Disclaimer : "Naruto" and all the characters used in this work belong to Masashi Kishimoto.

Pair : U. Sasuke & U. Naruto

Rate : T

Warning(s) : OOC, OOC, OOC, boy love, shonen-ai, AU, un-beta'd

Please read the note at the end of the story.


Boy X Boy

Ch. IX

by greenandred


Dengan susah payah Naruto menahan keinginannya untuk membanting buku-buku latihan soal yang berserakan di meja belajarnya. Kepalanya mulai berdenyut menyebalkan saat dia berusaha untuk melanjutkan pekerjaannya. Saat-saat seperti inilah yang membuat Naruto mempertimbangkan untuk putus sekolah saja dan menjadi pekerja freelance tanpa harus memiliki pendidikan tinggi. Dia tidak tahan menghadapi pelajaran-pelajaran seperti matematika atau fisika atau kimia. Meskipun hanya pelajaran sains dasar yang tentunya jauh lebih gampang dari apa yang diterima teman-temannya di jurusan SainTek, tetap saja pelajaran-pelajaran itu terasa amat sangat berat bagi Naruto yang memang tidak punya bakat sama sekali dalam hal hitung-menghitung atau ilmu sains eksakta.

Naruto menghela nafas panjang sebelum mencoba lagi berkonsentrasi pada satu soal yang sejak setengah jam lalu dia usahakan untuk memecahkannya. Dia baca berulang kali soal yang tercetak di bukunya dan berusaha mengerjakannya seperti contoh yang sudah diberikan sebelumnya. Minggu-minggu setelah festival kebudayaan Kogaku memang waktunya bagi para siswa untuk belajar dengan tekun demi menghadapi ujian semester yang biasanya diadakan dua minggu setelah festival. Setelah ujian semester selesai mereka akan mendapat liburan musim panas selama dua bulan lebih dan Naruto berencana untuk memanfaatkan semaksimal mungkin waktu liburannya itu untuk pergi main sepuasnya sebelum ia harus menghadapi lagi kurikulum sekolah Konoha yang menurutnya tidak manusiawi. Orang macam apa yang akan mendesain sebuah kurikulum yang membuat murid-murid SMA dengan hormon meledak-ledak bekerja keras untuk merancang seluruh kegiatan Festival Kebudayaan, membiarkan mereka bersenang-senang dan berkreasi selama beberapa hari, dan kemudian langsung menceburkan mereka ke dunia nyata bahwa mereka harus belajar dan bekerja keras di akhir semester, tepat setelah mereka selesai bersenang-senang dan percaya bahwa tidak ada hal lain seindah menjadi murid SMA? Sungguh tidak manusiawi!

Naruto mendengus dan menyerah dengan buku teks yang terbuka dihadapannya, menutup buku tebal itu, dan melemparkannya ke sudut ruangan. Setelah memastikan bahwa si buku tidak akan kembali dengan sendirinya ke hadapannya, Naruto meraih laptopnya yang sedari tadi dia biarkan terbuka di sudut meja belajarnya. Dengan cepat ia mengetikkan alamat website favoritnya yang berisi video-video lucu dan orang-orang bermain game dan berteriak-teriak tidak jelas yang direkam dan diunggah ke website itu. Selama beberapa menit ia menelusuri satu per satu pengunggah video favoritnya, menonton semua video baru yang mereka unggah, dan bahkan beberapa video lama yang ada di daftar kesukaannya. Namun demikian, semua video lucu dan video game tembak-tembakan yang ada di website populer itu sama sekali tidak bisa melepaskan si rambut pirang hiperaktif ini dari kebosanan dan kekosongan yang dia rasakan. Akhirnya Naruto menutup laptopnya dengan asal, menyambar ponsel dan dompetnya yang juga tergeletak lemah di atas meja belajarnya, dan kemudian berbegas keluar dari kamarnya.

Tujuannya? Tentu saja untuk mengusili Sasuke yang beberapa jam sebelumnya telah beranjak pergi dengan kesal dari kamar Naruto dan mengungsi ke ruangan lain – kemungkinan ruang keluarga atau ruang makan yang ada di lantai bawah – yang notabene lebih kosong, lebih tenang, dan bebas-Naruto yang selalu mengganggunya dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting. Saat sampai di ambang pintu ruang makan, Naruto bisa melihat bahwa Sasuke lebih mampu dari dirinya untuk beradaptasi dengan keadaan yang sangat cepat sekali berubah di sekitar mereka. Lihat saja si Rambut Bebek satu itu, dengan tekun dia membaca soal-soal yang ada di buku pelajarannya, kemudian berusaha memecahkannya dengan sebaik mungkin sambil sesekali mengetik sesuatu di laptop hitamnya yang ramping dan lebih canggih dari milik Naruto karena tugas sekolah Sasuke juga banyak membutuhkan bantuan laptop untuk menyelesaikannya, terutama yang berhubungan dengan kelas fotografinya. Raut wajah Sasuke terlihat sangat serius; dia duduk di salah satu bangku meja makan di tengah ruangan, jemarinya dengan elegan memegang bolpoin hitam dan bergerak dengan lugas di atas buku tugasnya. Bagian depan rambut bebeknya saat ini tengah dijepit di puncak kepalanya karena rambut hitam legam yang bagian depannya lebih panjang dari bagian belakangnya itu pasti mengganggu sekali saat Sasuke menunduk begitu rendahnya di atas kertas.

Selama beberapa saat Naruto memperhatikan kekasihnya – tunangannya? – itu dari ambang pintu. Kalau dilihat-lihat Sasuke ini memiliki tampang yang lumayan tampan, kenyataan yang berulang kali dinyatakan oleh teman-teman mereka di sekolah atau bahkan ibu-ibu tetangga sebelah yang suka sekali menyapa Sasuke di pagi hari saat ia dan Naruto pergi ke sekolah atau di sore hari saat mereka pulang. Naruto jadi teringat lagi kejadian beberapa hari yang lalu saat ia pingsan di rumah hantu Festival Kebudayaan sekolah. Salah satu hal paling memalukan yang pernah ia lakukan, kalau mau jujur. Tapi mau bagaimana lagi, fobianya terhadap hantu dan hal-hal tak kasat mata lainnya sudah menjadi rahasia umum dan susah sekali dihilangkan. Naruto sangat berterima kasih pada Sasuke bahwa dia tidak membesar-besarkan hal ini dan malah memastikan bahwa Naruto baik-baik saja setelah insiden itu. Meskipun terkadang kelakuan Sasuke sangat membuatnya kesal, ternyata dia bisa berbuat baik juga. Naruto tersenyum kecil mengingat hal ini.

Dan pada saat itulah Sasuke akhirnya mengangkat kepalanya dari PR-nya dan matanya tertumbuk pada sosok Naruto di ambang pintu ruangan tempat ia kabur untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya beberapa jam yang lalu.

"Ngapain kau bengong di situ, Dobe?" ujar Sasuke sambil meletakkan bolpoinnya di atas meja. Dia tahu cepat atau lambat si Dobe satu ini bakal turun dari kamarnya dan mengganggunya lagi. Sasuke bisa saja tidak menghiraukan percobaan-percobaan Naruto untuk menjauhkan dirinya dari tugas sekolah mereka. Tapi Sasuke sudah hampir selesai dengan tugas rumahnya, dan lagi Sasuke sudah hampir selesai mengerjakan tugas yang seharusnya dikumpulkan minggu depan.

"Ne, Sasuke, kau lapar tidak? Atau – apa kepalamu tidak pusing membungkuk di atas buku terus selama beberapa jam? Atau mungkin tanganmu kebas setelah menulis terus menerus? Lagi pula sensei macam apa yang jaman sekarang masih menyuruh murid mereka menuliskan tugas sekolah mereka? Ah, aku tahu! Pasti itu tugas dari Jiraiya-sensei kan? Atau Orochi-sensei? Atau malah Sarutobi-sensei? Kau tahu, kupikir para sensei itu seharusnya berusaha mengikuti perkembangan zaman dan menuruh murid-murid mereka mengetik tugas-tugas mereka dan–"

"Oke, stop di situ, Dobe. Apa maumu sekarang? Jalan-jalan di taman? Makan ramen di Ichiraku? Nonton film sci-fi baru? Pilih satu, cepat!" ujar Sasuke dengan tidak sabar. Dia sudah tahu tatktik Naruto saat dia menginginkan sesuatu. Dia akan bicara tanpa jelas ujung-pangkalnya, berputar-putar tanpa pernah sampai pada inti permasalahan atau keinginannya. Sasuke sama sekali tidak keberatan dialihkan perhatiannya oleh si pirang yang sekarang ini tengah berjalan dengan gembira ke arahnya asalkan saja dia bicara langsung ke pokok permasalahan tanpa harus berputar-putar tidak jelas.

"Bagaimana kalau kita ke bioskop? Ada film baru yang kemarin Kiba tonton tentang sebuah kasus perampokan atau apalah semacam itu dan Kiba bilang filmnya lumayan bagus! Mau, ya?" ujar Naruto dengan mata melebar membujuk. Sial! Tanpa menggunakan jurus puppy dog eyes-nya yang sangat manjur – terutama jika ditujukan ke Sasuke – itu dia sudah akan setuju untuk pergi bersama Naruto. Melihat wajah Naruto yang manis itu siapa yang bisa menahan diri untuk paling tidak mencuimnya sampai wajahnya memerah kehabisan nafas? Tentu saja bukan Sasuke.

Maka, hal berikutnya yang ia lakukan sudahlah sangat bisa diprediksi; dengan cepat ditariknya Naruto lebih dekat ke arahnya dengan satu tangan sementara tangannya yang lain bergerak ke belakang kepala Naruto untuk membuatnya menunduk sementara ia mendongakkan kepalanya dan memastikan bibirnya dan bibir Naruto bertemu tanpa meleset dari target. Perbuatan Sasuke dibuat lebih mudah karena Naruto yang terkejut karena ditarik tiba-tiba berteriak kecil dengan mulut sidikit terbuka yang langsung dimanfaatkan Sasuke untuk menyelipkan lidahnya ke dalam mulut Naruto. Jika hal ini dilakukannya hanya beberapa minggu yang lalu Naruto sudah pasti akan berontak dan memukul-mukul Sasuke dengan tangannya. Tapi sekarang Naruto langsung paham apa mau Sasuke dan menyambutnya dengan geraman rendah sebelum dengan semangat mengimbangi ciuman Sasuke.

Selama beberapa saat – detik, menit, mungkin – kedua pemuda ini terhanyut di dalam sensasi memabukkan yang hanya pernah mereka coba dengan satu sama lain. Sasuke tidak pernah habis pikir kalau mecium sesorang sedalam ini bakal memunculkan sensai-sensasi baru dalam dirinya yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sebelum Naruto, Sasuke memang pernah berciuman dengan satu, dua orang temannya di Inggris dulu. Namun tidak ada satupun dari ciuman-ciumannya yang sebelumnya yang membuatnya merasa begitu – hidup.

Beciuman dengan Naruto membuat jantungnya berdetak lebih cepat, membuat darahnya berdesir cepat melalui urat nadinya, dan membuat perutnya bergejolak tidak karuan. Lidahnya bisa merasakan berbagai macam tekstur di dalam rongga mulut Naruto yang terasa sangat mencolok perbedaannya; lidahnya yang terasa sedikit kasar, rongga mulut bagian atasnya yang sedikit bergelombang, gigi-gigi Naruto yang sesekali berbenturan dengan giginya. Semua itu membuat Sasuke tidak bisa menahan geramannya sendiri dan menarik Naruto lebih dekat ke arahnya da–

"Ehem, ehem..."

Sasuke membeku di tengah gerakannya menarik Naruto dan matanya langsung membelalak terbuka – sejak kapan matanya terpejam? – dan dilihatnya sosok seorang wanita berambut merah panjang berdiri di ambang pintu tepat di balik kepala pirang Naruto yang masih menempel padanya. Bisa dilihatnya juga mata biru Naruto yang Sasuke yakin terbuka sama lebarnya dengan matanya sekarang. Kedua pemuda itu tersentak kaget dan langsung memisahkan diri dari satu sama lain dan dengan pandangan horor melihat Kushina berjalan dengan tenang melewati mereka berdua menuju dapur dengan sebuah senyuman maklum tersungging di wajahnya.

"Selamat sore, anak-anak. Apa tugas sekolah kalian sudah selesai?" Kushina bertanya dengan nada yang begitu halusnya dan bertingkah seolah-olah dia tidak baru saja melihat anak bungsunya dicium habis-habisan oleh calon menantunya yang notabene keduanya masih di bawah umur. Tapi Sasuke dan Naruto yakin sebenarnya wanita berambut merah itu berusaha menyembunyikan senyuman yang lebih lebar di balik kata-kata dan senyum kecilnya. Dan Kushina bahkan memanggil mereka anak-anak.

"K-Ka... Kaa-chan... kapan pulang?" Naruto bertanya terbata-bata pada ibunya, menanyakan sesuatu yang sudah gamblang jawabannya, dan buru-buru berdehem ketika didengarnya suaranya yang lebih serak dari biasanya.

"Baru saja, Naru-chan. Apa tugas sekolahmu sudah selesai?" Kushina balik bertanya sambil membuka lemari pendingin dan memasukkan belanjaan yang baru saja dibelinya. Naruto hanya bisa mengangguk tanpa bisa mengeluarkan sepatah katapun. Mukanya yang masih terasa panas meyakinkannya bahwa berbicara bukanlah ide yang bagus pada saat itu.

"Kami berencana untuk pergi keluar setelah ini, Kushina-san," Sasuke memutuskan bahwa satu-satunya cara untuk meredakan rasa kaget dan canggung yang mereka rasakan saat ini adalah kabur secepatnya dari rumah.

"Kami akan makan malam di luar," Sasuke melanjutkan sambil melepaskan genggaman tangannya pada tangan Naruto yang selama ini masih ia pegang untuk mengumpulkan perlengkapan sekolahnya yang terserak di atas meja makan.

"Tentu saja, Sasuke-kun. Besenang-senanglah. Jangan pulang kemalaman, ya?" Kushina berpesan, masih dengan nada yang sama dan senyum yang sama terpampang di wajahnya.

Setelah memasukkan semua buku, laptop dan perlengkapan menulisnya ke dalam tas sekolah yang tergeletak di sebelah meja makan, Sasuke mengecek saku belakang celana yang ia kenakan untuk memastikan bahwa ponsel dan dompetnya ada di sana. Kemudian, buru-buru ia menyambar tangan Naruto yang masih ngadat dan tidak tahu harus berbuat apa dan bergegas menariknya keluar ruangan.

"Kami pergi dulu," seru Sasuke dari genkan dan buru-buru membuka pintu depan.

"Hati-hati di jalan," sahut Kushina riang dari dalam rumah.

Sebelum pintu depan tertutup sempurna Sasuke berani bersumpah demi semua peralatan fotografinya kalau dia bisa mendengar Kushina memekik ceria dengan nada tinggi macam anak-anak perempuan di sekolahnya saat mereka melihatnya berjalan di koridor. Atau seperti ibu Sasuke saat ia membuka paket berisi barang-barang aneh dengan karikatur-karikatur dua laki-laki kelewat tampan maupun kelewat cantik dengan pose-pose sugestif tercetak di atasnya. Sasuke bergidik ngeri membayangkan apa yang akan terjadi padanya dan Naruto saat Kushina Uzumaki dan Mikoto Uchiha bertemu nanti.


This chapter is a closure pada sebuah fanfic yang saya mulai waktu jaman SMA dulu dan saat saya masih menganggap Naruto adalah salah satu manga paling hebat sepanjang masa – Now? Not so much. Dulu saya berniat untuk mengembangkan cerita ini menjadi kisah romantis penuh dengan fluff dan fan service. Tapi apa daya writer's block menimpa saya dan ide menulis saya jadi benar-benar kering. Butuh waktu 6 tahun – My goodness! – bagi saya untuk memutuskan bahwa tidak ada masa depan untuk fanfic ini. Saya belum keluar sepenuhnya dari writer's block ini, masih sulit bagi saya untuk menulis dan mengembangkan ide-ide fanfic yang sebenarnya terus bermunculan di kepala saya dan mungkin butuh waktu 6 tahun lagi – atau lebih – bagi saya untuk bisa menulis seaktif dan efektif dulu. Terima kasih bagi para pembaca yang telah membaca fanfic-fanfic saya – fanfic ini maupun fanfic lain yang telah saya publish. Terima kasih untuk review dan permintaan Anda sekalian agar saya melanjutkan cerita ini. Tapi hanya inilah yang bisa saya berikan untuk Anda. I hope this can satiate your needs for a closure to this fic. Terima kasih semuanyaaa ~~~

Regards,

G+R.