Naruto © Masashi Kishimoto

KARENA AKU INGIN MEMILIKIMU

Tori-chan Nadeshiko


Wajahnya begitu manis. Rambutnya pirang cerah dan panjang yang diikat menjadi dua. Matanya sebru langit cerah. Tubuhnya begitu mungil dan ramping. Senyumannya menentramkan jiwa. Sifatnya periang dan mudah berbaur dengan siapa saja. Dia seorang gadis yang sederhana. Nama gadis itu Namikaze Naruto.

Gadis Namikaze ini belum pernah mengenal apa itu cinta, dia menganggap semuanya adalah teman. Tak peduli itu laki-laki atau pun perempuan. Dia akan melakukan apa saja untuk membuat teman-teman berharganya bahagia. Teman-teman sekelasnya di kelas 3-B, Sekolah Swasta Konoha. Teman-teman yang begitu mendukungnya dan menjadi semangatnya. Dia menyayangi teman-temannya, dan teman-temanya juga menyayanginya.

Sejak awal hingga saat ini hidupnya selalu bahagia di sekolah maupun di luar sekolah. Hingga seseorang datang dan menghancurkan hidupnya yang begitu sempurna.


Pagi ini seorang gadis Namikaze berangkat lebih siang dari hari-hari biasanya. Meskipun tidak terlambat, tapi ini bukanlah kebiasaannya. Seperti biasa, kelasnya ada di lantai dasar deretan ke-3. Tiap hari dia harus melewati kelas 3-S. Di mana kelas itu berisikan anak-anak orang kaya raya. Gadis itu tidak begitu peduli dengan kelas konyol itu. Hanya sekumpulan bocah-bocah ingusan dan sombong yang membangga-banggakan uang orang tua mereka untuk menindas yang lemah. Di dunia ini orang kaya yang berkuasa.

Ketika melewati ruang kelas 3-S, langkah Naruto terhenti. Pandangannya tertuju lurus pada seorang anak laki-laki berambut raven berwarna biru dongker dengan mata hitam legam. Seorang Uchiha Sasuke. Putra dari penyumbang dana terbesar di Sekolah Swasta Konoha. Sosok anak laki-laki yang menjadi idaman siswi-siswi Sekolah Swasta Konoha. Ratusan siswi rela manyembah untuk bisa mendapatkan cintanya. Membayangkan hal itu saja sudah membuat Naruto merinding.

Sasuke melempar pandangan dinginnya kea rah pintu kelas. Didapatinya seorang gadis manis berambut pirang tengah menatap dirinya. Naruto yang sadar bahwa Uchiha muda itu melihat ke arahnya, cepat-cepat memalingkan muka dan beranjak dari tempat itu.

-Di Kelas 2-B

"Selamat pagi semuanya!" sapa Naruto riang kepada teman-teman sekelasnya.

"Selamat pagi Sakura!" sapa Naruto pada teman sebelahnya itu.

"Pagi Naruto!" jawab gadis berambut merah jambu itu.

"Pagi Hinata? Pagi Ino?" sapa Naruto lagi pada temannya yang lain.

"Pagi Naruto!" jawab keduanya bersamaan.

Saat itu pula bel masuk berbunyi. Seluruh penghuni sekolah melakukan aktivitas belajar-mengajar. Tak terasa waktu untuk beristirahat pun tiba. Naruto dan kawan-kawan segera saja menuju ke kantin sekolah. Sekedar untuk memanjakan lidah atau hanya sekedar berbincang-bincang bersama.

Mereka menuju ke bangku yang biasa mereka tempati. Naruto menuju ke dapur kantin untuk memesan makan untuk dirinya sendiri dan juga teman-temannya. Tak disangka dia berpapasan dengan Sasuke yang diiringi oleh tiga temannya, atau yang lebih tepat lagi tiga pengikutnya. Nara Shikamaru, Sai, dan Sabaku no Gaara. Siapa murid Sekolah Swasta Konoha yang tak mengenal mereka berempat?

Uchiha Sasuke. Seorang putra bungsu keluarga Uchiha yang memiliki perusahaan Uchiha Corps. Putra dari penyumbang dana terbesar di Sekolah Swasta Konoha. Pangeran sekolah ini dan dipuja banyak gadis.

Nara Shikamaru. Bocah Nara dengan IQ 180. Terlihat begitu pemalas tapi sebenarnya sangat jenius. Putra dari pemilik peternakan rusa terbesar se Asia.

Sai. Ketua klub Seni lukis. Cucu dari pemilik gallery lukis terbesar di Jepang. Tiap tahun pergi ke luar negeri untuk mengadakan pameran. Sering sekali mendapatkan penghargaan atas karya-karyanya.

Yang terakhir, Sabaku no Gaara. Putra bungsu dari pemilik Yayasan Sekolah Swasta Konoha. Ayahnya pemilik Sabaku Inc yang menjalin kerja sama yang erat dengan Uchiha Corps.

Sesaat Sasuke dan Naruto bertemu pandang. Namun seperti tadi pagi, Naruto cepat-cepat memalingkan wajahnya. Tidak ingin mendapatkan masalah gara-gara Uchiha itu. Tetapi, Naruto malah semakin menarik perhatian si Uchiha bungsu itu. Apa yang membuatnya menarik? Rok pendek yang memperlihatkan kakinya yang jenjang dan mulus. Badan ramping dan mungil. Rambut pirang cerah seindah benang sutera. Kerlingan mata sapphire nya. Atau bibir mungil yang menggoda. Semua hal itu membuat Sasuke bingung. Dia harus memiliki gadis itu. Apapun caranya.

Naruto telah kembali ke meja yang ia tempati bersama teman-temannya. Menikmati makanan yang telah diantar. Namun suatu keributan telah mengganggu acara bersama itu. Dilihatnya Karin dan teman-teman 3-S nya sedang menggencet seorang siswi kelas 3-C.

"Kenapa akhir-akhir ini mereka semakin menjadi-jadi sih?" Tanya Ino pada Naruto, Hinata dan juga Sakura.

"Entahlah." Jawab Sakura dan mengangkat kedua bahunya pertanda dia memang tidak tahu.

"Itulah kenapa aku malas berhubungan dengan 3-S," gerutu Naruto "mereka semua menyebalkan."

"Hey, jangan bicara seperti itu Naruto." Ucap Hinata.

"Memangnya kenapa Hinata?" Tanya Naruto begitu polos.

"Kalau sampai mereka mendengarnya, mati kau!" ujar Ino.

Hati Naruto merasa miris melihat siswi yang digencet tadi. Ingin dia menolongnya, tapi itu sama saja bunuh diri. Jika saja gadis itu adalah temannya, dia takkan tinggal diam.


Beberapa hari berlalu setelah peristiwa penggencetan itu. Semakin lama, Naruto semakin merinding untuk datang ke sekolah. Sebaiknya dia dan teman-temannya harus ekstra hati-hati sampai mereka lulus. Sebab, di luar lingkungan sekolah pun para murid 3-S sama saja mengerikannya seperti di sekolah.

Firasatnya benar, dia memang harus ekstra hati-hati. Saat Naruto menuju ke ruang data, empat bocah terkenal sedang berkumpul di koridor sepi dekat tangga menuju atap. Mau tak mau Naruto harus melewati mereka berempat sendirian. Gadis pirang itu berjalan agak sedikit menunduk agar tak menarik perhatian mereka. Namun, ternyata caranya salah.

"Hey pirang! Kenapa kau tak memberi salam pada kami?" Tanya seorang pria dengan senyum palsu melekat di bibirnya.

'Oh tidak! Mati aku.' Batin Naruto

"Berbaliklah dan minta maaf pada kami!" perintahnya lagi.

Gadis Namikaze itu sudah mulai terbakar dengan perbuatan mereka. Dan kemudian membalikkan tubuh mungilnya ke hadapan empat bocah tengik itu. Apa lagi yang harus dia perbuat? Marah adalah satu-satunya respon yang bisa dipikirkannya.

"Aku tidak merasa berbuat salah, kenapa aku harus minta maaf? Aku tidak sudi!" bentak Naruto kesal pada empat anak laki-laki itu.

"Tidak member salam pada kami adalah kesalahan, semua orang tahu itu." Ujar seorang pria berambut merah maroon.

"Merepotkan saja." Gumam seorang anak laki-laki berambut seperti nanas.

Kini seorang anak laki-laki hitam dan bermata hitam legam mendekati satu-satunya gadis di tempat itu. Mencengkeram dengan erat lengan kecil Naruto.

"Kau! Nyalimu besar juga ya? Cepat minta maaf!" kata Sai yang masih tersenyum sembari menarik lengan Naruto hingga terseret kea rah mereka.

"Le-lepaskn! Lepaskan aku!"

"Ayo minta maaf pada Sasuke!"

"Aku tidak mau! Lepaskan aku!" bulir-bulir air mata sudah menggenang di pelupuk mata sapphire Naruto. Hanya tinggal menunggu waktu untuk jatuh ke pipi mulus yang memiliki tega pasang goresan.

'Aku tak boleh menangis! Aku tidak boleh terlihat lemah di depan mereka! Siapapun tolong aku!' batin Naruto dan menutup matanya karena ketakutan.

"Lepaskan dia Sai!" ucap suara dingin yang tak disangka-sangka oleh mereka semua. Naruto membuka matanya karena kaget. Cengkeraman tangan Sai di lengan Naruto perlahan mengendur dan akhirnya terlepas.

"Ta-tapi Sasuke…?"

"Ku bilang lepaskan dia! Dan kau ikut denganku!" perintah Sasuke kasar dan menarik lengan Naruto. Membawanya ke atap dan menutup pintunya rapat-rapat.

Sasuke mendorong tubuh mungil Naruto hingga berimpitan dengan tembok. Mendekatkan tubuhnya dengan tubuh gadis manis itu. Membuat gadis di depannya semakin takut padanya.

"Kau berani membuat masalah dengan kami, kau harus membayar semua itu!" ucap Sasuke dingin dengan tatapan matanya yang tajam.

"A-apa ma-maumu?"

"Kau harus melakukan 'itu' denganku, kapanpun aku membutuhkannya!" ucap anak laki-laki itu datar.

"I-itu? Itu apa?" Tanya Naruto yang memang tak mengereti apa maksud bocah Uchiha itu.

"Ya 'itu'! memenuhi kebutuhan biologisku sebagai seorang anak laki-laki normal yang mulai beranjak dewasa!" kata Uchiha mungsu itu lagi dan kali ini diikuti oleh seringai dari bibir tipisnya.

PLAK!

Sebuah tamparan panas mendarattepat di pipi kiri laki-laki itu. Naruto tidak suka bila harga dirinya diinjak-injak oleh siapa pun. Dia sadar bahwa dia bukan orang yang kaya raya, tapi setidaknya Naruto mempunyai harga diri yang tinggi. Dan Sasuke telah menginjak-injak harga diri Naruto, sehingga membuat Naruto begitu murka.

Semburat merah mulai nampak di pipi kiri sang Uchiha muda. Menandakan betapa kerasnya Naruto menampar pipinya. Wajahnya masih menampakkn ekspresi datar. Dia tahu pasti bahwa reaksi gadis itu akan seperti ini.

Naruto berlari untuk menghindar dari hadapan anak laki-laki yang sedang bersamanya. Tak menyangka akan mendapat perlakuan seperti itu.

"Ini adalah cara untuk mendapatkanmu, Namikaze Naruto. Kita lihat saja nanti!" gumam Sasuke diikuti senyuman dari bibir tipisnya setelah gadis itu menjauh.

-[Naruto's POV]

Tidak. Ini tidak mungkin kulakukan. Dia pasti hanya menggertakku. Dia memang brengsek. Tapi apa yang harus aku lakukan? Aku sudah menamparnya, tamat riwayatku. Bagaimanan ini, aku ingin cerita pada teman-teman, tapi aku tak mau melibatkan mereka gara-gara kebodohanku.

-[End of Naruto's POV]

"Kiba! Neji! Selamat pagi!" sapa Naruto dengan suara yang begitu lantang.

"Pagi!" balas Neji singkat.

"Pagi Naruto! Semangat sekali." Balas Kiba.

"Ya, itulah aku." Ucap Naruto dan langsung merangkul dua sahabatnya yang lain itu.

"Dasar!" tangan putih Neji menepuk pelan kepala pirang Naruto.

"Oh ya Kiba, bagaimana pertandinganmu kemarin?" Naruto mengalihkan pandangannya dari Neji ke arah Kiba.

"Tim kami berhasil masuk final, pertabdingannya lusa." Jawab KIba dengan seringai bahagia di wajahnya.

"Selamat ya? Baiklah, aku ke kelas dulu, PR ku belum selesai. Bye bye!" Naruto berlari-lari kecil menuju kelasnya.

"Dia manis ya?" Ucap Kiba pada Neji setelah Naruto jauh dari mereka.

-Sementara itu di kelas 3-S

"Inuzuka Kiba, kelas 3-B. kapten klub sepak bola. Lusa ada pertandingan final melawan Sekolah Swasta Suna. Kabarnya dia menyukai Namikaze Naruto. Bagaimana Sasuke?" kata Gaara yang sedang memandang pertemuan Naruto-Neji-Kiba barusan.

"Hancurkan dia!" ucap Sasuke datar dan tak mengalihkan pandangan kea rah mereka.

Latihan klub sepak bola sudah usai dari tadi. Tapi Kiba masih berada di ruang klub sendirian. Semua anggota yang lain juga sudah pulang sedari tadi. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Kiba segera mengunci pintu ruang klub. Memandang sejenak langit senja yang berwarna jingga kemerahan. Namun, keputusannya untuk pulang terlambat kali ini adalah keputusan yang salah. Empat orang pria tak dikenal−dengan masing-masing membawa tongkat baseball−telah berdiri di depannya. Menghalangi jalannya.

"Belum pulang Inuzuka?" Tanya seorang di antaranya.

"Siapa kalian? Dan mau apa kalian?" kata Kiba dengan tegas.

"Siapa kalian? Dan mau apa kalian?" kata orang yang lain meniru ucapan Kiba dengan suara dimirip-miripkan seperti perempuan.

"Gayamu seperti seorang gadis yang akan diperkosa saja. Hahahahaaa." Mereka berempat tertawa terbahak-bahak.

"Menyingkir, aku mau pulang!" ucap Kiba mengganggu acara 'tawa bersama' mereka.

"Hei santai, kita bersenang-senang dulu!"

BUAGHH

"Arggghh…" Kiba menjerit dan meringis kesakitan ketika seorang pemuda berambut keperakkan memukul tepat di ulu hatinya.

"Hey, Jangan bersenang-senang sendirian Hidan!"

"Ayo kita bereskan dia Kisame!" ajak Hidan pada lelaki yang memiliki gigi-gigi yang taham dan runcing sepeti seekor hiu.

BUAGHH

BUAGHH

BUAGHH

Kepala, wajah, tangan, perut, tending, tinju, hantam, pukul. Itulah sasaran dan serangan dari keempat pria tersebut.

"Hey, ayo kita lakukan tugas utama!" kata pria berambut orange dengan beberapa tindik di wajah sangarnya.

"YA! Lukai kakinya!"

Kiba sudah setengah sadar karena rasa sakit yang diterimanya bertubi-tubi. Mendengar kakinya akan dilukai dia hanya bisa pasrah. Tapi bagaimana dengan pertandingannya lusa. Pertandingan final yang sangat diinginkannya. Kemenangan yang akan diberikan pada gadis pujaannya, Naruto. Namun naas Pein sudah mengambil ancang-ancang untuk memukul kaki Kiba dengan tongkat baseball.

"JANGAAANN!"

KRAAKK

"ARRGGHHH!" Kiba hanya bisa menjerit saat tongkat itu dan kakinya sama-sama retak. Dan kesadarannya pun hilang.

"Bagus, aku puas dengan kerja kalian."

"Tentu saja, Sabaku-san." Ucap Hidan pada seorang pria berambut merah maroon.

"APA? Kiba masuk rumah sakit? Baiklah, aku akan segera ke sana, Neji."

Naruto amat shock menengar temannya masuk rumah sakit. Dia bergegas mengenakan jaket dan sepatunya. Keluar rumah dan bergegas menuju tempat tujuannya. Menembus dinginnya angin malam. Tak peduli rasa dingin yang menembus tulang. Naruto begitu khawatir.

-Di Rumah Sakit

TOK..TOK..TOK...

Naruto mengetuk pintu kamar itu pelan. Takut kalau-kalau mengganggu penghuninya yang sedang istirahat. Selang bebeapa detik, Neji membukakan pintu dan mempersilakan masuk. Suasananya Nampak sepi dan tenang. Ino, Hinata, dan Sakura juga sudah berada di dalam. Mereka terdiam. Naruto mendekat ke arah Kiba. Nampak tertidur dengan tenang meskipun perban dan plaster di sana-sini. Begitu memprihatinkan keadaanya saat ini.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Naruto lirih pada Sakura yang kini telah berdiri di sampingnya. Takut membangunkan Kiba.

"Lukanya cukup parah dan kaki kanannya retak." Jawab Sakura juga dengan suara lirih.

Naruto sedikit menjauh. Dia berjalan mendekati Neji berharap mendapat penjelasan tentang semua ini. Tentang kejadian tiba-tiba yang menimpa temannya ini.

"Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti ini?" Tanya Naruto dengan suara yang masih pelan.

"Kita keluar dulu, baru ku ceritakan." Kata Neji yang keluar dari kamar disusul dengan Naruto di belakangnya. Setelah pintu tertutup baru mereka memulai pembicaraan.

"Jadi, apa yang terjadi?" tagih Naruto.

"Kiba dipukul hingga babak belur. Kakinya sengaja dilukai hingga patah. Tadi sore dia ditemukan bersimbah darah oleh penjaga sekolah di dekat ruang klub sepak bola."

"Siapa pelakunya? Apakah Sekolah Swasta Suna? Mengingat lusa adalah pertandingan mereka."

"Awalnya aku juga curiga pada mereka. Tapi melihat prestasi sekolah itu dalam pertandingan sepak bola, mereka takkan buang-buang tenaga untuk hal kotor seperti itu."

"Lalu siapa pelakunya?"

"Aku sendiri juga tidak tahu."

Sudah beberapa hari sejak penyerangan Kiba. Naruto dan kawan-kawan rajin menjenguknya setiap hari. Keadaannya juga semakin membaik. Pagi ini Naruto pun ceria, setiap haripun dia selalu ceria. Hanya saja hari ini Ino tampak murung dan tak bersemangat. Jarang sekali seorang Yamanaka Ino tampak murung, dan matanya juga sembab.

"Ada apa Ino?" Tanya Naruto cemas. Sakura dan Hinata pun juga cemas.

"Hiks…" Ino memeluk Hinata dan menangis dalam pelukannya. Mereka bertiga nampak bingung.

"Ah, Ino?" Tanya Hinata yang nampak kaget karena dipeluk tiba-tiba.

"Toko bungaku hancur, semalam ada yang menghancurkan toko bunga kami. Semua bunga-bungaku rusak. Hiks…hiks…" ucap ino dengan menangis sesenggukan.

Naruto duduk dan menunduk. Dia teringat akan satu hal. Inikah akibat dari tindakannya waktu itu. Tapi kenapa dia melukai teman-teman dekat Naruto. Pertama Kiba, dan sekarang Ino. Naruto tak ingin teman-teman yang lain bernasib sama.

"Kurasa aku tahu siapa pelakunya." Gumam Naruto sangat lirih.

"Eh? Kau bicara apa Naruto?" Tanya Sakura yang mendengar Naruto bicara tak jelas.

"Ah, bukan apa-apa. Aku ke toilet dulu ya?" ucap Naruto.

Naruto berjalan terengah-engah menuju atap sekolah. Langkahnya seperti diburu. Hanya satu tujuannya, yaitu bertemu dengan pria itu. Setelah sampai di depan pintu, Naruto menarik nafas dalam-dalam. Berusaha agar emosinya tidak terpancing oleh pria itu.

CKLEK

Perlahan pintu kayu itu terbuka. Sesosok anak laki-laki berwajah dingin sedang bersandar dip agar pembatas menghadap Naruto. Senyum tipis yang terlihat tidak tulus tersungging di bibirnya.

"Kenapa kau menyerang teman-temanku?" ucap Naruto yang masih menahan emosinya.

"Itu adalah akibat gara-gara melawanku." Ucap Sasuke datar.

"Tapi kenapa teman-temanku?"

"Kalau aku tidak melakukan ini, kau pasti berfikir bahwa aku hanya menggertak."

"Kau.." Naruto mulai geram. Namun dia bisa menenangkan dirinya kembali. Jika dia salah langkah, yang akan nenerima akibatnya adalah teman-temannya.

"Bagaimana? Atau kau ingin teman-temanmu hancur?"

"Apa tidak ada pilihan lain?" Tanya Naruto dengan suara yang mulai bergetar dan mata berkaca-kaca.

"Sayangnya, khusus untukmu tidak ada." Ucap Sasuke agak sedikit tegas.

"Kumohon!" ucap bibir mungil Naruto. Dan sang air mata masih bertengger manis di pelupuk matanya.

"Tidak Naruto." Ucap Sasuke lebih tegas dan lebih serius.

Naruto menunduk. Air mata sudah tak dapat lagi di bending olehnya. Isakan halus pun sudah terdengar dari bibirnya. Ini demi kebaikan semuanya. Naruto tak ingin menyesal karena teman-temannya hancur karena dirinya.

"Ba-baiklah, Hiks…"

"Bagus, aku suka gadis penurut." Ucap Sasuke sembari mendekat ke arah Naruto kemudian mencium bibirnya begitu lembut.

"Hiks..hiks.." Naruto mulai sesenggukan. Harga dirinya sudah resmi dinjak-injak oleh orang kaya itu. "Asal kau berjanji tidak akan menyakiti teman-temanku lagi."

"Bersiaplah besok, sayang!" Sasuke mengangguk seraya meninggalkan Naruto sendirian di tempat itu.

-[Sasuke's POV]

Wajahnya semakin manis dengan hiasan air mata itu. Tapi aku lebih suka kalu dia tersenyum. Hatiku seperti tersayat-sayat saat mendengar isakannya tadi. Aku tidak ingin membuatnya menangis. Tapi hanya ini cara untuk bisa mendapatkanmu, Naruto.

-[End of Sasuke's POV]

TBC

Mind to Review? Please!