Kalau kau merasa kaulah orang yang paling merasakan kesedihan dan kehilangan maka, coba dengarkan kisahku ini dan pikirkan ulang "apa aku se-menyedihkan 'dia'?"

Dan kau akan sadar, betapa beruntungnya dirimu dan 'bersyukurlah'.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rated : M

Chara : Ino Yamanaka

Warning : Bloody Fict

Malam itu, adalah malam dimana usiaku genap 7 tahun.

Ayah dan Ibu menyempatkan untuk merayakannya dirumah bersama-sama sebagai seorang 'keluarga'. Tapi disaat tengah acara, selesai aku meniup lilin. Ada segerombolan orang mendatangi rumah kami dan merusak pagar, samar-samar aku mendengar mereka berkata, "hey! Yamanaka keluarlah dari dalam sana!"

Aku hanya memandang Ayah dan Ibu, mereka tampak gelisah, tampak jelas guratan kekhawatiran diwajah mereka.

Normal POV :

"Ayah! Mengapa diluar sana ramai?" tanya seorang gadis kecil berambut kuning poni tail pada laki-laki yang disapanya 'ayah'

"Tak ada apa-apa. Masuklah kekamarmu dan jangan keluar sebelum mereka pergi ya, Ino."

"Lalu, Ayah dan Ibu?" mendengar pertanyaan buah hatinya kali ini, mereka hanya saling berpandangan.

"ee.. kami akan…-"

"kami akan menjagamu disini. Didepan pintu kamarmu." Ayah memotong jawaban Ibu dengan senyumannya.

"Baik!" gadis itu segera menaiki tangga ke lantai dua dan masuk kekamarnya membawa 1001 pertanyaan yang tak sempat disampaikannya. Dia meringkuk di bawah meja belajar dan membenamkan wajahnya di lipatan lututnya, hatinya gelisah dan bertanya – tanya apakah yang terjadi diluar sana.

Sudah 3 jam sejak Ia meringkuk di tempatnya semula. Suara – suara riuh berjejalan memasuki telinganya. Suara jeritan, suara sorak – sorai mewarnai keheningan malam milik gadis blonde itu kini.

"Ayah.. Ibu.. apakah kalian masih disana?" ucap gadis kecil ini lirih hampir tak bersuara.

'BRAK!' sebuah benturan keras di pintu kamarnya membuat gadis mungil ini semakin merapatkan tubuhnya.

'DORR!' kali ini, suara tembakan yang keras meninggalkan sebuah lubang berdiameter 3cm disana disertai mengalirnya cairan merah kental dari lubang tersebut disertai suara seperti orang bercakap-cakap.

Ino mempertajam pendengarannya dan Ia berhasil mendengarkan sebuah suara guratan benda dan percakapan dua orang laki-laki dengan samar-samar.

'Srett..sret.. breett!'

"tak ada disini! Apakah benar apa yang kau katakan itu, Kabuto?"

"Tentu! Kau tidak percaya? Pergi saja!"

"Ah, tidak. Maaf, ayo kita lanjutkan."

"Kali ini ibunya, Kimimaro."

"Baik."

Ino kecil itu makin ketakutan, keringat dingin jelas-jelas membasahi seluruh tubuhnya kini. Karena terlalu ketakutan maka Ino menutupi kedua telinganya dengan tangkupan tangan mungilnya dan memejamkan matanya agar semua hal mengerikan yang mengkin saja akan Ia lihat tergatikan oleh gambaran hitam kelam.

Ino kecil sudah 7 jam dalam posisi meringkuk dibawah kolong meja belajarnya. Matanya masih terpejam ketakutan, seluruh tubuhnya gemetar hebat.

Ino membesarkan hatinya membuka tangkupan tangan dari telinganya dan mencoba mendengarkan situasi diluar saat ini.

'sudah tak ada suara apapun. Ayah – ibu Ino keluar ya.' Batin Ino kecil dalm hatinya.

Perlahan-lahan Ia berdiri dari tempat persembunyiannnya, menuju kenop pintu kamarnya dengan tangan bergetar hebat.

'Cklek!' kenop pintu itu perlahan memutar, dan perlahan terbuka.

Dengan pelan Ia membuka pintu kamarnya.

'Sret' satu gerakan pertama, cairan kental pekat mengalir lewat bawah pintu kamar Ino yang terbuka melewati dua kaki mungilnya.

'Sret' gerakan kedua Ia sudah dapat melihat sebuah tangan bergeser saat Ia gerakan pintunya.

'Sret!' beban berat Ia rasakan kali ini, tak kuat menahan beban itu, Ia terpental beberapa langkah hingga pintu itu terbuka dengan bebas karena ada sesuatu yang menyandar pada sisi luar pintu.

Suara sang gadis kecil tertahan, sepertinya suaranya hilang. Bagaimana tidak, Ia melihat sesosok mayat, mayat Ayahnya dalam keadaan mengenaskan dengan lubang 3 cm dikepala dan tangan yang putus juga perut yang robek hingga darah mengalir dengan bebas kemana-kemana.

Tak berlama-lama terpaku disana, Ino mencari keluarganya yang lain. Ia menuruni anak tangga untuk turun dari kamarnya yang berada dilantai 2, hatinya was-was. Suasana rumah sunyi sekali. Masih nampak, bangkai kue blackforest ulang tahunnya yang berantakkan dengan lilin yang hancur terinjak-injak. Air matanya ingin meleleh namun, Ia sadar ini bukan saat untuk bermanja-manja seperti itu.

"Ibu! Ibu! Ibu dimana ?" teriakan gadis kecil, Ino menggema diseluruh penjuru rumah. Namun, sosok ibunya masih saja belum kelihatan.

Ino kecil itu kelelahan, Ia bermaksud untuk keluar saja dari rumah yang dibanjiri oleh darah itu. Ia berlari menuju pintu keluar, tapi..

'Brugh!' Ino terjatuh saat kakinya tersandung oleh benda bulat.

Ino mencoba bangkit dengan tertaih-tatih, Ia mencoba menoleh melihat apa yang membuatnya tersandung barusan, dan..

Matanya terbelalak lebar, kakinya lemas dan Ia kembali terjatuh melihat sebuah kepala dengan dua buah mata yang lepas dan hanya tersambung oleh urat tipis mengarah kearahnya.

"Ibu .. hiks..hiks.." rintihnya pelan melihat kepala Ibunya yang sangat mengenaskan itu. Air mata Ino mengalir melewati pipinya yang cubby.

Ino menggapai kepala itu dan memeluknya. "Aku akan membalaskan dendam Ibu, Ibu tunggu ya." Ucap Ino seraya mengeratkan pelukannya hingga gaun ulang tahun putihnya menjadi warna merah pekat, dan mengakhiri semua tindakannya disitu dengan seringaian.

Keep / Delete ?