Servant

Naruto (c) Masashi Kishimoto

Servant by Akinayuki

Warning OOC and AU

Rated M

Author's Note : Er- apa ya... Aki tidak tahu harus berkata apa.. hahahahaha.. baiklah, Aki minta maaf dan silahkan membaca chapter ini ya ^^

Chapter 7

Gadis itu berjalan dengan linglung di lorong yang masih gelap, kepalanya terasa pusing dan sangat sulit untuk bernapas seperti biasa. Tangan kanannya terus menopang tubuhnya di dinding agar dia tetap bisa berjalan menuju kamar majikan mudanya.

Sebenarnya, keadaannya saat ini tidak separah yang kalian bayangkan. Wajahnya memang pucat, tapi tidak teralu pucat. Ini hanya gejala-gejala awal flu dan dia tahu itu. Sebelum berangkat menuju rumah terkutuk ini –hanya untuk Uchiha Sasuke- dia sudah meminum dua butir obat flu dan sakit kepala dengan baik. Hanya saja, kedua obat itu masih sangat lambat untuk menunjukkan reaksinya.

Dengan sekali tarikan nafas yang agak panjang. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan berusaha melangkah seperti biasa. Hanya belasan langkah lagi dia akan sampai di depan pintu kamar lelaki paling egois dan brengsek yang pernah dia temui seumur hidup.

Setidaknya dia bisa sedikit merasa lega karena sekolah telah berakhir hingga tahun depan dan yang perlu dia cemaskan hanya urusan acara malam tahun baru sekolah. Hingga kini dia belum pernah menghadiri rapat panitia yang diadakan Sasori. Ah—apa Sasori akan memarahinya habis-habisan?

'Tidak.'

Dia menggeleng pelan. Sasori tahu kondisinya yang sibuk menghadapi Sasuke, bahkan setiap bertemu Sasori akan bertanya mengenai kegiatannya bersama Sasuke seperti tadi malam...

Gadis itu berhenti melangkah membuat rambut merah mudanya sedikit bergoyang. Wajahnya yang tadi terlihat pucat kini dihiasi sedikit rona merah yang semakin lama semakin menggelap.

Dia ingat, sangat ingat. Sasori mencium bibirnya kemarin malam, di toko, saat dia terbangun dari tidur singkatnya.

'Tunggu dulu...'

Dia mengerutkan dahinya bingung. Meski dia senang, tetap saja dia merasa heran kenapa Sasori mencium bibirnya? Apa dia iseng? Atau jangan-jangan.. pemuda berambut merah itu menyukai dirinya?

'Kau teralu percaya diri Sakura..'

Dengan tawa kecil yang dipaksakan, dia kembali berjalan menuju kamar Sasuke. Memeriksa seragam pelayannya dan bersiap untuk mengetuk pintu kamar itu dengan keras.

"Tuan Muda, ini aku!"

Tak perlu menunggu lama hingga dia mendengar balasan dari dalam kamar itu.

"Masuklah.."

Dia menghela nafas, suara wanita. Bisakah tuan mudanya ini menghabiskan malam sendirian tanpa ditemani oleh wanita? Oke, setidaknya dia tahu ini bukan suara Karin.

Dengan pelan dan berhati-hati, dia membuka pintu kamar majikan mudanya. Mata Emeraldnya berusaha menangkap keadaan sekitar yang gelap gulita. "Permisi?" Dia menekan tombol lampu yang berada di sebelah pintu dengan ragu-ragu dan kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.

Saat itu, tepat tak jauh darinya. Seorang gadis yang sangat dia kenal telah berdiri dari sofa empuknya dan memandang Sakura dengan sebuah senyuman lembut. "Ohayou, Kaichou."

Sakura terdiam sejenak. Dia memandangi sosok itu sedikit lebih lama dan beberapa pertanyaan berputar-putar di dalam ruang kosong yang ada di otaknya. Ragu-ragu dia membalas sapaan itu, "o-ohayou..." Sakura mengatur nafasnya. Satu tarikan nafas yang singkat dan dia berjalan mendekati gadis yang dia kenal sebagai teman dan anggota komite displin sekolah.

"Hinata.." Gadis berambut indigo itu masih memandanginya dengan wajah ramah. "Apa yang kau lakukan disini?"

Hinata sedikit menundukkan kepalanya, kedua matanya bergerak menjelajahi beberapa titik di lantai kamar Sasuke. "T-tadi malam, Sasuke-kun meneleponku. Katanya ada hal penting yang ingin dia bicarakan." Gadis itu masih menundukkan kepalanya dan tak berani menatap wajah Sakura. Tentu saja hal ini membuat Sakura yang tidak tahu apa-apa menjadi semakin curiga.

"Lalu?" Sakura mengangkat sebelah alisnya.

"L-lalu.. saat aku sampai di kamarnya. Ternyata, Sasuke-kun m-mabuk."

"Dan?" Kedua mata Sakura menyipit. Awas saja kalau Sasuke berani meniduri temannya yang baik ini.

"Uhm.. a-aku, aku merawatnya sampai dia tertidur."

Sakura tetap memandangi Hinata dengan penuh tanda tanya. "Kalau hanya itu, kenapa kau susah sekali mengatakannya padaku? "

"Dia... menciumku.." gumam Hinata sangat pelan. Kepalanya semakin tertunduk dan kedua jari telunjuknya semakin tertaut satu sama lain.

Sakura tidak mendengar perkataan Hinata dengan jelas. Dia memicingkan tubuhnya dan berjalan mendekati Hinata. "Apa?"

"D-dia menciumku. Menciumku di bibir."

"..." Sakura terdiam lagi, dia kembali pada posisi awal. Berdiri tegap dan memandangi Hinata dengan mata Emeraldnya yang bulat. "Aku tak mengerti.."

"Hm?" Hinata mendongak menatap Sakura. Dia juga tak mengerti dengan maksud perkataan Kaichou-nya.

"Ah- tidak apa-apa. Aku hanya.. kau menyukai Naruto, tapi kau terlihat senang dicium oleh Sasuke." Sakura mengalihkan pandangannya ke arah tempat tidur king size yang ada di kamar itu. Dia bisa melihat Sasuke tengah tertidur pulas disana. "Tiba-tiba aku berpikir, jangan-jangan kau sebenarnya menyukai Sasuke."

"A-ah! Itu.."

"Atau jangan-jangan kau ini playgirl?" ucap Sakura dengan serius. Hinata segera menggoyang-goyangkan kedua tangannya dan membantah perkataan Sakura. "Aku bercanda.. hahahaha.."

Hinata masih tak percaya, dia memandangi Sakura dan gadis berambut pink itu hanya menepuk bahunya pelan.

"Sebaiknya kau pulang dan beristirahat. Terima kasih sudah menjaga tuan muda nakal ini. Pasti sungguh merepotkan."

Hinata tersenyum kecil, dia menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, bersama Sasuke-kun itu menyenangkan. Sebenarnya, dia sangat baik. Hanya saja.."

"Hanya saja?"

"Tidak apa-apa.." sahut Hinata cepat, dia segera memberikan senyuman kecil untuk Sakura. "Kalau begitu, aku permisi Kaichou."

"Un." Sakura mengangguk kecil. "Hati-hati.."

Hinata balas mengangguk dan segera berjalan pergi melewati Sakura. Namun, tepat saat dia memegang ganggang pintu. Dia terdiam sejenak dan hanya berdiri seperti patung. "a-ano.."

Sakura segera menoleh ke belakang. "Ya?"

"Hari minggu.. bisa kita bicara berdua?"

"Hm, tentu. Hubungi saja aku."

Sakura menyadari bahwa Hinata mengeluarkan hembusan nafas lega, "terima kasih. Semoga harimu menyenangkan, Sakura-chan." Setelah mengucapkan kalimat itu. Sosok Hinata menghilang di balik pintu.

"Kira-kira apa yang ingin dia bicarakan?" gumam Sakura pada dirinya sendiri. Dia beranjak untuk menyibak gorden tebal yang menutupi jendela besar di kamar itu. Membiarkan sinar matahari masuk dan mengenai sosok Sasuke yang berada di atas tempat tidur. Lelaki itu sedikit mengerutkan dahinya ketika menyadari terpaan sinar itu. Dia menarik selimutnya dengan kasar dan menutupi wajahnya.

Sakura kembali berjalan mendekati tempat tidur dan memandangi Sasuke tajam yang kini seluruhnya berada di bawah selimut tebal.

"Selamat pagi Tuan muda tampan!" Sakura berusaha membuat suaranya terdengar nyaring dan menyebalkan. "Hari ini sangat indah! Ayo bangun!"

Sasuke hanya menggeliat kecil mendengar suara tak mengenakkan itu. Kepalanya masih terasa sakit dan dia malas untuk bangun. Dan Sakura yang notabene dari tadi merasa sakit di kepala dan tenggorokan tidak mau diremehkan begitu saja. Dengan cepat dia menyingkirkan selimut tebal itu dari tubuh Sasuke dan menggoyangkan tubuh lelaki itu dengan kasar.

"Cepat bangun! Hari ini jadwalmu sangat padat!" Sakura memegang kepalanya dengan kesal. Sedikit memijat dahinya membuatnya merasa lebih baik. "Tuan besar menunggumu untuk pergi main golf bersama dengan para keluarga rekan bisnis pagi ini, lalu siangnya kau ada les piano. Dan sorenya kau sudah berjanji kepada-"

"Berhenti berbicara!" ucap Sasuke frustasi. Akhirnya lelaki itu menyerah dan membuka kedua matanya dengan kesal. Dia bangkit dari posisi tidurnya dan mengacak-acak rambutnya asal. Setelah dia bisa melihat sekitar dengan baik, Sasuke mengerutkan dahinya. "Dimana Hinata?"

"Ah- kau ingat dia ada disini?" tanya Sakura dengan nada meledek dan hanya dibalas tatapan tajam dari Sasuke. "Hinata sudah pulang."

"Ponselku." Sasuke mengulurkan tangan kanannya dan segera menerima benda yang dia minta dari Sakura. Tanpa berkata sepatah katapun, dia mengetik sebuah pesan singkat kepada gadis yang dia sukai itu.

"Hm.." Sakura menatap Sasuke penuh arti. "Selamat."

Kedua jempol Sasuke masih bergerak menekan layar di ponselnya, "untuk apa?"

"Kau berhasil menciumnya."

"Mencium siapa?"

"Hinata."

Sasuke berhenti mengetik sejenak. Dia tidak mengucapkan apapun untuk merespon perkataan Sakura. Tak lama dia kembali menggerakkan kedua jempolnya dan sesekali jari telunjuknya. "Kau juga."

"Aku?" tanya Sakura tak mengerti.

"Hn." Sasuke terdiam sejenak, dia menekan tombol send untuk mengirimkan pesan itu kepada Hinata. "Selamat, kau berhasil tidur dengan Sasori." Setelah menaruh ponsel itu di sampingnya, Sasuke memandangi Sakura dengan wajah datar tanpa emosi.

"A-apa?"

Sakura tak mengerti dengan perkataan Sasuke, dia menyadari lelaki itu menarik ujung bibirnya hingga membentuk sebuah seringai yang tak bermakna.

"Maaf, tapi aku tak mengerti maksud perkataanmu." Sakura memaksakan dirinya untuk tertawa kecil tapi Sasuke tetap memandanginya dengan pandangan yang sama. "Dia.." Kedua mata emerald itu sedikit terlihat ragu-ragu. "Dia hanya menciumku."

"Oh?" Sebelah alis Sasuke terangkat sebelah. "Hanya menciummu?" Seringai itu muncul lagi. "Benarkah?"

"..."

"Menciummu di bibir?" Tawa kecil yang terdengar melecehkan keluar dari mulut Sasuke. "Atau mungkin di tempat yang lain?"

Sakura ingin sekali membungkam mulut lelaki di depannya ini dengan batu paling besar di dunia ini. Kenapa lelaki ini suka sekali memancing emosinya? Apa yang dia inginkan?

"Maaf, urusan pribadiku bukan urusanmu." Ucap Sakura sinis dan melihat jam tangannya. "Sebaiknya kau segera mandi dan sarapan bersama Ayahmu."

"Ah.. baiklah baiklah." Sasuke hanya mengangkat kedua bahunya dan menghela nafas panjang. Sepertinya pelayan pribadinya ini sedang dalam mood yang baik dan tidak ingin beradu mulut dengannya. Dengan malas, Sasuke turun dari tempat tidurnya. Namun, belum sempat telapak kakinya menyentuh sandal kamarnya. Seseorang membuka pintu kamar itu dengan cepat dan suara nyaringnya menggema di seluruh penjuru kamar.

"Sasuke-kuuuuun!"

"Sial!" Dengan cepat Sasuke memakai sandalnya dan berlari menuju kamar mandi, mengunci pintunya sementara si gadis mengejarnya namun hanya berhasil hingga di depan pintu kamar mandi.

Sakura menahan tawanya. "Maaf Nona." Gadis itu berbalik hingga memandanginya. "Saya permisi."

Gadis itu mengangguk dan mengibas-kibaskan tangannya.

"Dan mohon segera turun bersama tuan muda karena tuan besar mengajaknya untuk sarapan bersama." Sakura menarik nafasnya dalam-dalam dan memandangi gadis itu. "Jadi saya mohon jangan berbuat hal-hal yang membutuhkan waktu lama, kalau anda mengerti maksud perkataan saya." Sakura berusaha tersenyum seramah mungkin meski dia ingin tertawa keras saat dia melihat wajah gadis itu memerah.

"Saya permisi." Sakura melangkah meninggalkan kamar Sasuke. Sebuah senyuman kemenangan terlukis di wajahnya. Dia bisa mendengar gadis itu meneriakan nama Sasuke dengan sangat manja dan menggetuk pintu itu beberapa kali.

'Rasakan itu, Sasuke.'

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Semuanya terlihat sibuk hari ini."

Sakura berjalan melewati lorong menuju dapur utama setelah selesai membereskan kamar Sasuke di siang hari ini. Tuan mudanya masih berada di luar untuk menemani ayahnya bermain golf bersama rekan bisinisnya. Sedangkan pekerjaan Sakura hanya berhubungan dengan ini dan itu Sasuke. Jadi, wajar saja dia tidak teralu ikut campur soal masalah lain.

"Konnichiwa, Konan-san!" Sakura berhenti sejenak dan menyapa Konan dari balik jendela. Wanita cantik itu tengah merapikan bunga-bunga yang tumbuh di sekitar lorong.

"Konnichiwa, Sakura." Konan tersenyum kecil, tangannya berhenti bekerja. "Sedang senggang?"

"Hm!" sebuah anggukan singkat diberikan oleh Sakura. "Dan semua orang terlihat sibuk."

Konan tertawa kecil. "Hari ini kita kedatangan tamu." Kedua tangannya mulai bergerak kembali untuk memotong dahan-dahan yang telah keluar dari jalur tumbuhnya.

"Tamu?"

"Ah- disini rupanya." Sakura segera berbalik ketika dia mendengar suara yang dikenalnya. Sakura tersenyum dan membungkuk sekilas ketika dia melihat kepala pelayan tengah berjalan mendekatinya.

"Selamat siang, Danzo-san."

"Selamat siang, Sakura dan untukmu juga Konan." Konan melirik kearah Danzo, gadis berambut biru itu tersenyum dan mengangguk membalas sapaan Danzo. "Tuan muda sudah tiba."

"Aku mengerti, aku akan segera menemuinya setelah ke ruang laundry."

Danzo tersenyum, "Tolong katakan kepada tuan muda bahwa hari ini akan diadakan makan siang bersama, jadi usahakan tuan muda tidak pergi keluar setelah les pianonya."

"Baiklah." Sakura mengangguk. "Hm.. tadi Konan-san bilang kalau hari ini ada tamu yang akan datang. Apa itu benar?"

"Ah.." Danzo mengangguk singkat. "Keluarga Akasuna akan datang berkunjung hari ini. Tuan dan Nyonya Akasuna tinggal di luar negeri, setiap tahun mereka selalu pulang ke Jepang dan mengunjungi kediaman Uchiha."

'Oh, keluarganya Sasori-senpai..'

"Sebaiknya kau bergegas menemui tuan muda. Biar aku yang membawa itu ke ruang Laundry."

Sakura menggelengkan kepalanya, "Tak perlu, ini hanya tugas kecil."

"Tapi tuan muda bukanlah orang yang sabar, Sakura-san." Perkataan Danzo membuat Sakura menghela nafas, kepala pelayan benar. Dengan berat hati Sakura menyerahkan keranjang cucian itu kepada Danzo dan segera bergegas pergi menuju ruang santai yang biasa dipakai oleh Sasuke.

"Danzo-san!" Shion berlari dengan cepat dari ujung lorong menuju lelaki tua yang sedang memegang keranjang cucian itu. Gadis berambut pirang pucat itu berhenti tepat di depannya dan sedikit membungkukkan badan dengan nafas yang berusaha diatur.

"Sudah berapa kali aku katakan, dilarang berlari di dalam rumah Shion-san."

"M-maafkan aku, tapi.." Shion mendongak dan mengatur posisi berdirinya. Dia mengelus dadanya sejenak dan memandangi mata hitam pria tua itu.

"Keluarga Akasuna sudah tiba."

Danzo terdiam sejenak, "bawa ini ke ruang laundry." Hanya dengan satu kalimat itu dan menyerahkan keranjang cucian kepada Shion, Danzo segera beranjak dari tempat itu menuju pintu utama untuk menyambut tamu penting tahunan keluarga Uchiha.

"Hari yang sibuk ya Shion."

Shion menoleh kearah Konan yang tengah memandanginya. "Ah- Konnichiwa Konan-san!" Konan hanya mengangguk seperti biasa dengan sebuah senyuman di wajahnya. "Ya, setiap tahun keluarga Akasuna menjadi tamu penting tuan besar..."

Shion memandangi bunga-bunga yang tengah diatur oleh Konan.

"Tapi baru kali ini aku menyadari sesuatu.."

"Hm?"

"Kau tahu, aku merasa nyonya Akasuna itu mirip Sakura." Shion terdiam sejenak. "Atau Sakura yang mirip nyonya Akasuna?"

Mereka berdua tak berbicara sepatah katapun setelah pertanyaan itu terlontar dari mulut Shion. Yang mereka lakukan hanya tertawa kecil dan kembali ke tugas masing-masing, melupakan bahwa kemiripan itu sebenarnya memang karena mereka terikat oleh sebuah hubungan yang tak bisa putus.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sakura mengetuk-ngetuk pintu ruang santai itu berkali – kali , menunggu tuan mudanya untuk menyebutkan sebuah kata 'masuklah.'

Namun, sudah dua menit dia berdiri di depan pintu bagai orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Ingin sekali dia mendobrak pintu mahal di depannya atau menendangnya hingga roboh. Tapi, oke pikir lagi Sakura. Pintu ini sangat mahal dan kau tidak punya uang untuk menggantinya.

'Sial.'

Setelah berpikir cukup lama di depan pintu, Sakura tak mau mengambil resiko dan berniat untuk membuka pintu itu. Dia mengulurkan tangannya untuk menggapai gangang pintu yang berwarna emasl, menariknya ke bawah dan pintu itu terbuka pelan.

Dia mendekat dan memunculkan kepalanya ragu-ragu dari balik pintu. Melihat kondisi di dalam ruangan dan segera mendorong pintu itu sepenuhnya ketika dia menyadari alasan mengapa tuan mudanya tidak menyuruhnya masuk dari tadi.

Memang, pemandangan tuan mudanya berciuman, berpelukan, saling meraba dengan wanita yang berbeda sudah merupakan tontonan sehari-hari. Dan Sakura mulai merasa dia setara dengan murid-murid lelaki yang suka menonton film porno.

Dia menghela nafas, entah mungkin karena dia lagi merasa tak enak badan atau memang dia sedang malas, Sakura tak berniat untuk mengganggu kegiatan panas itu. Lebih baik dia menunggu mereka selesai bermain saja.

Ditutupnya kembali pintu itu dengan sangat pelan hingga tak menimbulkan suara apapun dan berjalan kecil menuju jendela kaca yang ada di sekitar lorong. Tanpa tujuan apapun, dia melihat ke bawah tepat di pintu masuk kediaman Uchiha terparkir sebuah mobil sedan merah yang dia kenal sebagai mobil Sasori.

'Oh, keluarga Akasuna sudah datang,' pikirnya sembari menyandarkan diri ke jendela itu. Melihat lebih jauh dan sesekali melirik ke pintu ruang santai. Sebaiknya, tuan mudanya segera menyelesaikan kegiatannya supaya Fugaku tidak akan mencarinya dan bertanya macam-macam.

Pertama, dia melihat Sasori turun dari mobil itu. Disusul seorang pria paruh baya berambut merah kecoklatan. Rambutnya tersisir rapi ke belakang dan pakaian yang terlihat mahal serta hangat membalut tubuhnya yang tegap.

Sakura menyipitkan matanya agar bisa melihat wajah pria itu lebih jelas. Meski samar, wajah tuan Akasuna sangat mirip dengan Sasori dan senyuman yang kini dia lontarkan kepada Fugaku yang telah menyambutnya juga mirip dengan senyuman Sasori.

Tak beberapa lama, Sakura menyadari pintu mobil sebelah kanan terbuka perlahan. Kaki jenjang yang memakai sepatu hak tinggi mewah itu menapak di tanah dengan sangat anggun. Dan saat sosok itu keluar dari dalam mobil, kedua mata Emerald Sakura membulat sempurna.

Rambut itu dan wajah yang sangat familiar untuknya.

Ketika sang wanita itu membuka kacamata hitamnya.

Sakura tahu, Dia sangat mengenal sosok itu.

"I-ibu?"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sasuke memandangi pianonya dengan malas. Meski saat ini dia tengah 'diserang' oleh guru pianonya yang merupakan seorang gadis muda yang tidak begitu cantik –bagi Sasuke- tapi entah mengapa hari ini dia merasa bahwa permainan gurunya tidak begitu bisa membuatnya bergairah.

Jangan salahkan dia yang teralu bernafsu, kalian tidak boleh menyalahkan nafsunya. Dan jangan katakan kalau ini semua karena dia sering melakukannya bersama gadis-gadis lain sehingga dia mulai jenuh dengan kegiatan ini. Tidak, bukan itu.

Sasuke sedikit memiringkan kepalanya malas saat sang guru mencumbu area leher jenjangnya. Wanita berumur 25 tahun itu semakin merapatkan tubuhnya dengan tubuh Sasuke, kemeja merah muda yang dia pakai sudah melorot dari pundaknya dan mengekspos baju dalam berenda yang terlihat mahal.

Kedua kaki jenjang gadis itu mulai merangkul pinggang Sasuke, tangannya yang dihiasi oleh kuku terawat mulai meremas-remas pelan rambut raven pria yang tengah didudukinya. Lalu-

"Hh.. sudahlah." Sasuke menghela nafas dan mendorong tubuh wanita itu pelan. "Berhenti."

Wanita itu memandangi Sasuke dengan heran. Tidak biasanya Sasuke menyuruh dia berhenti di awal-awal saat mereka masih pemanasan. "Ada apa Sasuke-kun?" Tangan kanannya terulur untuk mengelus pipi murid lelakinya itu.

"Aku bosan." Sasuke membenarkan bajunya dan melihat jam tangannya. Sedang sang guru semakin menatapnya tak mengerti. "Kenapa dia belum datang?"

"S-siapa?"

Mata Onyx Sasuke melirik malas kearah gurunya. "Pelayan pribadiku." Dia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku bajunya dan mencari nama Sakura di buku telepon miliknya tanpa memperdulikan tatapan kesal yang dilontarkan gurunya.

"Sasuke-kun, kau tidak membutuhkan pelayan pribadimu. Ada aku disini.." Wanita itu mendekat lagi, "aku bisa memberikan apapun untukmu dan membuatmu puas."

Sasuke mengalihkan pandangannya dari layar ponsel untuk menatap wajah wanita itu, ujung bibirnya tertarik membentuk sebuah seringai yang dipaksakan. Dia tertawa kecil dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang wanita itu, menariknya lebih dekat hingga wajah mereka saling bersentuhan.

"Sensei.." ucap Sasuke pelan dan menghembuskan nafas hangatnya ke pipi merona wanita itu. Sesekali dia mengeluarkan lidahnya dan memberikan jilatan kecil hingga gurunya mengeluarkan sedikit suara menggoda. Dia menggerakan lidahnya dan menuju daerah telinga, membisikkan sebuah kalimat untuk wanita itu. "Kau bisa memberikan apapun untukku?"

"T-tentu saja, Sasuke-kun.."

"Apapun?" Satu jilatan kecil di telinga, "Benarkah?" Satu hisapan di cuping telinga, "Kau akan mengabulkannya sekarang?" dan satu gigitan kecil yang membuat wanita itu mendesah pelan.

Setelah menerima sebuah anggukan pelan dari sang guru, Sasuke mendorongnya hingga dia terjatuh dari atas pangkuan lelaki itu dan mendapatkan benturan keras ketika tubuhnya terbaring di lantai.

"Apa yang kau lakukan?" Wanita itu mendongak untuk menatap mata kelam Sasuke yang kini dengan angkuh meliriknya.

"Sudah kukatakan kalau aku bosan." Sasuke berdiri dari tempat duduknya dan mendekati wanita itu. Melihatnya dari atas dengan wajah yang masih mendongak angkuh. "Kenapa kau tidak mengerti itu, Sensei?"

"Kurang ajar!"

Sasuke tertawa mendengar makian wanita itu. "Ini semua karena Sensei tidak mengajariku dengan benar." Dia kembali menatap tajam kearah wanita itu. "Mulai hari ini kau dipecat, gajimu akan dikirim langsung ke rekeningmu. Dan.."

Lelaki itu terdiam sejenak sembari merapikan bajunya. "Kalau kau melaporkan hal ini kepada ayahku.. aku akan membalasmu berkali-kali lipat." Sebuah senyuman dingin menghiasi wajah tampannya . "Kau tahu, aku tidak pernah bercanda."

Tanpa memperdulikan wanita itu lagi, Sasuke segera keluar dari ruang santai dengan wajah yang terlihat sedikit kesal. Kenapa si gadis aneh itu belum datang dari tadi? Apa dia sudah bosan berkerja di rumahnya dan ingin dipecar? Berani sekali dia.

Belum sempat Sasuke menekan tombol 'call' di layar ponselnya. Kakinya berhenti melangkah ketika dia melihat sosok Sakura tengah berdiri diam di dekat jendela lorong. Jadi selama ini dia hanya melamun di sana?

"Gadis aneh.." Sasuke berjalan mendekati Sakura dan memanggilnya dengan suara berat. Tapi gadis berambut merah muda itu hanya terdiam dan terbawa arus dalam pikirannya sendiri. Sasuke semakin kesal, sekali lagi dia memanggil gadis itu. "Haruno Sakura.."

"Ah-?" Sakura akhirnya berbalik dan memandang lurus kearah Sasuke. Wajahnya terlihat bingung dan kosong. "Tuan muda.."

"Apa yang kau lakukan disini? Kenapa kau tidak ke tempatku?"

Sakura terdiam sejenak, berusaha mengembalikan kesadarannya. "Aku- " Dia mengeluarkan dehaman kecil dan mengatur nada suaranya. "Tadi aku sudah berniat masuk ke dalam, tapi aku melihat kalau kau sedang berciuman dengan seorang wanita."

Sasuke mengangkat sebelah alisnya sedangkan Sakura menghela nafas dibuat-buat, "seharusnya kau berterima kasih padaku! Aku tidak berniat untuk mengganggumu."

"Aku akan lebih berterima kasih kalau kau ikut bergabung." Sebuah seringai kecil menggoda terlukis di wajah tampan Sasuke. "Atau sebenarnya kau cemburu?"

"..." Sakura terdiam mendengar pertanyaan Sasuke, "maaf? Bisa kau ulangi perkataanmu?"

"Tidak."

Sebuah kerutan timbul di dahi gadis berambut merah muda itu, setelah mengeluarkan dengusan kesal, dia melirik majikannya. "Kalau aku masuk dan mengganggumu, kau akan memintaku bergabung dalam kegiatan mencium, meraba dan ini itu! Tolong, aku masih gadis yang polos."

Sakura dapat melihat bahwa Sasuke sedikit terkejut dengan kalimatnya dan sedang menahan tawanya saat ini, "Polos? Setelah kau menikmati sedikit kegiatan kecil yang kulakukan padamu?"

"Aku tidak menikmatinya."

"Oh, kau menikmatinya nona," sahut Sasuke cepat dengan penekanan yang cukup. "Wajahmu memerah dan kau mendesah saat jari-jariku- .." Ucapan Sasuke terputus ketika Sakura segera memukul lengan kanannya dengan keras hingga membuat Sasuke meringis dan menyipitkan kedua matanya. "Kenapa kau memukulku?"

"Perkataanmu teralu vulgar!"

"Kau dan Sasori sudah berciuman, kurasa itu bukan ciri-ciri gadis polos."

Ucapan Sasuke membuat Sakura melipat kedua tangannya di depan dada, memandangi wajah tampan Sasuke dengan sedikit rona merah di pipinya.

"Kau berkata aku tidak polos karena aku berciuman dengan Sasori?" Sasuke mengangguk, "Kau bodoh."

"Akan kulaporkan ke ayahku kalau kau memanggilku bodoh."

Sakura mendengus kesal untuk kedua kalinya, "dasar anak ayah."

"Aku memang anak ayahku. Ya, meskipun banyak yang berkata aku lebih cocok jadi anak malaikat karena wajahku yang tampan." Sakura hanya memberikan ekspresi tidak peduli ketika Sasuke memberikan senyuman menawannya.

"Bisakah kau berhenti menjahiliku?"

"Tidak," sungguh respon yang cepat dari seorang Sasuke. "Ini menyenangkan."

"Ini membuatmu bahagia? Dengan membuatku kesal?"

"Hn." Lelaki itu menangguk yakin. "Kau pelayanku, jadi kau harus menghibur majikanmu."

"Ini konyol."

"Kau memang terlihat konyol."

Sakura menggeram frustasi membuat Sasuke tersenyum puas. "Bagaimana kalau kita bersenang-senang?"

"Tidak," kali ini Sakura yang menjawab dengan cepat dan pasti. Dia sudah tahu arti kata bersenang-senang di dalam kalimat tuan mudanya.

"Pelayan harus mematuhi ma-"

"Ah- disini rupanya!" Sebuah suara familiar terdengar mendekati mereka. "Aku mencari kalian dimana-mana, ternyata kalian sedang bersenang-senang disini!" Ketika dia sudah berada di dekat Sasuke dan Sakura, sebuah senyuman manis menghiasi wajahnya.

Sasuke memandang bosan ke lelaki berambut merah yang tidak lain dan tidak bukan adalah Sasori. Dia ingat, hari ini keluarga Sasori datang berkunjung seperti tahun-tahun sebelumnya dan dia tidak menyukai hal itu.

"Oh, kau.." Dengan nada datar Sasuke mengalihkan pandangannya dari pria itu menuju pelayan pribadinya. Oh? Kedua pipi gadis berambut merah muda itu terlihat sangat merona dan dia terlihat tegang. 'Tch, menyebalkan'

"Selamat siang, Sakura-chan." Sasori tidak memperdulikan sikap sinis Sasuke dan memilih untuk tersenyum kearah Sakura yang tengah tersipu.

"Selamat Siang, Sasori-senpai," ucap Sakura pelan sembari sedikit menundukkan kepalanya.

"Ada apa?" Tanpa ingin melihat aura-aura cinta bermekaran lebih lama lagi, Sasuke segera bertanya mengenai kehadiran Sasori saat ini.

"Sebentar lagi kita akan makan siang bersama, ayahmu mulai mencarimu."

"Aku tahu itu." Sasuke melirik Sakura. "Ayo gadis aneh." Lelaki itu memberikan tatapan tajam tepat ke Emerald jernih itu, membuat pemiliknya mengambil satu langkah mundur secara refleks.

"B-baik." Sakura merasa heran, kenapa majikannya itu tiba-tiba menjadi 'bad mood' padahal tadi dengan enteng dia mengeluarkan candaan serta seringai yang menyebalkan. Gadis itu melirik Sasori diam-diam dan ternyata Sasori juga sedang meliriknya. Pria itu tersenyum ketika dia menyadari bahwa Sakura membalas lirikannya.

"Dia tidak teralu menyukai makan siang bersama keluarga," terang Sasori menjawab pikiran Sakura. "Lebih baik kau turuti saja maunya."

Sakura mengangguk pelan. "Tapi kemauannya Sasuke itu aneh-aneh," balas Sakura dengan mengerutkan dahinya, dia dapat mendengar bahwa Sasori hanya tertawa kecil untuk merespon perkataannya.

"Hei." Sakura kembali fokus ke sosok tuan mudanya yang sudah berada agak jauh di depannya. "Majikanmu itu aku atau dia? Harusnya kau berjalan di dekatku, bukan di dekatnya," ucap Sasuke agak keras dengan wajah datarnya. Sakura bisa melihat bahwa lelaki itu sedang merasa kesal dari tatapan matanya yang agak mengerikan.

Dengan helaan nafas panjang, Sakura menggerakkan kakinya untuk berlari kecil mendekati Sasuke dan mengikutinya ketika lelaki itu kembali berjalan dengan cepat untuk menjauhi Sasori.

Sementara lelaki berambut merah yang tertinggal itu hanya memandang bosan kearah mereka berdua dan ketika mereka menghilang ketika berbelok ke lorong lain, Sasori tertawa kecil sambil menyibak poninya dengan tangan kanannya.

Sebuah senyuman licik tercipta di wajahnya.

"Dasar orang-orang bodoh."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sasuke berjalan dengan cepat menuju ruang makan. Dia sama sekali tidak berminat dengan rutinitas tahunan ini. Makan bersama keluarga Akasuna dan terlibat perbincangan yang cukup lama menyita waktunya.

Sebenarnya, tuan dan nyonya Akasuna adalah orang yang biasa, tidak teralu baik dan tidak teralu jahat. Tidak menyenangkan dan datar layaknya orang tua pada umumnya. Hanya saja, mereka mempunyai anak yang luar biasa menyebalkan.

Sasuke tidak menyukai Sasori. Jujur saja, baginya Sasori itu manusia paling munafik dan licik yang pernah dia temui. Meskipun dia sering mendapatkan panggilan 'brengsek' dari orang lain, Sasuke berani bertaruh bahwa Sasori lebih brengsek darinya.

Dia tahu semua tabiat Sasori. Kalau Sasuke sering bercinta tiap minggu, maka Sasori akan melakukannya setiap hari. Kalau Sasuke sering menghajar dan menghina orang, maka Sasori akan melakukannya setiap menit. Sasori itu lebih darinya, lebih buruk.

Dan dibalikan keburukan itu, dia selalu memakai topeng malaikat dan membuat semua orang patuh padanya.

"Tuan muda! "

Sasuke melirik ke arah Sakura. Gadis itu mengikutinya dengan wajah kesal.

"Hn?"

"Jangan terburu-buru, kita meninggalkan Sasori dibelakang."

Meninggalkan Sasori katanya?

Sasuke ingin tertawa keras mendengarkan perkataan Sakura. Gadis ini rupanya sudah termakan akting pria itu. Sasori tidak akan pernah peduli kalau dia ditinggal atau tidak, mungkin saat ini Sasori sudah berjalan duluan dengan berjuta rencana licik di benaknya.

Tapi, apa tujuan Sasori sebenarnya?

Sasuke masih ingat saat Sasori mengangkat teleponnya dan mengancamnya. Well, memang bukan urusannya kalau Sakura dipermainkan oleh Sasori. Bahkan Sasuke tidak peduli bahwa Sakura tidur bersamanya, berciuman atau- oke.. sejujurnya dia sedikit peduli.

Meskipun begitu.. kenapa harus gadis ini?

"..." Sasuke melirik tajam kearah Sakura, menganalisa penampilannya dari bawah hingga atas berulang-ulang membuat gadis itu menaikkan sebelah alisnya bingung.

Tidak ada yang menarik darinya.

Mungkin rambutnya yang aneh?

Atau dada ukuran B -cup miliknya?

Bibirnya lumayan lembut dan manis.

Lalu-

Oke, Sasuke. Apa yang dia pikirkan saat ini? Kembali ke persoalan utama. Kenapa Sasori mengancamnya menggunakan gadis ini? Apa yang sebenarnya Sasori inginkan darinya? Dan kenapa harus gadis ini?

Sasuke berhenti berjalan ketika dia mencapai pintu menuju ruang makan. Diliriknya beberapa pelayan yang menjaga pintu itu seakan-akan menyuruh mereka untuk segera membuka pintu.

Kedua pelayan itu mengerti dengan cepat dan membuka pintu itu perlahan. Sasuke bisa mendengar suara tuan Akasuna yang sedang bercerita mengenai pekerjaannya sebagai pemilik rumah sakit menggema di ruangan itu.

Tanpa perduli tatapan ayahnya saat menyadari kehadirannya di ujung pintu, Sasuke berjalan santai mendekati mereka. Memberikan senyuman tipis kearah tuan dan nyonya Akasuna lalu mengambil duduk di depan mereka.

"Sudah lama tidak bertemu Sasuke." Tuan Akasuna tersenyum menyambut kehadiran Sasuke, suaranya yang tidak teralu berat dan terdengar lembut lagi-lagi menggema di penjuru ruangan.

"Hn," balas Sasuke singkat tanpa memperdulikan tatapan tajam ayahnya untuk kedua kalinya. Dia tidak suka berpura-pura untuk menjadi anak manis dan baik seperti Sasori. Kalau dia tidak suka, untuk apa disembunyikan. Meskipun dia akan terkena damprat dari ayahnya setelah ini.

"Sikapmu persis seperti Fugaku waktu muda." Tuan Akasuna tertawa kecil menerima sikap sinis Sasuke, "Ah- biar kuperkenalkan. Ini istriku, Akasuna Hana. Kami menikah 8 bulan yang lalu."

Kedua mata onyx Sasuke beralih dari sosok pria paruh baya itu ke sosok seorang wanita berambut merah muda di sampingnya. Kedua alisnya tertaut ketika melihat rupa wanita itu. Sosoknya mengingatkan kepada pelayan pribadinya.

Wanita itu hanya tersenyum lembut dan kembali memandang penuh arti ke objek yang menarik perhatiannya.

Apa yang dilihatnya?

Sasuke mengikuti arah pandang wanita itu diam-diam dan rasa penasaran Sasuke semakin menjadi-jadi hingga memenuhi kepalanya saat dia menemukan pusat perhatian wanita itu.

Mata Caramel itu tengah memandangi pelayan pribadinya, seakan menguncinya dalam sebuah sangkar yang tak terlihat. Sedangkan Sakura terlihat tegang dan membalas tatapan itu. Mukanya semakin pucat dan kedua bola matanya terlihat membesar.

Sasuke bahkan menyadari bahwa gadis itu tengah menggigit bibir bawahnya.

Sebenarnya apa yang terjadi?

~ooo~

Sakura tidak mengerti, dia kesal tapi bingung. Kenapa Sasuke selalu bersikap seperti ini? Dengan cepat dia mengganti suasana hatinya tanpa memperdulikan orang sekitar.

"Tuan muda!"

Oke, dia berusaha memanggil pria itu agar memperlambat jalannya. Namun sepertinya tidak berhasil, pria itu hanya meliriknya dan melihatnya dari ujung kedua matanya.

"Hn?"

"Jangan terburu-buru, kita meninggalkan Sasori dibelakang."

Dia kembali diam dan tidak memperlambat langkah kakinya. Sakura memutar kedua bola matanya kesal, kenapa orang macam Sasuke bisa tercipta di dunia ini? Muncul di kehidupannya dan mengganggunya setiap hari.

Sakura tahu kalau Uchiha junior ini tidak berminat untuk makan siang bersama keluarga Akasuna, tapi kenapa dia harus berjalan secepat ini?

Ah- keluarga Akasuna. Sakura jadi ingat mengenai apa yang dia lihat beberapa menit lalu. Wajah dan rambut itu, Sakura yakin kalau nyonya Akasuna adalah ibunya.

Tapi, bagaimana bisa? Apa mungkin kalau itu hanya orang yang mempunyai rupa yang sama?

Atau, mungkin saja ibunya sudah menikah dengan tuan Akasuna?

"..."

Sakura menyadari bahwa kini Sasuke memandanginya penuh curiga. Dia menggerakan kedua matanya untuk menganalisanya dari bawah hingga wajahnya dengan wajah penuh selidik.

Kenapa lagi pria ini?

Sakura mengangkat sebelah alisnya bingung membuat pria itu kembali mengalihkan pandangannya ke ujung lorong disertai sebuah dengusan frustasi.

Ingin sekali Sakura menjambak rambut hitam yang mencuat itu dari belakang dan membuat pria di depannya ini tidak memperlakukannya semena-mena. Tapi, dia akan dipecat kalau melakukan hal itu.

Kini dia berhenti di depan pintu menuju ruang makan. Setelah Sasuke memberikan tatapan 'buka pintu itu atau kau kupecat' kepada dua pelayan yang jarang dilihat oleh Sakura, pintu itu terbuka dengan pelan.

Sebuah suara pria mendominasi di dalam ruangan itu. Dan tanpa melihatpun Sakura yakin kalau suara itu milik tuan Akasuna. Tuan besar Fugaku tidak mungkin berbicara panjang lebar disertai tawa kecil yang terdengar ceria. Itu bukan sifatnya.

Sakura mengikuti langkah Sasuke yang mendekati mereka dan memberanikan diri melirik ke arah wanita yang duduk disebelah tuan Akasuna.

Benar, wanita itu sangat mirip dengan ibunya. Mata Caramel itu dan rambut itu, hidungnya dan bibirnya. Semuanya sama. Dan kini wanita itupun melirik kearahnya, membuat kedua mata Emerald Sakura membulat.

"Sudah lama tidak bertemu Sasuke." Sakura bisa mendengar bahwa tuan Akasuna mulai menyapa Sasuke yang telah duduk di depannya.

"Hn."

Sebuah tawa kecil keluar dari mulut pria paruh baya itu. "Sikapmu persis seperti Fugaku waktu muda."

Sakura menggigit bibir bawahnya, wanita yang mirip dengan ibunya ini tidak mengalihkan pandangannya sama sekali. Mata caramel itu tetap setia terpaku di sosok Sakura dan tak berniat meninggalkannya sedetikpun hingga tuan Akasuna merangkul pundaknya lembut dan memperkenalkannya kepada Sasuke.

"Ah- biar kuperkenalkan. Ini istriku, Akasuna Hana. Kami menikah 8 bulan yang lalu."

Tubuh Sakura semakin menegang mendengar ucapan tuan Akasuna. Jadi, wanita yang persis ibunya itu memang ibunya. Wanita yang dulu meninggalkannya saat dia masih kecil bersama ayahnya hanya demi mendapatkan kekayaan.

Bagaimana dia harus bersikap?

"Wah wah.. rupanya sudah dimulai ya?" Suara Sasori terdengar menggema di penjuru ruangan. Pria berambut merah itu berjalan memasuki ruang makan dengan senyuman manis di wajahnya. Menarik kursi di dekat Sasuke dan duduk di sebelahnya. "Maaf aku terlambat, tadi aku ditelepon oleh seseorang."

Tidak ada yang merespon perkataan Sasori. Mereka hanya tersenyum kecil seakan berkata 'tidak apa-apa'

"Bagaimana? Kau sudah berkenalan dengan Okaa-san ku yang baru, Sasuke?" Sasori melirik Sasuke yang masih memasang wajah bosannya.

"Otousan baru saja memperkenalkannya kepada Sasuke."

"Ah- bagus." Lagi-lagi Sasori tersenyum dan kali ini lebih lebar. "Oh ya, Okaasan. Aku juga ingin memperkenalkan seseorang." Mata Caramel Sasori bergerak untuk memandangi Sakura yang tengah berdiri tak jauh di belakang kursi Sasuke. Gadis itu masih tidak menyadari pandangan penuh arti yang di berikan oleh pemuda berambut merah itu.

"Siapa?" Hana tersenyum kecil dan mengikuti arah pandangan Sasori.

"Dia Haruno Sakura, teman baikku dan adik kelasku."

Hana terdiam dan hanya memandangi gadis itu.

"Sakura-chan, ini ibuku. Akasuna Hana."

Sakura sedikit tersadar dari pikiran rumitnya. Dia membungkukkan badannya di depan Hana. "Salam kenal, Nyonya Akasuna. Saya Haruno Sakura."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Hari yang menyebalkan."

Sakura hanya terdiam dan mengacuhkan keluhan Sasuke. Saat ini dia tengah mengatur pakaian-pakaian milik lelaki itu ke dalam lemari. Jarum jam menunjukkan bahwa sebentar lagi dia harus pulang ke rumah dan beristirahat dengan tenang.

Jujur saja, setelah kepulangan keluarga Akasuna dua jam yang lalu. Pikiran Sakura masih berantakan dan dia sulit untuk fokus. Bahkan beberapa perkataan Sasuke yang terdengar melecehkannya tak sedikitpun dia gubris.

"Hei, gadis aneh."

Sakura melirik Sasuke dengan wajah datarnya, berharap bahwa pria itu tidak berusaha untuk membuatnya kesal atau memakinya. Namun, mata Onyx itu hanya menatapnya selama beberapa menit.

"Apa?" Dia menyerah untuk tetap diam dan Sasuke memberikan sebuah seringai puas atas keberhasilannya.

"Daritadi kau terdiam seperti patung." Sasuke menyilangkan kedua kakinya dan menumpu berat badannya dengan kedua tangannya di tempat tidur. "Ada apa?"

"Kurasa itu bukan urusanmu."

Kedua alis Sasuke bertemu, "oh? Tentu saja itu urusanku. Aku tidak suka pelayan pribadiku seperti patung dan terlihat tersiksa. Orang-orang akan beranggapan bahwa aku menyiksamu."

Sakura tertawa dipaksakan. "Seakan kau peduli dengan perkataan orang."

"Well, sepertinya kau sangat memahamiku." Sasuke memberikan sebuah senyuman palsu kepada gadis itu. "Baiklah, bagaimana kalau kita membicarakan hubunganmu dengan Sasori?"

"..." Sakura melanjutkan kegiatannya yang tertunda, memasukkan baju-baju mahal itu ke dalam lemari yang tentu saja mahal.

"Dia menciummu, apa artinya kalian berpacaran?"

"Kau menciumku, mencium Hinata, mencium Karin dan mencium gadis-gadis lainnya. Apa kau berpacaran denganku dan mereka semua?" tanya Sakura balik.

"Hm.. aku tidak pernah berpacaran. Mereka hanya membutuhkanku dan aku memberikan apa yang mereka mau. Aku baik bukan?" Sebuah senyuman terlukis di wajah tampannya, membuat Sakura hanya memutar kedua bola matanya kesal. "Atau jangan-jangan kau ingin menjadi pacarku?"

"Tidak," balas Sakura cepat.

"Aku juga tidak ingin mempunyai pacar sepertimu."

"Kenapa sekarang kau jadi banyak bicara?" Sakura mengambil baju tidur Sasuke dan melemparkannya dengan keras ke tubuh pemuda itu. "Diamlah. Kepalaku pusing."

Sasuke terdiam mendengar keluhan Sakura. Dia mengamati sosok gadis berambut merah muda itu baik-baik dan menyadari bahwa gadis itu terlihat tidak sehat. "Cukup, pulang sekarang."

"Huh?" Sebelah alis Sakura terangkat mendengar perintah Sasuke. Apa pria ini sangat marah hingga menyuruhnya pulang? "Tidak, aku harus menyelesaikan ini."

"Aku menyuruhmu untuk pulang. Kenapa kau tidak pernah menurutiku?"

"Karena perintahmu itu bodoh dan tidak masuk akal."

"Kau.." Geram, Sasuke bangkit dari duduknya. Berani sekali gadis ini. Sudah sangat baik dia menyuruhnya pulang demi kesehatannya, tapi gadis ini malah balik menghinanya?

Tangan kanan Sasuke mencengkeram bahu Sakura. Mendorongnya keras hingga punggungnya bertemu dengan lemari kayu di belakangnya. Sakura sedikit meringis kesakitan ketika punggungnya berbenturan dengan benda keras itu. Ragu-ragu dia memandangi wajah pria yang kini berada sangat dekat dengannya.

"Aku sudah memaklumi kau berciuman dengan Sasori." Sebelah alis Sakura lagi-lagi terangkat. "Aku juga sudah membiarkanmu tidak menjawab pertanyaanku." Wajah Sasuke semakin mendekat. Tangan kirinya menyentuh dagu Sakura. "Kau adalah pelayan pribadiku."

"Maaf, tapi kau hanya membeli jasaku." Sakura membalas tatapan marah Sasuke. "Bukan kehidupan pribadiku dan bukan tubuhku."

"Jasamu?" tanya Sasuke lagi. Dia tertawa kecil dan memajukan wajahnya hingga kedua hidung mereka bersentuhan. "Termasuk jasa untuk memuaskan nafsuku?"

Sakura menggigit bibir bawahnya. Kepalanya sudah terasa sangat sakit dan nafasnya tidak beraturan. Bintik-bintik hitam mulai terlihat dalam pandangannya dan semuanya berputar perlahan membuatnya dengan paksa menutup kedua matanya.

Keberadaan Sasuke yang sangat dekat dengannya membuatnya sulit bernafas dari hidung, apalagi ketika dia merasa bahwa jari-jari Sasuke mencengkeram bahu dan dagunya dengan sangat erat.

Saat dia membuka bibir mungilnya untuk mendapatkan pasokan udara yang cukup, hal yang didapatkannya adalah bibir Sasuke yang lembut dan dingin.

Dia ingin menghindar dan berusaha keluar dari situasi ini. Tapi cengkraman di pundaknya semakin erat membuatnya meringis dan mempersilahkan Sasuke untuk menjelajahinya lebih lanjut. Lidah itu masuk dan menyentuh semua yang ada. Langit-langit mulutnya, dibalik gusi dan giginya, dinding mulutnya hingga menjelajahi permukaan lidahnya. Pria itu menariknya lebih dekat seakan kedekatan mereka saat ini belum cukup, menciumnya lebih dalam seakan dia sedang menghisap jiwanya melalui ciuman ini.

Sakura tak bisa bertahan. Dia semakin lemas dan kedua lututnya melemah, dia merosot namun dia tak bisa jatuh. Kedua tangan Sasuke kini berada di pinggangnya. Melingkar disana seperti ular yang melilit mangsanya. Tubuhnya dingin tapi tenggorokan dan perutnya terasa panas. Ada sesuatu yang bergejolak disana.

Gadis itu bisa merasakan bahwa bibir Sasuke mulai menjauhinya. Hembusan nafas yang berbau mint mengenai pipinya yang memanas. Dia sudah tak sanggup dan sebelum Sasuke menyerangnya lagi, Sakura menjatuhkan dirinya seutuhnya ke pemuda itu membuatnya terkejut dan mereka berdua terjatuh dalam posisi yang tidak mengenakkan di lantai.

Sakura mendarat sempurna di atas tubuh Sasuke. Kesadarannya mulai menghilang dan semuanya menjadi gelap ketika dia mendengar suara Sasuke yang sangat dekat dengan telinganya.

"Tch, kau memang merepotkan."

TBC

A/N : Oke! Aki tahu belum ada anu-anu-anu tapi Aki tidak mau memaksakan plot cerita ini agar ada adegan mature itu.. tolong pahami Aki. Disini Sakura masih tidak menyukai Sasuke, dan pria berambut ayam itu juga belum teralu menyukai Sakura , yah mereka masih merasa tertarik satu sama lain tapi belum ke tahap anu-anu-anu hahahaha..

Oke, terima kasih atas semua review yang masuk. Aki terharu. Padahal fic ini sudah Aki abaikan beberapa bulan.. Er- yah.. Aki akan berusaha mengupdate Fic ini terus dan rencananya fic ini akan mencapai chapter yang lumayan banyak. Mohon dimengerti..^^ Sekali lagi, kalau ada yang ingin ditanyakan bisa langsung ke FB—atau mungkin PM di account ini. Jujur saja, Aki jarang membuka PM di fanfic. Hahahaha... baiklah, sampai jumpa di chapter berikutnya.