Yosh! Setelah perjuangan yang sangat melelahkan, Youichi berhasil menyelesaikan satu fic gaje lagi! Karena Youichi masih baru dan awam, jadi Youichi harap fic ini bisa diterima dengan lapang dada dan tulus ikhlas tanpa kontroversi dan pro kontra yang bisa saja membuat diriku ini terseret ke meja hijau.

Fic ini mengandung unsur berbahaya seperti, OOC, Gaje, Typo, Aneh, Nista, serta keanehan lainnya yang bisa membuat anda tewas seketika.

Kalau Youichi ngaku-ngaku punya Naruto, bisa-bisa Om-Om aneh itu bisa ngamuk *nunjuk-nunjuk Masashi*

Don't Like, Don't Read!

Youichi Hyourinmaru Presents

"Otou-san"

Enjoy Read

Chapter 1

Malam ini, hujan turun sangat deras. Malam musim dingin kali ini terasa lebih dingin. Di sebuah gang kecil yang gelap, terlihat sesosok bayangan yang melesat cepat bagaikan angin. Cahaya dari sinar lampu jalanan tak dapat memperlihatkan sosok bayangan tersebut dengan jelas. Namun dari caranya berlari, dapat diketahui ada sesuatu yang harus segera dikerjakannya. Sesuatu yang sangat penting. Kakinya melangkah semakin cepat saat dirinya semakin keluar dari pusat kota.

Menuju sebuah bangunan rumah tua yang cukup besar. Letaknya yang dipinggir hutan kecil, mengakibatkan sepinya daerah ini karena minim akan rumah penduduk. Yang terdengar hanyalah suara air yang jatuh ke bumi dan menyentuh tanah becek serta riak dan cipratan air yang diciptakan oleh langkah kakinya sendiri. Dia tak menghiraukan celana panjangnya yang telah basah dan kotor oleh lumpur. Yang dipikirkannya hanyalah cepat sampai ke rumah.

Pintu itu tak kunjung terbuka setelah beberapa kali diketuk. Suara hujan yang mengema di langit malam seakan meredam suara yang biasanya terdengar nyaring tersebut. Sosok itu terus mengetuk pintu berharap sang penghuni rumah mendengar dan membukanya. Matanya sesekali melihat jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya. Sudah hampir tengah malam. Pikirannya berkecamuk membayangkan akankah ada yang akan membuka pintu rumah ini.

Dirinya mengutuk kecerobohan yang tak memperbolehkannya membawa kunci cadangan rumah. Dia juga lupa mengabari sang penghuni rumah akan kedatangannya malam ini. Saat pikirannya masih bergejolak karena kecerobohan fatal yang dilakukannya, pintu rumah terbuka perlahan. Sosok itu tersenyum lega saat melihat lima sosok kecil bersiaga dengan membawa pemukul baseball di masing-masing tangannya yang muncul dari balik pintu. Tangan mereka yang semula memegang erat pemukul baseball, seketika mengendur melihat sososk yang sangat mereka kenal.

"Tadaima."

"Okaeri."

Kelima anak kecil yang kita ketahui sebagai sang penghuni rumah mengikuti langkah sosok yang berjalan cepat menuju ke sebuah ruangan. Sosok itu tak menghiraukan basahnya lantai rumah itu karena tetesan-tetesan air hujan yang jatuh dari pakaiannya, serta lumpur dari sepatunya yang membuat lantai yang semula bersih menjadi kotor. Ada hal yang lebih penting dan harus segera dikerjakan melebihi lantai yang kotor dan basah karena perbuatannya

"Otou-san… Siapa dia?" sebuah suara anak kecil yang sangat dikenalnya, memerintah sosok yang dipanggil Otou-san tadi berhenti dari kegiatannya. Matanya menatap anak laki-laki berambut coklat panjang yang memandangnya penasaran.

"Anak yang Otou-san temukan di perjalanan pulang," jawab sosok itu lembut sembari memandang anak laki-laki itu dengan tatapan penuh kasih sayang. Bibirnya tak lepas dari sebuah senyuman yang membuat siapa saja yang melihatnya seakan merasa aman dan terlindungi saat berada di dekat sosok itu.

"Ayo, kalian harus kembali tidur… Sekarang sudah hampir tengah malam," kata sosok itu lembut. Kelima anak tadi menurut dan keluar beriringan.

Setelah pintu tertutup, sosok itu kembali melanjutkan kegiatannya mengeringkan badan anak laki-laki kecil yang basah kuyup itu. Tangannya yang terlihat kekar mulai melepas satu persatu pakaian yang melekat di badan anak itu hingga anak yang terlihat tertidur itu terbaring polos di tempat tidur. Sosok laki-laki itu bengkit menuju sebuah lemari pakaian yang terletak di sudut ruangan dan mengambil satu set pakaian lengkap. Dengan perlahan, laki-laki itu memakaikan pakaian baru pada badan mungil anak itu.

Mata laki-laki itu memandang beberapa luka di wajah dan tangan sang anak. Lalu pandangannya berhenti di tangan kanan anak itu. Matanya memandang nanar tangan kanan yang terkulai lemas itu. Sosok laki-laki itu kembali bangkit, namun langkahnya sempat terhuyung. Dinding ruangan berbaik hati bersedia menopang tubuh laki-laki itu sesaat sebelum sosok itu terjatuh.

"Sepertinya… aku harus berlibu."

(#(#)#)

"Otou-san," ucap seorang anak laki-laki bekacamata hitam sambil menarik-narik baju yang dikenakan sosok laki-laki yang dipanggil Otou-san. Sosok laki-laki itu kini tengah bersantai di teras depan rumahnya. Menatap langit yang mulai terang, ditemani secangkir kopi.

"Ada apa Shino?" sosok laki-laki itu bangkit dari kursi dan berjongkok menyamakan tinggi badannya agar sejajar dengan anak yang dipanggil Shino olehnya tadi. Masih dengan senyum lembut yang terpahat di wajah tampannya, tangan laki-laki itu mengelus lembut puncak kepala Shino.

"Anak itu… sudah bangun," sosok Otou-san itu tampak tenang. Menanggapi kalimat sang anak dengan senyuman.

"Siapa kau?" nada yang dikeluarkannya sinis. Matanya menatap tajam, sosok laki-laki di depannya. Namun semua itu tak dihiraukan. Laki-laki itu memandang mata hitamnya dengan senyuman hangat. Es yang menutupi hatinya seakan meleleh akan kehangatan yang dipancarkan sosok di depannya itu.

"Sopan sekali cara bicaramu…," sindir seorang anak laki-laki berambut hitam, yang kini berdiri dengan keempat temannyaa.

"Cih… Bukan urusanmu," jawabnya sinis. Pandangannya kini beralih ke sosok laki-laki yang masih saja tersenyum tenang.

"Merasa lebih baik?" laki-laki itu akhirnya mengeluarkan suaranya. Membuat anak laki-laki itu merasakan ketenagan yang mulai memasuki relung hatinya. Merasakan sebuah perasaan aman di tempat itu.

"Ya," jawabnya singkat. Laki-laki itu menghampirinya dan duduk di pinggir tempat tidur. Tangan laki-laki itu menyentuh dahinya.

"Demamnya sudah turun," katanya dengan mimik wajah yang terlihat serius. "Bisa bangun?" tanyanya lagi. Anak itu mengangguk pelan.

Kini, badannya telah duduk tersandar di bantal yang telah disusun laki-laki itu sedemikian rupa agar dapat membuatnya merasa nyaman. Matanya berhenti dan menatap heran tangan kanannya yang telah digips.

"Tanganmu patah," ujar laki-laki itu seakan mengerti akan apa yang dipikirkannya. "Untuk sementara, kau tinggal disini."

"Apa maksudmu?" tanya anak itu. Dari nada bicaranya, tampaknya dia heran. Namun sosok Otou-san hanya menatapnya lembut.

"Aku tak bisa melihat anak kecil tersiksa… lagi," kalimat Otou-san terdengar sedih. Hati sang anak seakan tergores pisau, melihat ekspresi wajah sosok laki-laki yang menolongnya seperti itu.

"Dia… laki-laki yang baik…," suara itu mengagetkan sang anak kecil yang sedari tadi menatap pintu berwarna coklat tempat keluarnya sosok Otou-san. Matanya memandang anak laki-laki berambut merah meyala.

"Dia merawat kami dengan penuh kasih sayang." sahut seorang anak laki-laki berambut coklat jabrik yang berdiri tak jauh dari anak berambut merah.

"Jadi… kalian bukan, anak kandung laki-laki itu?" anak laki-laki yang mendengar kalimat mereka akhirnya mengajukan pertanyaan.

"Tentu saja bukan. Kau tak bisa melihatnya dari kami?" seorang anak laki-laki bertampang malas buka suara. Sang anak menatap satu persatu kelima anak yang terlihat sebaya atau tidak terpaut usia yang tak terlalu jauh dengannya.

Seorang anak laki-laki berambut merah menyala berdiri sambil bersandar di dinding dekat lemari. Tak jauh dari tempatnya berdiri, terlihat seorang anak laki-laki berambut hitam jabrik memakai kacamata hitam. Di sampingnya seorang anak laki-laki berambut coklat panjang memandangnya dingin. Tempat duduk di sebelah ranjangnya, ditempati anak laki-laki berambut coklat jabrik, yang wajahnya terlihat seperti memiliki tato berbentuk segitiga berwarna merah di kedua sisi pipinya. Dan yang terakhir, seorang anak laki-laki berambut hitam yang diikat tinggi sehingga rambutnya kini mirip seperti daun nanas, yang terlihat tertidur di meja. Padahal anak itu tadi berbicara dengannya.

Dari deskripsi yang ditangkap matanya dan kemudian dikirim ke otaknya lalu diproses disana, sudah jelas terlihat. Semua yang di hadapannya tentu tidak mungkin terjadi. Lagi pula dia tak melihat seorang perempuan pun disini.

"Otou-san belum menikah," kata anak laki-laki berambut coklat panjang yang menjawab semua rasa penasarannya. "Dan kurasa, kau akan tinggal disini seperti apa katanya tadi."

"Tapi sebelumnya, aku ingin bertanya," kata seorang anak laki-laki berambut coklat jabrik. "Siapa kau?"

"Sasuke. Uchiha Sasuke."

(#(#)#)

"Anak-anak! Makan siang sudah siap!" kelima anak yang sedari tadi sibuk dengan kegiatannya, kini berjalan pelan menuju meja makan. Sosok Otou-san yang memanggil mereka masih setia menyambut dengan senyum ramah.

"Otou-san akan memberikan makan untuk Sasuke dulu. Jadi kalian makan duluan saja." kata Otou-san sambil berjalan menuju sebuah ruangan dengan nampan berisi makanan di tangannya.

Pintu terbuka, memperlihatkan seorang anak laki-laki berambut hitam yang tertidur di tempat tidur. Otou-san lalu duduk di kursi yang terletak tak jauh dari sisi tempat tidur. Tanpa banyak bicara, Otou-san mulai menyuapi makanan pada anak kecil itu. Anak itu terlihat sudah terbiasa dengan kegiatan yang dijalaninya. Satu minggu di rumah itu membuatnya nyaman berada di dekat sosok laki-laki yang senantiasa tersenyum ramah padanya.

Sasuke tidak kidal. Jadi dia masih merasa kesulitan melakukan berbagai kegiatan sendiri. Tubuhnya juga masih terasa remuk akibat kejadian beberapa waktu lalu. Akhirnya dia berakhir di tangan seorang laki-laki yang dipanggil Otou-san. Sedangkan panggilan itu sepertinya tak cocok dengan dirinya. Sasuke masih merasa canggung jika berbicara dengan Otou-san. Walaupun begitu, Otou-san masih menanggapinya dengan senyum ramah.

"Tuan…"

"Ada apa Sasuke?" Otou-san kini memandangnya. Membuat wajah Sasuke merona.

"Ehm… Arigatou, sudah menolong dan merawatku," Sasuke terlihat sangat malu.

"Kau terus mengatakannya Sasuke…"

"Aku takut tak bisa membalasnya," Otou-san hanya menatap heran. Sasuke selalu mengatakannya setiap hari.

"Tak apa Sasuke, senang bisa membantumu, "

"Tapi Tuan… Aku terlalu banyak merepotkanmu, aku merasa ti-"

Belum sempat Sasuke menyelesaikan kalimatnya, Otou-san telah menaruh jari telunjuknya di mulut Sasuke. "Tak usah sungkan. Ini sudah kewajiban dan janjiku… Tapi aku punya satu permintaan padamu Sasuke,"

Sasuke menelan ludah. Takut tak bisa memenuhi permintaan sosok laki-laki penolongnya. "Otou-san… Anak-anak disini biasa memanggilku Otou-san… Cukup panggil aku begitu."

Sasuke terdiam. Dia tak pernah mengenal sosok ayahnya. Tepatnya dia tak pernah mau mengenal sosok laki-laki bajingan yang membuat kehidupan keluarganya berantakan. Dan kini, seorang laki-laki menyuruh Sasuke memanggil namanya dengan sebutan Otou-san. Pikirannya kalut. Takut jika sifat sosok Otou-san di depannya sama dengan laki-laki itu. Tapi, semuanya pupus saat melihat senyuman lembut di bibir laki-laki di depannya. Senyuman yang membuatnya nyaman. Senyuman yang membuatnya melupakan masalah pelik yang biasa membayanginya.

Sekarang ia yakin, laki-laki inilah yang selama ini dicarinya.

"Otou-san…"

Otou-san mendengar namanya dipanggil diiringi suara ketukan pintu. Setelah dibuka, dilihatnya anak laki-laki berambut merah menatapnya cemas.

"Ada apa, Gaara?"

"Ada yang menelepon Otou-san," katanya sambil menyerahkan telepon genggam berwarna hitam milik Otou-san. Mata Otou-san menyipit melihat nama yang tertera di layar teleponnya.

"Moshi-moshi."

"Mereka mengetahuinya! Cepat pergi dari sana secepatnya!"

Suara balasan yang didengarnya membuat Otou-san terkejut. Telepon langsung ditutupnya.

"Anak-anak! Ambil barang-barang kalian dan kumpul di mobil tiga menit lagi!" teriak Otou-san yang langsung disambut langkah tergesa-gesa dari kelima anak itu. Anak-anak tak pernah melihat Otou-san berteriak seperti ini, jadi jika Otou-san terlihat panik, hanya ada satu kemungkinan yaitu akan ada suatu hal yang pastinya tak baik akan terjadi. Otou-san berlari ke kamar tidurnya dan mengambil dua buah ransel besar dari dalam lemarinya. Kemudian Otou-san berlari ke ruangan yang ditempati Sasuke. Dia menggendong Sasuke dan mengambil satu buah ransel lagi lau berlari menuju mobil.

Sasuke yang tak mengerti duduk permasalahannya hanya terdiam. Di depan mobil, kelima anak sudah menunggu dengan bawaan masing-masing.

"Cepat naik!" perintah Otou-san. Sasuke duduk di depan tepat di samping kursi kemudi. Sedangkan anak-anak lainnya duduk di belakang. Otou-san sudah membuka pintu, namun diurungkan saat teriakan anak laki-laki berambut coklat jabrik mengagetkannya.

"Akamaru! Dia masih di dalam!" Otou-san langsung melesat ke dalam rumah mencari sosok anjing putih bernama Akamaru. Otou-san berlari menuju ruangan tempat Akamaru yang dengan kebetulan -yang sangat buruk- sedang sakit. Akamaru sudah di tangan. Otou-san kembali berlari ke luar rumah.

Langkah kakinya terhenti saat wajahnya disambut oleh todongan sebuah senapan otomatis. Otou-san mengalihkan pandangannya ke arah lain, mencoba meneliti keadaan. Sekarang dia melihat lima orang sosok lainnya mulai mengacungkan senjata mereka ke arahnya. Otou-san mengumpat dalam hati. Sekarang dia cemas tentang keadaan anak-anaknya.

"Jangan pikirkan yang lain, Mr. Seceret Agent… Anda dalam keadaan terjepit sekarang."

"Long time no see…," Otou-san masih bisa tersenyum ramah walau dalam keadaan seperti ini. Sedangkan anak-anak yang kini terdiam di dalam mobil, hanya bisa menatap takut dan was-was.

"Masih bisa tersenyum…," kata sosok laki-laki di depan Otou-san sembari menyerang Otou-san dengan tinju dan tendangannya. Otou-san dapat menerima dengan baik serangan itu. Akamaru sudah sejak tadi turun dari tangan Otou-san dan kini bersembunyi di balik kaki Otou-san.

"Tak bisakah aku berlibur?" ujar Otou-san dengan nada kecewa. Tangannya masih sibuk menangkis serangan laki-laki di depannya.

"Tutup mulutmu, Tuan! Kita masih punya urusan penting disini!" laki-laki berambut hitam yang menyerang Otou-san sepertinya sangat kesal melihat tanggapan yang diberikan Otou-san yang menyatakan seperti semua yang mereka lakukan tak ada artinya bagi Otou-san.

"Oh, come on… Aku sudah lelah terus kau serang," sekarang Otou-san terlihat kesal. Namun gerakan yang dilakukan laki-laki berambut hitam di depannya membuat Otou-san melompat ke belakang. Mata Otou-san yang semula terlihat malas bertarung dengan laki-laki aneh kurang kerjaan yang mengganggu liburannya bersama anak-anak setelah pekerjaan yang melelahkan itu sekarang terlihat terbelalak.

Pintu mobil sudah terbuka lebar, tepatnya sudah rusak dan semua penghuni telah lenyap. Keenam penghuni mobil telah didapati tertangkap oleh enam orang tak dikenal. Masing-masing dari mereka menodongkan senapan di kepala anak-anak. Anak-anak sekilas tampak panik, namun tatapan mata Otou-san membuat mereka lebih tenang . Otou-san menghela napas kecil.

"Jebakan lama… Kau pasti menyuruhku menyerahkan diri dengan ancaman anak-anak itu, 'kan?" laki-laki itu hanya tersenyum melihat Otou-san mengangkat tangannya ke atas tanda menyerah. Laki-laki itu langsung memelintir tangan Otou-san ke belakang dan menggiringnya ke sebuah mobil besar bersamaan dengan anak-anak lainnya.

"Hei, Zabuza… Tali sepatumu."

"Ah, terima kasih."

BUGH!

Belum sempat laki-laki aneh Zabuza itu mengikat tali sepatunya, Otou-san telah memukul tengkuknya hingga membuat laki-laki aneh Zabuza itu terkapar.

"Tampaknya otak pentium satumu perlu diupgrade, kawan… Sepatumu tak ada talinya."

Orang lainnya lalu berlari menerjang Otou-san mencoba menghentikannya. sedangkan sebagian orang lagi telah menembakkan pelurunya ke arah Otou-san. Entah karena Otou-san yang gesit atau orang-orang itu bodoh, tak ada satu peluru pun yang menggores tubuh Otou-san.

Hampir semua orang aneh bersenjata yang berjumlah sekitar 20 orang itu terkapar di tanah. Yang tersisa hanyalah orang aneh yang menyandera anak-anak. Otou-san menghampiri orang aneh yang tersisa dengan tenang. Namun tiba-tiba langkah Otou-san terhuyung membuat sebuah peluru dengan sukses bersarang di bahu kanannya. Kemudian disusul dengan sebuah peluru yang mengenai kaki kirinya. Dengan pertama kalinya, anak-anak melihat Otou-san mereka meringis kecil menahan sakit.

"Otou-san!" anak-anak mulai panik dan berusaha berontak. Mulut mereka tak hentinya memanggil sosok laki-laki yang kini berjuang melawan maut.

Seolah mendapat kekuatan dari anak-anaknya, Otou-san bengkit kembali dan menyerang orang aneh itu. Kecepatannya yang bertambah membuat keenam orang aneh tak dapat menangkis pukulan Otou-san yang dengan sangat tepat mengenai tengkuk mereka. Anak-anak yang terlepas segera menghampiri Otou-san mereka yang terduduk di tanah sambil memegang bahu kanannya. Baju Otou-san yang semula berwarna putih bersih kini berubah dengan noda darah yang tak bisa dibilang sedikit.

"Otou-san! Otou-san!" anak-anak memegang Otou-san dengan wajah yang menyiratkan kecemasan. Sasuke untuk pertama kalinya memperlihatkan kesedihan di wajahnya pada orang yang baru dikenalnya. Otou-san yang terlihat tersengal-sengal masih sempatnya tersenyum.

"Sasuke, apa tanganmu baik-baik saja?" tanya Otou-san lembut. Sasukehanya menggangguk kecil.

"Lalu bagaimana dengan yang lainnya?" tanya Otou-san lagi sembari memandang anaknya satu persatu.

"Kami baik-baik saja…," jawab anak berambut coklat jabrik.

"Baguslah…," ujar Otou-san sambil tersenyum lega.

Otou-san memandang halaman rumahnya yang kini penuh dengan penjahat-penjahat yang terkapar lengkap dengan senjata mereka.

"Kalian tunggu di mobil. Otou-san akan segera kembali,"

Tak lama kemudian, Otou-san kembali ke dalam mobil lengkap dengan Akamaru. Wajahnya tak lagi menyiratkan kesakitan. Bibirnya tetap tersenyum. Senyum yang tulus, bukan seyum yang dipaksakan. Mobil perlahan-lahan melaju ke jalanan yang lenggang. Sekitar satu jam kemudian, mereka baru melintasi pusat kota Otogakure yang ramai. Perjalanan mereka hanya dihiasi oleh keheningan. Namun mereka dapat mendengar suara napas Otou-san yang mulai putus-putus.

Kadang Otou-san meringis kecil. Otou-san tak mau anak-anak mengkhawatirkannya. Sasuke yang berada tepat di samping Otou-san terus memandang sosok laki-laki itu yang kini telah bermandikan keringat. Namun ekspresi wajahnya seakan menyiratkan tak pernah terjadi sesuatu. Sedangkan anak-anak memandangnya dengan cemas.

"Otou-san yakin baik-baik saja?" tanya anak berambut coklat panjang.

"Tak apa," jawab Otou-san singkat. "Kita akan mampir sebentar di Amegakure," lanjut Otou-san.

(#(#)#)

"Bagaimana dengan Otou-san?"

"Dia baik-baik saja. Untuk sementara biarkan dia istirahat."

"Ayo, kalian mandi dulu. Setelah itu kita makan malam bersama."

"Kami… ingin menunggu Otou-san saja."

"Setelah mandi dan makan, kalian boleh menemuinya."

Seorang perempuan cantik kini menggiring keenam anak itu menuju ke kamar mandi. Dia lalu meninggalkan mereka dan masuk menuju sebuah ruangan besar di ujung lorong rumah itu. Pintu terbuka dan menampakkan sesosok laki-laki yang tengah terbaring bertelanjang dada. Bahu kanannya tertutup perban putih. Sosok yang semula terpejam kini menampakkan kedua bolanya, dan tersenyum hangat menyapa perempuan yang terlihat lebih tua darinya itu.

"Apa aku membangunkanmu?" tanya perempuan itu sambil membalas senyuman laki-laki di depannya. Laki-laki itu hanya menggeleng lemah.

"Anak-anakmu terlihat cemas. Bagaimana tidak? Otou-san mereka terbaring menahan sakit disini."

"Jangan menggodaku, neechan."

"Baiklah. Kuakui, kau telah menjadi ayah yang baik. Tak kusangka bocah sepertimu bisa merawat lima anak sekaligus."

"Enam. Satu lagi baru kutemukan minggu lalu sepulang bekerja. Tangan kanannya patah. Jadi tolong rawat dia."

"Anak berambut hitam itu 'kan? Aku pasti merawat mereka semua. Tapi kau masih sama saja seperti dulu. Selalu mementingkan orang lain. Tak sadarkah bahwa tubuhmu kini telah mencapai batasnya? Masih saja keras kepala."

"Tak ada cara lain. Saat leader menghubungiku, kuakui untuk pertama kalinya aku takut dan panik akan keselamatan mereka."

"Mereka sudah bergerak lagi. Tapi mereka tetap saja bodoh. Masih saja mengirirm Zabuza untuk hal seperti ini. Kau terlalu licin untuk dapat ditangkap olehnya."

"Tetap saja aku tak bisa membunuhnya."

"Aku tahu. Leader juga telah mengirim agen lain untuk memata-matai mereka. Untuk sementara, kau istirahat saja disini. Lukamu yang minggu lalu juga terbuka lagi 'kan?"

"Ya. Terima kasih banyak."

"Sama-sama, Naruto."

To Be Continued

Chapter 1 finish.

Jika ada sesuatu yang tidak berkenan di hati readers, silahkan curahkan keluh kesah kalian lewat review. Sampaikan kritik dan saran kalian agar Youichi dapat memperbaiki kesalahan yang telah Youichi perbuat di fic ini.

REVIEW!