Inuyasha © Takahashi Rumiko

4 Seasons © Rhistichimaru

Pairing : Kagome Higurashi x Inuyasha

Titile: 4 Seasons

Author: Rhistichimaru

Summary : 4 Musim menjadi waktu-waktu yang sangat berarti bagi Kagome dan Inuyasha, ada banyak hal yang mereka lalui bersama, sampai suatu saat diakhir musim dingin perpisahan adalah akhirnya. Bagaimana kelanjutan dari kebersamaan mereka?

Wuih… Fict baru lg, setelah fict yg lama complete, Rhist coba buat fict gaje lg.

Gomen kalo ceritanya gaje, karakter beda banget, masih banyak Typo dan bahasanya ancur.

Review ya!

STOP!

Don't Like, Don Read


Chapter 1

Awal

Musim Semi/Haru : Maret


Apa arti 4 musim bagi kalian? Bagiku empat musim dalam satu tahun adalah setiap detik yang kulalui dengan berbagai macam jenis rasa. Rasa? Yah… Apakah seperti rasa es krim? Apa seperti rasa permen? Atau seperti rasanya orang jatuh cinta? Atau seperti rasanya orang patah hati?

Ya, semua rasa itu pernah kualami selama 17 tahun aku terlahir kedunia ini. Semua rasa sedih, gembira, senang, marah, dan frustasi pernah kualami dan menjadikanku seperti ini.

Hari ini, untuk ke 7 kalinya aku berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya. Tempat? Ya, lebih tepatnya aku pindah rumah. Setiap tahun -4 musim-, aku pasti akan berpindah rumah dan wilayah. Setiap tahun sejak umurku 10 tahun aku sudah berpindah-pindah tempat mengikuti Ibuku yang dipindah-pindahkan oleh atasannya untuk bertugas di kota-kota atau wilayah-wilayah yang berbeda. Ibuku adalah seorang perawat yang bekerja di rumah sakit milik pemerintah, yang tugasnya sering dipindah-pindahkan setiap satu tahun sekali. Aku tidak tahu alasan tepatnya, tapi mungkin karena ibuku memiliki cukup banyak pengetahuan untuk membantu mengajar para perawat di berbagai rumah sakit yang memiliki akademi keperawatan.

Bukan hanya aku dan ibu yang sering pindah-pindah, ada juga Kakek dan Shota -adik laki-lakiku- yang masih kelas 5 SD. Dia pun juga sering berpindah-pindah rumah dan sekolah sepertiku. Kenapa kami hanya tinggal berempat saja, sebab ayahku sudah lama meninggal tepatnya saat Shota berumur 2 tahun. Saat itu aku masih berumur 9 tahun. Kenapa aku mengatakan bahwa rasa frustasi pernah kualami, sebab saat ayahku meninggal aku sangat frustasi karena ayah adalah segalanya bagi kami dan begitupun ibu, mereka adalah segalanya bagiku.

Saat ini semua sudah berlalu dari kejadian waktu itu, saat ini aku sudah pindah ke kota Sendai, prefektur Miyagi, Jepang. Sebelum pindah ke Kota Sendai ini, kami tinggal di Matsuyama, Kinki, Kobe, Sapporo, Tokyo, Osaka dan kota lainnya yang bahkan aku lupa nama kotanya.

Hari ini kami tiba di Kota Sendai setelah naik kendaraan pribadi milik kami dan juga truk yang mengangkut barang-barang kami. Rumah yang kami tempati sekarang terletak di pemukiman warga lebih tepatnya agak di pinggiran kota Sendai. Sebab ibu bekerja di rumah sakit di pinggiran kota Sendai.

Rumah ini sama seperti rumah-rumah warga Jepang pada umumnya. Dengan arsitektur rumah asli Jepang dan bertingkat dua. Rumah ini disewa oleh ibu sebab kami hanya akan tinggal satu tahun disini dan akan pergi entah ke kota mana lagi. Tetapi, mungkin aku tidak akan mengikuti ibu lagi, sebab aku akan tinggal di rumah kami yang ada di Tokyo. Aku akan tinggal di rumahku sendiri atau juga mungkin akan menyewa apartement di Tokyo, sebab disana aku akan meneruskan pendidikanku di Tokyo Daigaku.

Di sendai juga ada universitas namanya Tohoku University, tapi kemungkinan besar ibu akan pindah lagi jadi tidak mungkin aku akan melanjutkan kuliah disini.

Saat ini aku sedang merapikan kamarku, sementara Shota sedang membereskan kamarnya sendiri, ibu dan kakek sedang sibuk di lantai bawah entah apa yang mereka kerjakan sepertinya sedang membereskan ruang tamu dan dapur.

Beberpa menit kemudian aku selesai membersihkan dan merapikan kamar ini, aku lalu beranjak menuju jendela kamarku. Aku memandangi sekeliling rumah baru kami ini dari atas dari jendelaku. Sangat indah dan di rumah ini juga ada taman halaman yang tentunya juga berciri khas taman halaman asli Jepang.

Aku terus memandang halaman kami, jalan didepan rumah kami dan rumah tetangga kami diseberang jalan. Saat aku melihat ke rumah tetanggaku itu, aku melihat ada seorang cowok kira-kira seumuran atau lebih tua setahun dua tahun diatasku, dia sedang duduk didepan jendela dan kurasa itu jendela kamarnya.

Dia duduk dengan santai sambil menjulurkan kakinya kebawah, duduk dipinggiran jendelanya dan menatap kosong kearah rumahku. Tatapannya kelihatan kosong, air mukanya terlihat tidak bersemangat sedikitpun, wajahnya pucat, rambutnya agak silver dan tergerai panjang hingga ke bahu. Tadinya aku juga bingung, apa dia anak cewek atau cowok. Tapi setelah kulihat dari struktur tubuhnya, sepertinya dia anak cowok.

Tubuhnya terlihat berisi dan cukup atletis, seperti cowok-cowok Jepang pada umumnya, tubuhnya tinggi dan mungkin lebih tinggi 15 cm dariku yang hanya 160 cm. Aku agak merasa aneh dengan dirinya yang tidak berekspresi apapun saat aku memandanginya walaupun jarak pandang kami hanya sekitar 50 meter. Entahlah… siapa anak cowok itu? Yang pasti saat ini dia terlihat sangat aneh dan mungkin lebih terlihat menakutkan. Ih… seram!

Aku lalu berbalik menuju tempat tidurku dan duduk didepan meja belajarku yang menghadap jendela kamarku yang satunya lagi, jendela kamarku menghadap ke jendela kamar milik tetangga di samping rumahku. Jendela itu tertutup rapat, mungkin pemiliknya sedang pergi.

Aku lalu menyalakan notebook-ku dan mulai mengkoneksikan Internet. Aku mulai mencari tahu banyak hal tentang kota ini, masyarakat dan kebiasaan disini. Tidak ketinggalan aku mencari tahu tentang sekolahku yang akan kumasuki di bulan Maret ini, 5 hari mendatang. Aku juga mencari tahu tentang SD Shota. Saat aku sedang asyik berInternet, Ibu memanggilku dari lantai bawah.

"Kagome, cepat turun! Kita makan siang dulu!"

"Iya, Ibu. Aku segera turun. Shota sudah turun?" teriakku dari dalam kamarku.

"Iya, dia sudah ada disini. Cepatlah kau turun!"

"Iya!" jawabku singakat.

Aku segera memutuskan koneksi Internet dan mematikkan notebook-ku. Lalu aku segera menuruni tangga menuju ruang makan. Saat makan siang ini, aku tidak banyak berbicara dan segera menghabiskan makan siangku. Setelah itu, aku membantu ibu mencuci piring dan kemudian aku duduk di depan TV bersama Shota menonton anime favorite kami Bleach. Aku suka sekali ceritanya dan juga tokoh-tokohnya, terutama Gin Ichimaru. Aku rasa tokoh ini sangat misterius dan menimbulkan banyak pertanyaan saat melihatnya tersenyum layaknya Rubah yang licik. Setelah anime itu selesai, aku bertanya sesuatu pada Shota.

"Shota, apa kamu melihat ada anak cowok yang duduk didepan jendela, itu di rumah tetangga di depan rumah kita?" tanyaku padanya yang sedang asyik bermain dengan kucing peliharaan kami yang juga ikut serta dengan kepindahan kami.

"Anak cowok yang mana, kak?" tanya Shota agak bingung.

"Itu, masa kamu tidak melihatnya. Dia di rumah tetangga di depan rumah kita!" seruku padanya yang masih memainkan ekor kucing.

"Oh… yang berambut ubanan itu! Kalau yang itu aku lihat, dia kelihatan aneh dan menyeramkan. Aku tidak berani melihatnya."

"Jadi kamu melihatnya juga," jawabku singkat namun serius.

"Ibu juga lihat, saat kita baru tiba kesini pagi tadi. Anak laki-laki yang duduk didepan jendela di rumah tetangga depan kita?" sambung ibu yang sedang mondar-mandir ke dapur dan ruang tamu.

"Iya!" seru aku dan Shota keras.

"Oh… itu, biarkan saja. Jangan mengganggunya. Tapi, ibu khawatir dia duduk didepan jendela dan kelihatan sedang melamun. Ibu takut nanti dia tiba-tiba jatuh dari jendela tersebut."

"Iya, Kak! Dia duduk sangat pinggir dari jendela tersebut, kakinya juga menjuntai kebawah. Mungkin kalau dia lengah sedikit, dia pasti sudah jatuh apalagi dia duduk di jendela lantai 2," sambung Shota.

"Ya sudahlah, Bu. Bukan urusan kita juga," jawabku singkat kemudian melanjutkan menonton acara komedi di TV.

"Ya, ayo Shota cepat kembali ke kamarmu. Tidur siang sana!" perintah ibu pada Shota.

"Iya.. iya, Bu. Tapi setelah acara ini, ya!" pinta Shota agak memelas.

"Ya, tapi setelah itu. Cepat ke kamarmu! Dan kau Kagome, cepat bantu ibu menata ruang tamu."

"Ya, Bu! Siap!" jawabku bersemangat dan segera mengikuti Ibu ke ruang tamu.

Setelah membersihkan dan merapikan ruang tamu, hari sudah menjelang sore. Aku lalu makan malam bersama dengan keluargaku dan kemudian mandi. Setelah itu, aku lalu kembali ke kamarku dan akan menutup jendela kamarku yang menghadap kerumah tetangga depan kami.

Saat aku akan menutup pintu, aku masih melihat anak cowok itu duduk di depan jendela sama seperti apa yang kulihat tadi siang, tatapannya masih hampa. Aku lalu buru-buru masuk, aku sedikit takut. Jangan-jangan dia… Ih, Seram!

Sudah 3 hari aku berada disini, dan setiap hari, setiap malam. Aku selalu melihat anak cowok itu duduk di depan jendelanya. Hari ini aku belum masuk ke sekolah baruku, jadi aku putuskan untuk tidak pergi kemana-mana. Ibu dan Shota sedang pergi ke supermarket sementara kakek sedang sibuk membetulkan barang-barang yan ada digudang yang terletak di belakang rumah kami, dan disana juga ada sebuah Kuil dan Sumur keramat.

Hah… semua hal disini membuatku takut, banyak hal ganjil yang terjadi disini. Memang ini bukan satu-satunya tempat yang seram menurutku, sebelumya di kota Sapporo aku juga mengalami banyak hal yan menyeramkan.

Tetapi, aku bisa melaluinya walaupun berat dan juga melalui setiap masalah lain yang sanagt berat menimpaku dan keluargaku. Aku Kagome Higurasi, anak perempuan dari keluarga Higurashi. Tidak ingin menyerah dengan hal yang membuatku sedih, aku harus bersemangat.

Karena aku sering pindah-pindah, aku tidak memiliki sahabat yang akrab. Sebenarnya akan akrab dengan beberapa teman, tatapi saat mulai akan akrab aku harus pindah ke tempat lain dan begitulah seterusnya sampai saat ini aku sudah duduk di kelas 3 SMA. Bahkan yang lebih parah, aku bahkan tidak pernah merasa jatuh cinta pada seseorang sementara teman-temanku yang lain sudah sibuk berkencan. Yah… begitulah risiko tidak menetap seperti ini.

Sekarang pukul 10 a.m aku berdiri didekat jendela kamarku menghadap kearah rumah di depan rumahku. Saat aku melihat kearah sana, aku melihat anak cowok kemarin sedang berjalan diatap rumah tingkat pertama didekat jendelanya dan dia berjalan tanpa arah serta sempoyongan. Saat ini, tubuhnya benar-benar sudah akan berada dipinggir genteng rumahnya dan mungkin sebentar lagi akan jatuh. Tiba-tiba…

"Aww!"

TO BE CONTINUED…


Review ya, domo…


Noto:

Fict ini, kudedikasikan untuk sahabatku, Dewi PS, yang pada saat aku sedang membuat fict ini.

Aku mendapat sms yang berbunyi "Ris, ibuku dah meninggal".

Sebelum mendapat sms itu, aku masih ber-sms-an dengannya

tentang izin dia tidak ikut ujian mid besok sebab ibunya sedang koma.

Tidak ada yang bisa kukatakan saat ini padanya,

selain kata-kata "sabar semua pasti ada hikmahnya."

Aku dapat merasakan butiran air mata memenuhi pipinya

saat aku menelpon untuk menanyakan kebenaran beritanya,

Apa arti ibu bagiku, bagimu, dan bagi kita semua?

Bagiku "IBU ADALAH SEGALANYA"

Gomen, malah curhat…