Orihime's Caramel Diary

Summary:

Kehidupan di Las Noches bagi Orihime sama seperti memakan sepotong permen caramel. Awalnya kamu akan merasa kesal karena permen tersebut lengket di gigi dan di setiap sela mulutmu, namun tak lama kemudian rasa manis itu akan segera terasa. Karamel pada awalnya hanya sebuah produk simpel dari campuran gula dan air, namun Orihime memiliki campuran sendiri untuk karamelnya. UlquiHime, slight GrimmHime, slight StarrkHali. Read n Review!


Author Notes:

Umm, maaf kalau fic ini agak gaje dan OOC, harap dimaklumi karena ini fanfic pertama saya.

Read and review aja yah! I hope you enjoy your reading! :)

Disclaimer:

Bleach hanyalah milik Tite Kubo seorang! Kalau saya yang jadi author Bleach, Ulquiorra pasti masih hidup sampai sekarang :p


Chapter 1

Ulquiorra's Little Kindness

Malam itu Ulquiorra baru saja selesai berpatroli seputar Las Noches atas perintah dari sang pencipta, Sousuke Aizen. Situasi suram dan hening di tempat besar ini memang tak pernah berubah. Las Noches tidak pernah terasa hidup, selain karena semua yang berada di sini sudah mati – kecuali satu orang.

Espada bermata emerald itu kemudian memandang bulan di langit Hueco Mundo. Dengan sekali lihat saja, dia sudah tahu, sekarang ini sudah lewat tengah malam.

'Tugas selesai. Sekarang saatnya tidur,' pikirnya kemudian berjalan menyusuri koridor panjang menuju kamarnya.

Dengan langkah elegan Ulquiorra melewati pilar demi pilar, sampai akhirnya dia sampai di tempat yang tiap hari selalu dikunjunginya – kamar perempuan itu. Dia menyembunyikan reiatsunya, karena dia tidak mau perempuan itu terbangun dan terduduk lemas hanya karena merasakan reiatsu miliknya yang terlampau kuat. Ulquiorra ingat betul saat Aizen-sama menghukum si bodoh Grimmjow karena dia dengan luwesnya memamerkan reiatsunya, walau hanya dari balik pintu Orihime sudah ketakutan, dan membuat perempuan berambut orange itu tidak bisa tidur. Aizen-sama tidak mau 'putri Las Noches' nya merasa tidak nyaman di istananya. Sejak saat itu tiap Espada diwajibkan menyembunyikan reiatsu saat berada di sekitar Orihime.

'Apa dia sudah tidur?' Ulquiorra bertanya dalam hati. Dia mendekatkan telinganya tepat di daun pintu kamar Orihime. Dia mendengar sesuatu, yang biasanya tidak pernah dia dengar tiap malam.

Suara sesengukan. Perempuan itu sedang menangis?

'Ah, mungkin salah. Lagipula untuk apa aku memikirkannya?' dengan cuek Ulquiorra membalikkan badannya, segera beranjak pergi. Namun dia mendengarnya lagi, kali ini suara sesengukan itu terdengar makin keras.

Ulquiorra tidak tuli.

Suara tangisan seorang Orihime Inoue seharusnya sama saja seperti tangisan manusia lain, memperlihatkan betapa lemah dan rapuhnya spesies itu. Dia sudah berulang kali mendengar manusia menangis, bahkan melihat wajah mereka yang basah oleh air mata. Itu pemandangan biasa, tak menyentuh hati, yang Ulquiorra sadar betul tak dimiliki olehnya. Namun yang dirasakan Ulquiorra berbeda. Untuk pertama kalinya, dia merasa penasaran.

'Apa dia mimpi buruk?' pikiran itu tiba-tiba terlintas dan sekejap Ulquiorra menggelengkan kepalanya, 'ada apa denganku, daritadi aku selalu khawatir padanya… padahal aku tahu itu tidak penting.'

Banyak asumsi yang muncul di pikirannya, mengenai alasan mengapa Orihime menangis. Satu, dia sedang mimpi buruk. Memang, tak jarang manusia menangis hanya karena mendapat bunga tidur yang tidak mengenakkan. Lemah, pikirnya.

Kedua, apa karena tadi Nnoitra sempat menakutinya sepulang bertemu dengan Aizen-sama? Betapa lemahnya manusia. Hanya karena diancam sedikit saja sudah menangis? Sungguh menyedihkan.

Ketiga, dia sedang sakit. Ulquiorra terdiam sejenak. Sakit? Sel-sel syaraf di otak Ulquiorra langsung berpikir cepat. Kalau benar perempuan itu sakit, tentu orang pertama yang akan diinterogasi Aizen-sama adalah dirinya, orang yang diberi tanggung jawab penuh untuk mengawasi dan menjaga Orihime selama di Las Noches.

Ulquiorra menghela nafas. Mungkin dia memang harus mencari tahu apa yang menjadi penyebab perempuan itu menangis.

"Onna, aku masuk." Dengan perlahan Ulquiorra membuka pintu besi super kuat itu. Di dalam ruangan kecil itu ada Orihime, sedang duduk di sofa putih tulang di dekat dinding. Dia menekuk lututnya, menyembunyikan wajahnya di balik rambut orangenya yang panjang.

Ulquiorra melangkah mendekati Orihime. Perempuan itu tetap tidak mengangkat wajahnya, dan tetap terisak. Entah mengapa, Ulquiorra makin penasaran.

"Onna," panggilnya tanpa nada.

Orihime tidak menjawab.

Merasa diacuhkan, Ulquiorra mengangkat muka Orihime yang semula menempel lekat dengan lututnya. Wajah stoic Espada itu tidak berubah sampai dia melihat wajah perempuan yang punya kekuatan dewa itu.

Wajah cantik Orihime sedikit lebam, pipinya bengkak. Mata Ulquiorra membulat kaget. Orihime melepaskan diri dari Ulquiorra lalu menghapus air matanya.

"A-ada apa kemari, U-Ulquiorra? I-ini kan sudah lewat jam makan malamku," dengan senyum yang dipaksakan Orihime berkata.

"Apa yang terjadi?" tanya Ulquiorra datar.

Orihime mulai panik. "Umm, tadi aku sedang bermimpi naik robot besar kemudian terbang ke langit, tapi kemudian aku terjatuh dari sofa… lalu umm, wajahku terbentur meja-"

Ulquiorra memnyipitkan matanya. Sejak Orihime mulai mengatakan 'bermimpi', Arrancar stoic itu tahu kalau Orihime berbohong. Dia menghela nafasnya kemudian bertanya sekali lagi, "Apa yang terjadi, onna?"

Orihime menundukkan kepalanya, jemari lentiknya menggenggam rok dari kostum Arrancarnya. Ulquiorra mengamati kalau tangan Orihime gemetar.

"Ada yang memukulmu tadi." Itu bukan pertanyaan. Gemetar Orihime makin parah, dia bisa merasakan air matanya hampir tumpah lagi.

"Jadi aku benar. Siapa yang memukulmu, onna?" Ulquiorra bertanya tetap dengan nada bicara yang datar. Siapapun yang sudah memukul Orihime tadi, berarti benar-benar tidak sayang nyawa. Siapa orangnya, berani betul menyentuh, bahkan memukul 'putri' kesayangan Aizen-sama, yang juga merupakan tanggung jawabnya.

"….t-tadi ada tiga Arrancar perempuan datang k-kemari… Salah satu dari mereka memukulku saat kami… sempat adu argumen…" suara Orihime pelan sekali, Ulquiorra bersyukur karena dia memiliki pendengaran yang super tajam. Ulquiorra langsung tahu siapa mereka.

"Aku mengerti," jawab Ulquiorra kemudian membalikkan tubuhnya. Ujung ekor jaketnya berkibar karena gerakan Espada itu. Tepat di depan pintu, Ulquiorra berhenti.

"Gunakan kemampuanmu untuk menyembuhkan lukamu, onna. Aizen-sama tak akan senang melihatnya," katanya datar.

"Shun Shun Rikka-ku… diambil mereka…" mendengar perkataan Orihime, untuk sekali lagi mata emerald Ulquiorra melebar, "… m-mereka tahu itu benda yang sangat penting untukku, tapi…" Orihime tak sanggup menyelesaikan perkataannya, dia menangis lagi.

Benar-benar perempuan yang lemah, pikir Ulquiorra dalam hati.

"Aku akan segera kembali." Hanya itu perkataan terakhir Ulquiorra sebelum dia menutup pintu.

Ulquiorra merasa marah. Tunggu-marah? Sejak kapan dia memiliki emosi seperti itu? Ulquiorra memang merasa malu karena tak bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Tak bisa dibayangkan betapa bahagianya Grimmjow jika mengetahui kejadian memalukan ini dan melihat Aizen menceramahi Ulquiorra yang telah lalai.

'Aku harus menyelesaikan semua, sebelum ada orang lain lagi yang tahu.'


Kamar Arrancar perempuan di Las Noches letaknya tidak jauh dari kamar Orihime. Ulquiorra sudah tiba di depan kamar salah satu pelaku, Loly. Ulquiorra tersenyum sinis saat mengetahui di kamar itu ternyata Loly tidak sendiri, karena Espada keempat itu juga mendeteksi reiatsu Menoly dan Cirucci. Perfect timing.

Ulquiorra baru akan membuka pintu, sampai dia mendengar tiga Arrancar di dalam kamar berbicara.

"Kau lihat wajahnya tadi saat kutampar, Menoly?" suara genit itu, Ulquiorra sudah hafal betul. Suara Numeros, Loly.

"Oh, tentu aku melihatnya, Loly. Tidak bisa kubayangkan ada manusia yang tidak menangis saat ditampar oleh seorang Arrancar," Menoly menjawab pertanyaan temannya itu. Ulquiorra tetap mendengarkan percakapan mereka sambil menyembunyikan reiatsunya.

"Tapi, Loly… Apa tindakan kita tadi tidak berlebihan? Aku merasakan kemarahannya saat kamu… merebut jepit rambut kesayangannya," suara Cirucci yang agak cemas terdengar dari balik pintu.

"Dia pantas mendapatkannya," Loly menjawab dingin. "Aku tak suka manusia itu. Dia merebut semuanya. Semuanya, Cirucci!" teriakan Loly menggema.

"… Aku tahu kamu membencinya, Loly… T-Tapi bagaimana kalau Aizen-sama sampai tahu…?" Menoly bertanya dengan sedikit ketakutan saat menyebut nama 'Aizen-sama', Ulquiorra bisa mendeteksi dari perubahan reiatsunya.

"Aizen-sama tidak akan mengetahuinya. Lihat saja apa yang akan kulakukan pada perempuan itu kalau dia sampai mengadu pada Aizen-sama," Loly menggeram kesal.

"… bagaimana dengan Ulquiorra, Loly? Yang kutahu Ulquiorra yang diserahi tugas untuk… menjaganya?" Cirucci tiba-tiba menyebut nama Ulquiorra, membuat mata Cuatro Espada melebar.

"Perempuan itu takkan berani mengatakannya pada Ulquiorra. Lagipula, Espada dingin seperti dia, mana mungkin peduli dengan apa yang terjadi pada perempuan itu?" Loly berteriak lagi, membuat telinga Ulquiorra terasa panas.

'Ini sudah cukup jadi bukti, kalau ternyata memang benar mereka bertiga yang mengganggu perempuan itu.' Ulquiorra menghela nafas kemudian menendang pintu tersebut hingga terlempar ke dalam ruangan.

Loly terkejut melihat Ulquiorra datang kemari. Ada apa Espada datang kemari, tengah malam pula, dan terlebih, Ulquiorra? Pikiran Loly tidak secerdas Cirucci yang langsung gemetar saat melihat Ulquiorra berdiri di ambang pintu.

"Ulquiorra? Ada perlu apa kamu ke kamarku, dan bahkan menghancurkan pintuku?" Loly protes. Menoly memilih untuk menutup mulutnya. Mata hijaunya bertatapan dengan mata hitam Cirucci. Dua Arrancar ini sama-sama ketakutan, dan jika intuisi Menoly benar, kedatangan Ulquiorra memunculkan firasat tidak enak di pikirannya.

"Loly-" Cirucci berusaha mengingatkan namun Loly makin naik darah karena pertanyaannya tidak digubris Ulquiorra yang sekarang makin mendekati tiga Arrancar perempuan yang sedang berada di ranjang itu.

"Mana Shun Shun Rikka milik perempuan itu?" Tanya Ulquiorra datar. Reiatsu Ulquiorra terasa menyesakkan, Menoly bahkan sampai tidak bisa bergerak, demikian pula dengan Loly. Cirucci semakin ketakutan. Privaron Espada itu lalu mengambil jepit rambut Orihime yang dari tadi diletakkan di atas meja rias. Dengan gemetar dia menyerahkan benda itu pada Ulquiorra, yang diterimanya dengan tatapan sinis.

"Cirucci!" Loly protes, "Kenapa kamu memberikannya pada Ulquiorra! Sekarang apa yang bisa membuat kita se-"

PLAK! Ulquiorra menampar pipi Loly hingga perempuan kuncir dua itu terlempar ke pojok ruangan, menghantam dinding putih kamar tersebut. Dinding langsung retak padahal Ulquiorra hanya menampar Loly dengan tenaga yang biasa saja.

"Loly!" Cirucci dan Menoly berteriak kaget, belum sempat mereka beranjak, Ulquiorra juga menampar mereka sehingga mereka bernasib sama seperti Loly, menghantam dinding.

"Berterimakasihlah padaku yang memilih untuk tidak memberitahu tindakan kalian pada Aizen-sama," Ulquiorra memandang dingin Arrancar-Arrancar tersebut, "…karena aku tidak mau Aizen-sama mengotori tangannya hanya untuk menghukum kalian."

"Ulquiorra! Perempuan itu pantas mendapatkannya!" Loly berteriak marah dan berdiri menantang Ulquiorra, namun Cirucci dengan cepat menahan temannya itu.

"Oh?" jawab Ulquiorra datar.

"Dia merebut perhatian Aizen-sama, Gin-sama, Tousen-sama bahkan para Espada! Aku tidak terima!" teriakan Loly makin menyesakkan telinga Ulquiorra. Dia mendengus pelan kemudian membalikkan tubuhnya.

"Hei! Tunggu kau! Aha… pasti perempuan itu mengadu padamu bukan! Dia mengadu padamu dengan muka innocent-nya! Dan kamu dengan mudahnya luluh padanya, Ulquiorra!" Loly makin berkicau.

"Loly, sudah-" Menoly berusaha menenangkan Loly.

"M-maafkan kami, Ulquiorra…" Cirucci berkata lemah, menundukkan mukanya.

Ulquiorra langsung bersonido lagi, meninggalkan Loly yang masih marah-marah itu bersama dua orang temannya.

Orihime terduduk gelisah di sofa besar itu. Dia gemetar lagi. Apa yang terjadi pada Shun Shun Rikkanya sekarang? Apa mereka sudah menghancurkannya? Pikiran itu membuat mata Orihime tergenang. Shun Shun Rikka adalah satu-satunya kenangan dari Sora, kakak laki-lakinya yang sudah tiada, untuk melindungi Orihime.

"Onii-san…" Orihime berkata pelan, "… kalau Shun Shun Rikka sudah tidak ada, aku harus bagaimana…?"

"Onna. Aku kembali." Suara datar itu membuat Orihime berdiri dari sofa, dengan cepat dia menghapus air matanya lagi.

Dengan cepat Ulquiorra sudah membuka pintu lalu berdiri di depan Orihime. Mata Orihime melebar karena terkejut. Mukanya langsung memerah. Wajah mereka dekat sekali. Orihime merasakan tangannya terangkat dan dia melihat ke bawah, mulutnya menganga saat melihat tangan Ulquiorra-lah yang mengangkat tangannya. Perlahan Ulquiorra membuka tangan Orihime yang sedari tadi mengepal, dan meletakkan Shun Shun Rikka di telapak tangan itu.

"Shun Shun Rikka? Ulquiorra-"

"Cepat sembuhkan dirimu, onna." potongnya datar.

Orihime mengangguk. "Soten Kesshun," ucapnya pelan.

Dua peri kemudian terbebas dari jepit rambut heksagonal itu kemudian membentuk selimut keemasan di sekitar wajah Orihime. Perlahan luka lebam dan pipinya yang bengkak kembali seperti sediakala. Dengan berat hati Ulquiorra harus mengakui kalau dia mengagumi kemampuan menyembuhkan milik perempuan di hadapannya ini bukanlah kemampuan biasa. Kemampuan dewa, yang luar biasa.

"T-Terima kasih, Ulquiorra…" Orihime tersenyum setelah kedua peri tadi selesai melaksanakan tugasnya. Senyum kali ini tetap diiringi air mata, namun bukan kesedihan yang tergambar dari tangisan itu.

Orihime senang.

"Terima kasih…" melihat senyumnya, perut Ulquiorra serasa geli. Dia memaki dirinya sendiri atas perasaan geli tersebut.

"Jangan sampai terjadi lagi onna," Ulquiorra mengingatkannya kemudian berbalik pergi.


Orihime memakai jepit rambut kesayangannya itu di rambut orangenya. Perasaannya sudah lebih baik sekarang. Setelah berbaring di sofa dan menyelimuti diri dengan selimut, pandangan Orihime tertuju pada tangan kanannya, yang tadi dipegang Ulquiorra.

Sentuhannya terasa hangat dan lembut, jauh berbeda dari apa yang dia bayangkan sebelumnya. Walaupun perkataan Ulquiorra selalu sedingin es, sentuhannya berkontradiksi.

Muka Orihime memerah mengingat kejadian tadi. "Duh! Ada apa sih ini!" Orihime segera menutupi dirinya dengan selimut, bergegas tidur.

Wajah Cuatro Espada itu terbayang di pikirannya. Orihime tersenyum. 'Terima kasih, Ulquiorra.'


Ulquiorra memandangi langit-langit kamarnya. Dia sudah bersiap untuk tidur tapi wajah Orihime yang tersenyum tadi… tak bisa hilang dari pikirannya.

'Perutku terasa geli saat melihat perempuan itu tersenyum. Apa ada yang salah dengan tubuhku?' Ulquiorra bertanya pada diri sendiri.

Sadar kalau pertanyaan itu tidak berguna, Ulquiorra memilih untuk segera tidur.


Chapter 1 selesai!

Huffh, semoga aja readers sekalian enjoy membacanya ya…

Mohon reviewnya ya, thanks! :D