Galerians, in.

Ada yang bilang kalau inspirasi itu bisa dicari dengan independen, atau datang tanpa diundang. Nah, kondisi hamba kali ini adalah yang kedua. Nggak tahu dari mana, pas bangun tidur jam 2 pagi tadi, ide ini muncul begitu aja di kepala. Penulisannya mah cuma butuh 1 jam, tapi mengedit ceritanya itu lho yang makan waktu.

Hamba umumkan, di sini Kyuubi berkelamin perempuan. Nah, hamba pilih begitu karena menurut mitologi-mitologi yang hamba baca, para siluman rubah itu selalu mengambil wujud perempuan. Hamba tahu kalau di animenya suara Kyuubi itu berat kayak laki-laki, tapi itu kan wujud setannya, siapa yang tahu apa kelamin aslinya kalau dia ngambil bentuk manusia? Naruto di sini juga akan berkelakuan jauh lebih dewasa dan maskulin dari aslinya. Kenapa? Kalau kamu baca, kau pasti tahu alasannya.

Bingung? Yah, baca aja deh kalau begitu.

~••~

A New Chance in Life

Naruto berlutut di sebuah tempat sunyi, sepi dan kosong. Langit-langit berbentuk kubah terhampar luas di atas kepalanya, mengurung Naruto dalam kegelapan dan kesenyapan tiada tara, bahkan udara dan angin diam pun membeku.

Naruto memeluk tubuhnya yang kini mulai gemetar seakan kedinginan, walaupun sebenarnya temperatur di dalam ruangan gelap itu biasa-biasa saja. Semua pori-pori di tubuhnya mulai beruap dan mengeluarkan embun-embun yang menghiasi kulitnya laksana manik-manik air. Selagi peluh memenuhi tubuhnya dengan kelembaban, nuansa merah mulai merayap di setiap inci kulit Naruto dan menyelubunginya.

"Uah!"

Chakra berwarna merah menyala mulai menutup seluruh tubuh Naruto bagaikan sebuah selimut air, mengeluarkan buih-buih seperti cairan mendidih. Pemuda dengan rambut pirang itu mulai mengerang pelan, energi merah yang dia keluarkan semakin tebal dan padat seiring waktu berjalan.

"Ukh!" pemuda itu membuka matanya, menampakkan iris yang berubah warna menjadi merah darah dan pupil yang menyipit secara vertikal. Chakra merah yang menyelubungi badannya mulai berubah bentuk menjadi seperti kulit kedua, menyesuaikan setiap lekuk tubuh Naruto.

"Uagh…! Aghh!" dia mengerang lagi, tubuhnya menggeliat-geliat seakan sedang disiksa oleh sakit yang sangat. Sedikit demi sedikit, selubung chakra di bagian belakang mulai berbuih-buih kembali, membentuk sebuah ekor.

"Ingat bocah!" sebuah suara berbunyi di dalam kepala Naruto. "Untuk mengendalikan chakra seekor Bijuu, kau butuh kekuatan tekad yang kuat! Dengan kata lain, hatimulah yang akan menentukan segalanya!"

Kenangan akan kata-kata si Pria Gurita itu membuat Naruto mengatupkan mulutnya rapat-rapat, menghentikan setiap erangan atau keluhan yang akan membuatnya terlihat seperti orang lemah. Dengan sangat perlahan-lahan, Naruto bangkit dari posisi berlututnya sampai berdiri tegak. Tangannya terkepal kuat di kedua samping tubuhnya, dan seketika kemudian, percikan-percikan chakra merah yang terlihat seperti api bermunculan seakan menjadi pertanda bagi sesuatu yang akan segera berlangsung.

"Ggh!" Naruto memisahkan bibirnya dan melepaskan sebuah geraman dari antara giginya yang beradu. "Gg-gaah!"

Seiring bertambahnya ekor yang memanjang dari selubung merah tubuh Naruto, kedua mata pemuda itu mulai berubah kembali. Warna yang semula merah sedalam delima, kini pelan-pelan tercemar oleh warna biru bersamaan dengan pupilnya yang berubah-ubah antara garis vertikal dan bulat normal.

Tubuh pemuda itu gemetar semakin hebat ketika ekornya mencapai jumlah delapan, terlebih lagi ketika semuanya mulai mencambuk-cambuk kesana kemari bagaikan sesuatu di dalam tubuh Naruto mulai mengamuk. Kepalan pemuda itu kian kencang sampai buku tangannya memutih pucat, dan seluruh otot di tubuhnya menegang sampai menampakkan beberapa urat di balik kulitnya.

"AAHHH!"

Ledakan energi yang besar terjadi, berpusat di bagian di mana Naruto kini berdiri. Berbeda dengan ekor-ekor yang lain, kemunculan ekor kesembilan diiringi oleh pelepasan chakra dengan intensitas yang cukup untuk membuat lantai di bawahnya remuk berantakan dalam bentuk menyerupai sebuah kawah.

Tubuh Naruto mulai melemas, namun selubung chakra merah yang membungkus tubuhnya tetap berada di sana, tidak berubah. Sembilan ekor kini bersinar gemilang di belakang badan Naruto, seakan-akan mengakui kalau pemuda pirang di depan mereka telah menjadi majikan mereka sekarang. Mata Naruto yang sempat tertutup saat terjadi ledakan, kini membuka pelan-pelan, menampakkan warna biru langit yang terlihat jelas di keremangan ruangan.

Kalau yang semula melingkungi Naruto hanyalah kesunyian, sekarang telah tergantikan oleh derap suara langkah yang semakin lama semakin nyaring terdengar di telinga. Belasan suara pintu terbuka segera mengisi pendengaran Naruto, juga memenuhi ruangan gelap itu dengan sinar yang berasal dari luar.

"Hokage-sama!" teriak salah satu dari para pria dan wanita yang memakai topeng di wajah mereka, masing-masing dengan tekstur yang berbeda. "Hokage-sama, apa yang terja-!"

Pasukan Anbu tersebut langsung terdiam ketika melihat si pemuda berumur 18 tahun yang seluruh tubuhnya diselimuti oleh chakra merah, dan di balik setiap topeng, semua orang di sana bisa merasakan mata mereka terbelalak selebar-lebarnya ketika menatap ekor-ekor Naruto yang tepat berjumlah sembilan. Tanpa diperintah, mereka semua langsung mencabut pedang dari sarungnya yang tersilang di punggung mereka, bersiap-siap andaikan yang kini berdiri di depan mereka bukan lagi pemuda ramah yang menjadi pemimpin mereka.

"Hei," suara Naruto yang datar membuat mereka semua langsung tersentak. "Aku akhirnya berhasil menguasai semua chakra Kyuubi, tapi kalian malah menghunuskan senjata begitu? Mana ucapan selamatnya nih?"

"N-Naruto-sama…?" salah satu dari para Anbu itu berhasil memecah kesunyian. "Benarkah itu Anda…?"

"Tentu saja." jawab sang pemuda sambil memutar tubuhnya, sebuah senyum ringan yang tersungging di bibirnya menjadi hiasan yang membuat mata birunya bersinar kian gemilang dan kontras dengan chakra merah yang menyelubungi badannya. "Aku adalah Naruto Uzumaki, sang Shichidaime. Kau pikir siapa lagi?"

~•~

"Hahh… melelahkan sekali…"

Selesai mengunci pintu, Naruto langsung melepas bajunya dan menghempaskan tubuhnya lantai kamar tanpa banyak ba bi bu. Dia tak merasa ingin mengeluarkan futon dari kloset, karena dirinya yang letih menganggap bahwa lantai apartemen yang dilapisi tatami ini sudah cukup nyaman baginya untuk merebahkan badan. Mau bagaimana lagi, selama 7 hari terakhir ini dia terus berdiam di ruang bawah tanah Konoha yang terisolir demi latihan untuk menguasai chakra Kyuubi.

Walaupun sudah menjadi Hokage yang memiliki salah satu hak tertinggi di desa Konoha, tapi Naruto masih enggan meninggalkan apartemen yang telah mengawasi pertumbuhannya dari kecil hingga dewasa ini. Biarlah kecil dan sempit, tapi ruangan ini selalu mampu membuatnya betah. Walaupun kantor Hokage yang memang luas dan perabotannya bagus-bagus, hanya apartemen kecil inilah yang membuat Naruto merasa berada di 'rumah'.

Lampu yang tak menyala menghadirkan kegelapan yang syahdu, membuat suasana yang tepat bagi Naruto untuk menutup matanya dan mengistirahatkan tubuhnya yang capek, mengantar Naruto pada alam tidur yang damai. Tak sampai beberapa menit berbaring, mata Naruto sudah terkatup rapat dan dengkur halus berbunyi teratur dari mulutnya.

Malam itu mimpi Naruto amat sangat indah, walaupun tingkat kemesumannya pun tidak main-main. Pemuda berumur 18 tahun itu bermimpi berada dalam sebuah harem yang terdiri dari wanita-wanita cantik dan seksi. Dia bisa melihat Sakura-chan yang hanya memakai gaun putih tipis yang tembus pandang, Ino dengan rambut pirangnya yang tergerai indah mengelilingi matanya yang menggoda, Tenten mengenakan pakaian khas china dengan rok yang begitu pendek hingga kakinya yang putih mulus tumpah ruah, dan Hinata dengan kimono biru yang terbuka di sana-sini. Dan di balik hidangan-hidangan utama itu, Naruto masih bisa melihat banyaknya gadis-gadis cantik nan montok berdiri di belakang, bagaikan menunggu kesempatan mereka untuk menghabiskan waktu romantis dengan Naruto.

Tapi sebelum sempat melakukan apa-apa, seluruh dunia mimpi Naruto yang elok bukan buatan itu mendadak hancur oleh suara kicauan burung dan panasnya sinar matahari. Pemuda berambut pirang yang mulai sedikit gondrong itu merutuk dalam hati, mempertimbangkan apa dia harus memberikan misi pada shinobi Konoha untuk membasmi para burung yang telah berani mengganggu mimpinya yang begitu indah.

Dia ingin mengabaikan semua gangguan duniawi dan kembali ke alam mimpi di mana semua wanita cantik itu menunggunya, namun untuk suatu alasan, rasanya susah sekali. Naruto menelengkan kepalanya ke kanan kiri dengan gelisah untuk mencari tahu apa yang membuatnya tak nyaman, namun dia tak bisa menyebutkannya dengan jelas.

Naruto membuka matanya, mengerjap beberapa kali agar penglihatannya kembali fokus. Dia menoleh ke kanan, tak ada apa-apa. Tapi saat pandangannya pindah ke sebelah kiri, matanya bertemu dengan sosok seseorang yang berbaring di samping tubuhnya, memakai lengan Naruto sebagai bantal.

Sang Shichidaime itu hanya mengerjap beberapa kali sebelum mulai bangkit dari tidurnya, membuat sosok itu merubah posisinya menjadi meringkuk karena tangan Naruto yang semula menopang kepalanya menghilang. Dengan wajah mengantuk, Naruto keluar dari kamarnya sambil menguap lebar dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah membuka keran, dia mencuci wajahnya di wastafel untuk sekedar menghilangkan rasa kantuk yang menguasai.

"Heh, rupanya aku masih bermimpi…" kata Naruto dalam hati sambil mencuci wajahnya lagi. "Masa iya sih ada orang tidur di sampingku begitu…"

Naruto bercermin, menatap pantulan wajahnya yang memandang balik dari cermin. Memandang warna biru matanya sendiri, membuat sesuatu perlahan-lahan menyala dalam kepala Naruto seakan-akan berusaha menyadarkannya pada sesuatu. Mata Naruto yang semula sayu tiba-tiba tersentak sampai terbelalak saat kesadaran menghantam jiwanya dengan telak.

"Tidak, tidak, itu pasti mimpi…! Ya kan…?" gumam Naruto sambil membasuh wajahnya lagi, berkali-kali. Namun keraguan mulai mengkarat dalam hati sang Sennin muda karena dia bisa merasakan jelas dingin air yang mengalir di kulit mukanya. Dan saat dia mencubit pipinya kuat-kuat, rasa sakit yang dia terima adalah sebuah bukti solid bahwa dia memang tidak sedang bermimpi atau berhalusinasi. "T-tapi kalau bukan, lalu siapa orang tadi?"

Dengan suara gerabas-gerubus yang berisik bukan main, serta langkah-langkah tergesa-gesa yang kikuk dan membuatnya tersandung-sandung, Naruto bergegas kembali ke kamarnya untuk memastikan. Dan, sesuai dugaannya, sosok itu masih terbaring di sana, walaupun kini setelah dia memerhatikan lebih baik, dia tak punya pilihan selain terpana.

Orang yang tadi berbaring di sampingnya itu adalah seorang gadis muda dengan rambut sewarna matahari senja menyala yang panjang saking panjangnya, sampai mampu menutupi seluruh tubuh itu seperti sebuah selimut merah. Posisinya masih sama seperti saat Naruto meninggalkannya, meringkuk di atas lantai walaupun kini dia menggunakan lengannya sendiri sebagai bantal.

Entah karena kehebohan yang baru dibuat Naruto atau karena kehadiran sang pemuda di kamar itu, si gadis berambut merah terbangun dari tidurnya yang damai. Mata sang Shichidaime menjadi selebar bola tenis saat melihat kalau di balik rambut yang semula menutupi tubuhnya, wanita itu sama sekali tidak memakai pakaian apapun untuk mempertahankan kesopanannya. Bahkan tanpa malu-malu, dia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi ke atas dan menggeliat, membuat rambutnya tersibak lebih jauh dan memberikan pemandangan lebih menyeluruh atas tubuhnya bagi mata Naruto. Namun yang membuatnya heran dan sangat penasaran di sini adalah fakta bahwa dia merasa sangat, sangat kenal dengan perempuan ini.

"S-s-s-sia-" Naruto menghentikan kata-katanya sendiri, karena bicara gagap dalam volume tak terkontrol macam itu akan merusak wibawanya sebagai seorang Hokage. Dia berdeham sebentar, memberitahukan keberadaannya pada sang gadis yang sudah masuk rumahnya tanpa ijin itu, sebelum bicara dengan nada datar."Siapa kau? Bagaimana caranya kau masuk kemari?"

Gadis itu berhenti menguap, dan membuka matanya sambil menoleh ke arah Naruto. Walaupun berusaha tenang, sang Hokage itu tetap saja tak bisa mencegah tubuhnya menjadi gemetaran saat mereka bertemu pandang, karena biar bagaimanapun, dia pernah melihat mata itu terpasang di wajahnya sendiri dalam berbagai kesempatan.

Warna merah yang menyala sedalam darah, dan pupil vertikal yang menyerupai bangsa kucing.

"Kau tidak mengenaliku?" sang gadis bertanya dengan sebuah seringai. "Ini aku, Kyuubi."

To be Continued…

~••~

Mari kita ingat lagi, di chapter paling akhir, Naruto memutuskan untuk melepaskan segel Kyuubi untuk mengambil seluruh chakranya. Hamba berasumsi bahwa 'mengambil' di sini tidak lagi berarti sekedar meminjam, tapi mengambil dalam artian sebenarnya. Mengingat kekuatan Kyuubi itu didapatkan dari chakranya, kita bisa berpikiran kalau Naruto berhasil, Kyuubi juga jadi tak punya kekuatan lagi kan? Nah, fic ini dibuat dari kemungkinan itu.

Mungkin ini memang pairing yang tidak populer, tapi hamba tertarik, jadi mau bagaimana lagi? Dan hamba umumkan sekali lagi bahwa fic ini genrenya romance. Jadi yang akan kalian temukan di sini adalah perkembangan hubungan antara Naruto dan Kyuubi, walaupun bagaimana itu akan terjadi tetap hanya diketahui oleh hamba sendiri untuk saat ini.

Penasaran dengan kelanjutannya? Maka reviewlah!

Galerians, out.