu langsung berdiri dan menatap pemuda itu sesaat.

"Ah, maafkan aku, Kak Jeagerjaques. Permisi," kata Orihime dan berlalu begitu saja tanpa Grimmjow sempat membalas ucapannya.

"Hei, tunggu dulu!" seru Grimmjow bermaksud mencegat tetapi Orihime sudah menjauh. Ia menggaruk belakang kepalanya melihat sikap aneh Orihime tadi. Kemudian ia terdiam ketika menyadari sesuatu. "Kalau tidak salah gadis orange tadi menangis, ya. Kenapa dia menangis?"

Grimmjow terdiam sesaat untuk berpikir dan tak lama kemudian ia menyerah.

"Apa urusannya denganku kalau dia menangis? Lebih baik aku segera kembali sebelum Aaro sialan itu macam-macam dengan Neliel."

Grimmjow berjalan meninggalkan koridor tersebut. Andaikan saja Grimmjow tahu bahwa yang membuat Orihime menangis adalah Ulquiorra. Mungkin ia tidak akan terkejut karena ia pun sering menjadi korban lidah tajam Ulquiorra. Sementara itu Ulquiorra yang tengah berbaring di kamarnya segera bangkit berdiri. Perlahan ia berjalan menuju balkonnya dan berdiri sejenak. Mata berwarna emerald itu menangkap sesosok gadis berambut orange yang tengah berjalan di halaman rumahnya. Sosok itu pun menghilang setelah pagar kokohnya tertutup. Ulquiorra memejamkan mata dan menghela nafas, kemudian membukanya kembali.

Dia memang harus menjauhiku. Tidak ada artinya ia mendekatiku. Aku bukan orang yang pantas untuk didekati gadis sepertinya.


Sakit…

Suatu perasaan yang tidak menyenangkan

Hanya hal buruk yang terkait dengannya

Siapa pun tidak ingin merasakannya

Tanpa kusadari aku sering menebarkan rasa sakit itu

Bukan dengan luka fisik melainkan luka di hati

Air matamu membuatku terluka

Sinar kehidupanmu seolah lenyap

Seakan aku telah membunuh matahari

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Menciptakan luka kasat mata di hati yang menyakitkan

To be continued…


Akhirnya selesai juga chapter keenam. Chapter kali ini tetap panjang dan saya harap kalian menyukainya.

Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih sudah membaca dan mereview fic saya serta yang menunggu kelajutan fic ini. Saya benar-benar minta maaf karena tidak bisa updet tepat waktu. Sudah berbulan-bulan saya tidak mengupdet fic ini. Sekali lagi saya minta maaf.

Review please and see you in the next chapter!^^'