Disclaimer: Kubo Tite-sensei.

Character: IchiRuki.

Author: Rukii Nightray.

Fantasie Improptu

~Nocturnes Op. 1~

Tidak ada yang tahu siapa diriku yang sebenarnya.

Aku tidak pernah merasa sehampa ini sebelumnya.

Dan jika aku pernah membutuhkan seseorang untuk menuntunku.

Siapa yang akan melindungi dan menjagaku?

...

Cahaya bulan hanya akan melindungiku.

Tetapi sekarang, aku pikir kita akan sama-sama dilindungi olehnya.

...

Kau tahu, cahaya ini tidak akan pernah mati.

Ia akan terkunci di dalam mimpiku, tertidur selamanya...

...

Suasana di Karakura High School sudah terlihat tenang. Terlepas dari semua kegiatan para siswa dan siswinya yang begitu sibuk. Hanya tinggal tersisa beberapa kegiatan saja. Yaitu mereka yang masih mempunyai tanggung jawab atau mungkin terikat dengan sebuah konsekuensi yang terpaksa mereka terima karena mengikuti sebuah klub ekstrakulikuler yang mengharuskan mereka latihan hingga sore hari.

Tapi bagi Ichigo, alasan dia masih berada di sekolah hingga kini bukanlah karena tanggung jawab atau konsekuensi semacam itu. Tapi semua itu dikarenakan karena sebuah ketidaksengajaan yang diakibatkan dari sel-sel di otaknya yang sudah lelah dan menuntut untuk diistirahatkan. Dia tertidur pada jam pelajaran terakhir dan baru bangun pada saat langit di atas kota Karakura berwarna keemasan. Bukannya teman sekelasnya sama sekali tidak peduli sehingga tidak ada yang membangunkannya. Hanya saja saat itu, mungkin sel-sel di otak Ichigo terkunci dan tidak bisa menerima perintah apapun dan dari siapapun. Tapi setidaknya, hal ini sangat efektif membuat pikiran Ichigo menjadi segar kembali setelah pelajaran kimia dari Kurotsuchi Mayuri-sensei yang sangat tidak masuk akal.

Ichigo berjalan menuruni tangga dengan perlahan. Melewati beberapa ruang kelas sambil sesekali menengok ke dalamnya, berharap siapa tahu masih ada orang disana sehingga ia tidak menjadi orang terakhir yang berada di sekolah itu. Tapi sayangnya, harapannya itu tidak terpenuhi.

Ichigo pun berjalan melalui lorong barat. Di lorong itu terdapat beberapa ruangan yang bukan ruang kelas. Di antaranya, ruang kesehatan, ruang musik, ruang PKK dan sebuah perpustakaan yang cukup besar sehingga memberi kenyamanan bagi seorang kutu buku untuk menghabiskan waktu berjam-jam di dalamnya.

Terdengar sayup suara dentingan piano saat Ichigo melewati ruang kesehatan. Seperti seseorang sedang menekan tuts piano tersebut bergantian sesuai dengan nada solmisasi. Berirama dan spontan. Tentu saja suara piano itu asalnya bukan dari sana. Tapi, ruang musik disebelahnya. Karena penasaran Ichigo pun mendekati ruang musik itu dengan perlahan, ia ingin tahu siapa murid yang pada jam seperti ini masih berani berada di sekolah dan bermain-main dengan sebuah piano antik.

Suara dentingan itu berhenti saat Ichigo menempelkan punggungnya dan bersandar di tembok sebelah pintu ruang musik itu. Ia terdiam dan napasnya tertahan. Sesaat ia berpikir bahwa dirinya sudah ketahuan. Tapi setelah itu, Ichigo seperti mendengar suara seorang gadis yang lembut. Ia mengeluarkan suara teriakan kecil seperti sedang mengambil aba-aba.

Dan sedetik setelah itu. Dentingan piano itu kembali terdengar. Di awali dengan sebuah hentakan yang keras lalu kembali terdiam. Tidak lama suara alunan piano yang berirama terdengar. Temponya begitu pelan tetapi kemudian menjadi cepat dan kembali pada kecepatan medium. Lalu nada itu berulang lagi. Saling merangkai dan berpadu. Nada-nada itu terdengar seperti saling susul-menyusul. Di tengah-tengah lagu tersebut terdengar hentakan yang keras seperti pada awal lagu. Lalu kemudian diiringi dengan nada yang begitu lembut. Dan menyambung kembali ke nada awal yang tadi dimainkan. Dengan tempo yang pelan, cepat dan medium, juga hentakan nada yang berani. Lagu itu berakhir dengan penutup yang sangat lembut disusul dengan helaan napas panjang sang pianis yang berbakat itu.

Selama lima menit itu Ichigo seolah terhipnotis. Walaupun Ichigo hanya mendengar suaranya, ia yakin si pianis pasti memainkan lagu tersebut dengan teknik tingkat tinggi. Ia membayangkan jari-jemari si pianis yang bergerak-gerak lembut menekan tuts piano. Ichigo memegang dadanya, jantungnya berdegup dengan kencang. Bahkan mungkin tanpa dipegang pun Ichigo sudah dapat mendengar suara degup jantungnya itu saking kerasnya. Anehnya hal itu terjadi tanpa Ichigo tahu lagu apa yang sebenarnya sedang dimainkan oleh pianis itu.

Terdengar suara langkah kaki yang begitu pelan. Ichigo panik. Itu pasti suara langkah kaki si pianis, pikir Ichigo. Ia harus bersembunyi. Entah apa sebabnya, tapi otak Ichigo berintruksi bahwa ia harus segera bersembunyi.

'BRUK!'

Ichigo menabrak tubuh si pianis yang ternyata sudah berdiri di depannya tanpa sempat ia bersembunyi. Ichigo menundukkan pandangannya dan matanya menyipit. Ia menatap gadis itu cukup lama. Gadis itu atau sebut saja si pianis adalah seorang gadis berambut sebahu berwarna hitam legam. Tubuhnya lebih pendek dari tubuh Ichigo. Matanya yang berwarna violet terlihat begitu indah, menatap lurus ke mata Ichigo. Ia tidak tersenyum, wajahnya datar dan serius. Kulitnya berwarna putih. Cukup lama bagi Ichigo untuk kembali ke alam sadarnya. Sebuah komposisi dan perpaduan yang sempurna untuk sebuah karakter, pikir Ichigo 'interest'.

"Ah, maafkan aku" ucap Ichigo dengan gugup.

Cukup lama si pianis terdiam, tidak merespon atau menjawab apapun. Ia tetap menatap lurus mata Ichigo. Membuat Ichigo menjadi salah tingkah.

"Maaf, kau baik-baik saja?" tanya Ichigo sekali lagi. Ia tidak tahan kalau harus terus menerus ditatap oleh mata violet itu. Dan tidak disangka si pianis pun menjawabnya dengan sebuah anggukkan singkat. Mungkin jika Ichigo tidak melihatnya dengan seksama, anggukan kecil itu tidak akan terlihat olehnya. Setelah itu si pianis pun berlalu pergi tanpa sesekali menolehkan kepalanya ke belakang.

...

"Onii-chan, bisa belikan aku minum dan makanan kecil untuk teman-temanku?" kata Yuzu dengan begitu lembut.

"Eh? Memangnya mereka semua mau menginap?"

"Yup, aku tidak bisa meninggalkan mereka hanya dengan Karin. Aku khawatir kalau nanti Jinta akan dianiaya olehnya"

Karena permintaan Yuzu, Ichigo pun segera bangkit dari tempat tidurnya. Meraih jaket berwarna coklat yang ia gantungkan di belakang pintu kamarnya. Dengan penuh rasa hormat kepada kakaknya, Yuzu mengantarkannya sampai ke pintu depan dan tersenyum sambil melambaikan tangan.

Baru sebentar saja Ichigo berjalan, hawa dingin malam hari sudah menyergap tubuhnya. Ia menaikkan resleting jaketnya sampai sebatas dagu dan terus berjalan. Sampai tanpa terasa , ia ternyata sudah sampai di depan sebuah mini market. Dengan segera Ichigo membeli pesanan adiknya itu dan berjalan pulang.

Untuk menghapus rasa bosan, ia pun bersiul. Mungkin ia akan dianggap aneh karena bersiul di malam hari, tapi apa boleh buat...

Siulan Ichigo terhenti saat menatap seekor kelinci putih hendak melintasi jalan raya di depannya. Hanya satu pertanyaan yang melintas di benak Ichigo saat ini. Mengapa bisa ada seekor kelinci putih disini??!!!

Sebelum pertanyaan itu sempat terjawab, Ichigo melihat sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi ke arah si kelinci. Tanpa ragu-ragu lagi, Ichigo melepas kantong belanjaannya, lalu segera berlari menyusul si kelinci. Sinar lampu mobil menyorot tubuhnya. Kelinci itu akan tertabrak, batin Ichigo. Ichigo pun mempercepat larinya, lalu menerjang dan memeluk kelinci itu hingga ia terpental ke sisi jalan lainnya.

Ckiiiiiiiiit........

Suara rem mobil itu mendecit keras di aspal jalan, mengundang perhatian beberapa pejalan kaki yang sedang berlalu-lalang di sana. Ichigo merasakan sakit di lengannya. Dan benar saja, darah kental keluar dari lengan kirinya. Beberapa orang menghampirinya, menanyakan bagaimana keadaannya. Ichigo hanya bisa menjawabnya dengan meringis sambil berusaha untuk tersenyum.

Ichigo pun bangun dengan susah payah sambil menahan rasa sakit di lengannya. Begitu kagetnya ia saat berbalik. Ichigo mendapati si pianis sudah berdiri di depannya. Entah sejak kapan itu, yang jelas Ichigo tidak menyadari kedatangannya. Si kelinci pun segera melompat ke pelukan si pianis bermata violet itu. Suara lonceng yang terikat di leher kelinci putih itu bergemerincing saat ia melompat. Ichigo melirikkan matanya ke seberang jalan. Hebat... belanjaanku hancur karena seekor kelinci putih berlonceng, batin Ichigo. Ichigo menghela napas panjang dan mengalihkan pandangannya terhadap si pianis. Apa kelinci putih berlonceng itu miliknya?

...

"Kurosaki-san!" teriak gadis berambut panjang berwarna orange itu sambil berlari-lari kecil ke arah Ichigo. Ichigo pun berhenti berjalan dan menoleh.

"Ada apa Orihime?"

"Anu... apa sepulang sekolah ini kau ada waktu?" tanya Orihime dengan wajah yang sedikit memerah. Ia menundukkan kepalanya dan tidak menatap Ichigo.

"Maaf, aku tidak bisa" jawab Ichigo singkat.

"Sebentar saja... paling tidak..." ucap Orihime gugup dengan suara yang tercekat. Ichigo tidak memperhatikannya. Matanya beralih menuju sosok si pianis yang sedang berjalan ke arah ruang musik.

"Maaf Orihime, sampai nanti" ucap Ichigo seraya berlari mengejar si pianis.

Orihime menghela napas begitu panjang. Padahal ia sudah berlatih hal ini begitu sering. Tapi jika sedang berhadapan langsung, kata-katanya menjadi terkunci dan ia tidak dapat berpikir jernih. Ia tahu, kalau Ichigo tidak pernah mempedulikannya, tapi setidaknya ia ingin mengetahui sedikit saja isi hati pemuda cuek seperti Ichigo.

"Tunggu" sergah Ichigo sebelum si pianis masuk ke ruang musik. Ichigo memegang tangan si pianis begitu kencang sehingga terlihat dari wajah si pianis bahwa ia sedang menahan sakit.

"Maaf" ucap Ichigo sambil melepas pegangannya.

Si pianis pun mengangguk.

Apa ia tidak bisa bicara? Pikir Ichigo skeptis. Tidak... jelas-jelas Ichigo waktu itu mendengar suaranya saat ia akan memulai permainan pianonya yang mengangumkan itu.

Si pianis seperti tidak mempedulikan Ichigo dan berjalan masuk ke ruang musik. Tapi ia tidak menutup pintunya. Mungkin si pianis mempersilakan Ichigo untuk mendengarkan permainan jeniusnya. Ichigo pun berjalan masuk dan merasa begitu takjub.

Ini adalah pertama kalinya ia masuk ke ruang musik. Auranya begitu berbeda dengan ruangan yang lainnya. Entahlah, sulit untuk mendeskripsikannya. Sepertinya, begitu banyak emosi yang terkumpul di dalam ruangan ini, berkumpul membentuk sebuah kesan yang eksentrik. Begitulah yang ada di dalam pikiran Ichigo. Si pianis pun segera duduk di hadapan piano antik itu dan mulai mengambil napas.

Seolah-olah si pianis mengetahui apa yang diinginkan Ichigo, ia memainkan lagu yang sama seperti kemarin. Membuat Ichigo berkeringat dingin. Kali ini mungkin karena ia melihat sosok si pianis secara langsung. Benar saja apa yang dibayangkan oleh Ichigo kemarin. Jari-jemari si pianis bergerak indah diatas tuts-tuts piano yang berwarna putih dan hitam bergantian. Begitu ringan dan mengesankan. Tubuh si pianis pun sedikit bergerak mengikuti irama menyedihkan yang dimainkan. Ia sangat menghayatinya. Begitu pun Ichigo yang melihatnya, jadi terpengaruh dan begitu terhanyut. Sungguh interpretasi yang sangat menawan.

"Fantasie Improptu karya Chopin" kata si pianis itu pelan setelah selesai bermain. Membuat Ichigo tersadar dan tidak sengaja matanya bertatapan dengan mata violet si pianis.

"O, oh. Indah sekali. Bo... bolehkah aku tahu siapa namamu?" tanya Ichigo gugup.

Hei! Jangan menatapku seperti itu!, batin Ichigo menjerit. Tapi, tentu saja hal itu tidak mungkin ia ucapkan.

"Kuchiki Rukia" jawab si pianis singkat dan kemudian beranjak berdiri karena bel masuk tanda istirahat selesai telah bergema ke seluruh penjuru sekolah.

Ia berhenti sejenak setelah melewati Ichigo. Kemudian membalikkan tubuhnya dan membungkuk ke arah Ichigo. Tanpa suara seperti seorang robot. Karena tidak mau dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun, Ichigo pun ikut membungkuk.

Setelah menegakkan tubuhnya kembali, Ichigo sudah tidak lagi melihat Rukia. Alisnya mengernyit karena masih tidak mengerti dengan apa yang sudah terjadi padanya.

Sementara itu, tanpa Ichigo ketahui. Orihime yang sedari tadi bersembunyi mengintipnya, cemas dan tidak percaya dengan apa yang sudah dilihatnya...

...

Hari ini Ichigo lagi-lagi pulang sore. Kali ini karena ia menunggu Rukia di ruang musik, tapi gadis itu tidak muncul-muncul juga. Tentu saja, mungkin ia sudah pulang, pikir Ichigo. Ichigo sendiri tidak mengerti mengapa ia mengharapkan kehadiran gadis itu. Sungguh aneh.... pikirnya.

Saat Ichigo berjalan keluar gedung sekolah, tidak disangka sosok yang diharapkannya sedang bersandar di pagar sekolah. Seperti sedang menunggu Ichigo. Saat melihat Ichigo datang, Rukia pun menegakkan tubuhnya dan berjalan menghampirinya.

Ia menyerahkan sesuatu kepada Ichigo. Sebuah kantong belanjaan. Alis Ichigo mengernyit, pandangannya bergantian antara wajah Rukia yang datar dan kantong belanjaan. Sepertinya ia sedang tidak bercanda. Dan Ichigo pun melihat ke dalam kantong belanjaan itu.

Betapa kagetnya Ichigo saat melihat isinya. Botol-botol minuman dan beberapa makanan ringan seperti pesanan Yuzu semalam. Sama persis. Tidak ada satu pun barang pesanan yang berkurang ataupun bertambah. Bagaimana bisa? Kantong belanjaan yang semalam kan sudah hancur terlindas mobil saat Ichigo akan menyelamatkan seekor kelinci putih berlonceng.

Ichigo memandang Rukia seolah-olah Rukia adalah ketua dari sebuah konspirasi rahasia. Tapi Rukia tidak mengindahkannya dan tetap memandang Ichigo dengan mata violetnya itu. Ichigo merasa gugup lagi sekarang. Apakah ia selalu memandang orang dengan cara seperti ini?

"Ini untukku?" tanya Ichigo skeptis. Rukia mengangguk. Setelah itu ia berlalu pergi tanpa sempat Ichigo mengucapkan terimakasih padanya. Tidak bisakah ia berkata sesuatu untuk menjelaskan keanehan ini padaku? batin Ichigo melongo.

...

Seperti sebuah simfoni yang mengalun dengan lembut, gadis bermata violet itu menatapnya tanpa prasangka...

Baru kali ini Ichigo mempunyai perasaan melankolis seperti ini. Bukan hanya karena tatapan matanya, tapi juga karena suara indah yang ia ciptakan dari interpretasinya yang sangat mengagumkan terhadap piano antik di ruang musik itu.

"Yooo!!! Ichigo!! Pagi-pagi begini sudah melamun!!" teriak Asano Keigo sambil menepuk-nepuk punggung Ichigo yang tanpa perlindungan. Ichigo hanya bisa meringis dan meliriknya dengan tatapan permusuhan. Tapi yang ditatap -Asano- tentu tidak akan menyadari hal itu.

"Bangunlah kawan! Angkat wajahmu! Bagaimana jadinya masa depan generasi muda kalau kau bermalas-malasan seperti itu!!"

"Hancur" jawab Ichigo singkat. Asano terbahak.

"Jangan kau buka mulutmu terlalu besar, Asano" ujar Ishida yang tiba-tiba saja muncul sambil menutup mulut Asano dengan tangannya. Asano meronta-ronta memohon untuk dilepaskan. Tapi Ishida terus membekapnya seolah-olah tidak peduli dengan apa yang akan terjadi pada Asano atau mungkin, tidak mau peduli tepatnya.

"Wuaaahhh!!! Uhuk! uhuk! kau kejam Ishida!" gerutu Asano setelah bisa melepaskan diri dari Ishida. Yang dirutuki, hanya memutar bola matanya dengan malas, tanda ia tetap tidak peduli.

"Kalian berdua... kalau mau ribut jangan disini. Mengganggu saja" ucap Ichigo akhirnya. Lalu kembali membenamkan wajahnya ke meja. Kehadiran Asano dan Ishida disini, benar-benar merusak moodnya.

"Ichigo, sebenarnya aku tidak percaya gosip ini sebelum aku benar-benar mendengarnya darimu"

"Ha?" balas Ichigo dengan malas karena kata-kata Asano yang aneh. Mungkin anak ini salah minum obat? Sehingga kata-katanya menjadi aneh? Sekarang ia jadi benar-benar ingin mengusir Asano dari hadapannya, tapi itu semua terhenti karena kata-kata Asano yang berikutnya...

"Kau mendekati adiknya ketua osis ya? Gadis eksentrik yang misterius itu?"

Ichigo mengangkat kepalanya sekarang. Ishida yang ikut mendengarnya, mendekat dan menaikkan posisi kaca matanya.

"Siapa?" balas Ichigo dengan alis mengernyit. Sepengetahuan Ichigo, dia tidak pernah tahu kalau ketua osis mereka, Kuchiki Byakuya, mempunyai seorang adik. Lagipula Ichigo tidak dekat dengan Byakuya, hanya sekedar tahu saja.

"Aku dengar dari salah seorang siswi penggemarmu, ia melihat kau berduaan dengannya di ruang musik" ucap Asano sambil menempelkan jari telunjuknya di kepala, seolah-olah ia sedang meramal. Dan tentu saja hal itu terlihat sangat bodoh.

"Apakah itu benar Ichigo?" tanya Ishida dengan raut wajahnya yang haus akan rasa keingintahuan. Kadang-kadang hal itu terlihat sangat menakutkan, apalagi kalau ia sedang mengerjakan soal ujian dan jawaban yang didapatnya berbeda dengan pilihan yang diberi pada soal. Ichigo yakin, jika di film anime, pasti akan ada penambahan latar warna hitam dan roh yang berterbangan di sekitar Ishida. Atau mungkin, jika Ichigo adalah seorang esper dan ia bisa membaca pikiran Ishida, mungkin suara yang terdengar adalah...

'Ada apa dengan soal terkutuk ini...???!!! Siapa kau sebenarnya????'

Tentu itu adalah sebuah rasa keingintahuan yang ekstrem.

"Aku tidak tahu siapa adiknya Kuchiki, eh? Tunggu? Kuchiki...?" ucap Ichigo dengan nada yang aneh. Ia menyadari sesuatu. Kalau ia tidak salah ingat... nama keluarga Rukia juga Kuchiki...

"Jadi... Rukia adalah adiknya ketua osis?" lanjutnya untuk menyakinkan.

"Begitulah. Kuchiki Rukia. Adik dari Kuchiki Byakuya sekaligus putri dari pemilik perusahaan Kuchiki Corporation. Setidaknya itulah yang kuketahui" jawab Asano dengan gaya intelek. Ichigo yang mendengarnya berhasil dibuatnya terbengong selama beberapa detik.

"Aku tidak tahu... aku baru mengenalnya beberapa hari ini... selama ini, aku belum pernah melihatnya" gumam Ichigo sambil menatap Asano dan Ishida bergantian.

"Tentu saja, Kuchiki-san baru saja masuk sekolah beberapa minggu yang lalu. Yang kudengar, ia baru saja keluar dari rumah sakit setelah dirawat sejak semester pertama tahun ajaran baru" jawab Ishida sambil kembali membetulkan posisi kacamatanya. Membuat Ichigo terkejut saat mendengarnya.

"Setelah Kuchiki Rukia kembali ke sekolah beberapa minggu yang lalu, ia telah menjadi bahan pembicaraan di seluruh sekolah. Dari sifat pendiamnya, kesannya yang misterius dan eksentrik, wajahnya yang selalu datar, penyandang kepemilikan nona dengan strata tertinggi di sekolah, juga karena sepertinya ia mempunyai selubung rahasia yang menyelimuti dirinya sehingga ia sulit untuk didekati. Makanya, aku heran padamu Ichigo, bisa-bisanya kau mendekatinya" ujar Asano membuat Ichigo semakin ingin tahu lebih banyak tentang Rukia.

"Alasan lainnya, mungkin mereka takut dengan ketua osis. Yang kulihat, ketua osis sepertinya sangat melindungi Kuchiki-san. Kalian tahu sendiri kan? Ketua osis adalah orang yang sangat dingin dan tegas. Tatapan matanya saja menyeramkan dan tajam. Ketua osis itu orang yang tidak akan segan-segan melaporkan siswa yang melanggar peraturan dan dianggapnya tidak berdedikasi. Tentu saja para guru mempercayainya. Karena ketua osis memang orang yang sangat jenius" jelas Ishida yang memang seorang anggota osis.

"Aku... hanya sangat menyukai permainan pianonya"

"Piano?"

"Ya..."

"Aku tidak pernah tahu kalau Kuchiki-san bisa bermain piano"

"Eh?" ucap Ichigo sambil menatap Ishida dengan mata memohon penjelasan. Ishida yang tidak tahu harus menjelaskan apa, hanya bisa mengedikkan bahunya.

'Ting... Tong... Ting... Tong'

Bel tanda masuk pelajaran telah berbunyi. Ishida pun segera kembali ke tempat duduknya. Ia tentu tidak mau dimarahi oleh Ise Nanao-sensei. Karena hal itu dapat menyebabkan nilai kedisiplinan dan sastranya berkurang. Sehingga menjadi sebuah mimpi buruk yang mengerikan, bagi Ishida tentunya.

"Yah... kuperingatkan saja Ichigo. Jangan terlalu dekat dengan Kuchiki Rukia kalau kau tidak mau berhadapan dengan ketua osis" ujar Asano dengan nada memperingatkan. Ia kemudian berlalu dan kembali ke tempat duduknya.

Tidak lama setelah itu, Ise-sensei masuk ke dalam kelas. Ichigo sayup-sayup mendengarnya meneriakkan sesuatu. Mungkin halaman berapa buku sastra harus dibuka? Ichigo tidak dapat mendengarnya. Perlahan... suara Ise-sensei dan teman-teman sekelasnya semakin menghilang dari sistem pendengarannya.

Yang bisa Ichigo dengar sekarang adalah... ayunan lembut suara permainan piano Kuchiki Rukia.

...

Tanpa peduli peringatan Asano. Ichigo selalu saja kembali ke ruang musik setiap jam istirahat.

Seperti sudah menjadi sebuah kegiatan yang terjadwal, selalu pada jam istirahat, kaki Ichigo dengan sendirinya akan melangkah ke ruang musik. Dan seperti sudah tahu akan hal itu, Rukia pun selalu ada di ruang musik. Seolah-olah memang menunggu kedatangan Ichigo.

Tidak hanya 'Fantasie Improptu' karya Frederic Chopin yang dimainkan oleh Rukia. Tetapi juga lagu-lagu lain yang tentu saja tidak diketahui oleh Ichigo. Seperti, 'Fur Elise', 'Rondo Alla Turca', 'Sonata K 304 2' karya Mozart, 'The Entertrainer', 'Waltz in a Minor', 'Nocturnes', 'Minute Waltz' karya Chopin bahkan 'Neko Funjatta' versi Improvisasi yang tentu saja sangat mengagumkan.

"Kalau kau sangat suka musik, kenapa tidak sekolah di sekolah jurusan musik saja? Mengapa malah bersekolah di sekolah umum?" tanya Ichigo sambil melihat lembaran-lembaran partitur milik Rukia. Sekarang ia sudah tidak gugup lagi jika berbicara dengan Rukia, si pemilik mata violet itu.

"Nii-sama tidak suka dengan musik" jawab Rukia singkat dan akan selalu begitu. Maka dari itu, agak sedikit sulit bagi Ichigo jika akan berbicara dengan Rukia. Sehari sebelumnya ia harus sedikitnya mengumpulkan 10 pertanyaan untuk bahan pembicaraan dengan Rukia. Karena tentu saja Rukia tidak akan berbicara kalau memang tidak diperlukan.

"Ia tidak suka dengan permainanmu?"

"Tidak" ucap Rukia pelan sambil menggelengkan kepalanya. Bagi Ichigo, ucapannya itu lebih terlihat seperti sebuah gumaman daripada sebuah perkataan.

"Tapi, kakakmu tahu kalau kau bisa bermain piano?" tanya Ichigo penasaran. Rukia menganggukkan kepalanya.

"Dan... kakakmu tahu kalau kau sampai sekarang masih bermain piano?" tanya Ichigo lagi. Rukia menatapnya tajam sesaat, kemudian tatapannya kembali normal lagi. Spontan, hal itu membuat Ichigo terkejut.

"Tidak... nii-sama takut" jawab Rukia dengan intonasi yang sedikit bergetar. Dan Ichigo tidak mengerti apa maksudnya. Sepertinya ada sesuatu yang telah terjadi di antara kakak-beradik ini?, pikir Ichigo. Sehingga ia berhenti untuk bertanya lebih jauh.

'Ting Tong Ting Tong...'

Bel masuk berbunyi. Rukia menghela napas lega, entah karena apa. Tidak lama, mereka berdua pun segera beranjak bangun.

"Baiklah Rukia, sampai besok"

"Tunggu Ichigo" ucap Rukia sambil menarik lengan bajunya pelan. Rukia membuka mulutnya seperti akan mengucapkan sesuatu. Ichigo dapat merasakan tangan Rukia yang masih sedikit gemetar. Apa yang sebenarnya ingin ia katakan?

Tetapi kemudian, Rukia hanya menggelengkan kepala dan melepas pegangannya dari lengan Ichigo.

Ichigo sendiri terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Rukia. Sebelumnya ia tidak pernah memanggil namanya. Ada perasaan aneh saat Rukia memanggil nama kecilnya dengan suaranya yang lembut. Karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya, Ichigo pun...

Puk, puk!

Mata Rukia terbelalak saat Ichigo menepuk-nepuk kepalanya. Tapi Rukia tidak menepisnya dan membiarkannya. Butuh waktu baginya untuk menenangkan diri. Dan butuh waktu baginya juga untuk menjelaskan sesuatu kepada Ichigo.

'Tap... Tap...'

"Rukia? apa yang sedang kau lakukan disini?"

...

-tsuzuku-

Yosh! Hontou ni arigatou telah membaca fic ini. Karena aku ingin sekali membuat karakter Rukia yang berbeda, *gomenasai kubo-sensei* maka terciptalah fic ini.

Setelah membuat karakter rukia yang menggemparkan di fic aku sebelumnya yang berjudul 'dream who you looking for' *promotion mode: on* maka muncullah ide untuk menciptakan karakter Rukia yang berlawanan dari itu. Apa karakter ini bisa diterima? *onegai suru mode: on* please minna-san... review fic ini, sehingga aku tahu jawabannya. Apapun itu, baik kritik, celaan, hinaan bahkan pujian ditunggu secepatnya^^

Untuk judul fic ini, jika ada yang merasa penulisannya salah, juga boleh bilang di review.

Tunggu kelanjutannya yaaa... Jaa neee!!!