Night Melody

Opus 11: A Letter

Disclaimer:

Tsubasa Reservoir Chronicle © CLAMP


"Because I want to do my best for you."


Tidak ada surat darinya. Beberapa surat ada di tangannya, tapi tak satupun atas nama orang yang ditunggu-tunggu. Pemuda itu menghela napas pendek, lalu tersenyum dengan raut wajah 'apa boleh buat'. Lalu dia melangkah masuk ke dalam rumahnya.

"Syaoran?" Pak Fujitaka yang sedang menyiapkan sarapan, tersenyum melihat putranya masuk ke ruangan. Syaoran membalas senyuman ayahnya dengan lesu, lalu meletakkan seikat surat di meja. Fujitaka langsung mengerti.

"Masih belum ada surat?" tanyanya. Syaoran mengangguk pelan, lalu tersenyum tipis. Fujitaka mendekati putra semata wayangnya, lalu menepuk pundaknya dan tersenyum. Tidak berkata apa-apa, tapi tindakannya begitu saja sudah cukup membuat Syaoran sedikit lebih lega.

"Sarapan sudah siap. Ayo kita segera makan." Katanya sambil berjalan kembali ke dapur. "Ya." Sahut Syaoran.

Setelah makan pagi bersama, keduanya segera berangkat ke sekolah masing-masing. Fujitaka bekerja sebagai dosen universitas. Sementara Syaoran, kini menduduki bangku SMA kelas dua. Ya, SMA kelas dua. Sudah dua tahun berlalu sejak keberangkatan Sakura ke Jerman. Hingga kini, berita tentangnya tak terdengar di Jepang.

Fujitaka sudah berangkat lebih dahulu, maka Syaoran lah yang mengunci pintu rumah. Dia berjalan melewati jalan setapak dengan pohon-pohon rindang di sisi jalan, ke sekolah. Pandangannya menerawang jauh ke langit biru yang luas. Diperhatikannya awan-awan putih yang bagai gumpalan kapas itu bergerak perlahan. Tiba-tiba kelopak bunga sakura jatuh di pundak Syaoran. Syaoran mengambil kelopak bunga merah muda itu. Lalu menutup mata, dan senyumnya mengembang.

Dua tahun berlalu tanpa kabar. Tanpa Sakura. Syaoran tidak menyerah sama sekali, dan masih terus menunggu kepulangan Sakura. Syaoran masih sering bertemu dan berkumpul dengan Fay, Kurogane, Mokona dan Tomoyo. Nampaknya Fay dan Tomoyo cukup sering mengirimkan surat atau paket ke Jerman untuk Sakura, melalui Yukito. Sementara Syaoran, dia memutuskan untuk tidak mengirimkan apapun untuk Sakura. Sepucuk surat pun tidak.

- dua tahun lalu, beberapa hari setelah kepergian Sakura,

"Kau yakin tidak mau mengirimkan apapun untuk Sakura-chan?" tanya Fay.

"Sakura 'kan pasti menunggu kiriman dari Syaoran." Sambung Mokona.

Syaoran tersenyum tipis. "Dia sedang berjuang. Dia memutuskan untuk melangkah maju. Begitupun aku. Aku juga ingin berjuang dan maju. Kami memang terpisah saat ini, berkomunikasi pun sulit. Tapi aku percaya padanya. Aku tahu dia juga percaya padaku. Kami akan berjuang bersama-sama, meski saling berjauhan."

Semuanya terdiam, dan tersenyum. Karena mengerti maksud Syaoran. Sakura berjuang untuk sembuh, dan menjadi kuat seorang diri. Demi orang-orang yang menyayangi dan disayanginya. Syaoran juga. Dia ingin mengasah diri agar menjadi lebih kuat dan mampu menopang Sakura nantinya.

"Aku yakin…" Tomoyo yang sejak tadi menunduk, tiba-tiba membuka suara. "hati kalian sudah saling terkait. Karena itu, sejauh apapun jarak yang memisahkan kalian, hati kalian tetap terasa dekat." Lanjutnya. Dia mengangkat wajah dan tersenyum. "Benar 'kan?"

Syaoran tersenyum mendengarnya. Dan kini ia juga tersenyum mengingatnya. Dua tahun berlalu, Syaoran benar-benar berlatih untuk menjadi lebih kuat. Aktif di klub kendo, latihan bela diri dibawah bimbingan Kurogane, dan belajar akademik dibantu Fay. Tak hanya fisik dan akademik, secara psikis pun Syaoran sudah berkembang.

Syaoran menggenggam erat kelopak bunga sakura itu di tangannya. Lalu menempelkan tangan itu ke dadanya. Syaoran selalu sabar menunggu kabar, dan terus mendoakan kesembuhan total Sakura. Tapi meskipun Ia terlihat tabah, Syaoran sebenarnya merasa begitu sesak dan tersiksa akan rasa rindu yang meluap pada Sakura.

Apapun yang dilakukan Syaoran, terus mengingatkannya akan Sakura. Wajahnya… senyumnya… suaranya… tawanya… semuanya. Bayangan Sakura sudah melekat pada hati dan pikiran Syaoran. Bukannya membuat Syaoran goyah, semua itu justru membuat Syaoran lebih tegar dan kuat.

"Hari ini juga, aku akan berjuang."

Seraya bergumam pelan, Syaoran melangkah maju tanpa keraguan.

Rumah Sakit K, Jerman…

Pintu kamar 111 diketuk. Seorang suster berambut hitam dan bermata biru, melangkah masuk ke dalamnya. "Sakura, sudah waktunya minum obat." katanya. Seorang gadis yang duduk di ranjang dalam kamar itu, menoleh dan tersenyum. "Baik."

"Sepertinya mood mu lagi bagus ya?" tanya suster itu, sambil menuangkan air ke dalam gelas untuk Sakura. Sakura menelan obatnya, lalu menerima segelas air itu. "Apa kelihatannya begitu?" balik Sakura bertanya setelah air dalam gelas itu habis. Susternya tertawa kecil. "Ya, kelihatannya begitu. Apa ada sesuatu yang membuatmu senang?" tanyanya lagi. Senyum manis Sakura mengembang.

"Aku bermimpi."

"Mimpi?"

"Aku memimpikan seseorang yang sangat kusayang dan kurindukan. Dalam mimpi itu, sosoknya tidak berubah banyak. Hanya lebih tinggi, dan lebih gagah. Sorot matanya tetap lurus dan penuh tekad. Tapi aku bisa melihat… bahwa ia lebih kuat dari yang dulu. Baik fisik, maupun hati."

"Sampai sejauh itu?" si suster tertawa. "Siapa seseorang ini? Pacarmu?"

Sakura tidak menjawab. Dia hanya tersenyum, kemudian menutup mata dan membayangkan sosok seseorang itu. Seketika ia rasakan betapa rindunya ia kepada Syaoran. Betapa inginnya ia melihat wajah Syaoran; dan matanya yang lurus, menatap lembut padanya. Dan suaranya yang mengucapkan namanya.

"Syaoran… bagaimana keadaanmu sekarang ini? Apa kamu sibuk dengan SMA? Apa kamu punya banyak teman baru? Apa ada gadis cantik di sekolahmu? Apa… kamu memikirkanku?" gumam Sakura lirih.

Selama dua tahun terakhir, Sakura terus menahan diri untuk tidak menulis surat pada Syaoran. Dia tak ingin menjilat ludahnya sendiri. Dia harus berjuang sebelum mengabari Syaoran, maupun yang lain.

"Aku harus sembuh. Aku harus sembuh dulu, baru menemui Syaoran. Aku akan berjuang. Sesuai janjiku."

Setahun berlalu lagi. Waktu bergulir begitu cepat, namun terasa begitu lambat bagi Syaoran dan Sakura. Keduanya terus menantikan waktu saat mereka bertemu kembali. Sakura menantikan kesembuhannya. Syaoran menantikan kepulangan Sakura. Sembari menahan rasa rindu yang meluap-luap, keduanya terus berharap dan berdoa dan… menunggu.

Beberapa bulan terakhir, Syaoran dkk tak bisa menghubungi Touya maupun Yukito. Entah karena sibuk dengan pekerjaan, atau terjadi sesuatu pada Sakura. Mereka tak ingin mengira yang macam-macam. Tapi tetap saja mereka jadi khawatir pada keadaan Sakura.

"Sudah hubungi kantornya?" tanya Kurogane.

"Sudah, dan selalu dijawab kedua-duanya sibuk." jawab Tomoyo.

"Aku bahkan sudah mencoba mendatangi kantornya. Dan tak ada hasil." ujar Fai.

"Mungkin mereka memang sibuk." kata Mokona.

"Sampai berbulan-bulan?" Kurogane menaikan alis.

"Apa perlu aku terbang ke Jerman?" gumam Tomoyo.

Hening. Semua mata menatap Tomoyo. Yang bersangkutan tersenyum manis tanpa dosa. Lalu mengangkat bahu dan berkata, "bercanda kok."

"Yah, kalau mereka sibuk dan tak bisa memberi kabar untuk sementara waktu sih wajar. Tapi ini sudah beberapa bulan, lho?" Fai melipat tangan di dada. Mokona yang bertengger di pundak Fai jadi terlihat lesu.

"Semoga saja kita dapat kabar secepatnya." kata Tomoyo. Yang lain mengangguk setuju. Sementara Syaoran, hanya diam membisu.

Esok paginya, datang surat tak terduga yang sudah lama ditunggu-tunggu di kotak surat kediaman Fujitaka. Surat yang membawa aroma bunga sakura dari Jerman. Yang tertulis di amplopnya, 'Dari Sakura Kinomoto'.

To be continued...


A/N: LONG TIME NO SEEEEEEEEE~! 8DDD *ditimpuk bata*

err.. pertama-tama, saya ucapkan terima kasih pada anda semua yang sudah mau membaca dan mengikuti perkembangan cerita fanfic buatan saya ini meskipun updatenya sangat telat. kedua, saya minta maaf karena update yang sangat sangat telat. ketiga, kenapa bahasaku resmi banget ya...

intinya, makasih buat para readers setia yg masih mau baca NM. maaf buat update yang SANGAAAT ngaret. dan maaf buat ending gantung ini. tadinya mau kubuat langsung selesai di chapter ini, tapi rasanya ada yang kurang. jadi aku putusin buat digantung disini dan dilanjutin di chappie selanjutnya. maaf juga kalo kayaknya sengaja manjangin chappie. bisa dibilang sedikit-banyak kayak sinetron ya, nambah2in episode orz.

kayaknya kemampuan nulisku menurun ya.. *headdesk ah, chapter selanjutnya ga dijamin bisa cepet keluar, tapi doain aja lah T^Tb dan doain authornya lulus UN ya =)) *dor

well, reviews are appreciated! sankyuu~