Akhirnya melanjutkan fict yang ini :D maaf udah lama ilang dari HMI (dari FFN malah). Moga2 kemampuan menulis nggak menurun. Tanpa banyak basa basi, selamat membaca~ ^^

WARNING : Minim deskripsi, kebanyakan titik-titik, adegan-adegan pendek, Gray kayaknya OOC, A/N 'cukup' panjang, bla-bla-bla~~

I don't have Harvest Moon~ I'm only a fan~ with some imagination to write down :)

Gray's Little 'Holiday'

-Part II-


Gray's POV

Putih.

Kemanapun aku melihat, hanya putih bersih. Dunia tanpa bayangan. Yang ada hanya diriku sendiri.

Sunyi…

Tap. Tap. Tap.

Suara? Seseorang menuju sini?

Aku mengalihkan pandanganku ke arah datangnya suara itu, dan hanya dapat melihat siluet seseorang. Sekujur tubuhnya dikelilingi cahaya putih, seperti seorang malaikat.

Siapa?

Tap. Tap. Tap.

Entah sejak kapan, di sebelahku Cliff berdiri, juga memandang ke arah yang sama denganku. Tidak hanya Cliff. Kakek, Mayor, semua warga desa lainnya juga ada di sini, memandang ke arah siluet tersebut.

Siapa? Sosok siapa itu?

Tap. Tap. Tap.

Perlahan tapi pasti, sosok itu semakin mendekat, hingga aku dapat mengenalinya. Suaraku tertahan di tenggorokan, dan aku membatu melihat sosoknya yang kini tidak mengenakan pakaiannya yang biasa.

Tap. Tap. Tap.

Ia terus berjalan. Mendekat. Melewatiku. Menuju sebuah panggung. Menuju… orang itu.

Keduanya tersenyum satu dengan lain. Walau aku benci untuk mengakuinya, sosoknya saat ini adalah sosoknya yang paling cantik.

Aku benci. Karena ia dapat menjadi seperti itu bukan karenaku. Tetapi karena orang itu.

Kata-kata sakral pengikat janji keduanya diucapkan. Keduanya mengikat janji mereka di panggung itu, dengan tepuk tangan dan sorak sorai dari seluruh penduduk desa sebagai ganti musik yang sudah terhenti.

Ketika keduanya membalikkan badannya, tepuk tangan dan sorak sorai menjadi sambutan mereka disertai senyuman bahagia dari semuanya. Aku ikut bertepuk tangan pelan.

Sesaat kulihat gadis dan pemuda itu menatapku dan kubalas dengan seulas senyum tipis, agar ia tidak kecewa di hari bahagia ini. Walau dalam hati rasanya aku ingin meraung-raung akan ini.

Hari itu, saat itu, cintaku kandas. Tidak. Bahkan jauh sebelum hari itu. Sejak jauh hari, aku tahu perasaanku tidak akan terbalas.

Aku tahu.

Bahwa hatinya tidak akan menjadi milikku.

"Hey, Gray, bangun!"

Membuka kedua kelopak mataku, langit-langit berwarna oranye disertai wajah menyebalkan kakek langsung terlihat olehku. "Mimpi…" desahku pelan. Bangun dari posisi tidur, aku menghela napas dalam-dalam sambil memijit keningku dengan sebelah tangan.

"Kenapa di liburan inipun aku harus terbayang oleh sosok itu lagi?" bisikku.

"Bangun, Gray! Hari ini kau bebas untuk berkeliling, tapi jangan bermalas-malasan di sini!"

"Iya, Kakek…" Walau menjawab demikian, aku masih dalam posisi duduk di atas tempat tidur. Pikiranku masih terfokus pada mimpi tadi.

"Ada apa kemarin?" Kakek bertanya dengan nada yang tidak biasanya terdengar… lembut?

"Ha?" Tidak percaya rasanya mendengar Kakek tua ini akan berbicara padaku dengan nada seperti itu. Jangan-jangan dia bukan Kakek?

"Sedari kemarin kau tampak berbeda."

Berbeda? Apanya? Apa bukan matamu yang sudah semakin rabun sehingga salah lihat? Malah menurutku kau sendiri yang berbeda hari ini.

Kakek tampak menghela napas panjang, "Sudahlah. Kau tidak mengerti, Gray."

"Apa yang bisa kumengerti kalau kau hanya mengatakan "Sedari kemarin kau tampak berbeda."?"

"… Cucu bodoh."

"Kakek bodoh!"

"Sudah, pergi sana. Hari ini aku tidak mau bertemu muka denganmu hingga malam nanti!" usir Kakek itu walau tidak dengan nada marahnya yang biasa.

Malas beradu mulut lagi dengannya, aku mengambil topi biruku dan segera beranjak keluar dari kamar hotel itu. Sembari mengumpat kecil, aku berjalan keluar dari hotel. Matahari masih belum terlalu tinggi, hari masih pagi dan udaranya sangat dingin! Sial Kakek tua itu!

Tidak mungkin aku berdiam diri di tengah udara sedingin ini, aku beranjak ke sebuah café yang kulihat kemarin. Duduk di salah satu kursi terujung, aku memesan segelas kopi hangat dan roti bakar untuk sarapan. Karena diusir begitu bangun, aku tidak bisa sarapan di hotel. Cih.

Selagi menyantap sarapan, aku kembali teringat akan mimpi tadi. Apa karena pertemuanku dengan gadis itu kemarin? Aku jadi memimpikan yang tidak-tidak… Gadis itu...

~Flashback~

"Mary?"

Tidak hanya bibirku yang terlepas mengucapkan nama itu. Badanku bergerak dengan sendirinya, menarik lengan gadis berambut hitam itu dari kerumunan pekerja tambang.

Ia kemudian menoleh.

Bukan.

Bukan Mary.

Mirip. Sangat mirip.

"Ah.. Maaf?" suara gadis itu menyadarkan lamunanku. Tanpa sadar aku masih terpaku menatap wajahnya sambil tetap memegang erat lengan kecilnya. Cepat-cepat kulepaskan lengan kecil itu dan menutupi wajahku dengan topi.

"Ah. Itu.. Maaf," ucapku sambil berusaha menghindar dari kontak mata dengannya, dengan bola mata hitam itu. "Aku… Tidak ada apa-apa. Permisi." Dengan cepat aku memutar badan, menuju pintu keluar tambang. Tetapi suara itu menghentikan langkahku.

"Tunggu!"

Badanku berbalik sendiri menghadap gadis itu, walau pandangan mataku tidak dapat kutujukan ke wajahnya.

"Ah. Tidak. Itu… Maaf, anu…" ucapnya terbata-bata. "Ini, kalau tidak keberatan, silahkan," tawarnya dengan menyodorkan sebuah bungkusan padaku.

Hm? Tanganku meraihnya aku mengamati bungkusan itu di tanganku. Tidak begitu besar, berlapiskan daun pandan dan bukan benda yang keras. Makanan?

"Itu bekal." Aku mengalihkan pandanganku dari benda di tanganku itu dan menatap wajah gadis itu dengan heran. "Aku biasa memberikan bekal untuk pekerja-pekerja tambang di sini. Kau orang baru?" tanyanya dengan seulas senyum, senyum yang bahkan mirip dengan senyumannya.

"Tidak. Aku hanya turis," jawabku singkat.

"Ah! Maaf, kupikir pekerja baru yang dikirim dari luar pulau!" ucapnya sambil membungkukkan badan.

"Ini," aku menyodorkan kembali bekal yang gadis itu berikan tadi.

"Tidak, tidak apa. Ambil saja. Aku selalu membuat bekal lebih untuk pekerja-pekerja sini. Umm… Anggaplah sebagai hadiah perkenalan. Namaku Sabrina. Siapa namamu?"

"Gray." Sabrina… ya.

"Salam kenal Gray. Semoga kau menikmati liburan di kepulauan ini yah," ucapnya dengan senyuman.

Aku hanya mengangguk sebagai balasan ucapannya dan segera beranjak dari tempat itu.

~Flashback End~

Sabrina… ya…

"Ah, selamat pagi," seseorang menyapaku sekaligus menyadarkanku dari lamunan bahkan hampir membuatku tersedak karena sedang meminum kopi.

"Kau…"

-Part II- End


Ternyata memang fict ini lebih panjang dari target (target = 2 chapter). Mungkin bisa 4 atau lebih :9 *gampared*

Karena sudah lama nggak buat fict, moga2 masih berasa sama aura fict ini sama chapter lalu. Dan saya kehilangan bahan pembicaraan pembuatan fict ini karena bikinnya stengah tahun XD dikit2 ditambahi terus. Fict lain juga kabarnya sama XD *dikeroyok sekampung*

Ada yang bisa tebak2 2 orang yang dimimpiin Gray? :P dan apakah Sabrina OOC? Jujur saya kurang kenal Sabrina… Di bayangan saya dia itu rada2 lemot gimana…

Beneran bingung mau nulis apa lagi ^^; review sangat ditunggu :3 baik yang panjang lebar, yang mengkritik pedas, yang memuja2 *tendanged*, bahkan yang bakar2 pun saya terima semua! :D came here ya flamer! I'll glady receive your flames! :D

Review! Review! Review! –plak-