.
.
Disclaimer :
Vampire KNIGHT © Matsuri Hino
Pairing : ZeroYuki,
Rate : T
Setting :
Yuki, Zero dan Ichiru tidak selalu tinggal di asramanya. Mereka sering pulang ke rumah Kaien. Yang selalu di asrama adalah para siswa Night Class dan Day Class yang lain.
Warning :
Beda dari cerita aslinya! Di cerita ini Zero bukan vampire! OOC, cerita gaje, alur campur aduk, misstypo bertebaran dimana-mana, dan segala hal yang perlu diperhatikan lainnya!
Chapter 1
THE EYES
Malam yang pekat, gelap menyelimuti muka bumi. Awan hitam berarak di langit kelam, tak kentara tapi seperti siap memangsa, menelan cahaya,sungguh mengerikan!
Seorang gadis kecil berlari sendirian. Tubuhnya gemetar, mencari perlindungan… !
Dari seberang sana tampak seringai mengerikan sesosok gelap. Monsterkah? Hantukah? Atau apa… tak mempedulikan itu, gadis mungil itu berlari, terus dan terus. Takut,, takut. Dia sangat takut dengan itu. Dia ingin menangis dan berteriak tapi tidak dilakukan, dia tahu hal itu akan semakin memperparah keadaan.
"Hosh hosh…." Gadis itu terengah,
Sial.. jalan buntu!
Sosok gelap itu terus mengejar,, kecepatannya luar biasa. Dan.. dia mencapainya!
Makhluk itu mendekat. Tenyata dia serupa manusia, bisa dibilang tampan tapi mengerikan. Taringnya keluar menampakkan deretan gigi yang runcing dan tajam siap memangsa.
Gadis itu sudah sampai pada batasnya. Dia pasrah.. 'Apa aku akan berakhir disini?' pikirnya dalam hati. Sambil menutup mata.. Dan akhirnya…
Terdengar bunyi hantaman keras dan percikan darah. Gadis itu memicingkan mata, ingin tahu apa yang terjadi. Dia lihat seseorang berdiri membelakanginya. Bukan! Hanya sesosok anak kecil yang rasanya seumuran dengan gadis itu yang berdiri berhadapan dengan vampire yang menyerang sang gadis. Dengan sebuah bunyi tembakan saja yang tepat terarah ke jantung vampire itu dan sosok yang mengerikan itupun terjatuh. Pemuda kecil itu menggalahkan vampire yang menyerang sang gadis kecil!
Sebelum bisa berdiri. Tiba-tiba semua terlihat gelap, gadis itu tertidur. Sangat dalam. Lebih tepatnya disebut pingsan. Tapi sebelumnya dia sempat melihat wajah sang penyelamatnya, yang juga berwajah cukup tampan tetapi dingin itu.
Di sisi lain tempat kejadian itu, tampak sesosok bayangan yang terlihat gagah. Siluetnya terlihat jelas begitu tampan dan mempesona, dia sosok bangsawan vampire kelas tertinggi a.k.a. pureblood yaitu Kaname Kuran. Entah kenapa dia hanya bersembunyi. Sebenarnya pemuda itu hendak menyelamatkan sang gadis kecil, tetapi keduluan oleh anak kecil pembawa pistol itu yang baru dia ketahui adalah vampire hunter dari klan Kiryuu, Zero Kiryuu.
~XXX~
Ketika membuka mata dia sudah berada dalam kehangatan selimut. Tiba-tiba sebuah suara yang hangat menyapanya..
"Kamu sudah sadar ya?" pria itu tersenyum sambil merapikan selimut gadis itu.
"Ehm.. iya. Tapi kenapa aku bisa disini?" tanya sang gadis.
"Haha.. Beberapa hari yang lalu aku menemukanmu tertidur di pojok jalan dengan keadaan yang.. ehm.. agak memprihatinkan," jelas pria itu agak berpikir.
Si gadis mengingat apa yang terjadi tapi terlihat gelap semua. Dia merintih karena pusing.
"Ukh.."
"Apa yang terjadi?" pria itu agak cemas..
"Tidak apa-apa," bantah gadis itu. Dengan sedikit tersenyum. Sungguh manis!
"Syukurlah. Beristirahatlah dulu." Pria itu menepuk pelan kepala sang gadis.
"Uhm iya, siapa namamu?" dia bertanya .
"Ehm… aku.. aku… tidak tahu." gadis itu terlihat murung
Melihatnya pria itu berucap, "Yuki,, kurasa nama itu nama yang bagus." Gadis itu hanya mengangguk dan tersenyum.
~XXX~
Yuki Cross gadis kecil berusia 10 tahun yang diangkat anak oleh Kaien Cross mantan Vampire Hunter professional dan sekarang menjabat sebagai kepala sekolah Cross Academy.
Yuki yang selamat dari serangan vampire itu kini tinggal berdua dengan ayah angkatnya. Tetapi anehnya Yuki tidak ingat kejadian yang menimpanya itu, begitu pula dengan wajah penyelamatnya, dia benar-benar lupa. Saat akan mencoba mengingat apa yang terjadi Yuki akan merasakan pusing yang amat sangat. Karena itulah dia tidak merasakan trauma terhadap vampire karena tak ada sedikitpun bayangan tentang vampire terlintas dipikirannya.
Suatu hari Yuki pergi ke kota sendirian. Entah kenapa dirinya terdorong untuk pergi, padahal sudah dilarang oleh ayahnya karena dia khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk padanya kalau keluar sendirian. Tapi karena Yuki keras kepala, dia diam-siam menyelinap ke luar saat ayahnya sedang sibuk dengan pekerjaannya.
"Fuh…. Udara yang menyegarkan," ujar Yuki pada dirinya begitu keluar dari rumahnya yang besar itu.
"Hihi… maaf ya otou-san." Yuki terkikik pada dirinya sendiri.
Yuki berjalan-jalan di tengah kota. Banyak barang-barang dan mainan yang menarik hatinya. Tetapi dia hanya bisa melihat saja, karena tidak membawa uang.
"Ugh… seharusnya tadi aku meminta uang pada otou-san barang sedikit," gerutu Yuki pada dirinya sendiri.
Yuki tak sadar kalau dirinya telah berjalan jauh. Karena tanpa dia ketahui dia telah sampai di sebuah gang sempit dan gelap. Padahal hari masih siang, entah mengapa daerah gang itu terlihat suram. Yuki bergidik ngeri. Dia mau kembali, tetapi dihadapannya kini berdiri sesosok makhluk gelap dengan gigi runcing dan tajam. Bentuknya mirip manusia, tetapi tidak bisa dibilang begitu juga karena kalau diperhatikan malah mengerikan seperti monster. Yuki baru sadar kalau yang dihadapinya sekarang adalah Vampire! Berdasarkan ciri-ciri yang pernah ayahnya beritahu, vampire ini tergolong vampire level E, vampire paling ganas dan paling rendah tingkatannya.
Yuki tak bisa melarikan diri. Dia berusaha lari ke lorong suram itu. Tapi sayang, jalan buntu!
Gadis kecil itu mulai takut dan menangis. Vampire itu terus menggeram, ingin segera mendapatkan darah segar. Yuki tak tahu apa yang harus dia lakukan, mulutnya tak bisa mengeluarkan suara untuk meminta tolong. Gadis kecil itu hanya bisa meringkuk di pojokan dengan menutup matanya. Vampire itu mendekat, dan mengarahkan cakarnya yang tajam untuk mencabik Yuki dan…..
Diam.. tak ada suara..
Yuki sadar ada yang aneh. Kemudian dia membuka mata, di dapatinya sesosok pemuda rupawan tengah berhadapan dengan vampire itu. Tiba-tiba vampire itu terjatuh, tak bernyawa dan mengeluarkan banyak darah dari leher dan jantungnya yang berlubang. Yuki menatap kejadian yang menakjubkan itu dengan mata membulat sempurna.
Pemuda yang menolongnya tersebut mengulurkan tangannya yang sudah dia bersihkan dari darah si vampire itu. Yuki hanya bisa menyambut uluran tangan yang dingin itu. Tak sengaja Yuki melihat sepasang taring di gigi pemuda itu, taring yang sama dengan vampire. Karena penasaran Yuki kecil pun menyentuhnya, dan benar saja itu taring. Yuki terpekik ngeri, dia melepaskan genggaman tangan sang penolongnya itu.
Penolongnya itu hanya tersenyum simpul.
"Ayo.. kuantar pulang. Jangan takut, aku tak akan menggigitmu," ujar pemuda itu.
Yuki menurut saja karena tidak tahu dimana dia berada sekarang. Tetapi Yuki menjaga jarak dari pemuda itu. Setelah menempuh perjalanan yang agak lama, akhirnya mereka tiba di depan rumah Kaien Cross. Kaien sudah menunggu Yuki dengan cemas. Begitu melihat anaknya pulang, Kaien langsung memeluk Yuki.
"Yuki…!"
"Otou-san…!" Yuki menyambut pelukan ayahnya. Sekarang dia dalam gendongan hangat ayah angkatnya itu. Kaien memicingkan matanya memandang sosok pemuda di samping Yuki.
"Kaname?" Kaien menyapa pemuda itu. Sepertinya Kaien telah mengenal pemuda bernama Kaname Kuran itu.
"Iya.. tuan Cross," jawab Kaname masih dengan senyum simpulnya.
"Silahkan masuk," Kaien mempersilakan Kaname masuk, dan kemudian membiarkan Yuki menghambur ke kamarnya. Kaname menceritakan semua yang terjadi pada Yuki. Kaien memperhatikan dengan seksama. Rupanya benar, darah Yuki diincar oleh kebanyakan vampire. Kemudian Kaien memberi sebuah penawaran pada Kaname.
"Kaname.. Apa kau mau bersekolah di Night Class Cross Academy?" Tanya Kaien langsung.
"Cross Academy?" Kaname masih belum tahu maksud Kaien.
"Iya.. agar setiap saat kau bisa melindungi Yuki," jelas Kaien. Kaien tahu, selama ini Kaname terus mengawasi Yuki. Tetapi Kaien pura-pura tidak tahu. Selain itu Kaien juga penasaran dengan asal-usul Yuki yang masih menjadi misteri baginya.
"Anda tahu kan itu sangat berisiko?" Kaname bertanya menuntut penjelasan lagi.
"Aku tahu. Tapi kurasa ini akan jadi hal menarik," terang Kaien.
Kaname hanya mengernyitkan alisnya.
"Aku tahu kau bisa mengendalikan mereka dengan mudah Kaname. Kau adalah pemimpin mereka," lanjut Kaien.
Kaname hanya mengangkat bahu, dan akhirnya bersuara.
"Ya.. baiklah. Kurasa bisa menambah pengetahuan kami."
Kemudian Kaname berpamitan.
Semenjak itu Kaname sering mengunjungi Yuki. Yuki yang semula takut kini mulai senang bersama Kaname. Yuki merasa nyaman karena perlakuan Kaname yang begitu istimewa padanya.
~XXX~
Tak berapa lama setelah kejadian itu. Tiba-tiba Kaien pulang membawa dua orang pemuda kecil berambut keperakan. Mereka seumuran dengan Yuki. Keduanya terlihat kusut dan tubuhnya berlumuran darah. Sepertinya mereka berdua kembar, tentu saja karena wajah mereka mirip. Hanya bedanya yang satu memasang wajah dingin, yang satunya agak tersenyum saat melihat Yuki.
"Otou-san.. Mereka siapa?" Tanya Yuki agak kaget melihat kondisi kedua pemuda di depannya itu.
"Dia Zero Kiryuu." Kaien menunjuk pemuda kecil yang berekspresi dingin.
"Dan dia Ichiru Kiryuu." Kaien menunjuk pemuda kecil yang sedang tersenyum.
"Keluarga mereka di serang vampire. Rawatlah mereka Yuki," jelas Kaien pada Yuki.
Yuki hanya menggangguk. Tetapi ketika melihat dan bertatapan dengan pemuda bernama Zero itu Yuki merasa pernah melihatnya. Ketika Yuki mencoba mengingat, tetapi tak ada hasil. Entah kenapa Yuki merasa pemuda itu menarik hatinya. *cie.. kecil-kecil udah gituan.. author dihajar Yuki*
Pemuda kecil bernama Zero itu hanya diam dan mengikuti langkah Yuki. Begitu pula Ichiru. Yuki merawat mereka dengan telaten. Tak ada perubahan atau ekspresi lain yang ditunjukkan Zero kecuali pandangan dingin. Yuki hanya bisa tersenyum padanya, tidak bisa mengobrol banyak dengan pemuda itu. Sementara si Ichiru malah terlihat ramah tetapi sama saja tidak bisa diajak ngobrol. 'Mereka berdua pendiam,' batin Yuki.
Dua kembar itu tinggal di rumah Kaien Cross, Yuki tak tahu harus bersikap bagaimana. Tetapi dia terus berusaha agar Zero mau lebih bersikap kekeluargaan kepadanya dan Kaien. Sementara Ichiru, dia sudah bisa menyesuaikan diri.
Ekspresi Zero berubah ketika berhadapan dengan Kaname. Saat itu Kaname sedang mengunjungi Yuki. Tiba-tiba saja Zero telah mengambil pistol miliknya dan bermaksud menarik pelatuk pistol yang selama ini terus dia bawa. Katanya itu pistol warisan keluarganya. Pistol itu tepat dia arahkan kepada Kaname. Tetapi Yuki menghalanginya. Zero hanya mendengus kesal dan kembali ke kamarnya. Berbeda dengan Zero, hanya pandangan nanar yang ditunjukkan Ichiru pada Kaname.
~XXX~
Enam tahun kemudian….
"Zero! Cepat bangun!" Yuki berusaha membangunkan Zero yang masih terbaring malas di ranjangnya.
"Apa sih! Berisik!" Zero menanggapi sambil melempar bantal ke Yuki.
"Kyaaa….." teriak Yuki. Hampir saja dia jatuh terjengkang tetapi ada tangan yang menangkapnya.
Begitu membuka mata wajah Yuki dan Zero telah berhadap-hadapan dengan jarak yang cukup amat dekat. Yuki blushing. Sementara Zero masih menampakkan ekspresi dingin seperti biasanya. Tiba-tiba saja kepala Zero terjatuh ke dada Yuki. *Wuo..ini bukan rated M, jadi jangan mikir mesum ya! Author digampar*
Seketika itu juga wajah Yuki langsung berubah menjadi semerah kepiting rebus.
"Ze.. Zero.. A.. pa yang kau lakukan?" Tanya Yuki tergagap, dia malu setengah mati. Tak ada jawaban. Tiba-tiba terdengar suara dengkuran halus. Padahal Yuki sudah mulai berpikir macam-macam tadi. Tiga buah tanda siku-siku muncul di sudut kepala Yuki.
"Dasar… Sapi!"
~XXX~
"Yuki, mana Zero?" Tanya Kaien sambil mengoleskan mentega pada rotinya sambil duduk santai di depan meja makan.
Yuki turun dengan senyuman yang cerah. Di belakangnya ada Zero yang terlihat kusut dan babak belur.
"Eh? Zero kenapa?" Kaien kaget melihat keadaan anak angkat laki-lakinya itu.
Iya, kepala Zero benjol-benjol, rambut acak-acakan dan kemeja tidurnya koyak.
"Itu.. ayam!" sahut Zero sekenanya sambil menunjuk ke arah Yuki. Yuki yang merasa di tunjuk-tunjuk cuek saja.
"Ba… Baiklah, kau siap-siap dulu sana," perintah Kaien sambil melirik ngeri ke arah Yuki. Anak perempuanya itu jadi sadis kalau bersama Zero. Yuki masih tetap cuek.
Suasana pagi seperti ini sudah biasa bagi Kaien.
Sesosok pemuda tampan, berambut keperakan sebahu berjalan menuruni tangga telah memakai setelan seragam sekolah Cross Academy Day Class warna hitam lengkap dengan segala atributnya. Dia segera menghampiri meja makan.
"Pagi otou-san, pagi Yuki-chan," sapa pemuda itu dengan senyum ramahnya.
"Pagi Ichiru!" jawab Kaien dengan semangat.
"Pagi Ichiru-kun," balas Yuki dengan tersenyum.
"Mana Zero-niisan?" Tanya pemuda itu yang ternyata Ichiru.
"Dia sedang bersiap-siap," jawab Yuki sekenanya. Ichiru melirik ayahnya ingin mendapat penjelasan. Kaien hanya mengangkat bahu. Ichiru tersenyum, dia tahu apa yang terjadi. Tiap pagi kakaknya dan Yuki memang selalu bertengkar.
Sesosok pemuda dengan wajah dan rupa yang sama –tampan– tetapi potongan rambutnya lebih pendek dari Ichiru berjalan menuju ke meja makan. Pemuda itu juga telah mengenakan seragam Day Classnya lengkap dengan atribut, hanya saja jasnya tidak dia kancingkan sehingga membuat kemeja putih yang di dalamnya terlihat.
"Pagi Nii-san," sapa Ichiru mendahului kakaknya bicara. Biasanya memang begitu.
"Pagi." Zero menjawab dengan malas.
Kemudian mereka makan dalam diam. Yuki yang selesai duluan segera menyambar tasnya. Dia masih sebal saat melihat Zero. Pemuda itu tak berperasaan pikirnya. Bagaimanaa tidak? Tiba-tiba saja tadi pagi Zero jatuh tertidur di dadanya, memangnya bantal?
"Yuki-chan.. kenapa tidak berangkat sama Zero dan Ichiru?" Tanya ayahnya sebelum Yuki pergi.
Tapi Yuki tak menjawab, dia segera menghilang dibalik pintu. Begitu Kaien berbalik untuk menyelesaikan sarapannya dia tidak mendapati Zero di kursinya.
"Zero mana?" Tanya Kaien kaget.
"Sudah berangkat. Mungkin menyusul Yuki-chan," jawab Ichiru santai.
~XXX~
"Huh… Zero menyebalkan! Dasar Zero ga berperasaan!" gerutu Yuki sambil melangkahkan kakinya menuju sekolah. Di jalan itu Yuki terus merutuki Zero. Zero yang berjalan di belakangnya hanya cuek saja.
"Dadaku kan bukan bantal!" Yuki mengumpat lebih keras.
"Memang bukan, hanya papan irisan," sahut Zero sambil berjalan mensejajari Yuki. Mendengar komentar Zero itu Yuki meledak lagi. Dia akan memukul Zero tetapi malah tersandung batu karena tak memperhatikan depannya. Yuki jatuh terduduk, lututnya berdarah. Zero yang baru menyadari itu langsung berjongkok dihadapan Yuki dan mengulurkan tangannya.
"Tidaak! Aku bisa sendiri!" Yuki menepis tangan Zero dan mencoba berdiri. Tapi pergelangan kakinya juga sakit, ternyata dia terkilir. Tubuh Yuki limbung, Zero yang di sampingnya tidak tinggal diam. Tanpa aba-aba dia langsung menggendong Yuki dengan Brydal Style menuju sekolahnya dan lebih tepatnya ruang UKS. Yuki blushing atas perlakuan Zero itu. Seluruh mata menatap mereka.
Dari Moondorm juga terlihat kejadian itu. Moondorm, asrama bagi siswa Night Class yang sejatinya adalah vampire. Dari jendela tampak siluet dua orang yang memperhatikan kejadian itu. Salah satunya menyeringai mengerikan.
~XXX~
BRAKK…
Zero menendang pintu UKS.
"Zero.,. bisa pelan sedikit tidak sih!" bentak Yuki.
"Cerewet!" Zero segera mencari kotak P3K. Setelah dia menemukannya dia langsung mengobati luka Yuki dan membalutnya. Yuki hanya menurut saja. Tapi pandangan matanya tak lepas dari Zero yang masih saja serius mengobati lukanya. Yuki tersenyum geli. Zero menyadari itu.
"Kenapa?" Tanyanya ketus.
"Tidak apa-apa… hanya lucu saja," jawab Yuki masih terkikik.
"Lucu? Apanya?" Zero malah bingung.
"Itu, Zero. Aku terluka sedikit saja kau sudah panik begini, bagaimana kalau aku terluka parah dan bahkan mati," goda Yuki. Zero segera melempar deathglare pada Yuki. Tapi Yuki cuek saja.
"Jangan pernah bilang begitu. Aku takkan membiarkan hal buruk terjadi padamu," jelas Zero dengan ekspresi serius. Yuki langsung bungkam, tidak pernah dia melihat Zero berbicara seserius ini.
Kemudian Zero menggandeng Yuki berjalan menuju kelas. Yuki mengikutinya dengan muka memerah, karena dilihatnya banyak siswa yang memandangnya. Saat di lorong menuju kelas yang melewati ruang kepala sekolah, Zero dan Yuki berpapasan dengan Kaname.
"Pagi Yuki, pagi Kiryuu," sapa Kaname kepada Yuki dan Zero.
"Pagi… Ka.. Kaname-senpai!" jawab Yuki tergagap karena tiba-tiba bertemu dengan senior yang dikaguminya itu sekaligus penyelamat hidupnya.
"Hn," hanya itu balasan Zero pada Kaname. Selain itu Zero malah lebih mengeratkan genggamannya pada Yuki.
"Yuki.. kakimu kenapa?" Tanya Kaname begitu melihat kaki Yuki di perban.
"oh.. ehm..itu tadi aku terjatuh," jawab Yuki sambil tersipu. Kaname hendak berlutut memegang kaki Yuki yang terluka. Sekilas Zero melihat mata coklat kemerahan Kaname berkilat merah semerah darah. Zero langsung menjauhkan Yuki dari Kaname.
"Maaf Kuran-senpai, kami harus segera ke kelas." Zero kemudian menarik Yuki untuk segera mengikutinya.
"Ma.. Maaf Kaname-senpai." Yuki meminta maaf sebelum mereka berbelok ke kelas.
~XXX~
"Fuh..sulit juga," gumam Kaname pada diri sendiri selepas kepergian Zero dan Yuki.
Tiba-tiba dari arah sebaliknya ada yang memanggil Kaname. Kaname menoleh.
"Kaname-sama!" Seorang gadis berperawakan bak model dengan rambut pirang pucat panjang dan berparas cantik itu menghampiri Kaname.
"Ada apa Ruka?" Tanya Kaname.
"Kami mencium bau darah. Yang lain masih bisa menahannya, tetapi sepertinya Aidou-sama mulai mengamuk," jelas perempuan yang bernama Ruka itu. Kaname segera melangkah menuju asrama, diikuti Ruka.
Kaname melemparkan pil darah pada masing-masing vampire di asrama itu. Shiki Senri, Akatsuki Kain, Rima Touya dan Seiren segera meminumnya. Disusul dengan Ruka Souen dan Maria Kurenai. Sedangkan Ichijou Takuma, wakil leader asrama hanya bersikap biasa saja seolah tak terjadi apa-apa. Aneh sekali, sikapnya tidak seperti vampire tetapi malah cenderung ceria seperti manusia.
"Dimana Aidou?" Tanya Kaname pada semua yang ada di ruangan itu.
"Kaname-sama, dia ada di kamarnya," jelas Ichijou.
"Baiklah. Kalian semua bisa pergi tidur lagi. Biar aku yang menyelesaikannya." Kaname memberi perintah kepada seluruh vampire di asrama itu. Yang lain hanya mengangguk menuruti perintah leadernya.
Cklek…
Suara pintu dibuka.
Aidou yang sedang mengginggil dengan mata merah darahnya melihat ke arah pintu kamarnya. Dia bermaksud menyerang siapa saja yang masuk. Tetapi dia urungkan niatnya begitu melihat siapa yang datang.
Aidou tak beranjak dari bednya. Kaname dan Ichijou masuk. Karena mereka berdualah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi di asrama mereka. Mereka melihat keadaan Aidou yang kacau, matanya merah semerah darah dan berkilat-kilat menandakan kehausan yang sangat dari seorang makhluk penghisap darah. Cakar-cakarnya yang tajam, muncul apabila jiwa vampirenya bangkit.
Kaname menghampiri Aidou. Aidou agak berjengit, dia takut akan di hukum oleh leadernya itu yang seorang pureblood. Ichijou hanya berdiri di dekat pintu mengawasi.
"Aidou.." panggil Kaname pelan. Aidou tetap tak bergeming.
"Ichijou.. kelihatannya dia buruk. Sudah berapa lama dia tak minum darah?" Tanya Kaname pada Ichijou.
"Setahuku sudah setahun Kaname-sama," jawab Ichijou santai.
"Hm..cukup lama juga." Kaname manggut-manggut. Ichijou tahu maksud ketuanya itu. Diapun keluar kamar Aidou dan membiarkan apa yang terjadi selanjutnya.
*Warning : not yaoi…! hanya sedikit gigit-menggigit ala vampire*
"Kaname-sama.. Maafkan saya," ujar Aidou dengan suara agak berat dari biasanya.
Kaname hanya tersenyum simpul. Dia menyingkapkan kerah bajunya untuk menyiapkan lehernya yang jenjang itu agar mudah dihisap.
"Eh?" Aidou terbelalak. Dia tak sampai berpikir kalau ketuanya itu akan memberikan darah untuknya. Tetapi keterkejutannya segera sirna, rasa haus dan nafsulah yang memenuhi dirinya saat ini. Tanpa diberi aba-aba Aidou langsung menggigit leher Kaname itu. Menghisap darah sebanyak-banyaknya agar rasa haus dan dahaganya segera hilang. Sementara itu Kaname hanya bisa mendesah, menikmati sensasi gigitan Aidou yang hanya bisa dirasakan olehnya yang vampire itu. Rasa nikmat ketika digigit dan saat menggigit hanya bisa dirasakan kaum vampire. Meskipun darah vampire dihisap banyak, darah itu tak akan pernah habis karena akan terus teregenerasi dalam tubuh vampire. Dengan cepat kaum vampire dapat membentuk sel-sel darah baru. Tak ada kata animea dalam kamus vampire. Yang ada hanya rasa haus akan darah. Karena darah adalah minuman pokok bagi kaumnya. Dehidrasi darah *?*
Setelah cukup akhirnya Aidou melepaskan gigitannya dari Kaname. Dia menghapus sisa darah yang ada di mulutnya dengan cepat. Sementara Kaname menyeka darah yang masih keluar dari lehernya, dan dengan kekuatan Kaname yang pureblood luka gigitan itu segera menutup.
"Te…terima kasih Kaname-sama," Aidou berterima kasih sambil membungkukkan badannya. Kini dia telah terlihat seperti Aidou yang biasanya, mata hitamnya rambut pirang dan kuku yang rapi. Wajahnya juga tidak semengerikan tadi tetapi telah berubah ceria dan terlihat tampan seperti Aidou yang biasanya.
"Tidak apa-apa," jawab Kaname santai.
"Saya tidak akan mengulanginya lagi." Aidou membungkuk lagi.
"Sudahlah. Yang penting jangan sampai kau berniat menyerang Yuki lagi ya," lanjut Kaname dengan gayanya yang elegan.
"Ng? Ba.. Baik Kaname-sama" Aidou terlonjak. Kaname tahu kalau dia mengincar Yuki? Bau darah Yuki tercium sangat menggoda. Makanya dia tidak bisa menahan lagi ketika mencium baunya untuk yang kedua kalinya.
Darah Kaname yang dia rasakan juga sangat nikmat, lebih nikmat dari darah vampire lain. Maklumlah Kaname kan golongan vampire keturunan darah murni dari keluarga Kuran yang sangat disegani seluruh kalangan vampire. Tentu saja darahnya nikmat. Tetapi anehnya, darah Kaname yang dia rasakan itu juga sama dengan rasa dan aroma dari darah milik Yuki. Aidou pernah merasakannya dulu waktu Yuki terluka saat patroli sebagai guardian. Untung saja waktu itu Zero segera datang menghentikannya.
"Fuh… Bagus," jawab Kaname singkat kemudian dia segera beranjak dan keluar dari kamar Aidou. Aidou masih terbengong-bengong dibuatnya.
-TO BE CONTINUED-
Review?