Halo minna… ^_^

Hajimemashite, watashi wa undine-yaha desu. Saya author baru di sini dan ini adalah fic Eyeshield 21-ku yang pertama. Terima kasih buat RisaLoveHiru yang sudah bersedia menjawab pertanyaanku tentang fic ini! ^^v

Nah, mari kita mulai saja ceritanya…aku berharap semoga kalian menyukainya.

An Eyeshield 21 Fanfiction

Flowers

Chapter 1: Welcome to Deimon High School

Written by : undine-yaha

Disclaimer: Inagaki Riichiro and Murata Yuusuke

Warning: OOC's POV!

Teng…Teng…Teng…Teng…

Bel masuk sekolah berbunyi. Aku mengikuti langkah pak guru menuju deretan kelas X dan berhenti di depan kelas X-2. Tiba-tiba aku jadi gugup.

Oh,ya. Aku lupa memperkenalkan diri. Aku adalah agen rahasia yang ditugaskan untuk memperbaiki hubungan antara setan dan malaikat.

Terdengar mustahil ya?

Yeah, memang, tapi itulah tugasku. Aku harus melakukannya dan kalau gagal akan membuat hubungan mereka berakhir dengan sakit hati. And I don't like that.

Aku nggak sendirian, ada satu agen lagi, cowok, yang membantuku. Dia agen yang hebat, dia mampu membaca karakter dan tingkah laku orang, kharismatik, pandai bersosialisasi, pandai berbicara di depan umum…tapi dia nggak suka Jepang dan American Football. Jadi, akulah yang dipilih menjadi agen utama karena aku sudah hafal dan mengerti betul klub Amefuto Deimon Devil Bats, sementara dia masih mengandalkan buku panduan yang diberikan pimpinan.

Jadi, disinilah aku sekarang. Di SMA Deimon, Tokyo, Jepang. Memakai seragam sekolahnya: kemeja putih, dasi pita merah, blazer hijau, rok hijau di atas lutut, kaus kaki hitam yang tingginya di bawah lutut dan sepatu sekolah, tentunya. Rok di atas lutut ini membuatku nggak nyaman. Tapi nanti juga terbiasa, lah.

"Nah, ganti sepatumu," Pak Guru membuyarkan lamunanku.

"Eh, hai, Sensei," aku mengganti sepatuku, menaruhnya di rak yang kosong di dekat pintu dan memakai sepatu kanvas putih untuk dalam ruangan.

"Tunggu di sini ya," kata Pak Guru ramah. Ia menggeser pintu dan masuk ke dalam ruangan kelas.

"Selamat pagi, anak-anak…"

"Pagi pak….!"

"Hari ini kelas kita mendapat siswi baru…," Pak Guru menoleh ke luar, ke arahku. "Ayo, masuklah."

Dengan agak gugup aku memasuki ruangan kelas itu. Hwah, begini ya rasanya jadi murid baru? Tegang, tapi asyik.

"Nah, ini dia, maaf, siapa namamu tadi? Houkiboshi?"

Houkiboshi? Wow. Aku kok nggak kepikiran nama itu ya? Houkiboshi 'kan artinya komet. Keren tuh. Tapi…aku sudah memilih namaku sendiri, dan aku punya firasat baik dari arti namaku ini.

"Perkenalkan dirimu ya," ujar Pak Guru. Aku mengangguk.

"Hajimemashite," aku membungkuk memberi hormat kepada teman-teman dan tersenyum, "Watashi wa Aoihoshi Hana desu. Douzo yoroshiku onegaishimasu!" aku kembali membungkuk dan tersenyum pada seisi kelas. Ada yang mengangguk, ada yang cengengesan mendengar namaku yang aneh. Namanya juga nama samaran!

"Aoihoshi, duduklah di bangku yang kosong di belakang sana,ya. Bapak akan segera memulai pelajaran."

Aku segera menuju bangku yang ditunjuk oleh Pak Guru. Ih, aku nggak suka duduk di belakang. Papn tulis jadi kelihatan jauuuuhh… Saking gugupnya aku tidak melihat kanan-kiri dan segera duduk, menaruh tas, mengeluarkan buku dan alat tulis.

Saat Pak Guru asyik menulis di blackboard, aku menoleh ke kiri. Seorang cowok berambut cokelat hazelnut tertangkap sedang melihatku. Eeh…ternyata dia, toh. Beruntung sekali aku bisa duduk di sini. Karena tau dia nggak akan menyapaku duluan, aku menyapanya.

"Kobayakawa Sena 'kan?"

"HIE? I-iya…itu aku."

"AISHIRUDO NIJUUICHI!" aku berkata dengan nada pura-pura antusias.

"HIEEE?" Sena tambah panik, "Memang aku se-terkenal itu ya?" dia memegangi kepalanya, khas Sena kalau malu.

"Tentu saja! Ah, beruntung sekali aku bisa sekelas denganmu!" aku menoleh ke Pak Guru untuk memastikan situasi, aman! "Aku ingin ikut ekskul amefuto, dong!" kataku semangat, betulan.

"HIEEE?"

"HUH?"

"HUUH?"

"HUUUH?"

Aku menoleh ke belakang. Ternyata Ha-ha Brothers duduk di belakang kami.

"Wah! Ada Ha-ha Bersaudara!" aku menyapa mereka.

"KAMI BUKAN SAUDARA!"

"Kobayakawa! Aoihoshi! Jumonji! Kuroki! Toganou!" Pak Guru ini menegur atau ngabsen, sih… "Cepat catat ini di buku kalian! Berkenalannya nanti saja jam istirahat!"

"Baik, Paak! Maafkan kami!"

Aku menangkupkan tangan meminta maaf pada mereka. Kemudian mengalihkan perhatianku ke papan tulis. Sena juga mulai mencatat, sementara Ha-ha Bros masih memperhatikanku penasaran. Tiba-tiba HP-ku bergetar. Melihat Pak Guru sedang menulis kembali, aku mengambilnya. Oh…ada SMS dari dia.

Message: Aku sekelas dengan anak cowok yang mukanya kaya' monyet. Sedikit-sedikit dia ngomong MAX, MAX, apaan sih.

Aku tersenyum geli. Pasti itu Raimon Tarou alias Monta. Dia harus sering-sering membaca buku panduan dan menghafalkannya!

"Aoihoshi benar-benar mau masuk klub amefuto?" Sena bertanya padaku. Jam istirahat telah tiba semenit lalu.

"Panggil Hana saja. Iya!" jawabku polos. Ha-ha Brothers bahkan meluangkan waktu untuk ikut ngobrol dengan kami.

"Ano…Hana-san, bukannya tidak boleh…tapi…duuuh….bagaimana ya…," Sena terlihat bingung. Ia melirik ke Ha-ha Bros meminta bantuan.

"Begini, kapten kami itu…," Jumonji mengawali.

"…Sangat kejam…," Kuroki melanjutkan.

"…Kapten kami itu setan!" Toganou mengakhiri lalu kembali membaca Shonen Jump-nya.

"Aku sudah tahu. Hiruma Youichi, 'kan?" tanyaku santai.

"HIE? Kok kamu tahu, sih?"

"Sebelum masuk ke SMA ini, aku sudah membaca buku panduannya…dan karena aku mau ikut ekskul amefuto, aku membaca segala informasi tentang klub Devil Bats," kataku bohong. Nggak ada kok buku panduan dari Deimon. "Makanya aku tau kalian. Cowok yang duduk di dekat jendela itu," aku menunjuk Satake, "Anak basket dan juga anak amefuto, kan?"

"I-iya..kamu betul." Sena mengangguk-angguk.

"Dan juga yang disebelahku in—"

"A-ha-haa! Pasti aku yang kaumaksud 'kaaaan?" Natsuhiko Taki a.k.a. Ryu langsung menyahut dengan pedenya. Aku hanya mengangguk kalem.

"Tapi, aku serius. Hiruma itu benar-benar setan…akan berbahaya masuk klub amefuto buatmu," ujar Jumonji serius.

"Itu nggak akan membuat kesukaanku pada American football berubah kok! Dia nggak menghalangi semangatku untuk ikutan klub!" kataku antusias dan jujur, "Aku mungkin nggak akan bisa jadi pemain hebat seperti kalian…," kataku pelan, "Tapi aku sangat senang andaikan bisa ikut klub olahraga yang aku suka." Aku memang suka American football. Meskipun cara main dan aturannya aja aku nggak ngerti, tapi kalau melihat pertandingan, rasanya keren.

Mereka tersenyum mengerti. "Kami juga sangat menyukai amefuto…," ucap Sena.

"Jadi?"

"Meskipun Kak Hiruma itu kejam pada awalnya, sesungguhnya dia senior yang sangat hebat, sih… Kau mungkin tidak akan berpengaruh buat kami, para pemain…," ujar Sena perlahan, takut kalau aku tersinggung, "Tapi, Kak Mamori dan Suzuna pasti akan senang dengan kehadiranmu…, kalau begitu…," Sena berdiri, "Akan kuperkenalkan kau ke Kak Mamori supaya dia bisa membantumu!"

"Kak Mamori? Maksudmu, Anezaki Mamori?"

Sena mengangguk.

"WAAAH!" aku meloncat berdiri dari kursiku, "Aku sangat mengidolakan dia!" kataku antusias. Aku benar-benar menyukai Kak Mamori. "Kau akan memperkenalkan aku padanya? Sekarang?"

"Tentu. Ayo," ujar Sena sambil melangkah keluar. Aku mengikuti dibelakangnya. Aku merasa sangat senang! Kami menyusuri koridor kelas XI. Ah…aku bisa mengenalinya dari jauh. Cewek tinggi berkulit putih, cantik, berambut pendek berwarna cokelat terang, bermata biru, dan sedang mengobrol bersama dua sahabatnya.

"Mamori-neechan!" Sena memanggil. Gadis itu menoleh.

"Sena? Ada apa? Kau mau makan siang? Akan kubelikan…"

He? Kumat deh overprotective-nya.

"Bukan, bukan itu, Kak! Ano…aku ingin memperkenalkan teman baruku…"

"Oh?" Mamori menoleh ke arahku.

"Hajimemashite, watashi wa Aoihoshi Hana desu!" ucapku sambil membungkuk, "Senang bisa berkenalan dengan Kak Anezaki!" aku tersenyum girang sekali.

"Ah, senang berkenalan denganmu. Panggil Kak Mamori saja ya, dan aku akan memanggilmu Hana-chan," ucap Mamori ramah dan mengeluarkan senyum malaikatnya.

Wow.

Gimana ya…senyumnya itu indah, cantik, ramah, tulus…dan pandangan matanya sangat baik, memancarkan hatinya yang baik juga. Aku yang perempuan saja terpana. Nggak heran banyak cowok yang mendekatinya. After all, aku mengaguminya. Cuma orang bego yang nggak mempedulikan dan kagum akan kebaikan hati dan keramahannya.

Tunggu. Berarti, Hiruma bego, dong?

….

Lupakan saja pemikiranku barusan.

"Dia ingin ikut ekskul amefuto," ucap Sena pada Mamori.

"Apa?" Mamori kaget seketika. Bahkan wajah kagetnya cantik sekali.

"I-iya…," kataku mengiyakan. Pipiku jadi merah karena terlalu bersemangat.

"Ya ampun! Tapi, Sena, kau sudah?"

"Sudah, Kak. Hana bilang sudah tau semua itu…jadi kubawa dia kemari…"

Mamori memandangku dengan prihatin seakan aku ini korban banjir.

"Hana-chan yakin mau ikut ekskul amefuto?" tanyanya ramah sekali.

"Aku yakin! Soalnya aku sangat suka amefuto!" jawabku mantap.

Mamori menghela nafas, "Baiklah kalau begitu. Sepulang sekolah nanti, tunggulah di kelasmu. Aku akan menjemputmu, kita ke ruangan klub. Bukannya aku menakut-nakuti, tapi, persiapkanlah mentalmu dari sekarang, oke?" Mamori berkata dengan mimik serius. Dan, masih cantik.

"Baik, Kak! Doumo arigatou gozaimasu," kataku, agak sedikit gugup.

"Nah, kembalilah ke kelas kalian karena sebentar lagi masuk."

"Baik! Permisi, Kak!"

Begitu Bu Guru selesai memberikan kata-kata berpamitan, Sena, Ha-ha Bersaudara dan Ryu.

"Kami duluan! Kalau terlambat bisa dibunuuuh!" teriak Sena sambil melesat.

"Iyaa! Ganbatte yo!" jawabku. Sebentar saja, Kak Mamori sudah berada di depan pintu kelasku.

"Hana-chan, ayo."

Aku menghampirinya, dia langsung menggandeng tanganku ramah. Kami berjalan berdua menuju ruang klub. Sepanjang jalan ia banyak bercerita tentang Devil Bats, dan tentang Hiruma juga tentunya. Aku memulai pertanyaan jahil pertamaku.

"Oh…begitu ya. Kak Mamori sepertinya tau banyak ya, tentang Kak Hiruma? Sepertinya kalian sangat dekat?" tanyaku (pura-pura) polos.

"Ah, bukan begitu…soalnya…dia 'kan kapten," ucap Mamori ngawur dan tidak terjebak dengan pertanyaanku. Tapi wajahnya jadi merah. Aku tersenyum geli. Tenang saja, Kak Mamori sayang, karena tak lama lagi akan banyak aksiku yang akan membuat wajahmu merah seperti udang rebus.

Akhirnya kami sampai di depan ruangan klub.

"Baiklah," ia meremas bahuku, "Seperti yang kukatakan tadi, apapun yang dia katakan, sekasar apapun, jangan dimasukkan ke dalam hati. Dan…jangan menangis karena dia malah akan marah padamu," ucap Mamori serius. Aku jadi tegang, tapi kukepalkan tanganku, aku harus berani karena ini baru langkah awal untuk menyelesaikan misiku.

Mamori membuka pintu, "Siang semua…"

Aku masuk duluan dan Mamori berada di belakangku.

Itu dia.

Dia sudah berdiri menunggu di depan meja, dihadapanku dan Mamori.

Cowok itu tinggi ramping, rambutnya spike dan dicat pirang, memakai dua anting-anting di masing-masing telinganya, juga blazer seragamnya yang nggak pernah dikancing. Dia berdiri tegak dengan tangan kanan di dalam saku, dan tangan kiri memegang buku kecil hitam bertuliskan Akuma Te Chou atau Devil's Handbook. Bola mata hijau zamrudnya memancarkan kilau jahat. Terakhir, dia tersenyum mengerikan memperlihatkan taring-taringnya yang menyeramkan…

Itu dia.

Hiruma Youichi.

[Flowers chapter 1, the end]

Ah…pendek sekali ya ceritanya? Tapi ini masih awal sekali…untuk itulah aku mengucapkan terima kasih buat kalian yang sudah meluangkan waktu untuk membaca fic abal dan gaje-ku ini. Aku mohon review-nya, ya! Anonymous juga boleh! Entah itu saran ataupun kritik aku sangat mengharapkannya! Kalau boleh aku ingin minta saran…sebaiknya untuk 'kakaknya Suzuna' nama mana yang kupakai, Taki atau Ryu? Baiklah, itu saja… Doumo arigatou gozaimasu! -__-