Ini dia lanjutan chapter At Least For Kazekage, seneng akhirnya ke-publish juga, emang rada aneh gara-gara prekuelnya At Least For Hokage dipikin super pendek, sedangkan ini sampai dua chapter…. Makanya pairing inti di prekuelnya saya bikin punya jatah di cerita ini.

Tapi saya senang sekali sama pairing ini….. hehehehehe

Don't like, don't read, don't blame

Disclaimer : Maha Guru saya, Masashi Kishimoto-sensei

At Least – For Kazekage Chapter 2

"Shikamaru…!" panggil Ino.

Ino, Hinata, Temari, dan beberapa shinobi dari Suna menghampiri Shikamaru dan Chouji di tenda pengungsi di pinggiran desa yang bermasalah tersebut. "mereka mulai bergerak," jelas Shikamaru. "Ino, jumlah penduduk yang terluka makin banyak, kau bertugas untuk menyembuhkan mereka, Hinata dan Temari, aku butuh bantuan kalian, mereka menyerang dari sisi Barat dan Utara, mereka bersembunyi di dalam hutan bambu, dan jumlah mereka semakin banyak,"

"sebenarnya, a.. apa yang terjadi?" tanya Hinata.

"ada penyusup dari desa lain yang ingin menguasai desa mereka, dan sepertinya ada sedikit unsur balas dendam, mungkin pertikaian antar klan, kepala desa sudah di ungsikan ke Suna," jelas Shikamaru. "Temari urus di sebelah Barat bersamaku, dan kau Hinata, kau bersama Chouji di Utara, kami butuh byakuganmu. Mereka menyerang dengan kunai-kunai kecil seperti bambu, dan ada yang beracun,"

Hinata mengangguk mengerti. Ia segera pergi dengan Chouji.

---

Sementara Shikamaru dan Temari juga beberapa Shinobi lain sibuk mengurus penyusup di sebelah Barat, Hinata sedang bertarung di sebelah Utara melawan para penyusup tersebut. Hinata bisa dengan mudah mematahkan serangan-serangan lawan dengan byakugannya meski jumlah senjata yang beterbangan sangat banyak.

Choujipun banyak membantu dengan memberi serangan balik. Beberapa penyusup jatuh dari balik pohon bambu. Sebenarnya dari segi lokasi, lawan mereka unggul satu langkah, karena medan yang ditempuh adalah di tengah hutan bambu. Tapi Shinobi dari Konoha dan Suna memang tidak bisa dianggap enteng.

Mendadak ada seseorang berlumuran darah merangkak mendekati Hinata. "to..tolong," rintihnya. Konsentrasi Hinata terpecah. "penduduk," gumamnya. Hinata mencoba menolongnya, sampai akhirnya Chouji berteriak, "Hinata, awas!"

Hinata langsung sadar. Jebakan. Gawat. Ia masih sempat menghindar, tapi sebuah kunai berhasil merobek lengannya. Lengan Hinata berdarah. Untung bukan kunai beracun. Hinata jatuh terduduk.

"minggir, Hinata!" teriak Chouji. Ia berlari ke arah Hinata. Hinata menoleh, ada beberapa kunai dengan mantra peledak. 'tidak sempat' pikir Hinata. Ia memejamkan matanya.

'blar'

Suara ledakan. Hinata mencoba membuka matanya. Dihadapannya seseorang melindunginya. Gaara. Air mata Hinata menetes. Lututnya lemas. Ia terlihat sangat ketakutan. Gaara melindunginya lagi. Ia melihat punggung Gaara.

'bagaimana Gaara bisa kemari' pikir Hinata. Seharusnya Gaara masih di Suna, mengadakan rapat dengan kepala desa. "Ka..Kazekage-sama.." panggil Hinata. Suaranya bergetar.

Gaara tidak menyahut. "Ka.. Kazekage-sama," panggil Hinata sekali lagi. Kali ini Gaara melirik ke arah Hinata. Tatapan matanya menyirahkan kemarahan yang besar. Hinata terhenyak melihatnya.

Gaara menggantikannya bertarung. Tak ada belas kasihan sama sekali. Bahkan Chouji merasa ketakutan melihatnya. Mata yang sama ketika Gaara mengikuti ujian Chunin di Konoha. Gaara menciptakan badai pasir. Merusak pohon-pohon bambu dan membantai semua penyusup di hadapannya.

Hinata melihat darah dimana-mana. Ia gemetar melihat kekuatan Gaara. Air matanya menetes. "kazekage-sama," panggil Hinata. "tolong hentikan," pintanya.

Gaara tidak mendengarnya sama sekali. Pikirannya penuh kemarahan setelah melihat Hinata terluka.

Hinata semakin ketakutan melihat musuh-musuhnya tumbang dengan cepat. 'bukan begini…' gumam Hinata. Hinata mati-matian berdiri menghampiri Gaara.

"hati-hati, Hinata," teriak Chouji. Khawatir kalau sampai Gaara justru melukainya dalam keadaan tak terkontrol. Hinata terus maju.

Dengan cepat Hinata memeluk Gaara dari belakang, "berhenti, Gaara-kun," pintanya pelan. Suaranya yang lembut sampai di telinga Gaara. Gaara menghentikan serangannya. Ia merasakan tangan Hinata yang gemetar. Gaara menggenggamnya dengan erat agar getarannya berhenti.

"Chouji, kau tak apa-apa?" tanya Shikamaru cemas. Wajah Chouji masih ketakutan. "kau kenapa? Maaf, ternyata sebagian besar penyusup ternyata lewat Utara, mereka mengecoh kami yang di Barat,"

Chouji masih lemas. Shikamaru menoleh pada Temari di sampingnya. Mata Temaripun nampak menyiratkan ketakutan. Shikamaru mengikuti arah pandangannya. Seluruh pohon bambu terlihat rusak oleh pasir. Batang-batangnya berwarna merah karena cipratan darah. Shikamaru melihat banyak yang tewas. Para penyusup tewas.

Gaara melepas pelukan Hinata dan menoleh ke belakang. Bahu Hinata masih bergetar. Gaara mencoba menyentuh lengan Hinata yang terluka. Hinata yang ketakutan mundur selangkah, "to..tolong ja..jangan melakukan hal…yang me.. mengerikan seperti itu la.. lagi…" pinta Hinata. Air matanya mengalir deras. Ia terus menunduk.

"kau tidak apa?" tanya Gaara dingin.

Hinata hanya mengangguk pelan. Pandangannya terhenti ketika ia melihat di tangan kanan Gaara yang berlumuran darah, "ka..kau terluka?" tanya Hinata. Ia mencoba meraih tangan Gaara tapi Gaara justru berjalan pergi meninggalkan Hinata.

Temari berlari ke arah adiknya, "kau tak apa?" tanya Temari cemas. Gaara berjalan melewatinya.

"tolong urus sisanya," perintah Gaara dingin. Temari terlihat murung. Ia melihat Hinata di kejauhan yang menangis.

---

Temari masuk ke tenda di ikuti Hinata di belakangnya. Keduanya melihat Ino dan Gaara dalam tenda. Ino sibuk membalut tangan kanan Gaara yang terluka dengan perban.

"Hinata-chan, apa kau baik-baik saja?" tanya Ino cemas.

"tidak apa-apa, Ino, lukanya tidak parah, aku sudah memberinya obat," jawab Temari. Temari menatap Ino serius. Ino memandangi mata Hinata yang sembab lalu memandang Gaara yang membuang mukanya.

"Hinata-chan, tolong gantikan aku," seru Ino. Temari langsung menarik Ino keluar dari tenda sehingga sekarang hanya tinggal Hinata dan Gaara. Hinata melangkah perlahan dan duduk tepat di hadapan Gaara. Ia menyentuh tangan Gaara yang terluka dengan hati-hati lalu membalut lukanya.

Hinata terus menunduk sementara Gaara terus menatapnya. "maaf," ucap Gaara pelan. Hinata balas menatapnya. Kini Gaara yang menunduk, "bukan maksudku membuatmu ketakutan," imbuhnya. Perlahan Hinata tersenyum. "aku cuma kaget melihatmu terluka tadi,"

Hinata menghentikan gerakan tangannya. Wajahnya mulai blushing lagi, "kau kan sedang menjalani misi di Suna, kalau sampai terjadi apa-apa denganmu, aku harus berkata apa pada Hokage?" imbuh Gaara.

"i..iya," balas Hinata. "hanya saja, tak seharusnya kau kotori tanganmu dengan membunuh mereka semua,"

"ma..maaf," kata Gaara.

Hinata tersenyum lembut. Ia meraih tangan Gaara dan menggenggamnya di pipi kirinya, sama seperti ketika mereka berada di gurun. Hinata memejamkan matanya, "terima kasih.. karena melindungiku," Hinata membuka matanya. Sebulir air mata jatuh mengenai tangan Gaara.

"jangan menangis," pinta Gaara. "kumohon jangan menangis," pintanya lagi. Tatapan mata Gaara melembut. Matanya ikut sayu. Ada sesuatu yang bening yang memaksa untuk keluar dan menetes.

Hinata memandanginya dengan lembut sambil tersenyum, "te.. terima kasih," ucapnya pelan.

Gaara mendekatkan wajahnya perlahan hingga bibir keduanya bertemu. Gaara mengecupnya perlahan. Hinata terdiam sebentar lalu membalasnya dengan lembut.

---

"Gaara, kau tak apa-apa? Aku cemas seka.." tanya Kankouro yang mendadak masuk ke dalam tenda. Kata-katanya terhenti. Ia melihat adiknya dan Hinata duduk saling membelakangi, tetapi saat Kankouro memperhatikan wajah keduanya yang merah padam, Kankouro langsung tersenyum malu.

"kenapa kau mengganggu mereka, Bodoh," teriak Temari.

"maaf..maaf.." kata Kankouro. "tapi penyusupnya sudah beres, yang masih hidup akan diadili di Suna. Kita harus bersiap-siap untuk kembali,"

Mendadak Ino muncul dan mendekati Hinata, "Hinata, wajahmu kenapa? Kenapa merah sekali? Apa yang dia lakukan padamu," ejek Ino sambil menunjuk Gaara. Wajah Hinata semakin blushing. "apa kalian baru saja…"

Hinata akhirnya ambruk. Pingsan.

---

Hinata perlahan membuka matanya. Cahaya matahari memaksa masuk melewati jendela dan menerangi tempat tidur Hinata. "kau tak apa?" tanya Ino.

Hinata memaksa dirinya untuk bangun, "dimana ini?"

"di Suna, Hinata-chan," jawab Ino sambil tersenyum, "kemarin kau membuat semua orang kalang kabut, terutama Gaara,"

Hinata blushing. Bibirnya tersenyum.

"kalau kau sudah siap, sebentar lagi kita pulang," jelas Ino.

"eh, hari ini?" Hinata terlihat kaget.

"tentu saja, misinya sudah selesai, kita harus segera kembali," jelas Ino lagi. Hinata menunduk pelan. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, "sedih akan berpisah?" tanya Ino.

"bu..bukan begitu," sanggah Hinata.

"begitu juga tak apa," jawab Ino."dengar, seminggu lagi Hokage kita akan menikah dengan Sakura-chan, Gaara pasti datang," Hinata mendengarnya. Ia masih tertunduk, "memikirkan Gaara…. Atau… Naruto?" tanya Ino.

Hinata langsung memandang Ino, "bukan, Ino-chan, bukan Naruto, aku senang kok mereka menikah,"

"benarkah?" tanya Ino memastikan.

Hinata memiringkan kepalanya lalu tersenyum, "seseorang mengajariku agar tidak lagi menangis," tambahnya. Hinata tersenyum dan membelai pipi Ino.

---

Para Shinobi Konoha bersiap menemui Kazekage untuk pamit. Mereka berdiri di depan pintu ruangan Gaara.

"apa yang kita tunggu?" tanya Shikamaru mulai tak sabar. Mereka sudah lima menit berdiri dan Ino melarang yang lain masuk. Ino memberi Shikamaru death glare. Shikamaru menghela napas panjang.

Temari membuka pintu dari dalam kemudian keluar. Ia menebar senyum lalu mendorong Hinata masuk ke ruang Kazekage sendirian lalu menutup pintu dari luar.

Temari dan Ino melonjak senang di depan pintu, "kenapa makhluk seperti kalian ini benar-benar merepotkan?" keluh Shikamaru. Kali ini Temari memberinya death glare.

"jangan cerewet Shikamaru," kata Ino. "ada sesuatu yang orang sepertimu tak akan pernah mengerti,"

"haah… tidak tertarik," balasnya.

Sementara itu Gaara terkejut melihat hanya Hinata yang masuk ke ruangannya. "yang lainnya mana?"

"me..mereka di luar," jawab Hinata gugup. "a..apa perlu kupanggil?"

Gaara berdiri, "tak perlu, nanti…saja..". Gaara berjalan mendekat pada Hinata. Keduanya berdiri berhadapan. Wajah Hinata semakin memerah. Ia menundukkan wajahnya dalam-dalam. Jantungnya berdebar tak karuan. "apa tak bisa lebih lama lagi," gumam Gaara.

"eh?" Hinata tak begitu mendengarnya. "apa?" tanyanya lagi.

"tidak, bukan apa-apa," Gaara memalingkan wajahnya yang mulai bersemu merah.

"mm, apa kau akan datang ke pernikahan Naruto-kun dan Sakura-chan?" tanya Hinata pelan.

"tentu saja, aku mau memastikan agar seorang gadis yang kukenal tidak membuat Konoha tenggelam dengan tangisannya," canda Gaara. Hinata tertawa kecil. "dasar,"

Gaara mengusap kepala Hinata dan membelai rambutnya. Lalu ia berjalan menuju pintu dan membukanya. Shinobi Konoha langsung masuk ke dalam ruangan Gaara untuk berpamitan.

---

"kau cantik sekali, Sakura-chan," puji Ino. Ia memperhatikan sahabatnya dan tersenyum senang, "tidak salah kalau semua shinobi Konoha menjulukimu sebagai Kunoichi tercantik," pujinya lagi.

"jangan bercanda Ino, kau meledekku ya," balas Sakura.

Ino menghela napas. Ia mendekat pada Sakura dan menata pita kuning yang menghiasi rambut Sakura, "kali ini aku jujur Sakura, bahkan Kakashi-sensei juga mengatakan hal yang sama kan?" jawab Ino. "kau benar-benar menyamai Tsunade-sama, bahkan melebihinya,"

Sakura tersipu malu. Ia memandangi wajahnya di cermin. Sebuah kimono putih dengan corak merah muda yang sangat lembut melekat di tubuhnya. Riasan sederhana di wajahnya justru makin membuatnya cantik. Mata emeraldnya bahkan mampu menundukkan Naruto. Polesan perona bibir berwarna peach membuatnya terlihat sempurna. Beberapa kupu-kupu hadiah dari Shino terus mengitari bagian bawah kimononya.

Hari ini Konohagakure mengadakan pesta besar. Acara pernikahan sang Hokage dengan kunoichi medis terbaik di Konoha menjadikan keduanya sebagai pasangan paling hebat dalam sejarah. Setelah cukup lama Naruto bertahan, memberikan semua yang bisa dilakukannya demi Sakura, ia berhasil mendapatkan Sakura.

Setelah semua yang telah dihadapi bersama, tumbuh bersama, menjadi sama-sama kuat, dengan ikatan persahabatan yang begitu kuat, akhirnya Naruto dan Sakura akan melangkah ke babak baru dalam kehidupan barunya. Menjadikan keduanya sebagai satu jiwa.

---

'tok..tok…' seseorang mengetuk pintu kamar Hinata. "Hinata, buka pintunya,"

Hinata menoleh. Suara Ino. Ia segera membuka pintu. Ino memandangi Hinata dari atas sampai bawah. Tak biasanya Hinata memakai pakaian dengan warna merah. Kimononya yang berwarna merah dengan corak kupu-kupu berwarna putih dan biru membuatnya nampak cantik. "kau cantik Hinata," sapa Ino.

"kau juga, Ino-chan," Hinata tersenyum senang.

"ayo ke kuil, acaranya akan dimulai sebentar lagi,"

---

"Sai, kenapa kau senyum-senyum begitu?" tanya Sakura curiga. "jangan tersenyum aneh begitu, kau terlihat mengerikan,"

Sai memandangi Sakura lekat-lekat. "kau cantik Sakura," katanya sambil terus berjalan. Keduanya berjalan menuju bagian depan kuil. Di altar pernikahan, Naruto telah menunggunya.

"baru sadar ya," jawab Sakura. Wajahnya merona karena sepanjang hari ini, semua orang yang ditemuinya berkata bahwa ia sangat cantik. Padahal Naruto belum mengucapkannya hari ini. "huh, padahal kau pernah bilang 'jelek' padaku,"

Sai tersenyum. Kali ini dengan begitu tulus. "kita harus segera ke depan kuil,"

Sakura memejamkan matanya sebentar. Kali ini ia sangat berdebar-debar. "kau tahu Sai, sekarang senyumanmu bahkan lebih murni daripada orang lain,"

Sai mendengarnya dengan jelas. Ia tersipu malu dan terlihat senang, "kau yang mengajariku kan, Sakura," balasnya. "terima kasih, Sakura. Ayo kita segera menuju pohon sakura di depan".

Sakura menghentikan langkahnya, "kau bercanda ya, di depan kuil tidak ada pohon sakura, Sai,"

"oh ya? tadi Naruto bilang, aku harus mengantarkanmu ke bawah pohon sakura di depan kuil, apa aku salah dengar ya?" kata Sai. Ia memiringkan kepalanya. Sakura tersenyum. Ia berjalan lagi ke depan kuil.

Begitu sampai, Sakura kehilangan kata-katanya. Sebuah pohon sakura yang sangat besar berdiri kokoh di hadapannya. Bunga-bunganya beterbangan seperti rintik hujan. Banyak sekali kupu-kupu mengitarinya. Tak hanya Sakura, semua orang juga tercengang dan tersihir.

Air mata Sakura menetes. "itu hadiah dari Yamato-sensei," sahut Sai di belakang Sakura, "selamat ya…" Sai menarik Sakura berjalan lebih dekat pada Naruto tepat di bawah pohon sakura raksasa itu. Sakura masih terpukau dengan yang dilihatnya.

Sakura menoleh pada Naruto di samping kanannya. Naruto terlihat keren sekali. Tetap dengan jubah Hokage lengkap, Naruto memandangi gadis yang dicintainya. Wajahnya memerah, "kau sangat cantik, Sakura-chan," bisiknya. Suara Naruto bergetar.

"kau tahu Naruto, semua orang mengatakan hal yang sama, tapi aku sangat menunggu ucapan itu keluar dari mulutmu sendiri," kata Sakura. "pohon ini indah sekali, kelopak sakuranya seperti menghujani kita, cantik sekali,"

Naruto mendekati Sakura. Ia menyentuhkan jari-jemarinya di pipi Sakura yang merona. Membuat gadis itu semakin tersipu. Ia membisikkan kata-kata pada Sakura, "kau bahkan jauh lebih cantik dibanding bunga-bunga ini," puji Naruto. Wajahnya tak kalah merah dengan Sakura.

"sejak kapan kau pandai merayu begini, Bodoh?" balas Sakura. Naruto nyengir mendengarnya.

Keduanya tersenyum bahagia. Upacara pernikahan keduanya berjalan dengan sangat lancar. Seluruh penduduk Konoha dan desa-desa tetangga ikut menghadirinya. Mereka ikut merayakan kebahagiaan pemimpin mereka.

Naruto memandangi Sakura lekat-lekat. Membuat gadis itu salah tingkah. "kau membuatku jengkel Naruto," kata Sakura. "semakin hari kau membuatku makin terlihat sebagai gadis bodoh, kau membuatku lemah," tambahnya lagi.

Naruto tersenyum bahagia. Ia meraih tubuh Sakura dan memeluknya dengan erat. Mengalirkan napasnya di telinga mungil Sakura, "aku pernah melepaskanmu, Sakura-chan, tapi mulai sekarang, aku tak akan membiarkanmu pergi, kau adalah jiwaku Sakura, kalau kau pergi, aku akan mati, bahkan lebih cepat dari kelopak sakura yang jatuh ke tanah, lebih ringkih dari kupu-kupu yang terluka, lebih hancur dari segumpal debu, Sakura," bisik Naruto lembut. Air matanya yang menetes jatuh ke bahu Sakura yang putih.

Sakura juga menangis. Ia merasa sesak mendengarnya. Ia merasakan dengan jelas suara detak jantung Naruto yang tak karuan. Menciptakan nada yang indah ketika berdekatan dengan jantungnya. "berjanjilah satu hal padaku, Naruto," pinta Sakura.

Naruto melepaskan pelukannya. Ia menyentuh bahu Sakura yang masih bergetar, "katakan,"

"berjanjilah, jangan pernah kau meninggalkanku, Naruto," pinta Sakura. "bahkan untuk satu helaan napas yang aku keluarkan, Naruto,"

Air mata Sakura menetes. Naruto mencium mata emerald Sakura, "tak akan, Sakura-chan, kau adalah udaraku, aku janji," jawab Naruto setengah berbisik. Sakura geli mendengarnya. Bahkan ia baru sadar bahwa Naruto benar-benar sudah dewasa. Ia mencerna setiap kata-kata yang diucapkan Naruto. Ternyata ia benar, sekali ini dan selamanya, ia akan melemah, dihadapan laki-laki yang dicintainya.

Naruto mengecup bibir Sakura dengan lembut. Menghirup aroma wangi Sakura yang menenangkannya. Mendekap tubuh istrinya seakan ia tidak ingin melepaskannya. Membelai rambutnya yang lembut bagai angin dan merasakan manis di bibir Sakura.

Keduanya berhasil menyihir semua orang. Menciptakan suasana yang sangat nyaman dan saling membutuhkan satu sama lain. Suara gemuruh tepuk tangan penduduk semakin riuh. Sampai akhirnya keduanya melepaskan tautan bibirnya dan saling memandang dengan perasaan yang begitu sempurna.

---

Seorang gadis memandangnya dari kejauhan. Hinata. Ia ikut tersenyum bahagia untuk cinta pertamanya tersebut. Ino lega melihatnya. Temari mendadak muncul di samping Hinata.

"hai, Hinata-chan," sapa Temari.

"ah," Hinata terlihat kaget, "Temari-san," Hinata menunduk memberi salam pada Temari. Ia memandang Temari lalu melihat sekeliling.

"mencari adikku?" tanyanya polos. Wajah Hinata langsung merah padam.

"bu..bukan begitu…" jawab Hinata gugup. Ino menyenggol bahu Temari.

Temari tersenyum menyeringai karena senang, "Ah! Aku kelupaan sesuatu, aku pergi dulu ya," kata Temari. Ia lalu langsung berlari menghilang ditelan kerumunan orang. Kiba, Lee, Tenten, dan Chouji menghampiri Ino dan Hinata. Sedangkan Shino, Shikamaru, dan Sai, sibuk membantu kelangsungan acara pernikahan sang Hokage.

"bagaimana keadaanmu, Hinata?" tanya Kiba. Hinata tersenyum. Kiba mengerti maksudnya. Mendadak ada yang mendorong-dorong mereka. Hinata hampir saja kehilangan keseimbangannya. Mendadak ia merasa tubuhnya ditabrak seseorang. Ia hampir terjatuh namun sebuah tangan menahannya dan menariknya kembali agar berdiri tegak. Ternyata acara dorong-dorong itu adalah rencana Ino dan Temari.

Hinata kehilangan kata-katanya saat melihat orang di hadapannya, yang bahkan jarak wajah keduanya tak sampai sepuluh centimeter. Mendadak Hinata teringat kejadian di tenda, saat sosok Kazekage di hadapannya menciumnya dengan lembut. "Ga..Ga..Gaara-kun," gumamnya pelan.

Wajah Hinata merah padam. Ia terjatuh pingsan.

---

Perlahan Hinata membuka matanya. Ia tertidur di pangkuan Gaara. Ia cepat-cepat bangkit dan duduk. "ma..maaf…" ucapnya cepat.

"kau tak apa kan?" tanya Gaara cemas. Hinata mengangguk-angguk. Gaara tertawa kecil melihatnya. Entah sudah berapa banyak ia tertawa karena gadis di hadapannya ini.

"kau ini, kalau tak menangis, malah pingsan," ejeknya. Hinata langsung memalingkan mukanya. Ia malu sekali.

Gaara membelai rambutnya yang berantakan. "Ah! Sudah sore, bagaimana pestanya?" tanya Hinata. Ia terlihat bingung. Gaara mengarahkan kepala Hinata agar melihat ke arah samping Gaara. Di bagian bawah sana, altar pernikahannya terlihat jelas. Dengan kelopak sakura yang gugur seperti hujan dan menjadi alas altar pernikahan di depan kuil.

Hinata memandanginya lama sekali. Matahari perlahan terbenam dan mengubah warna langit yang terang menjadi gelap. Angin berhembus pelan membelai rambut Hinata. Perlahan, satu persatu cahaya kecil mulai menerangi altar. Ribuan kunang-kunang yang disiapkan Shino menerangi pohon sakura raksasa di bawah sana.

Di langit bintang juga bersinar terang. Hinata masih dapat melihat jelas sepasang manusia yang sedang merayakan hari pernikahannya. Kedua tangannya tertaut, seolah takkan pernah lepas. Naruto.. Sakura…

"apa yang kau rasakan sekarang?" tanya Gaara pelan.

"rasa lega yang besar," jawab Hinata. Ia menoleh pada Gaara yang menatapnya lembut.

"mau menangis?" tanya Gaara.

Hinata tersenyum manis, "mungkin,"

"mungkin aku harus menculikmu dan membawamu ke Suna agar kau benar-benar tak bisa menangis lagi," canda Gaara.

Hinata tertawa mendengarnya. "tapi mana mungkin aku pindah ke Suna?" tanya Hinata setengah tertawa.

"jadi Ny. Kazekage saja," jawab Gaara singkat.

Hinata langsung terdiam. Keduanya saling menatap. Diam. Sepi. Hening. Bahkan suara gemuruh perayaan pernikahan di bawah sana tak dapat mengalahkan keheningan di antara Gaara dan Hinata. Tiba-tiba air mata Hinata menetes dan jatuh.

Gaara menyentuh pipinya dan mencoba menghapus garis yang diciptakan air mata Hinata. "itu hanya tawaran, kau boleh menolaknya, Hinata," kata Gaara datar. Ia mencoba tersenyum pada Hinata lalu memalingkan mukanya.

Hinata menunduk. 'barusan…barusan… Gaara melamarku?' pikir Hinata.

Gaara meraih tangan Hinata, "ayo turun, aku harus menemui Naruto lagi, lagipula aku tak bisa membawamu lama-lama, bisa-bisa sepupumu yang kaku itu menyerangku," canda Gaara. Ia mencoba mengurangi gundah yang dirasakan Hinata.

Hinata mulai mengeluarkan lagi suara lembutnya, "ka..kalau kau mau membawaku, kau bukan hanya harus berhadapan dengan Neji-niisan…. tapi juga ayahku," ujar Hinata pelan. Ia menunduk dalam-dalam, menarik napas panjang, lalu menatap Gaara. "bawa aku pergi, jadikan aku teman hidupmu, Gaara-kun"

Gaara hampir-hampir tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. Hinata menggenggam erat tangannya. Hinata mendekatkan wajahnya. Gaara tersenyum dan menyentuh tengkuk Hinata. Membelai rambutnya perlahan, meraih punggungnya, dan menciumnya lembut.

"duar..!" ribuan kembang api meletus di langit.

Naruto yang dapat melihat Gaara dan Hinata menyenggol bahu Sakura, "lihat!" perintahnya.

"sial, mereka mesra sekali," gumamnya. Sakura langsung sewot. Ia menginjak kaki Naruto sampai Naruto kesakitan.

"aku tak percaya, aku barusan menikahi orang yang bahkan sudah lupa dengan perkataannya sendiri, padahal waktu belum lewat sehari," keluhnya.

Naruto tersenyum senang melihat Sakura cemburu. Ia dengan cepat meraih pipi Sakura dan menciumnya lagi. Tentu saja Sakura terkejut setengah mati. Ia langsung mencubit pipi Naruto, "jangan terlalu sering melakukannya di depan umum," bisiknya jengkel.

"ok..oke…" jawab Naruto sambil memegangi pipinya yang memerah, "kita lakukan nanti tengah malam di rumah saja,"

Kali ini Sakura blushing berat. Wajahnya bahkan lebih merah dari kepiting rebus. Ia malu sekali mendengarnya, apalagi membayangkannya.

"da..dasar mesum," kata Sakura sambil memalingkan mukanya yang memerah. Naruto senang sekali karena akhir-akhir ini Sakura selalu kalah tiap beradu argument dengannya. Sakura sekarang juga mudah digoda.

Naruto langsung menarik Sakura ke pelukannya dan mencium leher Sakura yang jenjang. "pulang yuk," godanya lagi. Wajah Sakura memerah lagi.

Sementara itu, Gaara menggenggam erat tangan Hinata dan bersiap turun dari gedung. "mau kemana?" tanya Hinata.

"kita menemui Naruto," jawab Gaara singkat. "aku tak sabar memberitahunya," ujar Gaara bersemangat, "dia harus datang ke pernikahan kita, Hinata-chan,"

FIN

Yeah….akhirnya tamat juga…. Senang bikin cerita yang ada Narusaku-nya, hehehe… meskipun pairing utamanya GaaHina.

Gak tahu kenapa, saya seneng bikin cerita yang ada Hinata-nya, tapi bukan untuk jadi pasangan Naruto. Hehehehe….

So, gambaran pernikahan hokage-nya keliatan 'wah' ya…. Saya suka ngebayangin ada ribuan kunang-kunang yang bersinar. Kan romantic….

Oke….review, Please….