Disclaimer : Naruto punya Masashi Kishimoto. This fic is mine.

Rated : M for bloody, word, etc. sorry klo masih kurang

Genre: Romance/Hurt. Sorry kalo masih berasa kurang

Pairing : GaaHina

Warning : Typo, EYD , OOC, Gaje bin Ajip. Maklumi segala kekurangan fic ini please

Thanks bwt yang udah ripyuw. yang login, ada kiriman kue PM dari saya. Yg ga login, pembalasan *?* review.x di bawah ini.

harunaru chan muach

sabaku no ligaara

Michle

aam tempe

fue-chan-no-sabaku

Aluenaf Acsis

Merai Alixya Kudo

*Blossommens
gomen apdet.x lama. Sibuk sih *dihajar readers* ini apdetnya. thx

*Masahiro NIGHT Seiran gaklogin

Moga chap ini udah panjang. Klo blum?gomen. ini apdetnya. Silahkan di santap*?* thx

*panda Chili
^^v gomen lama. Ini apdetnya. Silahkan. thx

*Indah P
soal lemon? Saya ga berani janji. thx

*anatanehyu
ni apdetnya. Gomen telat. Thx

*sylph
thx dah review. Review lagi ya…

Don't Like. Don't Read. Just Review

Flashback Chap

Hinata bertahan di dalam kamar.' Kami-Sama, aku bertemu lagi dengannya.' Batin Hinata. Semburat merah muncul pada kedua pipinya.'Dan aku tinggal satu gedung dengannya, dan dia ada di sebelah kamarku ini'. Dia tersenyum.

Di balik dinding kamar Hinata, seorang pemuda dengan mata emerald memikirkannya juga. 'Huh….Gadis itu lagi. Aku akan sering melihatnya pula.' Gaara mengambil handuknya lalu mendekati kamar mandi, 'Sebaiknya aku mandi saja.'

Flashback Chap End

Chapter 4

"Ayo… sayang." Pemuda berambut orange *bukan yang bernama strawberry* meraih mesra dagu seorang gadis berambut pirang yang dikuncir ekor kuda. Gadis itu tersenyum menggoda. Aroma alkohol yang tajam tercium dari mulut sepasang manusia nista itu.

Bibir mereka bersatu untuk kesekian kalinya. Bukan hanya sekedar saling bersentuhan, Mereka saling panggut. Sang pemuda melahap dengan cepat bibir mungil milik gadisnya, berulang kali. Lidah mereka saling bertaut dan bergantian mendominasi, tidak ada yang mau mengalah. Sasori hanya menghela napas saat memasuki kamar sahabatnya itu.

Pein, yang tanpa sehelai benangpun di tubuhnya, hanya merengut kesal setelah menyadari kehadiran Sasori. Gadis pirang yang terbaring di sebelah pein menaikkan selimut yang menutupi tubuhnya. Pein menyesali perbuatannya yang lupa mengunci pintu, semalam.

"Kau belum siap juga, Baka." Sasori berucap sambil menatap Pein datar. "Kita ada misi bersama. Kau tidak melupakannya kan?" Pein menatap Sasori tak berminat.

"Setidaknya biarkan aku mandi dulu." Ucap Pein, Sasori kembali menghela napas. 'Dasar hentai.' Pikir Sasori.

"Cepatlah!" Sasori berbalik dari kamar itu dan kembali menutup pintu. Pein turun dari ranjang, sebelumnya dia mengecap lagi bibir gadis yang tergolek di ranjangnya.

"Setelah aku mandi, kau mandi. Aku akan pergi misi, kau pulanglah ke apartemenmu." Gadis itu menggembungkan pipinya tidak suka. Pein tersenyum mesum, "Nanti aku akan menjemputmu lagi. Okay, Ino?" gadis yang dipanggil Ino tersebut akhirnya mengangguk.

0o0o0

"Jam 11?" Pemuda bertato 'ai' di dahi kirinya itu bangkit dari tempat tidur. Langkahnya tergerak untuk turun ke lantai satu, perutnya menuntut untuk diisi. Tadi malam, Gaara memang berencana untuk tidur lebih awal, namun dia malah membaca berkas-berkas misi hingga jam 3 pagi, entah apa nikmatnya. Akibatnya pemuda itu terlambat bangun hari ini.

"Ahh… Gaara-sama, anda sudah bangun?" Seorang lelaki paruh baya mendekati Gaara yang telah tiba di ruang makan sekaligus dapur.

"Aku ingin sarapan, maksudku… makan siang, Paman Teuchi." Gaara duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan.

"Baik." Teuchi mengangguk lalu mendekati kompor. "Tapi anda harus menunggu." Teuchi berkata sambil tersenyum ke arah Gaara. Gaara tersenyum tipis, amat tipis.

"Baiklah…. Sepi." Ucap Gaara. "Kemana orang-orang, Paman?" Tanya Gaara.

"Misi. Mereka memulai dari subuh tadi. Anda masih tidur." Teuchi menoleh kearah Gaara. Pemuda berambut merah itu menghela napas. "Tapi, sepertinya bukan hanya anda yang belum turun. Nona Hinata juga belum turun setelah makan malam tadi." Gaara menopang dagu.

"Siapa gadis itu sebenarnya, Paman?" tanya Gaara. Teuchi menggeleng.

"Saya juga tidak tahu." Teuchi melihat Gaara akan berucap lagi. "Saya juga tidak tahu tujuan Orochimaru-sama yang sebenarnya membawa Nona Hinata kemari." Gaara tidak jadi berucap. Teuchi tersenyum lagi, berhasil menebak pikiran Gaara. Beberapa detik kemudian Hinata telah berdiri di pintu dapur. Hinata berjalan dengan enggan dan mengambil tempat tepat di hadapan Gaara. "Saya akan menyiapkan makanan anda berdua kalau begini." Teuchi tersenyum pada Hinata.

Gaara dan Hinata makan dalam diam, Teuchi tidak berada di dapur lagi. Sekali-kali Hinata melirik pemuda di hadapannya, lalu tanpa disadari Gaara, Hinata tersenyum. 'Sepertinya dia belum mandi.' Pikir Hinata.

Tanpa disadari gadis indigo, Gaarapun dengan hati-hati mengamati gadis itu dalam diam. Wajah keduanya serentak memerah, saat menyadari satu sama lain ternyata saling bertukar pandang. Bahkan, Hinata sampai tersedak, tangannya bergerak mengambil gelas di depannya.

"Ini gelasku." Hinata lantas bersuara menyadari Gaara mengenggam gelas yang sama dengannya. Dengan cepat Gaara menarik tangannya. Wajahnya menjadi setingkat lebih merah dari sebelumnya. 'Duh… kemana Gaara yang cool?' Batin Gaara. Setelah beberapa detik, Gaara telah sepenuhnya sadar, tidak ada lagi rona merah di wajahnya, sekejap ekspresinya menjadi datar, sangat datar.

Sorot mata Gaara meredup, dia mengangkat piringnya yang kotor dan menaruhnya di bak cuci piring. Tanpa suara, Gaara meninggalkan Hinata, bahkan Pemuda itu bertingkah seakan-akan Hinata tidak ada. 'Kenapa? Dia tiba-tiba berubah drastis?' Batin Hinata mempertanyakan eksistensi sikap Gaara. Hinata benar-benar tidak melihat keberadaan Gaara lagi setelahnya.

0o0o0

Langit senja mewarnai Suna sore ini. "Aniki? Aku kira, aku tidak akan melihatmu lagi." Pemuda berambut merah berucap datar pada pemuda berambut merah lainnya.

"Itu sih… maumu…." Sasori menanggapi Gaara.

"Kenapa pulang sesore ini?" Gaara bertanya lagi.

"Si mesum itu." Sasori menunjuk Pein yang duduk di sofa. "Bermain dengan seorang gadis sialan dulu sebelum membantai orang-orang tolol itu. Malah dia tidak membantuku." Sasori melanjutkan ucapannya.

"Aku tidak mungkin melakukannya setelah kau membunuhnya kan, Sasori? Aku tidak mau masuk ke tubuh mayat." Pein menyeringai, menyeringai mesum tentunya. Sasori dan Gaara menatapnya tak berselera.

Flashback

Di sebuah rumah dengan gaya jepang yang kental, Pein menghentikan gerakan tangan Sasori yang hendak menembak seorang gadis berusia kira-kira 15 tahun. "Kau urus lelaki dari keluarga ini saja. Dia biar aku yang urus!" Ungkap Pein tegas.

"Kau ini! Aku yakin kau tak akan membunuhnya!"

"Ya… setelah aku selesai, kau bise membunuhnya kan?" Pein bertanya sambil memiringkan kepalanya. Pemuda berambut orange itu mendekati seorang gadis berambut biru tua, dia menyeringai melihat gadis belia yang gemetaran karena rasa takutnya. Pemuda itu membungkuk dan merengkuh sang gadis dalam pelukannya. Pein dengan ligat membuka yukata yang digunakan gadis muda itu.

Sasori hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah rekannya. Kakinya melangkah mendekati pria dewasa berambut perak."Maaf, Sakumo-sama. Ini karena putramu, Kakashi." Sasori tidak menggunakan senjatanya. Dia melirik dinding di sisi kirinya dan menatap sebuah pedang yang menempel pada dinding itu. Perlahan, Sasori menarik pedang itu dari sarungnya. Detik berikutnya, Sasori menghujamkan pedang tajam itu pada perut Sakumo Hatake yang beranjak berdiri. Pedang itu menembus hingga ke sisi tulang belakang pria itu.

Sasori memutar pedang itu 180º, sehingga mata pedang yang tajam menghadap ke atas sekarang. Dengan tenaga yang besar, Sasori menggerakkan pedang itu terus ke atas, membelah tubuh Sakumo perlahan, sangat perlahan. Sasori membuat Sakumo dapat merasakan setiap rasa sakit yang menyentuh organ dalam serta tulang belakangnya.

Darah segar mengalir dari pedang itu. Diam-diam, Pein melirik aksi Sasori sekilas. 'Dekat dengan Sai, membuatnya jadi seperti itu.' Batin Pein sambil menaik-turunkan pinggulnya di atas seorang gadis yang kini menangisi nasibnya.

Benda tajam itu terus naik. Perlahan, pedang itu merobek sebagian usus besar. Pedang itu naik lagi, kali ini yang menjadi sasaran adalah usus halus Sakumo. Hal ini membuat bukan hanya darah yang mengalir, namun organ dalam manusia yang berlendir itu juga ikut merembes turun dari tubuh Sakumo.

Sasori menaikkan pedang itu lagi, dengan kekuatan di tangannya, dia membelah dua tenggorokan Sakumo yang keras. Pedang itu berhenti tepak di leher Sakumo yang matanya terbelalak lebar. Sekali lagi, Sasori menggunakan tenaganya, dia menekan pangkal pedang yang tertancap di leher itu. Sasori terus menekannya hingga pangkal pedang bersentuhan dengan leher pemiliknya. Sungguh ironis, Sakumo dibunuh dengan pedangnya sendiri.

Orang- orang yang baru saja tiba di sana menatap ngeri pada Sasori. Mereka menyerang Sasori, namun kalah cepat dengan tembakan peluru Sasori. Peluru-peluru itu mendarat tepat di setiap mata bawahan-bawahan Sakumo Hatake. Setelah tubuh-tubuh itu bergeletak tak bernyawa, Sasori menghela napas lega. Dia mendekati Pein.

"Dia sudah pingsan, Pein." Ungkap Sasori heran. "Dan kau masih menusuk-nusuknya dengan barangmu? Kau bercinta saat gadis itu pingsan, Bodoh. Apa nikmatnya?"

"Di-diamlah. Ahh…argh… Di-dia sudah or-orgasme berkali-kali. Argh… hah… Saat aku se-sedikit keras, dia malah pingsan. Kau tu-tunggu… ahh… a-aku di luar. Ahh!" Pein berkata diantara erangannya. Sasori memandangnya heran.

0o0o0

Pein keluar dengan wajah sumringah. Sasori telah menunggunya selama 30 menit. "Kau bisa bunuh dia sekarang." Ungkap Pein. Sasori masuk lagi kedalam rumah itu dan langsung menembak kepala seorang gadis telanjang yang sedang pingsan. Pemuda berambut merah itu melangkahkan kakinya tergesa-gesa.

"Kau tahu? Aku merasa kerja sendiri. Lain kali, aku tak mau di partner-kan denganmu!" Ungkap Sasori kesal.

"Hey… kalo tidak ada gadis itu aku pasti membantumu. Gadis itu membuatku horny."

"Bagaimana bisa kau horny setiap melihat gadis? Itu mengganggu!" Bentak Sasori. Pein hanya menatap langit, memang itu kelemahannya, wanita.

Flashback End

Gaara menatap Pein yang tersenyum mesum. "Itachi dan Sai, kemana? Tidak ikut kalian?" Tanya Gaara.

"Sai bermain dengan Sakura. Dia tertular Pein belakangan ini." Sasori menjelaskan, Pein menatap tajam Sasori. "Itachi… seperti biasa, mengunjungi Sasuke di Oto." Tambahnya. Gaara hanya mengangguk pelan.

"Siapa Sakura?" Tanya Gaara.

"Kelinci baru Sai." Tambah Pein. "Gadis dengan rambut pink. Dia cantik." Semua memberinya death glare. Mana ada sih gadis yang pernah dibilang tidak cantik oleh Pein. "Tapi dia terlalu kasar dan arogan. Tapi, Sai malah menyukai dia yang kasar. Katanya akan lebih enak." Sambung Pein tak peduli dengan tatapan dua bersaudara itu. "Ya sudah… aku mau ke kamar Hinata. Sedang apa dia sekarang ya…." Sasori mengelengkan kepala tak percaya. Pertanyaan yang mengganggunya beberapa tahun terakhir menggema dalam otaknya. Bagaimana mungkin pemuda paling mesum itu menjadi salah satu rekan terbaiknya. Gaara memandang datar kepergian Pein.

0oTBCo0

Makin aneh kah? kyak.x chap ini saya bikin.x agak parah. parah ga ya? kbnyakan konsumsi lemon *?* soal.x

Saya hampir saja salah, karena agak lupa. Lama ga apdet fic ini. Nulis itachi mengunjungi makam sasuke. Padahal dia udah saya sebut di chap sebelum ini. Anehkan kalo langsung mati

Konfliknya belum dapet y…

Bingung mau di bikin kayak mana konfliknya...

Pokoknya review dulu ya readers

Soal konflik, dipikirim sambil jalan deh *digampar*

review